• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Pornografi Anak Melalui Media Internet (Studi Putusan No: 2191 PID.B 2014 PN.SBY)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Pornografi Anak Melalui Media Internet (Studi Putusan No: 2191 PID.B 2014 PN.SBY)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Internet merupakan jaringan dari sistem-sistem komputer lokal yang tersambung ke sistem regional nasional dan internasional. Semuanya dihubungkan dengan beraneka ragam sambungan, seperti kabel serat optik, kawat tembaga pasangan berpilin, transmisi gelombang mikro, ataumedia komunikasi lain. Setiap komputer di jaringan berkomunikasi dengan yang lain dengan konvensi bahasa mesin yang dikenal sebagai protokol internet, atau IP. Sejarah perkembangan internet tidak dapat dipisahkan dari terjadinya perang dingin antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat seusai Perang Dunia II. Perang dingin tersebut berimplikasi dengan semakin giatnya kedua negara mengembangkan teknologi, dan Amerika ikut kemudian mengembangkan teknologinya dengan peruntukan militer. Dalam hal ini, dibentuklah Advanced Research Project Agency ( ARPA ).

Tugas pertama yang diemban oleh ARPA adalah mengamankan dan melindungi data-data dan sisitem komunikasi yang telah dibangun dan tidak dapat dihancurkan.4

Sejarah internet di Indonesia diprakarsai dengan munculnya internet di asia pada akhir tahun 1980, pada saat itu jepang telah membangun jaringan berbasis UUCP pada tahun 1984. UUCP hanya mengoneksikan dirinya dengan NSFNET yaitu hanya untuk menyimpan meeting tahunan yang diselenggarakan oleh

4

Agus Raharjo, Cyber Crime: Pemahaman dan Upaya Prencegahan Kejahatan

Berteknologi, Bandung, Citra Aditya, 2006, hlm.61.

(2)

internet society. Seiring berjalannya waktu internetpun masuk ke Indonesia dengan Top Level Domain ID ( TLD ID ) primer yang di bangun di server UUNET, lalu dilanjutkan dengan domain tingkat dua. Pada awalnya internet yang mulai beroprasi yaitu indonet yang dipimpin oleh Sanjaya lokasi indonet masih di daerah Rawamangun di kompleks dosen UI sebab pada saat itu internet hanya dinikmati oleh para Akademisi atau level perusahaan saja, namun sekarang telah merata ke berbagai lapisan masyarakat.5

Pada zaman era globalisasi saat ini, peranan internet sebagai teknologi informasi di era globalisasi telah menempatkan pada posisi yang amat strategis karena menghadirkan suatu dunia tanpa batas, jarak, ruang, dan waktu.6 Menurut Tholhah Hasan, globalisasi tidak hanya melahirkan “dunia tanpa batas”, tetapi globalisasi juga membangkitkan reaksi balik atau countertrend seperti nasionalisme gerakan kebangkitan kesukuan atau kedaerahan karena interaksi dengan budaya global memberi dampak budaya secara luas dengan akibat untung rugi.7

Indonesia dalam menghadapi globalisasi, persoalannya bukan lagi menerima atau menolak kehadirannya, tetapi memanfaatkannya secara positif demi maksimalisasi keuntungan dan mengurangi dampak negatifnya demi

5

Ahira, sejarah internet di indonesia,

6

Ferina Ayu Ardyta, Jurnal Hukum:Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Komersial Pada Anak Melalui Media Sosial Online, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Universitas Brawijaya, Fakultas Hukum, Malang, 2014, pukul 08.00 WIB.

7

(3)

mengurangi kerugian. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi dan komunikasi telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat saat ini, manfaat teknologi informasi selain memberikan dampak yang positif juga disadari memberi peluang untuk dijadikan sarana melakukan tindakan kejahatan-kejahatan baru, kejahatan baru tersebut di sebut dengan cyber crime.8

Cyber crime disebut juga dengankejahatan dunia maya yaitu jenis kejahatan yang berkaitan dengan sebuah teknologi informasi tanpa batas dan memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi serta kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet. Laporan kongres PBB X/2000 menyatakan istilah cyber crime sebagai computer-related crime, yaitu mencakup keseluruhan bentuk-bentuk baru dari kejahatan yang ditunjukan pada komputer, jaringan komputer dan para penggunanya, dan bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer. Pemanfaatan Sasaran kejahatan baru ini tidak jarang menjadikan anak dibawah umur sebagai sasaran korbannya.9

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa setiap negara menjamin hak setiap anak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.10

8

Ibid., hlm. 9

9

Ibid., hlm.40-41

10

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(4)

demikian, anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembanganpembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bentuk kejahatan cyber crime yang menjadikan anak sebagai sasaran korbannya merupakan dampak negatif dari perkembangan teknologi komunikasi yang sangat memprihatinkan, sebab hal itu dapat mempengaruhi mental anak hingga kehidupan sosialnya. Salah satu penyalahgunaan internet yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang melibatkan anak sebagai korban yaitu pelecehan dan pengeksploitasian seksual akibat dari kejahatan seksual.

