• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MODEL MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA)TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MODEL MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA)TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PEMBELAJARAN MODEL MEANS-ENDS

ANALYSIS (MEA) TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA

SKRIPSI

Oleh :

AMIROTUL MA’RUFAH NIM. D54212063

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id PENGARUH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MODEL MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA)

TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA

Oleh:

Amirotul Ma’rufah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pencapaian dan pengaruh kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan komunikasi matematika serta tingkat self-esteem siswa sebagai akibat dari pembelajaran matematika model Means-Ends Analysis (MEA). Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Surabaya tahun ajaran 2015/2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-b yang terdiri dari 36 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tes kemampuan pemecahan masalah, tes kemampuan komunikasi matematika dan skala self-esteem. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). Analisis jalur ini digunakan untuk menguji besarnya pengaruh yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antara variabel penyebab (eksogen) dengan variabel akibat (endogen). Pengolahan data hasil analisis diperoleh dengan menggunakan progam komputer Software Statistical Passage Social Science (SPSS) versi 21 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh langsung kemampuan pemecahan masalah terhadap self-esteem siswa sebesar 34,9% ; (2) terdapat pengaruh langsung kemampuan komunikasi matematika terhadap self-esteem siswa 34,4% ; (3) terdapat pengaruh lansung kemampuan komunikasi matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 31,4% dan (4) Terdapat pengaruh kemampuan komunikasi matematika terhadap self-esteem siswa melalui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebesar 19,4%, serta koefisien residu sebesar 0,336 adalah variabel lain yang tidak diteliti yang memiliki pengaruh terhadap perubahan tingkat self-estem.

(7)

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSYARATAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 9

1. Pemecahan Masalah ... 9

2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 10

B. Komunikasi Matematika ... 11

1. Aspek-aspek Komunikasi Matematika ... 12

2. Indikator-indikator Komunikasi Matematika ... 14

C. Means-Ends Analysis (MEA) ... 14

1. Sintak Model Pembelajaran MEA ... 16

2. Keunggulan Model Pembelajaran MEA ... 17

3. Kekurangan Model Pembelajaran MEA ... 18

D. Self-esteem ... 18

(8)

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Tingkat Self-esteem ... 20

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-esteem ... 22

4. Cara Meningkatkan Self-esteem ... 23

E. Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Komunikasi Matematika, dan Self-esteem 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

D. Variabel Penelitian ... 29

E. Hipotesis Statistik ... 29

F. Prosedur Penelitian ... 31

G. Teknik pengumpulan Data ... 32

H. Instrumen Penelitian ... 32

I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38

J. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 49

B. Pengujian Prasyarat Analisis Jalur... 54

C. Pengujian Model Analisis Jalur ... 57

D. Pengujian Analisis Jalur Secara Individu (Parsial) ... 59

E. Pembahasan ... 64

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 73

B. Saran ... 73

(9)

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Proses belajar mengajar atau pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dalam lembaga pendidikan supaya siswa dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan tingkah laku baik intelektual, moral, maupun sosial budaya. Tercapai tidaknya tujuan suatu pendidikan disekolah sangat tergantung pada proses belajar mengajar atau pembelajaran di dalam kelas.1

Keberhasilan proses pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh beberapa komponen di antaranya adalah guru, siswa, kurikulum, metode, tujuan, evaluasi, lingkungan belajar dan lainya. Namun komponen yang paling utama dalam proses pembelajaran adalah siswa dan guru. Hal ini dikarenakan hakikat pembelajaran adalah usaha terencana yang dilakukan oleh guru agar siswa dapat belajar.2

Guru memegang peranan utama dalam proses pembelajaran. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi guru untuk dapat merancang pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa.3 Di samping itu pembelajaran di kelas akan lebih efektif jika guru dapat mengkombinasikan pendekatan yang tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif, khususnya harga diri (self-esteem) siswa.

Self-esteem itu sendiri mengandung arti suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif atau negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan

1Lina Budiarti, “Hubungan Penerapan Metode Diskusi dengan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Sejarah”, (Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), 1. Tersedia di http://repository.upi.edu, diakses pada tanggal 22 februari 2016.

2Ibid

(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sehari-hari.4 Sedangkan menurut Desmita self-esteem adalah suatu

evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif, evaluasi individu tersebut terlihat dari penghargaan yang ia berikan terhadap eksistensi dan keberartian dirinya.5

Dalam dunia pendidian self-esteem memiliki pengaruh yang sangat besar. Menurut Young & Hoffmann self-esteem berhubungan dengan sejumlah faktor kehidupan, salah satu diantaranya kesuksesan siswa di sekolah.6 Siswa dikatakan memiliki self-esteem positif atau tinggi apabila siswa mempunyai karakteristik aktif dan dapat mengekspresikan diri selama proses pembelajaran, berhasil dalam bidang akademik, dan yakin kepada dirinya sendiri bahwa ia memiliki kemampuan. Siswa yang memiliki self-esteem tinggi akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Ia akan menerima dan menghargai dirinya sendiri sebagaimana adanya serta tidak cepat-cepat menyalahkan dirinya atas kekurangan atau ketidaksempurnaan dirinya. Ia selalu merasa puas dan bangga dengan hasil karyanya sendiri dan selalu percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan.7

Sebaliknya siswa dengan self-esteem yang negatif atau rendah meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak memiliki kemampuan, memiliki perasaan takut, cenderung merasa dirinya selalu gagal, tidak menarik, kehilangan daya tarik terhadap hidup, dan terlihat seperti orang yang putus asa dan depresi. Siswa dengan self-esteem rendah akan cenderung tidak percaya diri dalam melakukan setiap tugas, bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Ia akan mudah menyerah sebelum berusaha dan jika ia gagal, maka ia merasa

4Robert A Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi ke-10 Jilid 1, 173.

5Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 165

6Nurina Happy dan Djamilah Bondan Widjajanti, Op. Cit., hal 49. 7

(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dirinya tidak berguna, tidak berharga dan selalu menyalahkan dirinya

atas ketidaksempurnaan dirinya.8

Dalam Islam dijelaskan bahwa Islam melarang untuk merasa lemah, berputus asa serta bersedih hati atas suatu masalah, tetapi Islam mengajarkan untuk bekerja keras dan berusaha untuk lebih baik, karena sesungguhnya manusia adalah orang yang paling tinggi (derajatnya) di sisi Allah.9 Disamping itu, manusia adalah sebaik-baiknya makhluk yang diciptakan Allah Swt dengan dianugerahi kelebihan-kelebihan. Sehingga dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki seseorang akan merasa bahwa dirinya berharga. Penjelasan tersebut sesuai dalam kandungan QS. Ali Imron ayat 139 yang berbunyi :

ا ْ ْ ُ اْ ْ ا ْ ا ْ ْ ْا ا ْ ا ْ ْ اا ا ْ اا

Artinya: “Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula)

bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu

orang-orang yang beriman.”10

Realita tersebut juga dijelaskan oleh seorang ahli spikologi bernama Caroline Meis yang menyatakan bahwa penghargaan terhadap diri sendiri kadang kala menjadi penyebab utama kesengsaraan atau kebahagiaan seseorang. Penghargaan terhadap diri sendiri berhubungan dengan perasaan: apakah ia menerima dan menghargai diri sendiri atau tidak.11

Melihat dampak negatif dari self-esteem yang rendah, maka mengembangkan self-esteem siswa adalah sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika karena matematika dipandang sebagai pelajaran yang sulit untuk dipahami dan kurang menarik. Hal ini diperkuat oleh Sriyanto yang menyatakan bahwa matematika sering kali dianggap pelajaran yang menakutkan dan cenderung dianggap pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa. Adapun salah satu

8Ibid.

9Imam Jalaliddin Al-mahally, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru, 1990), 272.

10QS. Ali Imron ayat 139 11

(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id penyebab pelajaran matematika dianggap sulit dipelajari karena

karakteristik matematika yang bersifat abstrak.12

Prestasi belajar siswa yang rendah pada pelajaran matematika

cenderung membuat siswa “frustasi” terhadap pelajaran tersebut.

Mereka akan beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan, khususnya dalam pemecahan masalah matematika. Ketika mereka dihadapankan dengan soal atau masalah matematika, sebelum mereka berupaya secara maksimal untuk menyelesaikannya, mereka sudah putus asa dan menganggap mereka tidak bisa menyelesaikannya. Sikap seperti ini tentunya akan berpengaruh negatif terhadap self-esteem siswa dalam matematika.13 Hal ini juga ditegaskan oleh Lazarus, ketika siswa memilih untuk menyelesaian suatu masalah dan bukan menghindarinya, siswa akan lebih merasa tertantang dan termotivasi untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Perilaku seperti ini menghasilkan suatu evaluasi diri yang menyenangkan yang dapat mendorong terjadinya persetujuan terhadap diri sendiri yang bisa meningkatkan self-esteem siswa. Sebaliknya ketika siswa lebih memilih menghindari masalah yang dihadapinya dan menyerah sebelum mencoba untuk menyelesaiknnya, maka perilaku seperti ini akan menghasilkan suatu evaluasi diri yang tidak menyenangkan dan dapat mendorong adanya penolakan terhadap kemampuan dirinya serta dapat menyebabkan rendahnya self-esteem.14

Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kemampuan yang dapat mempengaruhi self-eteem siswa. Untuk itu kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dikuasai siswa. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah juga menjadi tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Branca dan Ruseffendi juga menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah

12Raudatul Husna dkk, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalahdan Komunikasi Matematika Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII

Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, 6 : 2, 176 13 Ibid

14

(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id merupakan jantungnya matematika dan dapat diterapkan dalam

bidang studi lain dalam kehidupan sehari-hari.15

Keberhasilan siswa dalam pemecahan masalah matematika juga didukung oleh kemampuan matematika yang lain, yaitu kemampuan komunikasi matematika. Seperti yang diungkapkan Stacey bahwa kemampuan komunikasi merupakan salah satu faktor yang memberikan konstribusi dan turut menentukan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalah. Hulukati juga menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan syarat untuk memecahkan masalah.16 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selain kemampuan pemecahan masalah matematika, kemampuan komunikasi matematika juga penting untuk dikuasai oleh siswa.

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi bagi siswa dalam matematika, maka perlu adanya suatu pembelajaran yang dapat melatih dan mengembangkan kedua aspek kemampuan tersebut. Salah satunya adalah model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA), sebab tahap-tahap dalam model pembelajaran MEA melibatkan proses pemecahan masalah dan komunikasi.17 Dalam model pembelajaran MEA, siswa diberi kesempatan untuk belajar aktif mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Selain itu siswa dilatih untuk bisa mengolaborasi, mengidentifikasi, mengoneksikan, dan memahami suatu permasalahan untuk dipecahkan terutama pada aspek membuat rencana dan mencari solusi.18

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran model MEA dapat melatih kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan komunikasi matematika. Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul ”Pengaruh Kemampuan Pemecahan Masalah dan

15Heni Pujiastuti, Tesis: “Pembelajaran Inquiry Co-Operation Model Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi, Dan Self-Esteem Matematis Siswa SMP”, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2014), 2.

16 Ibid, halaman 3.

17 M. Juanda dkk, “ Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)”, Jurnal Kreano, 5 : 2, (Desember, 2014), 106

18Dina Prasetyowati dkk, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran matematika dengan Model MEA (Means-Ends Analysis) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kemampuan Komunikasi Matematika dalam Pembelajaran Model

Means-Ends Analysis (MEA) Terhadap Self-esteem Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh kemampuan pemecahan masalah matematika terhadap self-esteem siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA)? 2. Bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi matematika

terhadap self-esteem siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA)?

3. Bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA)?

4. Bagaimana pengaruh kemampuan komunikasi matematika terhadap self-esteem siswa melalui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh kemampuan pemecahan masalah matematika terhadap self-esteem siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA).

2. Mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi matematika terhadap self-esteem siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA).

3. Mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pembelajaran matematika dengan model Means-Ends Analysis (MEA).

(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perkembangan Psikologi Pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi dalam mengembangkan studi lebih lanjut mengenai self-esteem siswa dalam pelajaran matematika.

2. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampua pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematika, serta dapat memotivasi siswa untuk memiliki kepercayaan diri dan sikap yang positif terhadap pelajaran matematika melalui model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA).

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran akan pentingnya pembelajaran yang dapat mengembangkan aspek kongnitif seperti kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematika serta aspek efektif seperti self-esteem siswa, dan memperbaiki strategi dan memilih metode yang sesuai dalam pembelajaran matematika. Salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA), sehingga pihak sekolah dapat meningatkan kualitas pembelajaran disekolah.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam memahami soal atau masalah; merencanakan penyelesaian masalah; menyelesaikan masalah; dan menafsirkan solusi pemecahan masalah.

2. Komunikasi matematika adalah kemampuan siswa untuk menyatakan suatu situasi atau ide matematika melalui tulisan maupun menggambar secara visual; menyatakan suatu situasi atau ide matematika kedalam notasi-notasi atau simbol atau model matematika dan menyelesaikannya; serta menyatakan suatu ide, situasi atau relasi matematika dengan gambar ke dalam ide matematika.

