• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komposisi Botani dan Kandungan Nutrisi Hijauan Pakan Ternak pada Pastura Alami dengan Ketinggian yang Berbeda di Pulau Samosir Kabupaten Samosir Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komposisi Botani dan Kandungan Nutrisi Hijauan Pakan Ternak pada Pastura Alami dengan Ketinggian yang Berbeda di Pulau Samosir Kabupaten Samosir Chapter III V"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Pulau Samosir Kabupaten Samosir.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di mulai dari Bulan Juli 2016 sampai

dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang di gunakan adalah sampel hijauan yang di ambil dari Pulau

Samosir, Kabupaten Samosir.

Alat

Peralatan yang digunakan meliputi: kuadran persegi 1x1 m sebagai alat

untuk mengukur produksi hijauan, gunting untuk memotong hijauan, label name untuk memberi tanda pada sampel yang di ambil, mistar untuk mengukur tinggi

tanaman, timbangan sebagai alat menimbang bahan segar dan bahan kering, oven

sebagai alat pengeringan bahan segar untuk memperoleh bahan kering (BK),

plastik dan amplop sebagai wadah untuk menyimpan sampel, dan kamera sebagai

alat dokumentasi.

Metode Penelitian

Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada lahan padang penggembalaan di

Kabupaten Samosir meliputi, penentuan lahan untuk tempat penelitian

berdasarkan ketinggian tempat, pengambilan sampel hijauan, identifikasi

(2)

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan tempat pengambilan sampel

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Pulau Samosir yaitu :

a. Pada ketinggian 905 – 1200 yang terdiri dari Desa Simbolon, Desa

Simanindo, Desa Unjur 48, Desa suhi-suhi Dolok, Desa Garoga 46, Desa

Onan Runggu, Desa Parbaba Dolok dan Desa Sabungan Nihuta 2.

b. Pada ketinggian lebih 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl yang terdiri

dari Desa Tanjungan, Desa Sipira 33, Desa Sipira 33, Desa Sabungan

Nihuta 1, Desa Lumban Simbolon I, dan Desa Lintong Sunut.

2. Pengambilan dan penentuan jumlah cuplikan

Pengambilan cuplikan dilakukan secara acak dan sistematik

(Reksohadiprodjo, 1994) yang dimulai dari titik yang telah di tentukan

kemudian cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis

yang memotong padang rumput dengan langkah-langkah sebagai berikut

(Susetyo, 1980) :

a. Petak cuplikan seluas 1m² atau lingkaran dengan garis tengah 1m.

b. Petak cuplikan pertama diletakkan secara acak.

c. Petak cuplikan kedua diambil pada jarak sepuluh langkah kekanan dari

petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak yang

berturut-turut tersebut membentuk satu kumpulan (Cluster).

(3)

e. Pengambilan cuplikan pada lahan pastura alami di Kabupaten Samosir

Pulau Samosir pada dataran tinggi dan rendah dilakukan sebanyak 71

cuplikan. Pada ketinggian 905 – 1200 mdpl (pada ketinggian terendah)

pengambilan cuplikan dilakukan sebanyak 58 cuplikan dan pada

ketinggian lebih dari 1205 mdpl atau maksimal 1690 mdpl pengambilan

cuplikan dilakukan sebanyak 13 cuplikan. Setelah petak cuplikan

ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya dipotong sedekat

mungkin dengan tanah.

f. Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat

didalamnya dipotong sedekat mungkin dengan tanah.

g. Hijauan tersebut dimasukkan kedalam amplop dan ditimbang berat

segarnya.

h. Berdasarkan berat segar tersebut dapat di ketahui berat kering hijauan.

3. Peubah yang diamati 3.1Komposisi Botani

Untuk mengetahui masing-masing jenis hijauan dilakukan identifikasi jenis

hijauan berdasarkan spesies serta menamai setiap jenis hijauan berdasarkan

buku panduan hijauan ataupun berdasarkan referensi lainnya. Dari identifikasi

tanaman kita dapat melakukan perhitungan komposisi botani. Komposisi

botani dihitung untuk mengetahui produk bahan segar yang di kumpulkan,

kemudian dilakukan separasi berdasarkan spesies kemudian ditimbang.

Setelah ditimbang berdasarkan spesies lalu sampel tersebut di oven. Sampel

(4)

botani. Untuk mengestimasi komposisi jenis-jenis hijauan pakan (komposisi

botani) atas dasar bahan kering digunakan metode Dry Weight Rank (DWR).

