BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam sepanjang hidupnya tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Salah satu tujuan manusia berkomunikasi adalah mendapatkan informasi, mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa (Sumarlam, 2003: 1).
Menurut Samsuri (1980: 4) bahasa tidak terpisahkan dari manusia dan mengikuti di dalam setiap pekerjaannya. Mulai saat bangun pagi-pagi sampai jauh malam waktu ia beristirahat, manusia tidak lepasnya memakai bahasa, malahan pada waktu tidurpun tidak jarang ia “memakai bahasanya”. Pada waktu manusia kelihatan tidak berbicara, pada hakikatnya ia masih memakai bahasa, karena bahasa ialah alat yang dipakainya untuk membentuk pikirann dan perasaannya, keinginan dan perbuatan-perbuatan; alat yang dipakainya untuk mempengaruhi dan dipengaruhi, dan bahasa adalah dasar pertama-tama dan paling berurat-berakar pada masyarakat. Bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian, yang baik maupun yang buruk; tanda yang jelas dari pada keluarga dan bangsa; tanda yang jelas dari budi kemanusiaan. Dari pembicaraan seseorang kita dapat menangkap tidak saja keinginanya, tetapi juga motif keinginannya, latar belakang pendidikannya, pergaulannya, adat istiadatnya, dan lain sebagainya.
2
merealisasikan arti tersebut. Kajian ini berdasarkan dua konsep yang mendasar yang membedakan LFS dari aliran linguistik lain, yaitu (a) bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial dan (b) bahasa merupakan teks yang berkonstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial. Dengan demikian, kajian bahasa tidak terlepas dari konteks social. (Saragih, 2002: 1)
Adapun pengertian bahasa menurut Ghulayaini (2009: 27) adalah :
ﻢﻫﺪﺻﺎﻘﻣ ﻦﻋ ﻡﻮﻗ ﻞﻛ ﺎﻬﺑ ﺮﺒﻌﻳ ﻅﺎﻔﻟﺍ ﻲﻫ ﺔﻐﻠﻟﺍ
/Al-lugatu hiya al-fāẓu yu̒ abbiru bihā kullu qaumin ̒an maqā ṣidihim/“Bahasa adalah ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh setiap orang (kaum) dalam menyampaikan maksud mereka”.
Bahasa Arab merupakan faktor amat penting untuk diketahui oleh umat Islam karena mengetahui bahasa Arab itu dan membantu umat Islam memahami Al-Qur’an serta untuk beribadah kepada Allah SWT. Seiring dengan perkembangan dunia yang semakin modern, salah satu unsur penting yang mendukung pekerjaan adalah penggunaan bahasa. Bahasa Arab ialah salah satu bahasa pendukung pekerjaan dan bahasa resmi sebuah perserikatan negara. Di banyak negara Islam, bahasa Arab tidak hanya digunakan sebagai bahasa resmi, tetapi juga dipakai sebagai bahasa pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya, dan banyak lagi.
Sintaksis dalam bahasa Arab disebut Ilmu Nahwu. Menurut Dayyab (1990: 13) adalah:
ﺎﻬﺒﻴﻛﺮﺗ ﻦﻴﺣ ﻭ ﺎﻫﺩﺍﺮﻓﺍ ﻦﻴﺣ ﺎﻬﻟﺍﻮﺣﺍ ﻭ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﺕﺎﻤﻠﻜﻟﺍ ﻎﻴﺻ ﺎﻬﺑ ﻑﺮﻌﻳ ﺪﻋﺍﻮﻗ ﻮﺤﻨﻟﺍ
/An-naḥwu qawā’idun yu’rafu bihā ṣiyagu al-kalimāti al-̒arabiyyati wa aḥwāluhā ḥīna ifrādihā wa ḥīna tarkībiha/“Ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah yang dikenal dengan kedudukan dalam bahasa Arab dan keadaannya di kala tersendiri dan di kala tersusun dalam kalimat”.
Istilah sintaksis menurut Chaer (2007: 206) adalah membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Hal ini sesuai dengan asal usul kata sintaksis itu sendiri, yang berasal dari bahasa yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi sintaksis adalah menempatkan kata-kata atau kalimat.