(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 4. Means-Ends Analysis (MEA) adalah model pembelajaran yang

(17)

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan adalah suatu kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki kemampuan atau mampu apabila ia bisa dan sanggup melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan.1 Sedangkan menurut Robbins kemampuan adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tugasnya sehingga bisa menjadi penilaian atau ukuran mengenai apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Kemampuan keseluruhan individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok berdasarkan faktor pembentuknya, yaitu:2

1. Kemampuan intelektual, yaitu kemampuan untuk melaksanakan berbagai aktifitas mental seperti berfikir, menalar, dan memecahkan masalah.

2. Kemampuan fisik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan aktivitas yang memerlukan stamina, ketangkasan fisik, dan dakat-bakat sejenis.

Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan matematika, sehingga kemampuan matematika didefinisikan sebagai kapasitas intelektual yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan soal matematika.

1. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang dalam mengombinasikan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya untuk menyelesaikan tugas yang belum diketahui penyelesaiannya. Siswa dalam memecahkan masalah diharapkan memahami proses penyelesaian masalah dan terampil memilih, mengidentifikasi kondisi, dan konsep yang relevan, menarik generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian, dan mengorganisasi keterapmilan yang telah dimiliki sebelumnya.3

Menurut Polya, pemecahan masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang

1Anik Purwanti, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Search, Solve, reate, and Share (SSRS) untuk Melatih Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Operasi Aljabar di Kelas VII”, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2008), 35.

2 Ibid, halaman 36. 3

(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tidak dengan segera dapat dicapai. Polya juga mengatakan bahwa

pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktifitas intelektual yang tinggi.4

Sedangkan menurut Dahar pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik.5 Dengan kata lain ketika seseorang telah mampu menyelesaikan suatu masalah, maka seseorang itu talah memiliki suatu kemampuan baru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah proses atau cara yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan menggabungkan konsep-konsep atau aturan-aturan serta menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah adalah potensi atau kesanggupan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Masalah yang dimaksud disini adalah masalah yang tidak rutin, yaitu suatu persoalan atau pertanyaan bersifat menantang yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah biasa dilakukan atau yang sudah diketahui. Hudojo menyatakan sebuah soal atau pertanyaan akan menjadi sebuah masalah, jika tidak terdapat aturan atau hukum secara prosedural tertentu yang digunakan dalam menyelesaikan soal tersebut.6 Suatu pertanyaan yang merupakan masalah bagi siswa belum tentu menjadi masalah bagi siswa lain tergantung struktur kognitif siswa tersebut.

2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Stategi pemecahan masalah matematika yang umum digunakan, dikembangkan oleh Polya. Dalam bukunya “How to

4 Ibid.

5M. Juanda dkk, “ Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA)”, Jurnal Kreano, 5 : 2, (Desember, 2014), 106-107.

(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id solve it”, Polya menyatakan bahwa terdapat empat langkah dalam

proses pemecahan masalah, yaitu:7

a. Memahami masalah (understand problem).

Dalam memehami masalah, siswa harus membaca masalah dengan baik dan dapat menangkap maksud dari permasalahan tersebut, dengan begitu siswa dapat membedakan pertanyaan apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.

b. Merencanakan penyelesaian (make a plan).

Dalam tahap ini, langkah yang harus dilakukan siswa adalah mencari hubungan antara apa yang diketahui untuk mendapatkan hal apa yang belum diketahui. Kemampuan pada merencanakan penyelesaian ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin bervariasi pengalaman mereka, siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.

c. Melaksanakan rencana (execute the plan)

Dalam tahap ini, Siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan langkah-langkah yang telah direncanakan serta memeriksa tiap langkah dalam rencana dan penulisannya benar untuk memastikan setiap langkah yang direncanakan sudah benar.

d. Melakukan pengecekan kembali (look back at the completed solution).

Pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan apakah sudah benar untuk solusi pemecahan masalah tersebut.

B. Komunikasi Matematika

Komunikasi merupakan suatu kegiatan untuk menyampaikan makna baik secara verbal (berupa lisan) maupun non verbal (berupa tulisan) oleh dua orang atau lebih yang bermaksud agar saling memahami. Komunikasi secara verbal meliputi menyampaikan

7Dina Prasetyowati dkk, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran matematika dengan Model MEA (Means-Ends Analysis) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id makna secara lisan. Sedangkan komunikasi secara nonverbal

meliputi menyampaikan makna secara tertulis.8 Dalam bidang matematika komunikasi adalah suatu bentuk kegiatan untuk mengungkapkan matematika dengan menggunakan bahasa matematika, seperti mengubah kalimat dalam suatu masalah ke dalam simbol matematika atau ke dalam grafik.9

Bean dan Barth mengemukakan bahwa komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata- kata atau kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik.10 Sedangkan Sullivan dan Mousley mempertegas bahwa komunikasi matematika bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan melaporkan apa yang telah dipelajari.11

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematika adalah kemampuan siswa untuk menyatakan ide-ide matematika baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi secara lisan seperti membaca, mendengar, diskusi, menjelaskan, dan sharing. Sedangkan komunikasi secara tulisan seperti mengungkapkan ide matematika dalam fenomena dunia nyata melalui grafik atau gambar, tabel, dan persamaan aljabar.

1. Aspek-aspek Komunikasi Matematika

Baroody menjelaskan aspek-aspek komunikasi yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:12

a. Representasi

Representasi adalah bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah atau ide atau dapat juga diartikan translasi

8 Anis Nurussobah, Skripsi: “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V SDN Bungurasih I melalui Stategi Think-Talk-Write”. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), 13.

9 Ibid.

10 Mita Cahyani,Skripsi: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Model Investigasi Kelompok Untuk Melatihkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Di Kelas VII SMP PGRI 47 Surabaya”. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), 28. 11 Ibid.