Analisis Kandungan Nutrisi

Sampel yang telah di oven kemudian di analisis kandungan nutrisinya yang

meliputi : kadar air dan bahan kering, analisis kadar abu dan bahan organik,

analisis kadar lemak kasar (ether exstract), kadar protein kasar (crude protein), serat kasar (crude fibre).

3.2Kadar air dan bahan kering

Air yang terkandung didalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya

apabila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 1050 (selama ± 8 jam). Residu

yang tersisa disebut bahan kering (Dry matter) dan air yang teruap disebut kadar air (Moisture).

3.3 Kadar abu dan bahan organik

Kandungan kadar abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar

hijauan dalam tanur, pada suhu 400-6000C sampai semua karbon hilang dari

sampel.

5.3Kadar lemak kasar (Etherextract)

Kandungan lemak bahan pakan ditentukan dengan metode soxhlet yaitu proses ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet dan kemudian ether

tersebut diuapkan sehingga dapat diketahui berat lemaknya (Ether extract). 5.4Kadar protein kasar ( Crude protein)

Kadar protein ditentukan berdasarkan cara Kjedhal disebut sebagai kadar

(5)

dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali melalui destilasi. Destilat

ditampung dalam larutan asam borat, selanjutnya ion-ion borat yang terbentuk

di titrasi dengan menggunakan larutan HCl.

5.6 Kadar serat kasar ( Crudefibre)

Bahan makanan yang bebas dari air dan bebas dari lemak, direbus dengan

asam lemah. Bahan organik yang tertinggal kemudian disaring dengan

vacump pump. Hilangnya berat setelah ampas dipijarkan adalah berat serat kasar (crude fibre).

Analisis Data

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi

penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak pada lokasi

tersebut. Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian ditabulasi serta

dianalisis secara deskriptif. Komposisi botani ditentukan dengan menggunakan

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Batas-batas wilayah Kabupaten Samosir adalah adalah di sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, disebelah

Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan,

di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat, dan di

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2013).

Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir

Sumber: Data Olahan Laboratorium GIS (Geographic Information System), 2016.

Secara geografis kabupaten Samosir terletak diantara 2º21’38”- 2º49’48”

LU dan 98º24’00”- 99º01’48” BT dengan ketinggian antara 904-2.157 mdpl. Luas

(7)

sekitar 69,80%, yaitu seluruh pulau samosir yang di kelilingi oleh danau Toba dan

sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah Danau Toba

± 624,80 km² (30,20%). Menurut kecamatan, wilayah daratan yang paling luas

adalah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km² (38,31%) diikuti oleh

kecamatan Simanindo ± 198,20 km² (13,72%), Kecamatan Palipi ± 129,55 km²

(8,97%), Kecamatan Pangururan ± 121,43 km² (8,41%), Kecamatan Nainggolan

± 87,86 km² (60,89%), Kecamatan Onanrunggu ± 6,08 km² (4,22%)

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Kabupaten Samosir beriklim tropis basah dengan suhu sekitar 17ºC-29ºC

dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. Sepanjang tahun

2015, rata-rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan

Onan Runggu 219,92 mm, Kecamatan Simanindo 168,50 mm,

Kecamatan Pangururan 162,17 mm, Kecamatan Palipi 143,25 mm, Kecamatan

Nainggolan 92,58 mm, dan Kecamatan Ronggur Nihuta 42 mm

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, 2016).

Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar,

berbukit, bergelombang, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan

berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Topografi dan kontur

tanah di Kabupaten Samosir dengan komposisi kemiringan: a) 0–20 (datar) ±

10%, b) 2–150 (landai) ± 20%, c) 15-400 (miring) ± 55%, d) >400(terjal) ± 15%

(8)

Penentuan Tempat Penelitian

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa ada 63 titik pastura alami di

pulau Samosir dimana titik tersebut ditentukan berdasarkan tafsiran luas lahan dan

perkiraan yang layak untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Hasil survei yang

63 titik yang didapat kemudian dipetakan berdasarkan ketinggian tempat, kelas

kemampuan lahan dan penggunaan lahan untuk menentukan titik-titik lokasi

dimana sampel akan di ambil. Penggo longan titik-titik tempat pengambilan

sampel penelitian tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir

Ketinggian Tempat

Berdasarkan hasil Tabel 1 penentuan titik-titik sampel dapat dilihat

berdasarkan kelas kemampuan lahan dimana kelas kemampuan lahan dibagi dua

bagian berdasarkan ketinggian yaitu pada ketinggian 905-1200 mdpl terdapat 3

tempat kkl yaitu pertanian lahan kering dan tanah terbuka dan pada ketinggian

lebih dari 1200 mdpl terdapat lima lokasi yaitu pada kkl IV di semak belukar,

tanah terbuka,pertanian lahan kering, rawa dan sawah.

