BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Wajib Pajak Parkir
Wajib pajak merupakan jumlah orang pribadi atau badan yang terdaftar
dan memiliki nomor pokok wajib pajak, meliputi pembayaran pajak, pemotongan
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban atas perpajakan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak bisa
berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan. Wajib pajak pribadi
adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas pendapatan tidak
kena pajak (Rahman, 2011).
2.1.2 Jumlah Penduduk
Menurut Budiharjo (2003:25) mengatakan bahwa, jumlah penduduk yang
besar bagi Indonesia oleh perencanaan pembangunan dipandang sebagai asset
modal besar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban. Pembangunan
sebagai asset apabila dapat meningkatkan produksi nasional.
Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur,
persebaran, dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan
sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk
yang bekerja secara efektif. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2007),
jumlah penduduk yang biasa digunakan sebagai pembagi dalam perhitungan
PDRB agar diperoleh pendapatan per kapita adalah jumlah penduduk pertengahan
tahun. Jumlah penduduk tersebut merupakan rata-rata jumlah penduduk pada
adalah jumlah penduduk pada akhir tahun ditambah penduduk awal tahun dibagi
dua. Menurut Meier (1995:39), jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi
suatu daerah merupakan permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk
yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka
kemiskinan.
Menurut Todaro (2006:14) bahwa besarnya jumlah penduduk berpengaruh
positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam perhitungan indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana apabila jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan semakin meningkat. Jumlah Penduduk merupakan unsur
penting dalam kegiatan ekonomi serta usaha untuk membangun suatu
perekonomian karena penduduk menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan
perusahaan tenaga usahawan dalam menciptakan kegiatan ekonomi. (Sukirno,
2004).
Robert Malthus menyatakan bahwa jumlah penduduk akan melampaui
jumlah persediaan bahan pangan yang dibutuhkan (Mantra, 2000:26). Malthus
sangat prihatin bahwa jangka waktu yang dibutuhkan oleh penduduk untuk
berlipat dua jumlahnya sangat pendek, ia melukiskan bahwa apabila tidak
dilakukan pembatasan, penduduk cenderung berkembang menurut deret ukur.
Sehingga, tegadi ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan persediaan
bahan pangan. Dalam waktu 200 tahun, perbandingan itu akan menjadi 256 : 9.
(Mantra, 2000:49) Malthus ditentang oleh para sagana lain, diantaranya Michael
Sadler yang mengemukakan bahwa daya reproduksi manusia dibatasi oleh
tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun. Sebaliknya jika kepadatan
penduduk rendah, maka daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan
bahan makanan yang tersedia. (Mantra, 2000:53).
Todaro (2006:20) yang berpendapat bahwa besarnya jumlah penduduk
berpengaruh positif terhadap kemiskinan, hal itu dibuktikan dalam perhitungan
Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana apabila jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan semakin meningkat. Para ahli ekonomi klasik yang di
pelopori Adam Smith bahkan menganggap bahwa jumlah penduduk merupakan
input yang potensial yang dapat digunakan sebagai faktor produksi untuk
meningkatkan produksi suatu rumah tangga perusahaan. Semakin banyak
penduduk maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dapat digunakan Robert
Malthus menanggap bahwa pada kondisi awal jumlah penduduk memang dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun pada suatu keadaan optimum
pertambahan penduduk tidak akan menaikkan pertumbuhan ekonomi malahan
dapat menurunkannya.
2.1.3 Jumlah Kendaraan
Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia menunjukkan angka
pertumbuhan yang tinggi mencapai 20 juta kendaraan bermotor (Gusnita, 2010).
Laju pembangunan di bidang transportasi juga di dukung dengan meningkatnya
jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat
tumbuh pesat di dunia sejak tahun 1986. Akibatnya seperti yang terlihat dari hasil
penelitian Word Auto tahun 2011 untuk 2010 dan jumlah kendaraan di seluruh
dunia telah mencapai 1,015,000,000 unit. Sedangkan untuk peningkatan jumlah
Otomotif Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia
(AISI) menunjukkan jumlah populasi kendaraan bermotor di Indonesia hingga
2014 mencapai 111.917.270 unit. Jumlah kendaran bermotor akan mempengaruhi
peneriman Pajak Kendaran Bermotor secara langsung. Semakin banyak jumlah
kendaran bermotor, diharapkan akan meningkatkan peneriman Pajak Kendaran
Bermotor (Nuringsih, 2006).
