BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Pulau Samosir Kabupaten Samosir.
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di mulai dari Bulan Juli 2016 sampai
dengan Oktober 2016.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang di gunakan adalah sampel hijauan yang di ambil dari Pulau
Samosir, Kabupaten Samosir.
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi: kuadran persegi 1x1 m sebagai alat
untuk mengukur produksi hijauan, gunting untuk memotong hijauan, label name untuk memberi tanda pada sampel yang di ambil, mistar untuk mengukur tinggi
tanaman, timbangan sebagai alat menimbang bahan segar dan bahan kering, oven
sebagai alat pengeringan bahan segar untuk memperoleh bahan kering (BK),
plastik dan amplop sebagai wadah untuk menyimpan sampel, dan kamera sebagai
alat dokumentasi.
Metode Penelitian
Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada lahan padang penggembalaan di
Kabupaten Samosir meliputi, penentuan lahan untuk tempat penelitian
berdasarkan ketinggian tempat, pengambilan sampel hijauan, identifikasi
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan tempat pengambilan sampel
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Pulau Samosir yaitu :
a. Pada ketinggian 905 – 1200 yang terdiri dari Desa Simbolon, Desa
Simanindo, Desa Unjur 48, Desa suhi-suhi Dolok, Desa Garoga 46, Desa
Onan Runggu, Desa Parbaba Dolok dan Desa Sabungan Nihuta 2.
b. Pada ketinggian lebih 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl yang terdiri
dari Desa Tanjungan, Desa Sipira 33, Desa Sipira 33, Desa Sabungan
Nihuta 1, Desa Lumban Simbolon I, dan Desa Lintong Sunut.
2. Pengambilan dan penentuan jumlah cuplikan
Pengambilan cuplikan dilakukan secara acak dan sistematik
(Reksohadiprodjo, 1994) yang dimulai dari titik yang telah di tentukan
kemudian cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis
yang memotong padang rumput dengan langkah-langkah sebagai berikut
(Susetyo, 1980) :
a. Petak cuplikan seluas 1m² atau lingkaran dengan garis tengah 1m.
b. Petak cuplikan pertama diletakkan secara acak.
c. Petak cuplikan kedua diambil pada jarak sepuluh langkah kekanan dari
petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak yang
berturut-turut tersebut membentuk satu kumpulan (Cluster).
e. Pengambilan cuplikan pada lahan pastura alami di Kabupaten Samosir
Pulau Samosir pada dataran tinggi dan rendah dilakukan sebanyak 71
cuplikan. Pada ketinggian 905 – 1200 mdpl (pada ketinggian terendah)
pengambilan cuplikan dilakukan sebanyak 58 cuplikan dan pada
ketinggian lebih dari 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl pengambilan
cuplikan dilakukan sebanyak 13 cuplikan. Setelah petak cuplikan
ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya dipotong sedekat
mungkin dengan tanah.
f. Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat
didalamnya dipotong sedekat mungkin dengan tanah.
g. Hijauan tersebut dimasukkan kedalam amplop dan ditimbang berat
segarnya.
h. Berdasarkan berat segar tersebut dapat di ketahui berat kering hijauan.
3. Peubah yang diamati 3.1Komposisi Botani
Untuk mengetahui masing-masing jenis hijauan dilakukan identifikasi jenis
hijauan berdasarkan spesies serta menamai setiap jenis hijauan berdasarkan
buku panduan hijauan ataupun berdasarkan referensi lainnya. Dari identifikasi
tanaman kita dapat melakukan perhitungan komposisi botani. Komposisi
botani dihitung untuk mengetahui produk bahan segar yang di kumpulkan,
kemudian dilakukan separasi berdasarkan spesies kemudian ditimbang.
Setelah ditimbang berdasarkan spesies lalu sampel tersebut di oven. Sampel
botani. Untuk mengestimasi komposisi jenis-jenis hijauan pakan (komposisi
botani) atas dasar bahan kering digunakan metode Dry Weight Rank (DWR).