Adapun pengertian Ilmu Nahwu dalam bahasa Arab menurut Ghulayaini (2009: 4) adalah :
ءﺎﻨﺒﻟﺍ ﻭ ﺏﺍﺮﻋﻹﺍ ﺚﻴﺣ ﻦﻣ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﺕﺎﻤﻠﻜﻟﺍ ﻝﺍﻮﺣﺍ ﺎﻬﺑ ﻑﺮﻌﺗ ﻝﻮﺻﺄﺑ ﻢﻠﻋ
:
ﻮﺤﻨﻟﺍ
/An-naḥwu ‘ilmun biuṣūlin tu’rafu bihā aḥwālu al-kalimāti al-̒arabiyyati min ḥaiśu al-i’rābi wa al-bināi/“Nahwu adalah dasar ilmu untuk mengetahui keadaan-keadaan akhir kata dalam bahasa Arab dari segi i’rab dan bina”.Secara garis besar ilmu Nahwu membahas tentang perubahan harkat akhir kata pada setiap kalimat yang disebut dalam bahasa Arab
ﺏﺍﺮﻋﻹﺍ
/al-i’rābu/. Menurut Abu Sholih As- Salafiy (1999: 2):ﺍﺮﻳﺪﻘﺗ ﻭﺍ ﺎﻈﻔﻟ ﺎﻬﻴﻠﻋ ﺔﻠﺧﺍﺪﻟﺍ ﻞﻣﺍﻮﻌﻟﺍ ﻑﻼﺘﺧﻹ ﻢﻠﻜﻟﺍ ﺮﺧﺍﻭﺃ ﺮﻴﻴﻐﺗ ﻮﻫ ﺏﺍﺮﻋﻹﺍ
4
Satu sifat bahasa sebagai semiotik sosial adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial atau bahasa fungsional di dalam konteks sosial. Tiga pengertian terdapat dalam konsep fungsional. Pertama, bahasa terstruktur berdasarkan fungsi bahasa dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, bahasa terstruktur sesuai dengan kebutuhan manusia akan bahasa. Kedua, fungsi bahasa dalam kehidupan manusia mencakup tiga hal, yaitu memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan, dan merangkai pengalaman manusia. Ketiga fungsi ini disebut metafungsi bahasa. Masing-masing fungsi menentukan struktur bahasa atau tata bahasa. Dengan demikian, tata bahasa (lexicogrammar) merupakan teori pengalaman manusia yang mencakup teori paparan, pertukaran, dan organisasi makna. Pengertian ketiga dari pendekatan fungsional adalah bahwa setiap unit bahasa adalah fungsional terhadap unit yang lebih besar, yang di dalamnya unit itu menjadi unsur. Dengan pengertian ini group nomina, verba, preposisi, klausa sisipan, atau unit lain berfungsi dalam tugasnya masing-masing untuk membangun klausa. Demikian juga, klausa berfungsi dalam klausa kompleks untuk membangun kompleks itu. (Saragih, 2002: 3)
Seorang pemakai bahasa merealisasikan pengalamanya (pengalaman bukan linguistik) menjadi pengalaman linguistik. Pengalaman bukan linguistik dapat berupa kenyataan dalam kehidupan manusia atau kejadian sehari-hari, seperti pohon tumbang, angin berhembus, matahari terbit, burung terbang, dan orang berjalan. Pengalaman bukan linguistik itu direalisasikan ke dalam pengalaman linguistik yang terdiri atas tiga unsur, yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan (circumstance). Realisasi ini harus dilakukan pemakai bahasa karena hanya pengalaman linguistik ini yang dapat dipertukarkan. (Saragih, 2002: 6)
unit ini dapat sekaligus membawa ketiga metafungsi bahasa dengan pengertian bahwa setiap klausa membawa fungsi ideational, interpersona, dan textual. Hubungan antarperingkat unit tata bahasa ini adalah hubungan konstituen dengan pengertian bahwa unit tata bahasa yang lebih tinggi peringkatnya di bangun dari unit (yang lebih kecil) yang berada di bawahnya. Dengan pengertian ini, klausa terdiri atas grup atau frase, grup terdiri atas kata, dan kata dibangun dari morfem. (Saragih, 2002: 9)
Menurut KBBI klausa merupakan satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan prediket dan berpotensi menjadi kalimat.