2.1.4 Inflasi
Inflasi adalah kencenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum
dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono,
2000:16).
Secara keseluruhan, inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada (I)
permintaan, seperti yang ditunjukan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, (ii)
kenaikan biayayang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar yang datang
terutama sisi penawaran (Nopirin, 2000). Inflasi yang terlalu tinggi akan
menyebabkan penurunan daya beli uang ( purchasing power of money) serta dapatmengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari
investasinya. Jadi inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan
perusahan, sehingga efek ekuitas menjadi kurang kompetitif (Tandelilin,
2001:24).
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus menerus. dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai
tinggi rendahnya tingkat harga artinya tingkat harga yang dianggap tinggi belum
tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga di
gunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat
sebagai penyebab meningkatnya harga. Lerner mengungkapkan (1976:43) inflasi
adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang dan jasa secara keseluruhan. Sukirno (2004:56), inflasi merupakan suatu
proses kenaikan harga-harga yang berlaku secara umum dalam suatu
perekonomian.
Mankiw (2000:68) menyatakan bahwa inflasi merupakan peningkatan
dalam seluruh tingkat harga. Venieris dan Sebold (Nanga, 2005:21)
mendifinisikan inflasi sebagai “a sustainned tendency for general price”.
Kenaikan harga umum yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi ini, tidak
dapat dikatakan sebagai inflasi. Nopirin (2000:27) mendefinisikan inflasi sebagai
proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus. Inflasi
dapat mempengaruhi distribusi pendapatan alokasi faktor-faktor serta produksi
nasional (Nopirin, 2000:28). Menurut Sunariyah (2006:36), meningkatnya inflasi
secara relatif adalah signal negatif bagi investor. Dilihat dari segi masyarakat,
inflasi yang tinggi akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Jika dilihat
dari segi perusahaan, inflasi dapat meningkatkan biaya perusahaan seperti harga
bahan baku untuk memproduksi suatu produk akan meningkat.
Tandelilin (2001:25), inflasi merupakan kecenderungan terjadinya
peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Inflasi yang tinggi
Sebaliknya, jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan maka hal ini
merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya resiko daya
beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil. Menurut teori Keynes, inflasi
terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
ekonominya. Menurut pandangan teori ini, proses inflasi terjadi tidak lain karena
perebutan bagian di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian
yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh msyarakat tersebut. Proses
ini kemudian diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat
akan barang – barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia.
Samuelson & Nordhaus (2004:16) menyatakan bahwa inflasi merupakan
kenaikan harga secara umum. Inflasi akan mengakibatkan menurunnya daya beli
masyarakat, karena secara rill tingkat pendapatannya juga menurun. (Lipsey,
1992:14) Inflasi pada asasnya merupakan gejala ekonomi yang berupa naiknya
tingkat harga.
2.1.5 Penerimaan Pajak Parkir
Menurut Siahaan (2013) mengatakan “Pajak adalah pungutan dari
masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat
dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak
mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung, yang
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan”. Dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah, ”Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor.”
Siahaan (2013) menjelaskan bahwa Pengenaan dasar Pajak parkir yaitu
jasa atau jumlah pembayaran yang dibayarkan kepada penyelenggara tempat
parkir yang dimiliki oleh perorangan atau badan. Dasar pengenaan tersebut di
tetapkan dengan peraturan daerah yang didasarkan pada klasifikasi daya tampung,
tempat parkir dan banyaknya kendaraan bermotor. Setiap kendaraan bermotor
yang parkir di tempat parkir yang berada di luar badan jalan akan dikenakan tarif
parkir yang ditetapkan oleh pengelola parkir, ini merupakan pembayaran yang
harus diserahkan oleh pengguna tempat parkir untuk pemakaian tempat parkir.
Salah satu objek Pajak Daerah yang dikelola oleh Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung adalah Pajak Parkir yang dikenakan
atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau
badan yang didasarkan pada Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2002 tentang Pajak
Parkir. Menurut Pasal 1 Ayat 15, tentang Peraturan Daerah Kota Malang Pajak
Parkir Nomor 3 Tahun 2002,” Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas
penyelenggaraan tempat parkir yang dimiliki oleh orang atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan usaha pokok maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha yang berdiri sendiri termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran”. Peraturan
Daerah Kota Magelang Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Pajak Parkir. “ Pajak
parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan,
baikyang disediakan berkaitan dengan pokok usaha, termasuk tempat penitipan
2.1.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sukirno (2004:48) menyatakan PDRB adalah merupakan nilai dari
seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu satu tahun di suatu wilayah
tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor produksi, tapi lebih memerlukan
keberadaan faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi itu, PDRB
merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah. Kenaikan
PDRB akan menyebabkan pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi
meningkat. Hal tersebut berdampak pada peningkatan PAD di daerah tersebut.