Analisis Kandungan Nutrisi
Sampel yang telah di oven kemudian di analisis kandungan nutrisinya yang
meliputi : kadar air dan bahan kering, analisis kadar abu dan bahan organik,
analisis kadar lemak kasar (ether exstract), kadar protein kasar (crude protein), serat kasar (crude fibre).
3.2Kadar air dan bahan kering
Air yang terkandung didalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya
apabila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 1050 (selama ± 8 jam). Residu
yang tersisa disebut bahan kering (Dry matter) dan air yang teruap disebut kadar air (Moisture).
3.3 Kadar abu dan bahan organik
Kandungan kadar abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar
hijauan dalam tanur, pada suhu 400-6000C sampai semua karbon hilang dari
sampel.
5.3Kadar lemak kasar (Etherextract)
Kandungan lemak bahan pakan ditentukan dengan metode soxhlet yaitu proses ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet dan kemudian ether
tersebut diuapkan sehingga dapat diketahui berat lemaknya (Ether extract). 5.4Kadar protein kasar ( Crude protein)
Kadar protein ditentukan berdasarkan cara Kjedhal disebut sebagai kadar
dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali melalui destilasi. Destilat
ditampung dalam larutan asam borat, selanjutnya ion-ion borat yang terbentuk
di titrasi dengan menggunakan larutan HCl.
5.6 Kadar serat kasar ( Crudefibre)
Bahan makanan yang bebas dari air dan bebas dari lemak, direbus dengan
asam lemah. Bahan organik yang tertinggal kemudian disaring dengan
vacump pump. Hilangnya berat setelah ampas dipijarkan adalah berat serat kasar (crude fibre).
Analisis Data
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi
penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak pada lokasi
tersebut. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian ditabulasi serta
dianalisis secara deskriptif. Komposisi botani ditentukan dengan menggunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Batas-batas wilayah Kabupaten Samosir adalah adalah di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, disebelah
Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan,
di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat, dan di
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2013).
Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir
Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System), 2016.
Secara geografis kabupaten Samosir terletak diantara 2º21’38”- 2º49’48”
LU dan 98º24’00”- 99º01’48” BT dengan ketinggian antara 904-2.157 mdpl. Luas
sekitar 69,80%, yaitu seluruh pulau samosir yang di kelilingi oleh danau Toba dan
sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah Danau Toba
± 624,80 km² (30,20%). Menurut kecamatan, wilayah daratan yang paling luas
adalah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km² (38,31%) diikuti oleh
kecamatan Simanindo ± 198,20 km² (13,72%), Kecamatan Palipi ± 129,55 km²
(8,97%), Kecamatan Pangururan ± 121,43 km² (8,41%), Kecamatan Nainggolan
± 87,86 km² (60,89%), Kecamatan Onanrunggu ± 6,08 km² (4,22%)
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).
Kabupaten Samosir beriklim tropis basah dengan suhu sekitar 17ºC-29ºC
dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. Sepanjang tahun
2015, rata-rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan
Onan Runggu 219,92 mm, Kecamatan Simanindo 168,50 mm,
Kecamatan Pangururan 162,17 mm, Kecamatan Palipi 143,25 mm, Kecamatan
Nainggolan 92,58 mm, dan Kecamatan Ronggur Nihuta 42 mm
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).
Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar,
berbukit, bergelombang, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan
berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Topografi dan kontur
tanah di Kabupaten Samosir dengan komposisi kemiringan: a) 0–20 (datar) ±
10%, b) 2–150 (landai) ± 20%, c) 15-400 (miring) ± 55%, d) >400(terjal) ± 15%
Penentuan Tempat Penelitian
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa ada 63 titik pastura alami di
pulau Samosir dimana titik tersebut ditentukan berdasarkan tafsiran luas lahan dan
perkiraan yang layak untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Hasil survei yang
63 titik yang didapat kemudian dipetakan berdasarkan ketinggian tempat, kelas
kemampuan lahan dan penggunaan lahan untuk menentukan titik-titik lokasi
dimana sampel akan di ambil. Penggo longan titik-titik tempat pengambilan
sampel penelitian tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir
Ketinggian Tempat
Berdasarkan hasil Tabel 1 penentuan titik-titik sampel dapat dilihat
berdasarkan kelas kemampuan lahan dimana kelas kemampuan lahan dibagi dua
bagian berdasarkan ketinggian yaitu pada ketinggian 905-1200 mdpl terdapat 3
tempat kkl yaitu pertanian lahan kering dan tanah terbuka dan pada ketinggian
lebih dari 1200 mdpl terdapat lima lokasi yaitu pada kkl IV di semak belukar,
tanah terbuka,pertanian lahan kering, rawa dan sawah.