Pornografi melalui komputer atau yang disebut cyberporn yang melibatkan anak menurut ketentuan dalam Convention on Cybercrime yaitu anak yang belum berusia 18 tahun. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap pornografi anak melalui komputer adalah sebagai berikut. Perbuatan pornografi meliputi kegiatan memproduksi dengan tujuan mendistribusikan melalui sistem komputer, menawarkan melalui sistem komputer, mendistribusikan atau mengirim melalui sistem komputer, mengakses melalui sistem komputer, memiliki dalam sistem komputer atau dalam media penyimpanan data komputer. Dalam ketentuan konvensi diuraikan bahwa pengertian pornografi anak termaksud di dalamnya aktivitas menampilkan adegan seksual yang melibatkan anak secara langsung.11

11

(5)

Pada tahun 2006ada sekitar 3.500.000 buah pornografi anak yang dapat di temui di internet. Hal ini dikemukakan oleh Justin, seorang anak laki-laki berkebangsaan Amerika Serikat yang memberikan kesaksian di depan Pengadilan. Dia mengungkapkan bahwa sejak usia 13 Tahun sudah dieksploitasi oleh orang-orang dewasa untuk menjadi model pornografi anak di Internet dan sejumlah pornografi anak tersebut dapat juga diakses dari Internet.12

Untuk menanggulangi pelanggaran terhadap pornografi anak melalui media Internet diperlukan suatu kebijakan atau penanggulangan kejahatan. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare)13. Istilah kebijakan berasal dari bahasa inggris yakni policy atau dalam bahasa Belanda politiek yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam arti luas termaksud pula aparat penegak hukum dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).14

12

Ibid., hlm. 93-94

13

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenadamedia Group, Jakarta, cetakan kelima, 2008, hlm.4

(6)

Dalam upaya menanggulangi Cyberporn sebagai salah satu kejahatan

Cybercrime, Kongres PBB VIII/1990 dalam resolusinya mengenai computer related crimes mengajukan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:15

1. Menghimbau negara anggota mengidentifikasikan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah diantaranya:

a. Melakukan modernisasi hukum pidana material dan hukum acara pidana. b. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan

komputer.

c. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka warga masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer.

d. Melakukan upaya-upaya pelatihan bagi para hakim, pejabat dan aparat penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan Cybercrime.

e. Memperluas rules of ethics dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya melalui kurikulum informatika.

2. Menghimbau negara anggota menigkatkan kegiatan internasional dalam upaya penanggulangan cybercrime.

3. Merekomendasikan kepada komite pengendalian dan pencegahan kejahatan (committe on crime prevention and control) PBB untuk :

a. Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota menghadapi cybercrime di tingkat nasional, regional dan internasional.

15

Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian

(7)

b. dan analisis lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem cybercrime di masa yang akan datang.

c. Mempertimbangkan cybercrime sewaktu meninjau pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerjasama di bidang penanggulangan kejahatan.

Menurut lembaga riset pasar e-Marketer, populasi penguna internet di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 83,7 juta orang. Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali setiap bulan itu mendudukkan Indonesia di peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet.16 Sementara pada tahun 2016 Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkap bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet. Survei yang dilakukan sepanjang 2016 itu menemukan bahwa 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet. Adapun total penduduk Indonesia sendiri sebanyak 256,2 juta orang.17

Berdasarkan fakta tersebut maka tidak dapat terbantahkan lagi bahwa tindak pidana cybercrime dalam bentuk pornografi melalui media internet kerap terjadi di Indonesia. Adapun kasus cybercrime yang pernah terjadi di Indonesia yaitu sejumlah orang Indonesia melakukan web-hosting gambar gambar porno

16

Kementrian Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia,

17

(8)

dari beberapa perusahaan webhosting Amerika Serikat dan Menyebarkan di internet.18

Berdasarkan hasil penelitian Widodo, motivasi pelaku cybercrime di Indonesia adalah mencoba kemampuan dan keterampilan diri sendiri dalam mengoperasikan peralatan teknologi informasi, menguji kemampuan pihak lain yang mengelola dan mengamankan situs, bersenang-senang, ingin dianggap pahlawan, memperkenalkan atau mempopulerkan kelompok, memperoleh uang, balas dendam, motif politik, pelampiasan kekecewaan serta persaingan usaha. Dalam satu bentuk kejahatan mungkin didorong oleh lebih dari satu motivasi. Antara satu bentuk kejahatan dengan kejahatan lainnya mempunyai motivasi yang berbeda.19