12

(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau

kata-kata. Misalnya, representasi bentuk perbandingan ke dalam beberapa model kongkrit, dan representasi suatu diagram ke dalam bentuk simbol atau kata-kata. Representasi dapat membantu anak menjelaskan konsep atau ide, dan memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan masalah. b. Mendengar

Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu komunikasi. Seseorang tidak akan memahami suatu informasi dengan baik apabila tidak mendengar yang diinformasikan. Menurut Ansori, mendengar merupakan aspek penting dalam komunikasi. Mendengar dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang lebih efektif. Pentingnya mendengar juga dapat mendorong siswa berfikir tentang jawaban pertanyaan.

c. Membaca

Salah satu bentuk komunikasi matematika adalah kegiatan membaca matematika. Kegiatan membaca matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika. Sebab kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif. Siswa dikatakan memiliki kemampuan membaca teks matematika secara bermakna apabila ia dapat menyampaikan kembali ide dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri.

d. Diskusi

Salah satu wahana berkomunikasi adalah diskusi. Diskusi merupakan lanjutan dari membaca dan mendengar. Siswa akan mampu menjadi peserta diskusi yang baik, dapat berperan aktif dalam diskusi, dapat mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya apabila mempunyai kemampuan membaca, mendengar dan mempunyai keberanian memadai. Dengan diskusi, siswa bisa mendapatkan wawasan baru dan dapat menanamkan serta meningkatkan cara berfikir kritis. e. Menulis

(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id membangun hubungan antara yang ia pelajari dengan apa

yang sudah ia ketahui.

2. Indikator-indikator Komunikasi Matematika

Menurut NCTM, indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam komunikasi matematika pada pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:13

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.

b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.

c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide serta menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Berdasarkan uraian diatas, indikator-indikator kemampuan komunikasi matematika dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Menyatakan suatu situasi atau ide-ide matematis melalui tulisan maupun dengan menggambar secara visual.

b. Menyatakan suatu situasi atau ide-ide matematika kedalam notasi-notasi atau simbol atau model matematika dan menyelesaiakannya.

c. Menjelaskan ide, situasi, atau relasi matematika dengan gambar ke dalam ide matematika.

C. Means-Ends Analysis (MEA)

Means-Ends Analysis (MEA) merupakan model pembelajaran berbasis pemecahan masalah yang ditemukan oleh Newell dan Simon pada tahun 1972. Secara terminologi MEA terdiri dari tiga suku kata yaitu: means yang berarti banyaknya cara, end yang berarti akhir atau tujuan, dan analysis yang berarti analisis atau menyelidiki secara sistematis. Jadi MEA dapat di artikan sebagai suatu strategi

13Dwi Rachmayani, ”Penerapan Pembelajaran Reciprocal teaching untuk Meningkatkan

(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id untuk menganalisis suatu permasalahan dengan banyak cara

sehingga dapat mencapai tujuan akhir yang diinginkan.14

Menurut Masturoh dkk MEA adalah suatu model pembelajaran yang merupakan variasi antara metode pemecahan masalah yang menganalisa suatu masalah dengan bermacam cara sehingga mendapatkan hasil atau tujuan akhir.15 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model MEA merupakan pengembangan dari metode pemecahan masalah (problem solving), hanya saja dalam model MEA setiap masalah yang dihadapi di pecah manjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana kemudian di koneksikan kembali menjadi sebuah tujuan utama.

Suherman menyatakan bahwa model pembelajaran MEA merupakan model pembelajaran yang menyajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik, yaitu memecahkan suatu masalah ke dalam dua atau lebih sub tujuan. Dalam model pembelajaran MEA lebih memusatkan pada perbedaan antara pernyataan sekarang (the current state of the problem) dengan tujuan yang hendak dicapai (the goal state), sehingga siswa dituntut untuk mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai atau masalah apa yang hendak diselesaikan dan memecahkan suatu masalah ke dalam dua atau lebih sub tujuan dan kemudian dikerjakan berturut-turut pada masing-masing sub tujuan tersebut. 16

Sedangkan Harto dkk. mengemukakan bahwa dengan menerapkan pembelajaran model MEA siswa mampu mendesain dengan benar perencanaan penyelesaian masalah matematika yang diawali dengan membuat perencanaan pemecahan masalah yang terdiri dari tiga komponen pemecahan masalah yaitu, menentukan hal yang diketahui dan yang ditanyakan, mencari hubungan dari hal yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan menyelesaikan masalah terebut dengan menggunakan rumus matematika.17

14Camellia Iveny Sayohi dkk, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika pada Model MEA (Means-Ends Analysis) Berbasis Scientific Approach Pokok Bahasan Peluang

untuk Siswa SMA kelas X”, Artikel Ilmiah Mahasiswa, 2 : 1, (2015), 1

15Umi Masturoh dkk, “Implementasi Pembeelajaran MEA Berbantuan Cabri 3D Terhadap Hasil Belajar Materi Jarak”, UJME, 3 : 1, ( Maret, 2014), 42

16Fifih Nurafiyah dkk, “Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dan Problem Based Learning (PBL)”, Jurnal Pengaaran MIPA, 18 : 1, (April, 2013), 3-4.

17

(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulan

bahwa Means-Ends Analysis (MEA) adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik, yaitu memecahkan suatu masalah dengan membagi ke dalam dua atau lebih sub tujuan yang lebih sederhana, dan kemudian dikerjakan berturut-turut pada masing-masing sub tujuan tersebut untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan. 1. Sintak Model Pembelajaran MEA

Menurut Suherman, sintaks model pembelajaran MEA adalah sebagai berikut:18

a. Menyajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik, yaitu memecahkan masalah ke dalam dua atau lebih sub tujuan.

b. Mengolaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, di sini siswa dituntut untuk membagi masalah menjadi beberapa bagian, dimana masing-masing bagian bertujuan untuk mempermudah siswa dalam memecahkan masalah.

c. Mengidentifikasi perbedaan, yaitu mengidentifikasi masalah yang sudah terbagi menjadi beberapa bagian. Siswa harus mengetahui pernyataan sekarang (the current state of the problem) dan tujuan yang hendak dicapai (the goal state). d. Menyusun sub-sub masalah sehingga terjadi konektivitas,

tahap ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyusun kembali sub-sub masalah agar mencapai tujuan yang hendak dicapai atau hasil akhir.

e. Memilih strategi solusi yang tepat untuk memecahkan masalah.