PDRB merupakan nilai total produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah
(regional) tertentu dalam kurun waktu tertentu (satu tahun) (BPS, 2010).
PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode (Sasana, 2006:12).
PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh suau
kegiatan ekonimi di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total
produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu
(satu tahun) (BPS, 2012). Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
biasanya digunakan untuk menganalisis pertumbuhan atau kontribusi sektoral
oleh para ekonom, peneliti maupun perencana pembangunan. Akan tetapi,
menurut Tarigan (2005:37) khusus untuk perencana wilayah harus memiliki
kemampuan untuk menganalisis potensi ekonomi wilayahnya. Menurut Arsyad
(1999:21) pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi
barang dan jasa yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertambahan penduduk atau perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.
Menurut Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2007), Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi didalam suatu wilayah atau daerah
pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, tanpa memperhitungkan
kepemilikan. PDRB merupakan hasil penjumlahan dari seluruh tambahan
produksi barang dan jasa dari seluruh kegiatan perekonomian disuatu wilayah
pada suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya
berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut.
Prishardoyo (2008:29) menyatakan tingkat perkembangan PDRB sebagai
ukuran kesuksessan suatu daerah untuk menciptakan pembangunan ekonomi.
Sukirno (2004:54) menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui
indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Sirojuzilam (2008:13) menyatakan pertumbuhan ekonomi. akan
menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran. Jika
PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam membayar pajak
(ability to pay) pajak juga akan meningkat. Hal ini meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat (Nurcholis, 2007:8). Dari uraian diatas dapat
dikatakan sebagai Faktor-faktor penentu perubahan tak terduga ini dalam
penerimaan pajak, kita menemukan bahwa pertumbuhan GDP, dalam beberapa
kasus berfluktuasi dari harga aset telah memberikan pengaruh yang paling
2.1.7 Hubungan PDRB dengan Penerimaan Pajak Parkir
Nilai PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, Pendapatan
perkapita menunjukkan kemampuan masyarakat untuk membayar pengeluarannya
termasuk mengkonsumsi barang dan jasa. Semakin besar tingkat pendapatan
perkapita masyarakat mempunyai pengaruh positif dalam meningkatkan
penerimaan pajak. Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu
biasanya satu tahun. Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran bagi
kemakmuran suatu daerah, pendapatan perkapita yang tinggi cenderung
mendorong naiknya tingkat konsumsi perkapita yang selanjutnya menimbulkan
intensif bagi diubahnya struktur produksi pada saat pendapatan meningkat,
permintaan akan barang-barang manufaktur dan jasa pasti akan meningkat lebih
cepat dari pada permintaan akan produk-produk pertanian (Todaro, 2006:19).
Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula
permintaan barang dan jasa. Hal ini mengakibatkan semakin besar pula
kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pejak dan retribusi
yang ditarik pemerintah daerah. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
pendapatan perkapita suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Sutrisno (2002), dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus di Kab. Semarang)”
mengungkapkan bahwa Peningkatan perkapita berpengaruh positif baik terhadap
pajak Hotel & restoran maupun pajak parkir.
Agustina (2011), dengan judul “Pengaruh Pengelolaan Pemungutan Pajak
Parkir Terhadap Realisasi Penerimaan Pajak Parkir” Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan sebesar 0,643 antara
pengelolaan pemungutan pajak parkir terhadap realisasi penerimaan pajak parkir
kota Bandung.
Nariana, Khairani, dan Ratna (2011) dengan judul penelitian “Analisis
Kontribusi Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang”
mengungkapkan hasil bahwa kontribusi pajak parkir berpengaruh terhadap
pendapatan asli daerah. Hal ini didasarkan pada t hitung sebesar 3,657 dengan
nilai value sebesar 0,035 pada tingkat alfa 5%. Hasil perhitungan ini
menunjukkan bahwa kontribusi yang diberikan oleh pajak parkir dapat
meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah Kota Palembang.