Pengambilan titik sampel kemudian diseleksi berdasarkan analisis

(9)

tempat untuk pengambilan sampel penelitian. Kelima belas titik tersebut tertuang

dalam Tabel 2.

Tabel 2. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 mdpl dan pada ketinggian diatas 1200 mdpl

Titik lokasi penelitian pada ketinggian >1200 mdpl

10 Tanjungan 1305

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa penelitian di lakukan dengan

mengambil sampel di 15 titik lokasi penelitian. Pengambilan sampel pada

ketinggian 905 - 1200 mdpl berjumlah 9 titik, sementara pada ketinggian diatas

1200 berjumlah 6 titik. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl pastura terendah

berada pada lokasi Sigaol yang terletak pada ketinggian 910 mdpl, dengan jenis

pastura yang tersedia adalah pastura campuran. Sementara titik tertinggi terdapat

pada Peanabolak yang terletak pada ketinggian 1149 mdpl, dengan jenis rumput

yang tersedia adalah rumput lapangan. Pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl titik

terendah terdapat pada lokasi Tanjungan yang terletak pada ketinggian 1305 mdpl

dengan jenis rumput yang tersedia adalah rumput lapangan, sementara lokasi

(10)

Berdasarkan ketersediaan lahan penggembalaan, seluruh lokasi merupakan

lahan yang potensial digunakan sebagai lahan penggembalaan alami bagi ternak

ruminansia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susetyo (1980), yang menyatakan

bahwa produktivitas hijauan pakan suatu padang penggembalaan dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ketersediaan lahan yang

memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang

cukup bagi kebutuhan ternak. Disamping itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan

air, iklim dan topografi turut berpengaruh terhadap produktivitas padangan dalam

pengadaan hijauan pakan. Kualitas hijauan pakan ternak juga ditentukan oleh

komposisi hijauan dalam suatu areal padang penggembalaan dapat mengalami

perubahan dimana kondisi tanah yang kurang bagus atau mengalami kekeringan

karena musim kemarau yang berkepanjangan. Padang penggembalaan dikatakan

baik yaitu jika memiliki kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST, atau satu hektar

lahan dapat menampung 2,5 ST/tahun.

A.Komposisi Botani Hijauan

Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan kualitas

hijauan pakan. Padang penggembalaan yang mengandung hijauan yang bervariasi

antara rumput-rumputan dan leguminosa, terutama spesies tanaman yang

(11)

Tabel 3. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 mdpl

No Jenis Hijauan

Komposisi Botani (gr) Komposisi Botani (%)

(12)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komposisi botani hijauan pada

ketinggian 905-1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Imperata cylindrica yaitu sebesar 2.454,68 g dengan kandungan BK 947,09 g diikuti rumput Axonopus compressus 1.950,75 g dengan kandungan BK 939,48 g dan Paspalum conjugatum 1.443,39 g dengan kandungan BK 604,45 g. Komposisi berat segar yang paling kecil berada pada Bandotan dengan persentase 1,14 g dengan

kandungan BK 0,29 g. Sementara komposisi botani legum yang paling tinggi

adalah Mimosa pudica L. 2,95% diikuti oleh Chloris gayana 1,14 g dengan kandungan BK 0,45 g.

Komposisi botani setiap jenis hijauan berbeda-beda yang dihitung

berdasarkan total produksi bahan segar pada masing-masing spesies. Selain itu

perbedaan komposisi botani hijauan yang tertinggi yaitu Alang-alang (Imperata cylindrica) karena Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak dengan cepat disebabkan cepatnya perkembangan dan penyebaran serta mudah

tumbuh dan tahan terhadap injakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Jayadi (1991) yang menyatakan bahwa Alang-alang (Imperata cylindrica) dapat berkembang biak dengan cepat dengan benih-benihnya yang tersebar cepat

bersama angin, atau melalui rimpangnya yang cepat menembus tanah yang

gembur. Alang-alang (Imperata cylindrica) biasanya tumbuh pada lahan bekas

dan lain-lain. Sampai taraf tertentu, kebakaran

pertumbuhan alang-alang. Hal ini juga didukung dengan pernyataan

(13)

pada elevasi 0 sampai ketinggian 300 meter dpl dengan curah hujan 500-5000

mm/thn.