Tahap-tahap dalam model pembelajaran MEA membimbing siswa untuk melakukan proses pemecahan masalah, di mana siswa dituntut untuk memahami masalah dan membuat rencana yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah dengan membagi masalah ke sub masalah. Selain itu pada langkah-langkah yang dilakukan siswa diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikan ide dalam menganalisis

18Dewi Indah Lestari dkk, “Keefektifan Pembelajaran MEA Berbatuan Lembar Kegiatan

(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sub-sub masalah dan dalam memilih strategi solusi, dimana siswa

dituntut untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan pemikirannya tentang ide matematika, menggunakan bahasa matematika untuk menyajikan ide yang menggambarkan hubungan dan membuat model.19

Dalam tahapan model pembelajaran MEA, siswa tidak hanya dinilai berdasarkan hasil saja namun berdasarkan proses pengerjaan. Siswa dituntut untuk membedakan pernyataan sekarang dan tujuan yang hendak dicapai atau masalah apa yang hendak diselesaiakan, sehinga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Prasetyowati dkk juga menegaskan bahwa model pembelajaran MEA memberikan kesempatan siswa belajar matematika dengan aktif mengkonstruksi pengetahuanya sendiri, dan dapat membantu siswa untuk menyelesaikan masalah matematika. Dengan demikian permasalahan dapat dipecahkan secara terarah.20

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan model pembelajaran MEA melibatkan proses pemecahan masalah dan komunikasi disetiap langkahnya, yaitu dalam pemecahan masalah siswa dituntut untuk membaca dan menafsirkan makna dari masalah, kemudian mengamati dan membuat dugaan lalu mengumpulkan informasi, selanjutnya siswa dituntut untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan pemikirannya tentang ide matematika, serta menggunakan bahasa matematika untuk menyajikan ide yang menggambarkan hubungan, pembuatan model serta menyelesaikannya.

2. Keunggulan model pembelajaran MEA

Model pembelajaran MEA memiliki keunggulan dalam penerapannya dalam proses pembelajaran. Adapun keunggulannya adalah sebagai berikut:21

a. Siswa dapat terbiasa untuk memecahkan/menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematik.

b. Strategi heuristik dalam MEA memudahkan siswa dalam memecahkan masalah matematik dan membuat siswa

19 M. Juanda dkk, Op. Cit., hal 108. 20Dina Prasetyowati, Op. Cit, hal 42.

(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran serta sering

mengekspresikan idenya.

c. Siswa memiliki kesempatan lebih benyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika. 3. Kekurangan model pembelajaran MEA

Selain memiliki keunggulan, model MEA juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut sebagai berikut:22

a. Membuat soal pemecahan masalah yang bermakna bagi siswa bukan merupakan hal yang mudah.

b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon masalah yang diberikan.

c. Lebih dominannya soal pemecahan masalah terutama soal yang terlalu sulit untuk dikerjakan, terkadang membuat siswa jenuh.

D. Self-esteem

Harga diri (self-esteem) adalah dimensi evaluasi yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga disebut sebagai self-worth (harga diri) atau self-image (gambaran diri). 23 Baron dan Byrne menyatakan bahwa self-esteem adalah suatu evaluasi terhadap diri yang merujuk pada sikap seorang siswa terhadap dirinya sendiri mulai dari negatif sampai dengan positif atau dari rendah sampai tinggi. Evaluasi tersebut bisa didasarkan pada pendapat orang lain dan pengalaman siswa sendiri.24

Menurut Ratna dan Dany self-esteem merupakan penilaian seorang siswa terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya, sejauhmana ia menghormati dan menghargai dirinya sendiri seperti adanya.25 Sedangkan Desmita mendefinisikan self-esteem sebagai evaluasi seseorang siswa terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi tersebut

22 Ibid

23John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga, 2003), edisi ke-6, 336

24Robert A Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi ke-10 Jilid 1, 173.

(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id terlihat dari penghargaan yang ia berikan terhadap eksistensi dan

keberartian dirinya.26

The Cambridge Dictionary Of Psychology memaknai self-esteem sebagai pendapat atau pandangan seseorang atas dirinya, sejauh mana penilaian positif pada dirinya sendiri baik itu tentang sejarah kehidupannya, proses mental dalam dirinya maupun perilakunya. Self-esteem ada berdasarkan pemahaman seorang siswa atas apa yang terjadi padanya.27

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan self-esteem adalah evaluasi atau penilaian siswa terhadap dirinya sendiri baik itu positif ataupun negatif dan menentukan tingkat dimana ia menyakini dirinya sendiri sebagai seseorang yang mampu, berharga, dan berarati. Evaluasi tersebut bisa didasarkan pada pendapat orang lain dan pengalaman siswa. Sedangkan Self-esteem siswa dalam matematika adalah penilaian siswa terhadap kemampuan, keberhasilan, keberartian dan kebaikan diri mereka sendiri dalam matematika.

1. Aspek-Aspek Self-Esteem

Stanley Coopersmith mengemukakan bahwa ada empat aspek dalam self-esteem, yaitu: 28

a. Kemampuan (competence), yaitu kemampuan yang dimiliki siswa untuk berhasil dan sukses sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditandai dengan keberhasilan siswa dalam memenuhi tuntutan prestasi, dan kemampuan siswa dalam beradaptasi.

b. keberartian (significance), yaitu adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima siswa berdasarkan pengalaman siswa dan penilaian dari orang lain. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana penerimaan, penghargaan, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada siswa baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan hubungan sosial.

26Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 165

27Cambridge University, The Cambridge Dictionary Of Psychologi, (New Yoork: Cambridge University Press, 2009), 473.

(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id c. Kebaikan (worthiness), yaitu kepatuhan individu dalam

mematuhi standar moral dan etika yang berlaku dalam lingkungan. Hal ini ditandai dengan kepatuhan siswa dalam menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehan dan melakukan tingkah laku yang diharuskan oleh etika, moral, dan agama.

d. Keberhasilan (sucsesfull), yaitu kemampuan yang dimiliki siswa untuk mengendalika atau mempengaruhi orang lain. Kekuatan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat, serta besarnya pikiran atau pendapat dan keberanian yang diterima siswa dari orang lain.

Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek self-esteem meliputi: Kemampuan untuk berhasil (competence), keberartian (significance), kebajikan (virtue), dan kekuatan (power).

2. Tingkat Self-Esteem

Self-esteem terbentuk dalam diri setiap siswa secara berbeda-beda. Masing-masing siswa dapat memiliki self-esteem yang tinggi (positif) atau rendah (negatif) tergantung penilaian siswa terhadap dirinya. Seseorang siswa yang memiliki self-esteem yang tinggi atau positif akan selalu menghargai dirinya sendiri. Ia menyadari keterbatasan dirinya sehingga akan melakukan upaya untuk mengembangkan potensi dalam dirinya dan cenderung optimis serta percaya diri terhadap segala sesuatu yang dialaminya. Sedangkan seorang siswa dengan self-esteem yang rendah atau negatif biasanya memiliki kepuasan diri yang rendah. Ia memandang bahwa dirinya lemah, tidak memiliki kemampuan, tidak berharga, tidak menarik, dan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya.29

Sementara Tina Abbott menjelaskan bahwa tinggi rendahnya self-esteem sangat tergantung dari seberapa positif atau negatif kita dalam memandang diri kita. Jika cara kita melihat diri kita positif dan menggembirakan maka self-esteem kita tinggi, tetapi