Sahara (2001) “Pengaruh Efektivitas pelaksanaan pajak parkir terhadap
penerimaan pajak parkir” hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Tingkat
efektivitas pelaksanaan Pajak Parkir setiap tahunnya dikategorikan sangat efektif
terhadap penerimaan pajak parkir.
Penelitian dengan judul “Potensi dan Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Semarang” oleh
pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah.
Marselina (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kontribusi
Pajak Parkir dan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada
Pemerintah Kota Padang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi pajak
parkir hasilnya berfluktuatif dengan kisaran 0,01% - 0,17%, sangat jauh dari
efektif. Kontribusi retribusi pasar hasilnya juga berfluktuatif dari tahun ke tahun
namun sudah bagus dari kontribusi pajak parkir yaitu berkisar dari 2%-4%,
sedangkan kontribusi pajak parkir terhadap pajak daerah kontribusinya dari tahun
ke tahun selalu mengalami penurunan, kisaran rata - rata rasionya berkisar 5% -
3%. Adapun kontribusi retribusi pasar terhadap retribusi daerah sudah mulai
membaik di bandingkan sebelumnya, dimana hasilnya sudah mendekati efektif
dengan kisaran 11% -14%.
Dini Wulansari dalam penelitiannya yang berjudul “Analysis On Local
Goverment Performance” hasilnya menunjukkan local tax and local retribution
berpengaruh signifikan terhadap local government independence ratio. Sementara itu, hasil temuan lain menunjukkan economic growth dan revenue sharing tidak berpengaruh signifikan terhadap local government independence ratio.
Hasan dan Suratman (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “An
Analysis of the Implementation of Parking Management Policies in Increasing
the Regional Income of Makassar City” menunjukkan hasil kontribusi retribusi
parkir terhadap pendapatan daerah selama 5 tahun (2007-2011) terakhir relatif
tidak signifikan di rata-rata 0,50%. Kontribusi pajak parkir terhadap pendapatan
daerah selama 5 tahun terakhir telah menunjukkan jumlah yang lebih tinggi pada
karena pengenaan pajak itu dipungut bulanan atau tahunan, dan objek pajak parkir
difokuskan pada perusahaan kontributor bukan individual. Kendala utama dalam
melaksanakan kebijakan manajemen parkir di kota Makassar yang ditemukan
pada: (1) manajemen (2) keterampilan sumber daya manusia dalam pemetaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Butar-butar (2014) dengan judul “Analisis
Peranan Pajak Parkir Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota
Tomohon” mengungkapkan hasil bahwa terdapat beberapa jenis pajak daerah
yang dipungut berdasarkan kebijakan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
daerah. Penelitian ini fokusnya adalah pajak parkir, dan hasil yang didapatkan
dibandingkan dengan penerimaan pajak lainnya, pajak parkir mempunyai
kontribusi terhadap pajak daerah. Kontribusi pajak parkir terhadap PAD juga
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Total kontribusi pajak parkir terhadap
PAD kota Tomohon sebesar 0,080% sehingga pajak parkir memiliki peranan
tersendiri dalam pembangunan kota Tomohon. Pemerintah daerah sebaiknya
segera menertibkan parkir liar, dan menempatkan pegawai sendiri untuk
mengelola tempat parkir yang selama ini masih menjadi area parkir liar.
Malombeke (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Potensi
dan Efektivitas Pemungutan Pajak Parkir di Kabupaten Minahasa Utara”
mengungkapkan bahwa setiap tahun perolehan potensi pajak parkir dapat
meningkat dilihat dari peningkatan tahun 2016 dengan jumlah Rp. 16.014.340.
Tahun 2017 Rp. 20.146.039, tahun 2018 Rp. 25.343.717, tahun 2019 Rp.
31.882.395 dan tahun 2020 dengan jumlah Rp. 40.108.052 dan tingkat
efektivitas yang bervariasi. Tingkat efektivitas tertinggi pajak parkir tahun 2015
sebesar 66,66% namun melihat dari perhitungan potensi menunjukan
perkembangan yang baik karena selalu meningkat setiap tahunnya. Sebaiknya
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (DISHUB) di Kabupaten
Minahasa Utara harus melakukan perhitungan ulang terhadap penetapan target
pemungutan Pajak Parkir agar sesuai denga potensi rill yang dimiliki.