Dalam menanggulangi kejahatan cybercrime, Indonesia telah pula mengeluarkan suatu kebijakan hukum dalam bentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik, didalam kedua undang-undang tersebut diatur mengenai sanksi pidana terhadap pelaku yang dengan sengaja melakukan tindak pidana pornografi baik korbannya adalah anak maupun orang dewasa melalui media internet. Meskipun Indonesia telah mengeluarkan suatu kebijakan hukum yang mengatur sanksi pidana, tidak berarti bahwa kejahatan pornografi dalam dunia maya lenyap begitu saja. Menurut data yang dipublikasikan KPAI, sejak tahun 2011 hingga 2014, jumlah anak korban pornografi dan kejahatan online di Indonesia telah mencapai jumlah 1.022 anak.

18

Widodo, Op.Cit., hal.93

19

(9)

Secara rinci dipaparkan, anak-anak yang menjadi korban pornografi online sebesar 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, objek cd porno 15% serta anak korban kekerasan seksual online 11%.20

Berdasarkan fakta tersebut menimbulkan ketertarikan untuk melakukan analisis putusan hakim terhadap pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi anak melalui media internet. Adapun putusan hakim yang akan dianalisis yaitu Putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan Nomor 2191/Pid.B/2014/PN.SBY. Dalam Putusan tersebut pelaku yaitu Tjandra Adi mengirimkan permintaan pertemanan melalui facebook kepada beberapa korban yang merupakan masih kategori anak, dan setelah para korban mengkonfirmasi pertemanan, terdakwa mengaku sebagai dokter Obgyn dengan nama Evi Urwatul Wusqo yang bekerja di RS Mitra Keluarga Cibubur, kemudian dalam chat terdakwa menanyakan perihal menstruasi dan pubertas kepada para saksi dengan alasan terdakwa akan melakukan analisa terhadap organ intim kewanitaan para saksi, kemudian terdakwa meminta para saksi agar mengirimkan foto-foto bagian tubuh tanpa mengenakan pakaian. Setelah terdakwa mendapatkan foto-foto tersebut, terdakwa mengapload foto telanjang tersebut ke inbox guru dari SDN. PETRA yang merupakan guru dari para korban melalui akun facebook milik Jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat bila tidak ditanggulangi secara optimal. Pertumbuhan angka anak korban kejahatan online itu bertumbuh pesat seiring meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air.

(10)

terdakwa dengan nama iveyaphilia, kemudian terdakwa dilaporkan dan masalah tersebut dibawa ke Pengadilan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, adapun yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pornografi Melalui Media Internet Menurut Hukum Pidana Di Indonesia?

2. Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pornografi Anak Melalui Media Internet Dalam Putusan No.2191/Pid.B/2014/PN.SBY ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan tentang tindak pidana pornografi melalui media internet menurut hukum pidana di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pornografi anak melalui media internet dalam Putusan No.2191/Pid.B/2014/PN.SBY

2. Manfaat Penulisan

a. Manfaat Secara Teoritis

(11)

pengaturan tentang tindak pidana pornografi anak melalui media internet serta mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pornografi anak melalui media internet

b. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan mengenai permasalahan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum dan perannya dalam menerapkan sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana pornografi anak melalui media internet.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Pornografi Anak Melalui Merdia Internet (Analisis Putusan No.219/PID.B/2014/PN.SBY)” ini adalah merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Karya ilmiah ini telah diuji bersih di perpustakaan Fakultas Hukum USU dan tidak ada skripsi yang menulis judul yang sama , dengan demikian judul tersebut belum pernah ditulis oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(12)

peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli merupakan karya ilmiah milik penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan dengan yang dimaksud strafbaarfeititu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata delictum. Dalam kamus hukum pembatasan delik tercantum yaitu delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana).21

Selain istilah tindak pidana, ada juga beberapa istilah lain yang digunakan, yaitu :22

1) Perbuatan pidana. dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b UU No.1/Drt/1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil, antara lain dapat ditemui kalimat “perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana.”

21

Sudarsono, Kamus Hukum, P.T.Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan kelima, 2007, hlm. 92

22

(13)

2) Perbuatan yang dapat dihukum. 3) Peristiwa Pidana.

4) Delik.

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau pebuatan pidana atau tindakan pidana.23

Menurut Pompe Tindak Pidana merupakan suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak Sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum.24 Simons mengartikan tindak pidana sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.”25Van Hamel merumuskan delik sebagai Kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.26

23

Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia, 2012, hlm 20

24

P.A.F., Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat, Bandung, P.T.Citra Aditya Bakti, 2011, hlm 182.

25

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm 8.