29Syarifah Fadillah, “Meningkatkan Self-Esteem siswa SMP dalam Matematika melalui

(29)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id jika kita terus-terusan menempatkan diri kita dibawah dan merasa

tidak memadai maka self-esteem kita rendah.30

Coopersmith membagi tingkatan self-esteem menjadi tiga kategori, yaitu self-esteem tinggi, self-esteem sedang, dan self-esteem rendah. Karakter umum mengenai siswa dengan tingkatan self-esteem tinggi, sedang dan rendah adalah sebagai berikut:31 a. Siswa dengan self-esteem tinggi

Siswa yang memiliki self-esteem tinggi lebih mandiri, memiliki kepercayaan diri yang kuat akan keberhasilan, dan konsisten dalam merespon sesuatu serta mampu menghargai dan menghormati dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya dinilai sebagai seseorang yang berharga, orang yang penting, dan layak dihormati oleh orang-orang disekelilingnya. Siswa yang memiliki self-esteem tinggi mampu mempengaruhi orang lain, percaya diri dengan pandanganya yang dianggapnya benar, mampu mempertahankan pendapatnya, memiliki pemahanan yang baik tentang dirinya dan sangat menyukai tantangan serta tugas-tugas baru.

b. Siswa dengan self-esteem sedang

Siswa dengan self-esteem sedang memiliki karakter yang relatif sama dengan siswa yang memiliki self-esteem tinggi, tetapi ada beberapa hal yang membedakanya. Siswa dengan self-esteem sedang memiliki penerimaan diri yang relatif baik, pertahanan yang baik, serta pemahaman dan penghargaan yang baik pula, namun siswa yang memiliki self-esteem sedang terkadang merasa ragu-ragu dengan penghargaan yang diterimanya dan cenderung tidak yakin terhadap kemampuan yang dimiliki. Ia cenderung memiliki pernyataan positif tentang diri mereka, tetapi penilaian mereka mengenai kemampuan, keberartian dan harapan lebih moderat dibanding dengan yang lain.

c. Siswa dengan self-esteem rendah

Siswa dengan self-esteem rendah memiliki perasaan ditolak, ragu-ragu, merasa tidak berharga, merasa terisolasi,

30Tina Abbott, Sosial and Personality Development, (New York: Routledge modular psychology, 2001), 40.

(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tidak memiliki kekuatan, tidak merasa dicintai, tidak mampu

mengekspresikan diri, tidak mampu mempertahankan diri sendiri, dan merasa lemah untuk melawan kelemahan mereka sendiri. Siswa yang memiliki self-esteem rendah cenderung kurang percaya diri, memiliki kekhawatiran dalam mengungkapkan ide-ide yang yang tidak biasa, tidak ingin mengekspos diri atau menunjukkan perilaku yang mengundang perhatian, serta memiliki gambaran negatif pada diri sendiri.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self-Esteem

Harga diri terbentuk dari hasil interaksi siswa dengan lingkungan atas dasar penerimaan, pengertian, dan penghargaan orang lain terhadap diri seorang siswa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri adalah sebagai berikut:32

a. Penghargaan, penerimaan, dan perhatian dari orang-orang terdekat atau orang-orang yang berpengeruh dalam kehidupannya, misalnya keluarga, dan teman sebaya.

Adanya perlakuan orang lain yang berupa penghargaan, penerimaan, dan perhatian yang diterima oleh siswa dapat mempengaruhi pada penilaian individu terhadap dirinya, karena penilaian siswa terhadap dirinya dilihat dari sebagaimana dia dinilai orang lain. Sehingga perlakuan orang lain yang diterima oleh individu dapat membentuk gambaran sebagaimana dirinya.

b. Sejarah kesuksesan dan status sosial

Kesuksesan yang telah diraih dapat menjadikan siswa diterima di lingkungan sosialnya. Kesuksesan memiliki nilai dan ukuran yang berbeda-beda pada setiap siswa. Hal ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk dari kesuksesan tersebut.

c. Nilai-nilai dan aspirasi/ cita-cita yang dimiliki oleh siswa dalam penginterpretasi pengalaman

Nilai-nilai pada setiap siswa berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai merupakan fungsi yang diperoleh dari orang tua dan figur-figur lain yang penting

32

(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dalam hidupnya. Kesuksesan, kekuasaan, dan perhatian yang

diteriman siswa tidak menjadi dasar penilaian individu dalam memandang dirinya secara lansung, tetapi hal tersebut disaring terlebih dahulu melalui cita-cita pribadi dan nilai-nilai yang dipegang oleh individu tersebut.

d. Cara-cara siswa dalam mengatasi devaluasi.

Setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi devaluasi atau kegagalan. Hal ini dapat dilihat sejauhmana seorang siswa dapat memperkecil, mengubah, menekan, atau bahkan menggagalkan orang lain, selain itu ia juga dapat menolak penilaian orang lain terhadap dirinya. Kemampuan siswa dalam menghadapi kegagalan dan penilaian negatif orang lain berkaitan dengan kemampuanya untuk mempertahankan self-esteem. Sehingga akan mengurangi kecemasan dan membantu dalam mempertahankan keseimbangan pribadi.

4. Cara Meningkatkan Self-Esteem

Menurut Santrock, ada empat cara untuk meningkatkan self-esteem siswa, yaitu melalui:33

a. Mengidentifikasikan penyebab dari rendahnya self-esteem dan bidang-bidang kompetensi diri yang penting

Mengidentifikasikan sumber self-esteem merupakan langkah yang penting untuk meningkatkan self-esteem. Harter berpendapat bahwa untuk meningkatkan self-esteem yang signifikan, perlu adanya intervensi terhadap penyebab dari rendahnya self-esteem. Di samping itu siswa memiliki tingkat self-esteem yang paling tinggi ketika mereka berhasil dalam bidang-bidang kompetensi yang penting bagi dirinya. Oleh karena itu sebaiknya mereka didukung untuk mengidentifikasikan dan menghargai bidang kompetensi-kompetensinya.

b. Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial Dukungan emosional dan persetujuan sosial memiliki pengaruh yang sangat penting dalam meningkatkan self-esteem siswa, terutama dukungan orangtua dan teman sebaya. Menurut Robinson, salah satu penelitian terbaru menunjukkan

33

(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id bahwa dukungan orang tua dan teman sebaya sama-sama

berhubungan dengan self-esteem remaja secara keseluruhan. c. Meningkatkan prestasi