Lasdhiwati (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan
Pemungutan Pajak Parkir dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Kota Bekasi”. Adapun dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Pemungutan pajak parkir berpengaruh terhadap realisasi PAD. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pemungutan pajak parkir adalah: wajib pajak yang
telat membayar, wajib pajak yang telah membayar namun tidak menyetorkan,
calon wajib pajak yang seharusnya sudah dapat dinyatakan sebagai wajib pajak
namun tidak melapor ke DPPKAD Kota Bekasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Litmann, (2013) dengan judul “Parking Taxes Evaluating Options and Impacts” menunjukkan hasil bahwa secara umum
commercial parking taxes (pajak khusus atas transaksi sewa parkir) relatif mudah untuk menerapkan tetapi cenderung bertentangan tujuan perencanaan. Adapun
Per-space Parking Levy (pajak khusus diterapkan untuk fasilitas parkir) lebih menantang untuk dilaksanakan karena memerlukan inventarisasi kualifikasi
fasilitas parkir, tetapi mendorong pemilik properti untuk mengurangi pasokan
parkir (khususnya ruang yang jarang digunakan) dan mengelola mereka pasokan
parkir lebih efisien, dan itu mendorong harga parkir.
Dari beberapa rincian review penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
1. Sutrisno
1. Faktor-faktor yang berpengaruh dominan terhadap penerimaan pajak daerah adalah : jumlah penduduk, jumlah pelanggan listrik, pendapatan perkapita, jumlah petugas pajak dan jumlah wisatawan.
2. Peningkatan jumlah pelanggan listrik akan memberikan efek yang besar terhadap peningkatan penerimaan pajak daerah.
3. Peningkatan perkapita berpengaruh positif baik terhadap pajak Hotel & restoran maupun pajak parkir. 4. Peningkatan jumlah wisatawan
mempunyai pengaruh positif terhadap penerimaan pajak Hotel & restoran.
3.
Kontribusi pajak parkir berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Hal ini didasarkan pada t hitung sebesar 3,657 dengan nilai value sebesar 0,035 pada tingkat alfa 5%. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa kontribusi yang diberikan oleh pajak parkir dapat meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah Kota Palembang.
Tingkat efektivitas pelaksanaan Pajak Parkir setiap tahunnya dikategorikan sangat efektif terhadap penerimaan pajak parkir.
5. Muhammad Masrofi (2004)
Potensi dan Analisis Faktor-Faktor yang
PDRB, Jumlah Penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah.
6. Ega
7. Wulansari,
terhadap local government independence ratio. Sementara itu, hasil temuan lain menunjukkan economic
growth dan revenue sharing tidak
berpengaruh signifikan terhadap local government independence ratio
Kontribusi retribusi parkir terhadap pendapatan daerah selama 5 tahun (2007-2011) terakhir relatif tidak signifikan di rata-rata 0,50%. Kontribusi pajak parkir terhadap pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir telah menunjukkan jumlah yang lebih tinggi pada rata-rata 1,26%. Kontribusi yang lebih tinggi dari pajak parkir dari retribusi itu karena pengenaan pajak itu dipungut bulanan/tahunan, dan objek pajak parkir difokuskan pada perusahaan kontributor bukan individual. Kendala utama dalam melaksanakan kebijakan manajemen parkir di kota Makassar yang ditemukan pada : (1) manajemen (2) keterampilan sumber daya manusia dalam pemetaan.
9. Tarida Elisa
mengelola tempat parkir yang selama ini masih menjadi area parkir liar.
10. Novelia
Tingkat efektivitas tertinggi pajak parkir tahun 2015 bulan desember 1,5% (150%) dibandingkan dengan bulan desember tahun 2014 sebesar 66,66% namun melihat dari perhitungan potensi menunjukan perkembangan yang baik karena selalu meningkat setiap tahunnya. Sebaiknya Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (DISHUB) di Kabupaten Minahasa Utara harus melakukan perhitungan ulang terhadap penetapan target pemungutan Pajak Parkir agar sesuai denga potensi rill yang dimiliki.
11 Dinda
Pemungutan pajak parkir berpengaruh terhadap realisasi PAD. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pemungutan pajak parkir adalah: wajib pajak yang telat membayar, wajib pajak yang telah membayar namun tidak menyetorkan, calon wajib pajak yang seharusnya sudah dapat dinyatakan sebagai wajib pajak namun tidak melapor ke