26

(14)

Andi Zainal Abidin mengemukakan istilah yang paling tepat ialah delik, dikarenakan alasan sebagai berikut:27

1) Bersifat universal dan dikenal dimana-mana;

2) Lebih singkat, efesien, dan netral. Dapat mencakup delik-delik khusus yang subjeknya merupakan badan hukum, badan, orang mati;

3) Orang memakai istilah strafbaarfeit, tindak pidana, dan perbuatan pidana juga menggunakan delik;

4) Luas pengertiannya sehingga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan oleh koorporasi orang tidak kenal menurut hukum pidana ekonomi indonesia;

5) Tidak menimbulkan kejanggalan seperti “peristiwa Pidana” (bukan peristiwa perbuatan yang dapat dipidana melainkan pembuatnya). Berdasarkan rumusan yang ada maka tindak pidana (strafbaarfeit) memuat beberapa syarat-syarat pokok sebagai berikut:28

1) Suatu perbuatan manusia;

2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;

3) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

27

Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hlm 231-232

28

(15)

Dalam KUHP sendiri, tindak pidana dibagi menjadi dua yakni pelanggaran dan kejahatan yang masing-masing termuat dalam buku III dan Buku II KUHP. Pada pelanggaran biasanya sanksinya lebih ringan daripada kejahatan.

H.B. Vos, sebagaimana yang dikutip Oleh Bambang Poernomo, mengemukakan bahwa dalam suatu tindak pidana dimungkinkan ada beberapa unsur (elemen), yaitu :29

1) Elemen perbuatan atau kelakuan orang, dalam hal berbuat atau tidak berbuat (een doen of nalaten).

2) Elemen akibat dari perbuatan, yang terjadi dalam delict selesai. Elemen akibat ini dianggap telah ternyata pada suatu perbuatan. Rumusan Undang-Undang kadang-kadang elemen akibat tidak dipentingkan di dalam delict formil, akan tetapi kadang-kadang elemen akibat dinyatakan dengan tegas yang terpisah dari perbuatannya seperti di dalam delict materiel;

3) Elemen subjektif yaitu kesalahan, yang diwujudkan dengan kata-kata sengaja (Opzet) atau alpa (Culpa);

4) Elemen melawan hukum (wedderechtelijkheid);

5) Dan sederetan elemen-elemen lain menurut rumusan undang-undang, dan dibedakan menjadi segi objektif misalnya di dalam Pasal 160 KUHP diperlukan elemen di muka umum (in het openbaar) dan segi subjektif misalnya Pasal 340 KUHP diperlukan unsur direncanakan lebih dahulu (voorbedateraad)

29

(16)

b. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan

Teorekenbaarheid atau criminal responsbility yang mejurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan seseorang terdakwa atau tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.30

a) Mampu Bertanggung jawab

Pertanggungjawaban pidana meliputi beberapa unsur yang diuraikan sebagai berikut:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diseluruh dunia pada umumnya tidak mengatur tentang kemampuan bertanggungjawab, yang diatur yaitu ketidakmampuan bertanggungjawab, seperti isi Pasal 44 KUHP antara lain berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.”

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur-unsur mampu bertanggungjawab mencakup:31

a) Keadaan jiwanya

(a) tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporai);

(b) Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu,idiot,imbecile,dan sebagainya); dan;

30

Leden Marpaung, Op.Cit, hlm 68.

31

(17)

(c) Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar (reflexe beweging), melindur (slaapwandel), mengigau karena demam (koorts), nyidam dan lain sebagainya, dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

b) Kemampuan jiwanya:

(a) Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

(b) Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan

(c) Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. c) Kesalahan

Kesalahan memiliki arti penting sebagai asas tidak tertulis dalam hukum positif indonesia yang menyatakan “tiada pidana tanpa kesalahan”, yang artinya, untuk dapat dipidananya seseorang diharuskan adanya kesalahan yang melekat pada diri seorang pembuat kesalahan untuk dapat diminta pertanggungjawaban atasnya.32

Ilmu hukum pidana mengenal dua bentuk kesalahan, yaitu kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa, yang diuraikan lebih jelas sebagai berikut:33

a) Kesengajaan (Opzet)

Menurut Criminal Wetboek Nederland tahun 1809 Pasal 11, sengaja (Opzet) itu adalah maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.

32

Teguh Prasetyo, Op.cit. hlm 226-227

33

(18)

Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan” terdiri atas 3 (tiga) bentuk, yakni:34

(a) kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)

Corak kesengajaan ini adalah yang paling sederhana, yaitu perbuatan pelaku yang memang dikehendaki dan ia juga menghendaki (atau membayangkan) akibatnya yang dilarang. Kalau yang dikehendaki atau yang dibayangkan ini tidak ada, ia tidak akan melakukan berbuat.

