1.1. Latar Belakang Masalah
Reformasi membawa banyak perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara
di Republik Indonesia tercinta. salah satu dari sekian banyak reformasi yang
membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang lebih dikenal dengan “Otonomi Daerah” walau
otonomi daerah bukanlah hal yang baru karna sudah ada seiring dengan
Undang-Undang dasar 1945. otonomi daerah saat ini dikaitkan dengan Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan Daerah. Yang telah di
revisi pada tanggal 15 Oktober 2004 dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan bahwa
undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntunan penyelenggaraan
otonomi daerah sehingga perlu direvisi dan terbitlah Undang Undang No.32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sedangkan Undang Undang No.25 tahun
1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah direvisi menjadi Undang-Undang No. 33 tahun 2004.
Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
masyarakat, membawa konsekuensi pada kebutuhan pembiayaan daerah yang
lebih besar. Sebab sebelum otonomi daerah kewenangan-kewenangan tersebut
seluruhnya berada pada pemerintah pusat, tetapi dengan otonomi daerah
kewenangan pusat tersebut dialihkan kepada daerah. Dengan lahirnya kedua
undang-undang tersebut berdampak terhadap setiap daerah diberikan kewenangan
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah agar dapat mengatur dan
melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai kepentingan
masyarakat dan potensi setiap daerah.
Menurut Akbar (2009 : 123), Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah
satu sumber keuangan daerah, pada hakekatnya menempati posisi yang paling
strategis bila dilihat dari hasil yang diperolehnya masih menunjukan hasil yang
lebih rendah bila dibandingkan dari pendapatan daerah yang berasal dari
pembagian dana hasil perimbangan antara pusat dan daerah, dikatakan menempati
posisi paling stratejis, karena dari sumber keuangan daerah yang berasal dari PAD
inilah yang dapat membuat daerah mempunyai keluasaan yang lebih besar guna
membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan daerah yg menjadi tugas
pokoknya.
Sedangkan menurut Sutedi (2009 : 72), Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang asli,
yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujutan asas
di perlukan usaha untuk meningkatakan kemampuan keuangan sendiri yaitu
dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik
dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang baru sesuai dengan
ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi
masyarakat.
Sebagai daerah otonom, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan
mengoptimalkan semua potensi daerah yang di galih dari dalam wilayah yang
bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
pengelolaan kekayaan yang di pisahkan dan lain-lain. Pendapatan daerah yang sah
menjadi sumber PAD maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam rangka desentralisasi itulah maka
daerah-daerah diberi otonomi, yaitu mengtur rumah tangganya sendiri, karena
makna subtantif otonomi itu sebenarnya adalah pengakuan penting kemandirian.
Menurut Halim (2016 : 12), Otonomi daerah adalah kewenangan daerah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesui dengan peraturan
perundang-undangan. Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari
kemampuan daerah di bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator
penting guna mengukur tingkat keberhasilan otonomi suatu daerah, karena
ketersediaan dana akan menjadi indikator penting apakah suatu daerah akan
mampu melaksanakan pemerintahan. Ketersedian dana (kemampuan keuangan)
daerah sebab apabila daerah tersebut tidak mampu menyediakan dana yang cukup
maka pemerintah akan mengalami kendala dalam melaksanakan pemerintahan
dan pembangunan.
Menurut Halim (2016 : 170), Untuk melihat kemampuan daerah dalam
menjalankan otonomi daerah, salah stunya bisa diukur melalui
kinerja/kemampuan keuangan daerah.
Dari uraian yang disampaikan diatas bahwa ciri utama suatu daerah mampu
melaksanakan otonomi daerah adalah:
1. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki
kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan,
mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan.
2. ketergantungan kepada sumber keuangan terbesar yang didukung juga oleh
kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sebagai
prasyarat dalam sistem pemerintahan Negara. Dengan kata lain,
keberhasilan pengembangan otonomi daerah bisa dilihat dari derajat
desentralisasi fiskal daerah yaitu perbandingan antara PAD dengan total
penerimaan APBD-nya yang semakin meningkat.
Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah Daerah
yang dinamis dan bertanggung jawab serta mewujudkan pemberdayaan dan
otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, salah satu aspek dari
pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah
Menurut Sumarsono (2010 : 115), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) merupakan Rencana keuangan Tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:183), Fungsi utama anggaran daerah
adalah sebagai alat perencanaan, pengendalian, kebijakan fiskal, politik,
koordinasi, evaluasi kinerja, motivasi manajemen, dan menciptakan ruang publik.
Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. APBD
digunakan sebagai alat untuk menggambarkan besarnya pendapatan dan
pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan,
otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan
ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para
pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.
Dalam operasionalisasinya, kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari
struktur APBD-nya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang cukup
signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas
pemerintahan dan program-program pembangunan. Namun, dalam
implementasinya banyak daerah yang memiliki struktur kontribusi PAD relative
kecil terhadap total penerimaan daerah, sebaliknya sebagian penerimaan
pendapatan terbesar justru berasal dari pendapatan pemerintah atau instansi lebih
tinggi, hal ini menunjukkan ketergantungan yang sangat besar dari pemerintah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu mendapat perhatian yang serius dari
pemerintah daerah dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi, maksudnya
agar daerah tidak terlalu mengandalkan atau mengantungkan harapan pada
pemerintah pusat, tetapi harus mampu mandiri sesuai dengan cita-cita otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab.
Dana untuk membiayai pembangunan daerah terutama digali dari sumber
kemampuan keuangan sendiri dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam
pelaksanaan pembangunan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dipacu untuk
meningkatkan kemampuan seoptimal mungkin dalam membelanjai urusan rumah
tangganya sendiri, yaitu dengan cara menggali segala sumber dana yang potensial
yang ada didaerah tersebut.
Demikian halnya dengan pembangunan yang ada di Pemerintah Kota
Medan, dimana untuk jangka panjang Pendapatan Asli Daerah diharapkan mampu
menjadi sumber pembiayaan daerah sehingga mampu membiayai sendiri
pembangunan yang ada di Kota Medan dan dampaknya dapat mengurangi
ketergantungan dari bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan (Dana
Bagi Hasil,Dana Anggaran Umum, dan Dana Anggaran Khusus). Sejauh ini
peranan dan kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan
pembangunan di Kota Medan.
Adapun data yang diperoleh dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan
Asli Daerah Pemerintah Kota Medan periode 2011-2015 dapat di lihat sebagai
Tabel 1.1
Perkembangan Sumber-Sumber (PAD) di Pemerintah Kota Medan Periode 2011-2015
Pajak Daerah 609,379 892,674 881,346 962,728 996,015 Retribusi Daerah 236,694 127,839 188,459 171.006 200,156 Pendapatan Hasil
137,271 117,607 126.859 244,806 285.002
Jumlah PAD 995.072 1.147,901 1.206,344 1.384,246 1.489.698
Sumber: Badan Pengelolahan Keuangan Daerah (2017).
Tabel 1.1 dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa PAD dari Tahun
2011-2015 mengalami peningkatan dari Tahun ke Tahunnya. Yang bersumber dari
sektor-sektor PAD yang berpotensial untuk dikembangkan dalam rangka
meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Kota
Medan. Dan berapa besar kontribusi PAD dalam memenuhi APBD (Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah).
Melihat latar belakang dan pentingnya kontribusi PAD dalam memenuhi
APBD sebagai sumber pembiayaan pembangunan Kota Medan dan
mewujudkan kemandirian daerah dalam berotonomi maka penulis tertarik
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa besar Peran kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam
memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pemerintahan Kota Medan Tahun 2011-2015?
2. Sektor-sektor mana saja dari yang berpotensi untuk dikembangkan di dalam
meningkatkan PAD untuk melaksanakan Pembangunan daerah secara
maksimal di Pemerintahan Kota Medan Tahun 2011-2015?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang diidentifikasi penulis, maka tujuan tugas akhir
ini adalah:
1. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Tahun 2011-2015.
2. Untuk mengetahui sektor–sektor mana saja yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintahan Kota Medan
Tahun 2011-2015.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari tugas akhir ini dimaksudkan agar dapat memberikan manfaat
1. Bagi penulis
Untuk memperoleh pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta
meningkatkan kemampuan dalam analisis peran kontribusi Pendapatan Asli
Daerah dalam memenuhi APBD.
2. Bagi Intansi
Menjadi bahan masukan sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada masyarakat, dan memberikan bahan masukan bagi Badan
Pengelolaan Keuangan Daerah kota Medan mengenai kinerja keuangan
yang dilaksanakan sehingga dapat menjadi motivasi bagi peningkatan
kinerja pemerintah daerah.
3. Bagi penulis lain
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi dalam melakukan