Selanjutnya menurut Fauzan kalimat atau kalam adalah
ﻰﻟﺍ ﺔﻠﻤﺠﻟﺍ ﻢﺴﻘﻨﺗ
,
ﺎﻣﻼﻛ ﺎﻀﻳﺍ ﻰﻤﺴﺗ ﻭ ﺔّﻣﺎﺗ ﺓﺪﺋﺎﻓ ﺪﻴﻔﻳ ﻱﺬﻟﺍ ﺐﻴﻛﺮﺗ ﻲﻫ ﺓﺪﻴﻔﻤﻟﺍ ﺔﻠﻤﺠﻟﺍ
)
ﺔّﻴﻠﻌﻓ ﺔﻠﻤﺟ ﻭ ﺔّﻴﻤﺳﺍ ﺔﻠﻤﺟ
۱
)
ﺮﻴﻤﻀﺑ ﻭﺃ ﻢﺳﺎﺑ ﺃﺪﺒﺗ ﻰّﺘﻟﺍ ﻲﻫ ﺔﻴﻤﺳﺍ ﺔﻠﻤﺟ
(
۲
ﻲﻫ ﺔﻴﻠﻌﻓ ﺔﻠﻤﺟ
(
ﻞﻌﻔﺑ ﺃﺪﺒﺗ ﻰّﺘﻟﺍ
6
Berikut ini akan dijelaskan bagan pembagian kalimat sempurna menurut Rusdianto, 2011: 22
Bagan 1. Pembagian kalimat sempurna
Pola kalimat yang tersusun dari isim (kata benda) dengan ism, seperti pada contoh
ﺔﻠﻴﻤﺟ ﺔﻘﻳﺪﺤﻟﺍ
/al-hadiqatu jamilatun
/ “taman itu indah” pola ini dikenal
dengan sebutan jumlah ismiyah (kalimat nominal). Pola kalimat seperti ini terlihat pada contohﺮﻄﻤﻟﺍ ﻝﺰﻧ
/
nazala al-mathar
/ “hujan itu turun” diatas. Dalam
bahasa Arab, kalimat sempurna yang mengandung kata kerja dikenal
dengan istilah jumlah fi’liyah, atau kalimat verbal dalam bahasa Indonesia. Pola
atau susunan kalimat yang terdiri atas isim dan zharaf (keterangan) . hal ini bisa diliat pada contoh diatasﺓﺮﺠﺸﻟﺍ ﻕﻮﻓ ﺮﺋﺎﻄﻟﺍ
/a
ṭṭāira fawqa assyajarati
/ “burung itu
diatas pohon” Zharaf terbagi dua, yaitu zharaf makan (keterangan tempat) dan
zharraf zaman (keterangan waktu).ﺓﺪﻴﻔﻤﻟﺍ ﺔﻠﻤﺠﻟﺍ
ﺔﻠﻤﺠﻟﺍ
ﺔﻴﻠﻌﻔﻟﺍ
ﺔﻴﻤﺳﻻﺍ
ﺔﻠﻤﺠﻟﺍ
ﺔﻠﻤﺠﻟﺍ
ﺔﻴﻓﺮﻈﻟﺍ
ﻢﺳﺍ
+
ﻢﺳﺍ
ﻞﻋﺎﻓ
+
ﻞﻌﻓ
ﻑﺮﻅ
+
ﻢﺳﺍ
ﻥﺎﻣﺯ
)
ﻭﺃ
ﻥﺎﻜﻣ
(
ﺔﻠﻴﻤﺟ ﺔﻘﻳﺪﺤﻟﺍ
ﺮﻄﻤﻟﺍ ﻝﺰﻧ
Menurut Al-khuli, 1982 : 6 kata keterangan atau dalam bahasa Inggris disebut
/kalimatun taṣifu al-fiʻli min hayṡu zamānihi au makānihi au tikrārihi au taukīdihi au darajatihi au kayfiyatihi. Wahuwa anwāʻu : faqad yakūnu ẓarfun zamānu miṡlu now au ẓarfun makānu miṡlu here au ẓarfun darajatu miṡlu very au ẓarfun kayfiyatu miṡlu quickly au ẓarfun tikrāru miṡlu usually/“kalimat yang mensifatkan pelaku dari sudut waktu, tempat, ketetapan, penekanan tingkatan atau cara. Dan dia terbagi atas : keterangan waktu seperti sekarang atau keterangan tempat seperti disini atau keterangan tingkatan seperti sangat, keterangan cara seperti cepat, keterangan ketetapan seperti kadang-kadang.