(b) kesengajaan dengan insaf pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn). Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatnnya, tidak bertujuan untuk mencapai akibat dasar dari delict, tetapi ia tahu benar bahwa akibat tersebut pasti akan mengikuti perbuatan itu.

(c) kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus eventualis).

Kesengajaan ini juga disebut “kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan” bahwa seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu, akan tetapi, si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga dilarang dan diancam oleh undang-undang.

b) Kealpaan (Culpa)

Kealpaan adalah bentuk kesalahan yang disebabkan kurangnya sikap hati-hati karena kurang melihat kedepan, kealpaan ini sendiri di pandang lebih ringan daripada kesengajaan.

34

(19)

Kealpaan terdiri atas 2 (dua) bentuk, yakni:35

(a)kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld/culpa lata).

Dalam hal ini, si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, tetapi walaupun ia berusaha untuk mencegah, nyatanya timbul juga akibat tersebut.

(b) kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld/culpa levis)

Dalam hal ini, si pelaku tidak membayang atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang atau diancam hukuman oleh undang-undang, sedangkan ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.

(c) Tidak Ada Alasan Pemaaf

Alasan pemaaf atau schulduitsluitingsground ini manyangkut pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannya atau criminal responbility, alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik atas dasar beberapa hal. Ketentuan yang mempunyai bentuk perbuatan sebagai alasan pemaaf pada ketentuan KUHP adalah36

(a) Pasal 44 mengenai pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu.

:

(b) Pasal 48 mengenai daya memaksa atau overmacht. (c) Pasal 49 mengenai pembelaan terpaksa atau noodwer.

(d) Pasal 51 ayat (2) mengenai melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah.

35

Ibid., hlm.26

36

(20)

2. Pengertian Pornografi

Pornografi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu porne yang berarti pelacur dan graphe yang berarti tulisan atau gambar. Jadi, kata pornografi menunjukkan pada segala karya baik dalam bentuk tulisan atau gambar yang melukiskan pelacur.37Kadangkala jugadi singkat menjadi “pron”, atau “porno” adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan membangkitkan birahi atau gairah seksual. Pornografi berbeda dengan erotika, dapat dikatakan pornografi adalah bentuk ekstrim/vulgar dari erotika.Erotika sendiri adalah pejabaran fisik dari konsep-konsep erotisme.Kalangan industry pornografi kerap kali menggunakan istilah erotika dengan motif eufemisme namun mengakibatkan kekacauan pemahaman dikalangan masyarakat umum.38

Pendapat lain mengatakan, pornografi adalah penyajian seks secara terisolir dalam tulisan, gambar, foto, film, pertunjukan atau pementasan dengan tujuan

Menurut UU No.44 Tahun 2008, pengertian pornografi diatur dalam Pasal 1 angka 1 berbunyi :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, perrcakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

37

Ade Armando, Mengupas Batas Pornografi, Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 1

38

(21)

komersial. Tujuan komersial adalah mereka yang ingin menonton pertunjukan seksual ini harus mengeluarkan sejumlah uang paling tidak untuk mengakses internetnya.39

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan kebudayaan dicantumkan artinya sebagai berikut :40

a. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi dan merendahkan kaum wanita. b. Bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk

membangkitkan nafsu birahi dalam seks.

3. Batasan Usia Anak dan Hak-Hak Terhadap Anak a. Batasan Usia Anak

Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat hukum. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak. Kegiatan perlindungan terhadap anak memiliki dua aspek aspek pertama mengenai batasan usia anak dan aspek kedua mengenai hak-hak terhadap anak.Perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa, merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut karenanya wajib diusahakan

39

Ibid., 40

(22)

sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa. Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang berakibat hukum. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kegiatan kelangsungan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak. Kegiatan perlindungan terhadap anak memiliki dua aspek aspek pertama mengenai batasan usia anak dan aspek kedua mengenai hak-hak terhadap anak. Batasan usia anak menurut.:41

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dapat dilihat dalam pasal 330 ayat (1) yang memuat batasan antara belum dewasa (minderjarigheid) dengan telah dewasa (meerderjarigheid) yaitu 21 tahun, kecuali anak tersebut telah kawin sebelum berumur 21 tahun dan pendewasaan (veniaaetetis, Pasal 419 KUHPer). Pasal ini senada dengan Pasal 1 Angka 2 UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang ini tidak secara eksplisit mengatur tentang batas usia pengertian anak, namun dalam Pasal 153 ayat (5) memberi wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17 tahun untuk menghadiri sidang. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berdasarkan

ketentuan pasal 47 ayat (1) dan pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahuhn 1974 maka batasan untuk disebut anak adalah belum

41

(23)

mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Permasyarakatan, menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 huruf a,b dan c UU 12/1995 bahwa anak didik pemasyarakatan baik Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil untuk dapat dididik dilembaga permasyarakatan Anak adalah paling tinggi sampai berumur 18 (delapan belas tahun) tahun.