Menurut Bednar prestasi juga dapat meningkatkan harga diri remaja. Saat berprestasi self-esteem remaja meningkat menjadi lebih tinggi karena mereka tahu tugas-tugas apa yang penting untuk mencapai tujuannya, dan mereka memiliki pengalaman untuk melakukan tugas-tugas tersebut atau menampilkan perilaku yang serupa.

d. Meningkatkan keterampilan mengatasi masalah (coping) siswa

Menurut Lazarus, self-esteem dapat meningkat ketika siswa menghadapi masalah dan berusaha untuk mengatasinya, bukan hanya menghindarinya. Menghadapi masalah secara rutin, jujur dan tidak menjauhinya dapat menghasilkan evaluasi diri yang positf yang dapat mendorong terjadinya persetujuan terhadap diri serta meningkatkan self-esteem. Sebaliknya penolakan, kebohongan dan penghindaran dapat memicu munculnya evaluasi diri yang negatif dan dapat menyebabkan rendahnya self-esteem.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat empat cara untuk meningkatkan self-esteem siswa, yaitu; (1) Mengdentifikasikan penyebab dari rendahnya self-esteem dan bidang-bidang kompetensi diri yang penting; (2) Menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial; (3) Meningkatkan prestasi; dan (4) Meningkatkan keterampilan mengatasi masalah (coping) siswa.

E. Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah, kemampuan komunikasi matematika, dan Self-esteem

(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Tina Abbot juga menjelaskan bahwa jika siswa dapat mengatasi

permasalahan dengan baik, sehingga merasa bahwa dirinya dapat diandalkan dan dapat dipercaya, maka tingkat self-esteem siswa akan tinggi. Sebaliknya jika siswa melihat dirinya tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi, tidak bertanggung jawab, dan kurang memiliki kemampuan, maka tingkat self-esteem siswa akan rendah.34

Berkaitan dengan kedua pendapat diatas, Alhadad juga menyatakan bahwa ketika siswa dapat menyelesikan masalah dengan baik, terutama dalam bidang matematika, maka hal ini dapat mengembangkan self-esteem siswa dalam matematika.35 Hembree dalam penelitiannya juga menemukan hubungan antara tingkat self-esteem siswa dalam matematika dan kemampuan pemecahan masalah.36

Pujiastuti juga menjelaskan ketika self-esteem matematika yang tinggi sudah terbentuk dalam diri siswa, siswa akan selalu optimis dan tidak lagi merasa putus asa dalam menyelesaikan soal atau menyelesaikan masalah matematika, sekalipun masalah tersebut baru dan bersifat kompleks. Sebaliknya siswa yang memiliki self-esteem matematika rendah akan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, dan tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi masalah matematika.37 Hal ini berarti bahwa self-esteem yang tinggi dalam matematika sangat penting untuk dimiliki siswa.

Penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika memiliki hubungan terhadap self-esteem siswa. Ketika siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan baik, maka hal ini dapat mengembangkan self-esteem siswa dalam matematika. Untuk itu kemampuan pemecahan masalah matematika perlu dikuasai oleh siswa dengan baik.

Keberhasilan siswa dalam memecahan masalah matematika juga didukung oleh kemampuan matematika lainnya, salah satunya adalah kemampuan komunikasi matematika. Seperti yang diungkapkan oleh

34Tina Abbott, Op. Cit., hal 40.

35Syarifah Fadillah Alhadad, Tesis: “Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pemecahan Masalah Matematis, Dan Self Esteem Siswa SMP Melalui

Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended”. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2014), 14

36Ibid

(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Stacey, bahwa kemampuan komuniaksi merupakan salah satu faktor

yang memberikan kontribusi dan turut menentukan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalah. Hulukati juga mempertegas bahwa pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan syarat untuk memecahkan masalah.38

Menurut Baroody, kemampuan komunikasi merupakan salah satu aspek penting agar siswa mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika.39 Selain itu, komunikasi juga diperlukan untuk melengkapi setiap proses pemecahan masalah matematika. Tanpa kemampuan komunikasi matematika yang dimiliki siswa akan sulit untuk memecahkan masalah matematika, karena komunikasi matematika merupakan alat bantu dalam mempelajari pengetahuan matematika dan memahami masalah matematika.40

Sheidear dan Saunders menyatakan hubungan antara kemampuan komunikasi matematika dengan pemecahan masalah matematika dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi dalam pembelajaran matematika bertujuan untuk membantu siswa memahami masalah yang diberikan dan mengkomunikasikan hasilnya. Sehingga dalam pemecahan masalah matematika, siswa membutuhkan kemampuan komunikasi matematika yang baik untuk mempresentasikan proses dan hasil yang diperoleh.41 Hal ini menyatakan bahwa komunikasi matematika merupakan kemampuan yang penting dan perlu untuk dikuasi siswa.

Peran penting kemampuan komunikasi matematika juga dijelaskan oleh Baroody bahwa ada dua alasan mengapa komunikasi matematika siswa perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika. Pertama, mathematics as languange, artinya matematika tidak hanya sebagai alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat yang berharga untuk

38 Ibid, halaman 3

39 Sudi Prayitno, dkk. “Indentifikasi Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Benjenjang Pada Tiap-tiap Jenjangnya”, Himpunan Matematika Indonesia, 5, (Juni 2013), 385.

40 Polina Kristina Tiun, dkk. “Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kmunikasi Matematika Siswa Menyelesaiakan Soal Cerita Materi Pecahan di SMP”, Article, 2 41Roosi Dwi Pinanti, “Kemampuan Koomunikasi Matematika Siswa Dalam Pemecahan

Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Jenis Kelamin”, Jurnah Ilmiah Pendidikan

(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat.

Kedua, mathematics learningas social activity, artinya matematika sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa.42

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa selain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi matematika juga perlu dikuasai oleh siswa dengan baik. Dengan kedua kemampuan matematika tersebut, diharapkan dapat mengembangkan self esteem siswa dalam matematika.

42Raudatul Husnadkk, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalahdan Komunikasi Matematika Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII

(36)

28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan untuk mengetahui seberapa erat hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan ilmiyah yang didesain untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis secara spesifik dengan menggunaan statistik.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematika terhadap self-esteem siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA). Analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19 – 26 September 2016 di SMP Negeri 13 Surabaya tahun ajaran 2016/2017.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti baik berupa orang, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi.1 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Surabaya tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari sepuluh kelas dengan jumlah total 380 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.2 Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel

(37)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dimana tiap unsur dalam populasi akan memiliki peluang yang

sama dan bebas dipilih sebagai anggota sampel3.