Persentase komposisi berdasarkan berat botani hijauan pada pastura alami

di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl.

Tabel 4. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan Hijauan pada Pastura alami di Pulau Samosir pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl

NO Jenis Hijauan Komposisi Botani

(gr)

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa jenis botani hijauan pada ketinggian

lebih dari 1200 mdpl yang paling tertinggi adalah Axonophus compressus dengan persentase produksi berat segar 67,64% dan persentase berat berat bahan kering

73%. Jenis hijauan dengan persentase tertinggi kedua adalah Paspalum conjugatum

dengan persentase produksi berat segar 16,86% dengan dan persentase hijauan

15,83%. Serta tertinggi ketiga adalah Flemingia macrofilia dengan persentase

(14)

jenis komposisi botani terendah yaitu Leucena sp. dengan persentase 0,14% dengan persentase berat berat bahan kering 0,11%.

Komposisi botani pada ketinggian 905-1200 mdpl dan lebih dari

1200 mdpl memiliki produksi botani yang berbeda. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Mcllroy (1976) yang menyatakan bahwa, komposisi botani padang

penggembalaan tidak selalu konstan. Perubahan susunan komponen dipengaruhi

oleh musim, kondisi tanah dan sistem penggembalaan. Komposisi suatu padang

penggembalaan dipengaruhi oleh curah hujan, ketinggian tempat dan pengelolaan

penggembalaan.

Perbandingan komposisi botani di Pulau Samosir pada ketinggian

905-1200 mdpl dan lebih dari 905-1200 mdpl dapat dilihat melalui penggolongan hijauan

makan ternak pada 3 penggolangan yaitu rumput dan legum dan gulma hal ini

terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan jumlah spesies hijauan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 dan diatas 1200 mdpl

Jenis Botani Ketinggian (905-1200 mdpl) Ketinggian (>1200 mdpl)

Rumput (%) 85,98 98,76

Legum (%) 7,99 1,01

Gulma (%) 6.00 0,23

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa komposisi jenis rumput yang lebih

mendominasi padang penggembalaan di Pulau Samosir dibandingkan jenis legum.

Jenis botani hijauan yang paling dominan pada kedua ketinggian yaitu Axonophus compressus, Imperata cilindryca dan Paspalum conjugatum. Axonopus compressus ( rumput karpet) merupakan rumput menahun dan memiliki tunas

yang menjalar dan bercabang. Rumput ini dapat tumbuh pada dataran tinggi dan

(15)

memiliki banyak cabang serta akar rumput berwarna coklat keputih-putihan

(Tjitrosoepomo, 2001), tingginya persentase rumput disebabkan rumput mudah

sekali tumbuh dan berkembang pada hampir semua jenis tanah dan pada berbagai

jenis iklim. Hal ini sesuai tidak sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo

(1985), menyatakan padang rumput yang baik perbandingan komposisi botanis

dengan leguminosa adalah 60% rumput dan 40% leguminosa.

Dari hasil analisis komposisi botani pada padang penggembalaan alami di

Pulau Samosir terdapat pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl hijauan legum

hampir tidak ada. Hal ini pada saat penelitian dilakukan dalam keadaan kemarau

panjang. Tidak tumbuhnya legume diakibatkan oleh perenggutan ternak kerbau

sehingga mengakibatkan legume susah untuk bertumbuh kembali. Hal lain yang

mengakibatkan legume untuk susah tembuh yaitu tumbuhan legume tidak tahan

injakan terutama injakan ternak ruminansia besar. Hal ini diperkuat oleh

Subagyo (1988), yang menyatakan bahwa faktor iklim yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan atau tanaman makanan ternak adalah

radiasi, panjang hari, suhu, kelembaban dan curah hujan. Selain itu, tingginya

komposisi jenis rumput di kedua lokasi diduga karena pertumbuhan rumput lebih

cepat daripada leguminosa. Hal ini karena jenis rumput umumnya tumbuh

membentuk rumpun, memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga tahan injakan

dan renggutan ternak, regrowth- nya cepat, rhizomanya merayap dan membentuk tanaman baru yang cepat menyebar jika mengalami pemotongan baik oleh ternak