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 1 sub 5 dinyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termaksud anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya. 6. Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.23

Tahun 2002 tentang perlindungan Anak dalam Pasal 1 No 1, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.

7. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak bagi Anak yang Mempunyai Masalah, Menurut ketentuan ini, anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.

(24)

lagi disebut anak dan telah dewasa beraneka ragam istilahnya. Misalnya: telah ”kuat gawe, “akil Baliq”menek bajang”, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berorientasi pada hukum adat dibali menyebutkan batas umur anak adalah di bawah 15 (lima belas) tahun seperti putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 53 K/Sip/1952 tanggal 1 juni 1955 dalam perkara antara I Wayan Ruma melawan Ni Ktut Kartini. Kemudian diwilayah Jakarta adalah 20 tahun seperti Putusan Mahkamah Agung RI Nomor:601 K/Sip/1976 tanggal 12 November 1976 dalam perkara antara Moch. Eddi Ichsan dan kawan-kawan melawan FPM Panggabean dan Edward Panggabean.

9. Menurut UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dalam Pasal 1 No 4, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.

Dalam hukum pidana, pengertian anak pada hakikatnya menunjuk kepada

persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana (criminalliability/toerekeningvatsbaarheid). Dalam Undang-Undang Pengadilan

Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana ditentukan antara usia 8 samapai 18 tahun. Adanya rentang batasan usia dalam Undang-undang Pengadilan Anak tersebut, diakui sebagai suatu kemajuan bila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam KUHP yang sama sekali tidak mengatur batas usia minimum.

b. Hak-Hak Terhadap Anak

(25)

sekitarnya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka. Dalam pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak di tentukan bahwa “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Kedua ayat tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil untuk, mencapai kesejahteraan anak. 42

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar. Di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa perlindungan anak dalam segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup yang tumbuh berkembang anak secara wajar, baik fisik dan sosialnya.Dalam

42

(26)

melakukan perlindungan terhadap anak harus mengacu pada penanaman nilai bahwa perlindungan harus dimulai sejak dini dan terus-menerus.43

Hak Anak dapat dikelompokan menjadi:44

1. Hak terhadap kelangsungan hidup(survival rights)

Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Konsekwensinya menurut Pasal 6 Konvensi Hak Anak negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak . Disamping itu negara berkewajiban untuk menjamin hak atas tarap kesehatan tertinggi yang biasa dijangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan,khususnya perawatan kesehatan primer.

2. Hak terhadap perlindungan (protection rights)

Hak perlindungan yaitu perlindungan anak dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi. Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk (1) perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan (2) hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara. Perlindungan dari ekploitasi, meliputi (1)

43

Lembaga Advokasi Anak, Majalah Hukum:Media Advokasi Dan Penegakkan Hak-Hak Anak, Volume II No.2, 1998, hlm.3

44

Puspa, Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak,

(27)

perlindungan dari gangguan kehidupan pribadi, (2) perlindungan dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan perkembangan anak, (3) perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba, perlindungan dari upaya penganiayaan seksual, prostitusi, dan pornografi, (4) perlindungan upaya penjualan, penyelundupan dan penculikan anak, dan (5) perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.

3. Hak untuk Tumbuh Berkembang (development rights)

Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Konvensi Hak Anak menyebutkan, (1) negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma, (2) mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah dijangkau oleh setiap anak, (3) membuat imformasi dan bimbingan pendidikan dan ketrampilan bagi anak, dan (4) mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah. Terkait dengan itu, juga meliputi (1) hak untuk memperoleh informasi, (2) hak untuk bermain dan rekreasi, (3) hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya, (4) hak untuk kebebasan berpikir dan beragama, (5) hak untuk mengembangkan kepribadian, (6) hak untuk memperoleh identitas, (7) hak untuk didengar pendapatnya,dan (8) hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik.

(28)

Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hak yang terkait dengan itu meliputi (1) hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya, (2) hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk mengekspresikan, (3) hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan (4) hak untuk memperoleh informasi yang layak dan terlindung dari imformasi yang tidak sehat. Terhadap anak yang melakukan perbuatan pidana, penangkapan dan penahanan anak harus sesuai dengan hukum yang ada, yang digunakan hanya sebagai upaya terakhir. Anak yang dicabut kebebasannya harus memperoleh akses bantuan hukum, dan hak melawan keabsahan pencabutan kebebasan.