Pengambilan titik sampel kemudian diseleksi berdasarkan analisis
tempat untuk pengambilan sampel penelitian. Kelima belas titik tersebut tertuang
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 mdpl dan pada ketinggian diatas 1200 mdpl
Titik lokasi penelitian pada ketinggian >1200 mdpl
10 Tanjungan 1305
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa penelitian di lakukan dengan
mengambil sampel di 15 titik lokasi penelitian. Pengambilan sampel pada
ketinggian 905 - 1200 mdpl berjumlah 9 titik, sementara pada ketinggian diatas
1200 berjumlah 6 titik. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl pastura terendah
berada pada lokasi Sigaol yang terletak pada ketinggian 910 mdpl, dengan jenis
pastura yang tersedia adalah pastura campuran. Sementara titik tertinggi terdapat
pada Peanabolak yang terletak pada ketinggian 1149 mdpl, dengan jenis rumput
yang tersedia adalah rumput lapangan. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl titik
terendah terdapat pada lokasi Tanjungan yang terletak pada ketinggian 1305 mdpl
dengan jenis rumput yang tersedia adalah rumput lapangan, sementara lokasi
Berdasarkan ketersediaan lahan penggembalaan, seluruh lokasi merupakan
lahan yang potensial digunakan sebagai lahan penggembalaan alami bagi ternak
ruminansia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susetyo (1980), yang menyatakan
bahwa produktivitas hijauan pakan suatu padang penggembalaan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ketersediaan lahan yang
memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang
cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan
air, iklim dan topografi turut berpengaruh terhadap produktivitas padangan dalam
pengadaan hijauan pakan. Kualitas hijauan pakan ternak juga ditentukan oleh
komposisi hijauan dalam suatu areal padang penggembalaan dapat mengalami
perubahan dimana kondisi tanah yang kurang bagus atau mengalami kekeringan
karena musim kemarau yang berkepanjangan. Padang penggembalaan dikatakan
baik yaitu jika memiliki kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST, atau satu hektar
lahan dapat menampung 2,5 ST/tahun.
A.Komposisi Botani Hijauan
Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan kualitas
hijauan pakan. Padang penggembalaan yang mengandung hijauan yang bervariasi
antara rumput-rumputan dan leguminosa, terutama spesies tanaman yang
Tabel 3. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 mdpl
No Jenis Hijauan
Komposisi Botani (gr) Komposisi Botani (%)
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komposisi botani hijauan pada
ketinggian 905-1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Imperata cylindrica yaitu sebesar 2.454,68 g dengan kandungan BK 947,09 g diikuti rumput Axonopus compressus 1.950,75 g dengan kandungan BK 939,48 g dan Paspalum conjugatum 1.443,39 g dengan kandungan BK 604,45 g. Komposisi berat segar yang paling kecil berada pada Bandotan dengan persentase 1,14 g dengan
kandungan BK 0,29 g. Sementara komposisi botani legum yang paling tinggi
adalah Mimosa pudica L. 2,95% diikuti oleh Chloris gayana 1,14 g dengan kandungan BK 0,45 g.
Komposisi botani setiap jenis hijauan berbeda-beda yang dihitung
berdasarkan total produksi bahan segar pada masing-masing spesies. Selain itu
perbedaan komposisi botani hijauan yang tertinggi yaitu Alang-alang (Imperata cylindrica) karena Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak dengan cepat disebabkan cepatnya perkembangan dan penyebaran serta mudah
tumbuh dan tahan terhadap injakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Jayadi (1991) yang menyatakan bahwa Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak dengan cepat dengan benih-benihnya yang tersebar cepat
bersama angin, atau melalui rimpangnya yang cepat menembus tanah yang
gembur. Alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas
dan lain-lain. Sampai taraf tertentu, kebakaran
pertumbuhan alang-alang. Hal ini juga didukung dengan pernyataan
pada elevasi 0 sampai ketinggian 300 meter dpl dengan curah hujan 500-5000
mm/thn.