Contoh :
ﺮﺤﺒﻟﺍ ﻲﻓ ﺔﻨﻴﻔّﺴﻟﺍ ﺮﻴﺴﺗ
/tasīru assafīnatu fī al-bahri/ “perahu itu berlayar di lautan”. Kataﺮﺤﺒﻟﺍ ﻲﻓ
/
fī al-bahri/ “di lautan” merupakanﻥﺎﻜﻤﻟﺍ ﻑﺮﻅ
/ẓarfu al-makāni/ yaitu merupakan keterangan dan dilabeli dengan sirkumstan : lokasiKlausa merupakan unit tata bahasa yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (1) proses (setara dengan verba dalam tata bahasa tradisional), (2) partisipan (setara dengan subjek atau objek dalam tata bahasa tradisional), (3) sirkumstan (setara dengan keterangan dalam tata bahasa tradisional). (Amrin, 2002: 10). Seperti halnya di dalam bahasa Arab, klausa disebut juga
ﺔﻠﻤﺟ
/jumlatun/, yang terdiri dariﻭ
,
ﻞﻌﻓ
8
Menurut Saragih (2006:40) setiap klausa tidak terlepas dari tiga unsur yaitu : proses, partisipan, dan sirkumstan.
a) Proses
Proses dapat dikatakan sebagai aktivitas ataupun kegiatan yang terjadi dalam kata kerja. Proses juga menentukan sirkumstan secara tidak langsung dengan tingkat probabilitas; misalnya proses material dan mental masing-masing lebih sering muncul dengan sirkumstan lokasi dan cara.
b) Partisipan
Proses merupakan pusat (nucleus) yang menarik atau mengikat semua unsur lain, khususnya partisipan. Proses digunakan sebagai dasar pelabelan partisipan dalam klausa.
c) Sirkumstan
Sirkumstan merupakan lingkungan, sifat, atau lokasi berlangsungnya proses. Sirkumstan berada di luar jangkauan proses. Oleh karena itu, label sirkumstan berlaku untuk semua jenis proses. Sirkumstan setara dengan keterangan seperti yang lazim digunakan di dalam tata bahasa tradisional.
Berikut salah satu contoh analisis klausa yang mempunyai sirkumstan (Saragih,2002: 42) :
Pelaku Proses Sirkumstan: lokasi Sirkumstan: penyerta
Abangku datang ke Medan bersama istrinya
Selanjutnya di dalam bahasa Arab didapati klausa yang mempunyai sirkumstan
Klausa tersebut menunjukkan bahwasanya kata
ﻝﺰﻧ
/nazala/ “turun” tersebut merupakanﻞﻌﻓ
/fiil/ yang dilabeli dengan proses, dan kataﻕﺩﺎﺻ
/ṣādiqun/ “sodiq” merupakanﻞﻋﺎﻓ
/fāʻil/ yang dilabeli dengan partisipan, dan kataﻩﺪﻟﺍﻭ ﻊﻣ
/maʻa wālidihi/ “bersama orang tuanya” tersebut merupakanﻪﻌﻣ ﻝﻮﻌﻔﻤﻟﺍ
/al-mafʻul maʻahu/ yang dilabeli dengan sirkumstan:penyerta, dan kataﺔﻨﻳﺪﻤﻟﺍ ﻂﺳﻭ
/wasaṭa al-madīnati/ “ditengah kota” merupakanﺔﻓﺎﺿﻹﺍ
/al-i
ḍāfatu/ yang dilabeli dengan
sirkumstan: lokasi:tempat. Klausa di atas menunjukkan bahwasanya dapat dilihat masing-masing menduduki fungsinya dengan pelabelan proses, partisipan dan sirkumstan, seperti pada tabel berikut :Proses Partisipan Sirkumstan :penyerta Sirkumstan: lokasi:tempat
ﻝﺰﻧ
ﻕﺩﺎﺻ
ﻩﺪﻟﺍﻭ ﻊﻣ
ﺔﻨﻳﺪﻤﻟﺍ ﻂﺳﻭ
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa sirkumstan itu adalah keterangan baik keterangan tempat, waktu, keadaan maupun sifat. Di dalam bahasa Arab sirkumstan dapat disetarakan dengan ism-ism manshub dan majrur seperti
ﻭ
,
ﺕﻮﻌﻨﻤﻟﺍ ﻭ ﺖﻌﻨﻟﺍ
10
1.2 Rumusan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pokok bahasan, maka diperlukan adanya batasan masalah meliputi :