Dalam Konvensi PBB KepPress No. 36 Tahun 1990 memuat tentang hak-hak anak seperti :

1) Memperoleh perlindungan dari bentuk diskriminasi dan hukuman,

2) Memperoleh perlindungan dan perawatan seperti untuk kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan,

(29)

dan beragama, kebebasan untuk berhimpun berkumpul dan berserikat, memperoleh informasi dan aneka ragam sumber yang diperlukan,

4) Memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi) serta penyalahgunaan seksual, memperoleh perlindungan hukum terhadap gangguan (kehidupan pribadi, keluarga surat menyurat atu serangan yang tidak sah), perlindungan anak yang tidak memiliki orang tua menjadikan kewajiban bagi negara, perlindungan terhadap anak yang berstatus pengungsi, hak perawatan khusus bagi anak cacat, memperoleh pelayanan kesehatan, hak memperoleh manfaat jaminan sosial (asuransi sosial), hak anak atas taraf hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental dan sosial, hak anak atas pendidikan, hak anak untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam hal bermain, berekreasi dan terlibat dalam seni budaya, hak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi, perlindungan dari obat terlarang, melindungi anak dari bentuk ekploitasi seksual, perlindungan terhadap penculikan anak penjualan atau perdagangan anak, larangan penyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi, hukum acara peradilan anak, hak memperoleh bantuan hukum baik di dalam atau diluar pengadilan.45

Selain hak-hak anak yang telah disebutkan diatas, ada pula hak anak yang harus dilindungi menurut Undang-Undang No.44 Tahun 2008 Tentang Porngrafi,

45

(30)

yaitu bahwa anak harus dilindungi dari pengaruh pornografi, hal ini sesuai dengan penjelasan yang terdapat dalam Undang-Undang Pornografi tersebut.

Dari ketentuan diatas, dapat diketahui bahwa Negara berkewajiban untuk melindungi dan memulihkan kembali jati diri seorang ( nama, kewarganegaraan dan ikatan keluarga). Pasal 53 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 ditentukan bahwa setiap anak sejak kelahirannya berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan, yang dimaksud suatu nama yaitu nama sendiri dan nama orng tua kandung, nama keluarga, dan nama marga. Pasal 55 UU No. 1 Tahun 1974, menentukan bahwa asal usul seseorang hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, jika tidak ada akta maka pengadilan dapat membuat “penetapan” mengenai asal-usul anak tersebut sebagai “dasar” bagi catatan sipil untuk mengeluarkan akta yang otentik.46

c. Pengertian Tindak Pidana Melalui Media Internet

Pada beberapa literatur disebutkan bahwa apa yang disebut dengan kejahatan Telematika itu pula yang disebut dengan kejahatan cyber. Hal ini didasari pada argumentasi bahwa cyber crime merupakan kegiatan yang memanfaatkan komputer sebagai media yang didukung oleh sistem telekomunikasi baik itu dial up system, menggunakan jalur telepon, ataukah

wireless system yang menggunakan antena khusus yang nirkabel.47

Konvergensasi antara komputer dan sistem telekomunikasi sebagaimana diataslah yang disebut dengan telematika. Sehingga jika menyebutkan kejahatan

46

Ibid., hlm. 104

47

(31)

telematika, maka yang dimaksud juga adalah cyber crime. Akan tetapi disisi lain, beberapa pakar tetap bertahan bahwa baik kejahatan komputer, kejahatan cyber,

maupun kejahatan telematika adalah kejahatan yang sama dengan penamaan berbeda. Argumentasi yang melatarbelakanginya bahwa meskipun pada awalnya komputer hanyalah sebagai alat pengumpul dan penyimpan data yang dapat digunakan untuk melakukan kejahatan konvensional, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya kejahatan komputer juga telah dilakukan dengan basis internet seperti trojan horse hacking, dan data leakage.48

Cyber Crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas dari masyarakat Internasional. Volodymyr Golube menyebutnya sebagai the new form of anti-social behavior, beberapa sebutan yang cukup keren diberikan kepada jenis kejahatan baru ini dalam berbagai tulisan, antara lain, sebagai kejahatan dunia maya (cyber space/virtual space offence), dimensi baru dan high tech crime, dimensi baru dari transnational crime, dan dimensi baru dari white collar crime.49

Cyber Crime (selanjutnya di singkat CC) merupakan sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak negatif sangat luas bagi seluruh bidang kehidupanmodren saat ini. Kekahwatiran demikian terungkap pula dalam makalah Cyber Crime yang disampaikan oleh ITAC (Informasi Technology Association Of Canada) pada International Information Industry Congress (IIIC) 200 Millenium Congress di Quebec pada tanggal 19 september 2000, yang

48

Maskun, Kejahatan Siber CyberCrime Suatu Pengantar, Prenada Media Group, Jakarta, Cetakan kedua, 2014, hlm. 45