Persentase komposisi berdasarkan berat botani hijauan pada pastura alami
di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl.
Tabel 4. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan Hijauan pada Pastura alami di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl
NO Jenis Hijauan Komposisi Botani
(gr)
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa jenis botani hijauan pada ketinggian
lebih dari 1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Axonophus compressus dengan persentase produksi berat segar 67,64% dan persentase berat berat bahan kering
73%. Jenis hijauan dengan persentase tertinggi kedua adalah Paspalum conjugatum
dengan persentase produksi berat segar 16,86% dengan dan persentase hijauan
15,83%. Serta tertinggi ketiga adalah Flemingia macrofilia dengan persentase
jenis komposisi botani terendah yaitu Leucena sp. dengan persentase 0,14% dengan persentase berat berat bahan kering 0,11%.
Komposisi botani pada ketinggian 905-1200 mdpl dan lebih dari
1200 mdpl memiliki produksi botani yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mcllroy (1976) yang menyatakan bahwa, komposisi botani padang
penggembalaan tidak selalu konstan. Perubahan susunan komponen dipengaruhi
oleh musim, kondisi tanah dan sistem penggembalaan. Komposisi suatu padang
penggembalaan dipengaruhi oleh curah hujan, ketinggian tempat dan pengelolaan
penggembalaan.
Perbandingan komposisi botani di Pulau Samosir pada ketinggian
905-1200 mdpl dan lebih dari 905-1200 mdpl dapat dilihat melalui penggolongan hijauan
makan ternak pada 3 penggolangan yaitu rumput dan legum dan gulma hal ini
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan jumlah spesies hijauan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 dan diatas 1200 mdpl
Jenis Botani Ketinggian (905-1200 mdpl) Ketinggian (>1200 mdpl)
Rumput (%) 85,98 98,76
Legum (%) 7,99 1,01
Gulma (%) 6.00 0,23
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa komposisi jenis rumput yang lebih
mendominasi padang penggembalaan di Pulau Samosir dibandingkan jenis legum.
Jenis botani hijauan yang paling dominan pada kedua ketinggian yaitu Axonophus compressus, Imperata cilindryca dan Paspalum conjugatum. Axonopus compressus ( rumput karpet) merupakan rumput menahun dan memiliki tunas
yang menjalar dan bercabang. Rumput ini dapat tumbuh pada dataran tinggi dan
memiliki banyak cabang serta akar rumput berwarna coklat keputih-putihan
(Tjitrosoepomo, 2001), tingginya persentase rumput disebabkan rumput mudah
sekali tumbuh dan berkembang pada hampir semua jenis tanah dan pada berbagai
jenis iklim. Hal ini sesuai tidak sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo
(1985), menyatakan padang rumput yang baik perbandingan komposisi botanis
dengan leguminosa adalah 60% rumput dan 40% leguminosa.