1. Jenis sirkumstan apa saja yang terdapat pada kisah
ﺡﺎﺠﻨﻟﺍ ﺱﺎﺳﺃ ﺏﺩﻷﺍ
/al-adabu asāsu an najāhi/ “adab merupakan kunci keberhasilan” dari bukuﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
ﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ
/Al-Qirā'atu Al-Rāsyidatu / karya Ali Umar dan Abdul Fatah Sibri? 2. Apa saja jenis sirkumstan yang paling dominan yang terdapat pada kisahﺏﺩﻷﺍ
ﺡﺎﺠﻨﻟﺍ ﺱﺎﺳﺃ
/al-
adabu asāsu an najāhi/ “adab merupakan kunci keberhasilan” dari bukuﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ ﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
/Al-Qirā'atu Al-Rāsyidatu / karya Ali Umar dan Abdul Fatah Sibri?1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui jenis sirkumstan yang terdapat pada kisah
ﺱﺎﺳﺃ ﺏﺩﻷﺍ
ﺡﺎﺠﻨﻟﺍ
/al-
adabu asāsu an najāhi/ “adab merupakan kunci keberhasilan” dari bukuﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ ﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
/Al-Qirā'tu Al-Rāsyidatu / karya Ali Umar dan Abdul Fatah Sibri.2. Untuk mengetahui jenis sirkumstan yang paling dominan pada kisah
ﺱﺎﺳﺃ ﺏﺩﻷﺍ
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat antara lain:
1. Menambah pengetahuan bagi pembaca tentang sirkumstan pada kisah
ﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
ﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ
/al-qirā'tu al-rāsyīdatu/ karya Ali Umar dan Abdul Fatah Sibri. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti lainnya.3. Menambah daftar referensi bacaan perpustakaan Departemen Sastra Arab FIB USU.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri, data di sini berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. (Djajasudarma: 1994). Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasi, menganalisis data dan menginterprestasikannya.
Sumber data yang diambil dari buku
ﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ ﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
/al-qirā'tu al-rāsyidatu/ karya Ali U’mar dan A’bdu al-fatah shabri, merupakan kumpulan cerita-cerita inspiratif, buku ini juga disusun dengan tata bahasa yang ilmiah dan terstruktur dari pemula hingga menengah bagi pembelajar Bahasa Arab itu sendiri. Selain itu kosa katanya yang populer dan akademis, kalimat-kalimat yang disusun pada cerita buku ini juga dengan bahasa yang tidak sulit dimengerti dan mudah dipahami.Adapun tahap-tahap pengumpulan dan penganalisaan data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
12
2. Membaca, menterjemahkan dan memahami buku
ﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ ﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
/Al-Qirā'tu Al-Rāsyidatu/ karya Ali U’mar dan A’bdu al-fatah shabri3. Mengklasifikasi dan menganalisis data dari buku
ﺓﺪﻴﺷﺍﺮﻟﺍ ﺓﺍءﺮﻘﻟﺍ
/Al-Qirā'tu Al-Rāsyidatu/ karya Ali U’mar dan A’bdu al-fatah shabri.4. Menyusun laporan penelitian secara sistematis menjadi sebuah karya ilmiyah ( skripsi )