(16)

Analisis Kandungan Nutrisi

Untuk mengetahui kandungan nutrisi pada hijauan yang paling dominan

dilakukan analisis proksimat. Hal ini di sajikan dalam Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Nutrisi Hijauan (berdasarkan BK)

Jenis Hijauan BK ABU PK SK LK Beta-N

Stacytarpheta jamaisensis 90,93 5,23 14,48 18,24 0,03 52,95

Berdasarkan hasil analisis kandungan bahan kering (BK) teringgi pada

jenis hijauan Zoysia matrella yaitu 92.69%, diikuti oleh rumput Axonopus compressus 91.88% dan Imperata cylindrica 91.30%. Sementara kandungan BK terendah yaitu Euphatorium adenophorum (teklan) 82,90 %. Kadar abu tertinggi didapat pada hijauan Flemingia macrofilia 11.69%, kadar PK tertinggi yaitu pada rumput Zoysia matrella 14.53%, SK tertinggi Paspalum conjugatum 35.78%, LK tertinggi Imperata Cylindrica 1.68% dan kandungan Beta-N tertinggi yaitu Centella aciatica 51.68%. Tingginya kandungan BK suatu tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah yang mengalami kekeringan sehingga hijauan yang tumbuh

juga mengalami krisis air sehingga kadar BK tanaman pun meningkat. Hal ini

(17)

mengalami kemarau yang sangat panjang sehingga tanaman pada lahan pastura

mengalami krisis air atau kekeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Williamson et al., (1993) yang menyatakan bahwa kandungan BK pada musim hujan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini

disebabkan oleh pengairan pada saat musim penghujan yang menyebabkan

tanaman tidak mengalami krisis air dan pertumbuhan tanaman akan semakin baik

karena kadar air pada tanaman akan semakin meningkat sehingga kadar bahan

kering hijauan menjadi rendah pada saat panen. Berbeda dengan musim kemarau,

pada saat tanaman mengalami krisis air maka kadar bahan kering (BK) tanaman

tersebut akan semakin meningkat.

Krisis air pada tanaman dapat meningkatkan kadar BK hijauan dan dapat

menurunkan kadar PK atau LK tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus

dan Siregar (1978), yang menyatakan bahwa iklim merupakan kombinasi dari

unsur-unsur suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan tekanan udara yang

mempengaruhi hijauan. Faktor iklim yang terpenting di Indonesia adalah curah

hujan, suhu dan kelembaban. Pada musim hujan produksi hijauan cukup banyak,

sedangkan pada musim kemarau sebaliknya dan ternak menderita kelaparan,

selain itu pada musim kemarau kadar protein dan mineral dalam rumput-rumputan

akan menurun. Kondisis lingkungan selama pertumbuhan tanaman, menentukan

komposisi kimia dan nilai makanan hijauan tersebut. Lopez (1978) menyatakan

bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia dan nilai

makanan dari rumput antara lain, umur hijauan, musim, kandungan air atau

(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada ketinggian 905-1200 m dpl memiliki komposisi botani lebih beragam

dengan 31 spesies dengan perbandingan rumput 85,98 % , legume 47,99%, gulma

6,00 % dan komposisi botani yang paling mendominasi adalah Imperata cylindrical. Sementara pada ketinggian lebih dari 1200 mdpl terdapat 15 spesies dengan perbandingan rumput 98,76 % , legume 1,01% , gulma 0,23 % komposisi

botani hijauan tertinggi adalah Axonopus compressus. Saran

Disarankan untuk melakukan perbaikan pastura alami dengan melakukan

penanaman dan perawatan hijauan yang telah tersedia. Serta perlu adanya pastura

buatan untuk meningkatkan komposisi botani mempertahankan kuantitas spesies

unggulan dan penanaman spesies baru sehingga hijauan pakan ternak di Pulau

Gambar

Gambar 2. Peta Kabupaten Samosir
Tabel 1. Pemetaan pastura alami berdasarkan ketinggian di Pulau Samosir
Tabel 2. Titik lokasi penelitian pada ketinggian 905-1200 mdpl dan  pada    ketinggian diatas 1200 mdpl
Tabel 3. Komposisi Botani Hijauan dan Jumlah Frekuensi Kemunculan pada padang penggembalaan alami di Kabupaten Samosir pada ketinggian 905-1200 mdpl
+4

Referensi

Dokumen terkait