Dalam penelitian ini sampel dipilih berdasarkan undian yaitu dengan cara mengundi semua kelas VIII yang terdiri dari 10 kelas dan kelas yang terpilih adalah kelas VIII-b yang terdiri dari 36 siswa. Sampel yang terpilih tersebut representatif karena populasinya dianggap homogen, sehingga sampel tersebut dapat mewakili ciri-ciri populasinya.

D. Variabel Penelitian

[image:37.420.73.364.161.490.2]

Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi fokus pengamatan/penelitian yang ditetapkan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi guna menarik suatu kesimpulan berkaitan dengan fokus penelitian yang dilakukan. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Nama Variabel Sifat Simbol

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Variabel Independen (Variabel Eksogen)

X1

Kemampuan Komunikasi Matematika

Variabel Independen (Variabel Eksogen)

X2

Self-esteem Matematika Siswa

Variabel Dependen (Variabel Endogen)

Y

Model Pembelajaran MEA Variabel Kontrol

E. Hipotesis Statistik

Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. H0 :ρyx

1 = 0 H1 :ρyx

1 ≠ 0 2. H0 :ρyx

2 = 0

3

(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id H1 :ρyx

2 ≠ 0 3. H0 :ρx

1x2 = 0 H1 :ρx

1x2 ≠ 0 4. H0 :ρyx

1x2 = 0 H1 :ρyx

1x2 ≠ 0 Keterangan:

ρyx1 = Koefisien jalur (rho) untuk populasi tentang kemampuan pemecahan masalah matematika (X1), terhadap self-esteem siswa dalam matematika (Y).

ρyx

2 = Koefisien jalur (rho) untuk populasi tentang kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap self-esteem siswa dalam matematika (Y).

ρx1x2 = Koefisien jalur (rho) untuk populasi tentang kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (X1)

ρyx

1x2 = Koefisien jalur (rho) untuk populasi tentang kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap self-esteem siswa dalam matematika (Y) melalui kemampuan pemecahan masalah matematika (X1)

Dimana: H0 :ρyx

1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika (X1) terhadap self-esteem siswa (Y)

H1 :ρyx1 ≠ 0 : Terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan pemecahan masalah matematika (X1) terhadap self-esteem siswa (Y)

H0 :ρyx2 = 0 : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap self-esteem siswa (Y)

H1 :ρyx

2 ≠ 0 : Terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap self-esteem siswa (Y)

H0 :ρx

(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id H1: ρx

1x2 ≠ 0 : Terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (X1)

H0 :ρyx

1x2 = 0 : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap self-esteem siswa (Y) melalui kemampuan pemecahan masalah matematika (X1)

H1 :ρyx

1x2 ≠ 0

: Terdapat pengaruh secara signifikan kemampuan komunikasi matematika (X2) terhadap self-esteem siswa (Y) melalui kemampuan pemecahan masalah matematika (X1)

F. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian.

b. Menentukan tempat dan subyek penelitian, serta meminta izin kepada pihak sekolah untuk melakukan penelitian.

c. Merancang instrumen penelitian yang meliputi:

1) Penyusunan rencana pelaksanaan pembelaaran (RPP), lembar kegiatan siswa (LKS) berdasarkan model Means-Ends Analysis (MEA)

2) Penyusunan lembar evaluasi penelitian yang meliputi: lembar tes kemampuan pemecahan masalah matematika, lembar tes kemampuan komunikasi matematika, dan skala self-esteem.

3) Setelah itu, semua instrumen divalidasi oleh psikolog, 3 guru SMP Negeri, dan dosen pembimbing.

d. Melakukan observasi sekolah, kemudian membuat kesepakatan dengan guru mata pelajaran matematika mengenai waktu yang akan digunakan untuk penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan penelitian uji coba instrumen untuk menguji validitas dan reliabilitas.

(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id c. Melakukan penelitian eksperimen di SMP Negeri 13

Surabaya dengan menerapkan model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dan pemberian tes kemampuan pemecahan masalah, tes komunikasi matematika dan skala self-esteem.

d. Menganalisis data hasil penelitian yaitu dengan melakukan uji normalitas, uji homogenitas, uji signifikan dan linieritas serta menggunakan analisis jalur.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tulis dan angket.

1. Tes tulis

Tes tulis merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik. Dalam penelitian ini tes bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan komunikasi matematia siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA).

2. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Angket dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, yaitu angket yang setiap pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban. Angket dalam penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat self-esteem siswa dalam matematika.

H. Instrumen Penelitian

(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika dan

komunikasi matematika

Soal tes digunakan untuk mengetahui skor yang diperoleh siswa dalam pemecahkan masalah dan komunikasi matematika. Soal tes disusun berdasarkan materi pelajaran matematika yang telah diajarkan, yaitu materi operasi Aljabar. Tes ini terdiri dari 4 butir soal, yaitu 2 soal untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika dan 2 soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa. Butir soal tes diadaptasi dari thesis Anik Purwanti dan disusun dalam bentuk uraian sesuai dengan indikator pencapaian materinya.

Adapun ketentuan penskoran kemampuan pemecahan masalah matematika dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

[image:41.420.74.364.189.497.2]

Tabel 3.2

Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika4 Aspek yang

dinilai

Respon terhadap soal masalah Skor Pemahaman soal/

masalah

Tidak memahami soal/tidak ada jawaban

0

Tidak mengindahkan sy

Gambar

gambar  ke dalam ide matematika.
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Skor Kemampuan Pemecahan Masalah MatematikaTabel 3.2 4
Skor Kemampuan Komunikasi matematikaTabel 3.3 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Tahap 4 kooperatif TGT: Penghargaan Kelompok).. 17) Guru memberikan pesan moral pada akhir kegiatan pembelajaran. 18) Siswa diberikan soal tindak lanjut (PR). 3.4.1.3 Refleksi.

Telah dilakukan penelitian pembuatan nanosilikon dari pasir alam Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Asahan secara magnesiotermik dengan penambahan natrium klorida

Larutan stok standar dengan kadar 1000 ppm diencerkan dengan memipet 1 mL ke dalam labu takar 100 mL, encerkan dengan buffer asam sitrat dinatrium hidrogen

Manufacture, Properties and Application. Chemistry Structure and Properties of Epoxidized Natural Rubber. Proceedings International Rubber Technology Conference,

[r]

Sedangkan sikap orang tua yang cukup sebanyak 10 responden (100%) memiliki kebersihan gigi dan mulut kategori sedang dan sikap orang tua yang kurang sebanyak 1

Pada penelitian komparatif ini,peneliti membandingkan tingkat pendapatan antara dua jenis usaha dengan citarasa yang berbeda.Masing–masing usaha kemudian dikelompokkan

Apabila ada peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan pemenang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis disertai bulti-bukti adanya