Dari hasil analisis komposisi botani pada padang penggembalaan alami di
Pulau Samosir terdapat pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl hijauan legum
hampir tidak ada. Hal ini pada saat penelitian dilakukan dalam keadaan kemarau
panjang. Tidak tumbuhnya legume diakibatkan oleh perenggutan ternak kerbau
sehingga mengakibatkan legume susah untuk bertumbuh kembali. Hal lain yang
mengakibatkan legume untuk susah tembuh yaitu tumbuhan legume tidak tahan
injakan terutama injakan ternak ruminansia besar. Hal ini diperkuat oleh
Subagyo (1988), yang menyatakan bahwa faktor iklim yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan atau tanaman makanan ternak adalah
radiasi, panjang hari, suhu, kelembaban dan curah hujan. Selain itu, tingginya
komposisi jenis rumput di kedua lokasi diduga karena pertumbuhan rumput lebih
cepat daripada leguminosa. Hal ini karena jenis rumput umumnya tumbuh
membentuk rumpun, memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga tahan injakan
dan renggutan ternak, regrowth- nya cepat, rhizomanya merayap dan membentuk tanaman baru yang cepat menyebar jika mengalami pemotongan baik oleh ternak
Analisis Kandungan Nutrisi
Untuk mengetahui kandungan nutrisi pada hijauan yang paling dominan
dilakukan analisis proksimat. Hal ini di sajikan dalam Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Nutrisi Hijauan (berdasarkan BK)
Jenis Hijauan BK ABU PK SK LK Beta-N
Stacytarpheta jamaisensis 90,93 5,23 14,48 18,24 0,03 52,95
Berdasarkan hasil analisis kandungan bahan kering (BK) teringgi pada
jenis hijauan Zoysia matrella yaitu 92.69%, diikuti oleh rumput Axonopus compressus 91.88% dan Imperata cylindrica 91.30%. Sementara kandungan BK terendah yaitu Euphatorium adenophorum (teklan) 82,90 %. Kadar abu tertinggi didapat pada hijauan Flemingia macrofilia 11.69%, kadar PK tertinggi yaitu pada rumput Zoysia matrella 14.53%, SK tertinggi Paspalum conjugatum 35.78%, LK tertinggi Imperata Cylindrica 1.68% dan kandungan Beta-N tertinggi yaitu Centella aciatica 51.68%. Tingginya kandungan BK suatu tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah yang mengalami kekeringan sehingga hijauan yang tumbuh
juga mengalami krisis air sehingga kadar BK tanaman pun meningkat. Hal ini
mengalami kemarau yang sangat panjang sehingga tanaman pada lahan pastura
mengalami krisis air atau kekeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Williamson et al., (1993) yang menyatakan bahwa kandungan BK pada musim hujan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini
disebabkan oleh pengairan pada saat musim penghujan yang menyebabkan
tanaman tidak mengalami krisis air dan pertumbuhan tanaman akan semakin baik
karena kadar air pada tanaman akan semakin meningkat sehingga kadar bahan
kering hijauan menjadi rendah pada saat panen. Berbeda dengan musim kemarau,
pada saat tanaman mengalami krisis air maka kadar bahan kering (BK) tanaman
tersebut akan semakin meningkat.
Krisis air pada tanaman dapat meningkatkan kadar BK hijauan dan dapat
menurunkan kadar PK atau LK tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus
dan Siregar (1978), yang menyatakan bahwa iklim merupakan kombinasi dari
unsur-unsur suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan tekanan udara yang
mempengaruhi hijauan. Faktor iklim yang terpenting di Indonesia adalah curah
hujan, suhu dan kelembaban. Pada musim hujan produksi hijauan cukup banyak,
sedangkan pada musim kemarau sebaliknya dan ternak menderita kelaparan,
selain itu pada musim kemarau kadar protein dan mineral dalam rumput-rumputan
akan menurun. Kondisis lingkungan selama pertumbuhan tanaman, menentukan
komposisi kimia dan nilai makanan hijauan tersebut. Lopez (1978) menyatakan
bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia dan nilai
makanan dari rumput antara lain, umur hijauan, musim, kandungan air atau
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada ketinggian 905-1200 m dpl memiliki komposisi botani lebih beragam
dengan 31 spesies dengan perbandingan rumput 85,98 % , legume 47,99%, gulma
6,00 % dan komposisi botani yang paling mendominasi adalah Imperata cylindrical. Sementara pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl terdapat 15 spesies dengan perbandingan rumput 98,76 % , legume 1,01% , gulma 0,23 % komposisi
botani hijauan tertinggi adalah Axonopus compressus. Saran
Disarankan untuk melakukan perbaikan pastura alami dengan melakukan
penanaman dan perawatan hijauan yang telah tersedia. Serta perlu adanya pastura
buatan untuk meningkatkan komposisi botani mempertahankan kuantitas spesies
unggulan dan penanaman spesies baru sehingga hijauan pakan ternak di Pulau