49

(32)

menyatakan bahwa cyber crime is a real and growing threat to economic and social development around the world. Information technology touches every

aspect of human life and so can elektronially eanable crime dan organized crime

(terutama untuk tujuan money laundering), Kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders (yang diselenggarakan tiap lima tahun. Dengan memperhatikan perkembangan kongres internasional yaitu kongres mengenai Industri Informasi Internasional dan Kongres PBB mengenai Pencegahan Kejahatan maka wajar indonesia melakukan antisispasi terhadap upaya penanggulangan cyber crime.50

Yang dimaksud dengan Tindak Pidana melalui Media Internet itu pula yang disebut dengan Kejahatan cyber, sebab cyber crime merupakan kegiatan yang memanfaatkan komputer sebagai media yang didukung oleh sistem telekomunikasi baik itu dial up system, menggunakan antena khusus yang nirkabel. Dalam beberapa kepustakaan, cyber crime sering diindentikan sebagai

computer crime yaitu merupakan perbuatan melawan yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.51

Cybercrime atau kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet dapat meliputi lingkup luas bermacam-macam pelanggaran, aktivitas atau isu kriminal. Cybercrime dikenal sebagai kejahatan yang dilakukan dengan komputer sebagai alat dan melibatkan hubungan langsung antara kriminal dan komputer. Kejahatan Cyber yang merupakan kejahatan

50

Ibid., hlm. 1-2

51

(33)

dilakukan secara virtual melalui internet online berarti bahwa kejahatan yang dilakukan dapat berkembang ke negara lain yang berada di luar yurisdiksi. 52

Cybercrime disisi lain bukan hanya menggunakan kecanggihan teknologi komputer, akan tetapi juga melibatkan teknologi telekomunikasi di dalam pengoperasiannya. Hal ini dapat dilihat pada pandangan ahli yang mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.53

F. Metode Penelitian

Adapun metode penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu panelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disususn secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.54

52

Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op.Cit., hlm.42

53

Maskun, Loc.Cit., 54

(34)

2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari: a) Bahan Hukum Primer, yakni:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.

3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik

4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

b) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer antara lain berupa hasil penelitian, artikel/jurnal hukum, dan sebagainya.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain berupa kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.55

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menulis skripsi ini metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelahaan terhadap

55

(35)

buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan.56

4. Analisis Data

Data yang dianalisis adalah dengan metode kualitatif, yaitu dengan menganalisis data-data dan diuraikan melalui kalimat-kalimat yang merupakan penjelasan atas hal-hal yang terkait dalam penulisan skripsi ini. Dari hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya.

G. Sistematika Penulisan

Agar terdapat suatu alur pemikiran yang teratur dan sistematis maka penulisan skripsi ini disusun dalam suatu kerangka yang terdiri atas 4 bab dengan masing-masing bab memiliki sub bab, sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab awal yang merupakan pendahuluan skripsi yang berisikan latar belakang pemilihan judul skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan gambaran singkat tentang isi skripsi. Pada Bab ini akan mendukung untuk memasuki bab-bab selanjutnya.

56

(36)

BAB II: PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI MELALUI MEDIA INTERNET MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Bab ini akan membahas tentang perkembangan tindak pidana melalui media internet, pengaturan mengenai tindak pidana pornografi melalui media internet menurut hukum pidana di Indonesia, serta perumusan sanksi dalam Undang-Undang pornografi dan Undang-Undang-Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB III: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA PORNOGRAFI ANAK MELALUI MEDIA INTERNET DALAM PUTUSAN NO.2191/PID.B/2014/PN.SBY

Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pornografi anak melalui media internet berdasarkan putusan

Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1219/PID.B/2014/PN.SBY

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN

(37)

Referensi

Dokumen terkait

control of the parties but which affects cost diffe- rentials significantly is that of prevailing economic or market conditions. Price fluctuations seem a common

1) In order to achieve the nominal tension strength of thread connection, the minimum depth of thread penetration should be approximately 90% from the minor diameter of the rod.

Hasil penelitian diperoleh bahwa konsentrasi bubuk laja gowah L3 (15%) adalah yang terbaik untuk pengawetan ikan gabus segar dengan lama penyimpanan 5 hari.. Kata Kunci :

The Figure indicates a general trend of decrease in splitting tensile strength with billet scales addition in various percentages except for 15% billet scales content at 28

Sehingga, untuk membangun loyalitas guna memperkuat kesolidan koalisi pendukungnya, presiden cenderung bersikap lunak-akomodatif (Politik akomodasi) dengan

[r]

Silia akan bergerak ke depan dengan gerakan yang cepat, menghentak. seperti mencambuk, dan menekuk dengan kuat di tempat mencuatnya

Analisa Faktor Riwayat Kontrasepsi pada Wanita Peserta Program Penapisan Kanker Leher Rahim Dengan Pendekatan "See & Treat" : Untuk Deteksi Lesi Prakanker dan