• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A.

Latar Belakang

Bagi negara republik Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan di segala bidang menuju masyarakat adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaran pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, Undang-Undang-Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional guna tercapainya masyarakat adil dan makmur serta sejahtera.1 Sesuai dengan Pasal 23 huruf (a) Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.2

Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi sosial, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat

1 Iwan Mulyawan, Panduan Pelaksanaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (Sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009), (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal.1.

(2)

investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan yang mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan/atau bangunan sehingga dianggap wajar apabila diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).3

Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang giat menyelenggarakan pembangunan tentunya membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik untuk menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan adalah pajak. Hal ini mendorong pemerintah untuk menggali sumber penerimaan dari sektor pajak, salah satunya dengan cara mengadakan jenis pajak baru. Salah satunya adalah pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang secara efektif mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 juli 1998, yang dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997.4

Sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang bersamaan dengan terjadinya perubahan tatanan perekonomian nasional, berpengaruh terhadap perubahan perilaku perekonomian masyarakat sehingga perlu

3 Muda Markus, Perpajakan Indonesia : Suatu Pengantar, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal.444-445.

(3)

diakomodasikan dengan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Oleh karena itu dibuatlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.5

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaran pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara. Maksud dari pengertian daerah otonom ialah agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Oleh karena itu, daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya, melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki.6

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pelaksanaan pemerintahan daerah.

(4)

Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dengan memperhatikan potensi daerah. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah dan aspirasi masyarakat sehingga pada tahun 2009 diundangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.7

Pada tanggal 15 September 2009 yang lalu, oleh Pemerintah Republik Indonesia telah disahkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.8 Dalam Bab II, Bagian Ketujuh Belas, Pasal 85 - Pasal 93 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut diatur mengenai pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 huruf (k) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa salah satu jenis pajak kabupaten/kota adalah Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sehingga Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dulunya

7Darwin,Pajak Daerah & Retribusi Daerah, (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2010), hal. 95-96.

(5)

ditangani oleh pemerintah pusat yang merupakan pajak pusat, sekarang ditangani sendiri oleh pemerintah kabupaten / kota dan merupakan pajak daerah.9

Dalam pasal 1 angka (41) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.10

Dalam Pasal 85 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikatakan objek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang meliputi pemindahan hak dan/atau perbuatan hukum karena pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya (inbreng), jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,

penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah.11

Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sangat dipengaruhi oleh ketentuan hukum yang mengatur terjadinya perolehan hak tersebut. Tanah dan

9Iwan Mulyawan,op.cit.,hal.8.

10Heru Supriyanto,Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Meterai, (Jakarta : PT. Indeks, 2008), hal.87.

(6)

bangunan merupakan benda yang penting bagi manusia dan sebagai benda yang penting bagi manusia, tanah dan bangunan tersebut dapat beralih dan dialihkan oleh pemiliknya kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan “beralih” adalah suatu peralihan hak yang terjadi karena seorang pemilik tanah dan/atau bangunan meninggal dunia sehingga pemilikan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan sendirinya beralih menjadi milik para ahli warisnya. Dengan kata lain bahwa peralihan hak itu terjadi dengan tidak sengaja karena peristiwa hukum (karena adanya peristiwa hukum, yaitu meninggalnya pemilik tanah dan/atau bangunan) Sedangkan “dialihkan” yakni pemilikan yang dialihkan adalah suatu peralihan pemilikan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dengan sengaja supaya pemilikan atas tanah dan/atau bangunan tersebut terlepas dari pemegangnya yang semula dan menjadi milik pihak lain. Dengan kata lain peralihan pemilikan terjadi melalui suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya : pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya (inbreng), jual beli, dan lain-lain.12

Peralihan pemilikan tanah dan/atau bangunan berhubungan erat dengan ketentuan hukum untuk memberikan kepastian hak bagi pihak yang memperoleh dan mengalihkan tanah dan/atau bangunan tersebut. Hal ini ditandai oleh adanya bukti hukum sesuai dengan jenis perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan terjadinya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut, seperti misalnya akta pemasukan ke dalam perusahaan, akta jual beli, dan akta

(7)

peralihan hak lainnya. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, perolehan hak sebagai hasil peralihan hak harus dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada kantor pertanahan setempat untuk memperoleh sertipikat hak yang merupakan bukti hak atas tanah yang membuktikan bahwa pemegang hak mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu.13

Kebutuhan hidup manusia meliputi kebutuhan jasmani serta kebutuhan rohani, yang mana melakukan kegiatan usaha adalah salah satu bentuk konkrit pemenuhan kebutuhan tersebut. Bentuk badan usaha Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk badan usaha yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia. Menurut Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Persekutuan adalah perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Inbreng ini wajib dimasukkan pihak-pihak yang bersekutu dalam persekutuan, bisa berupa uang, barang-barang dan keahlian atau tenaga.14

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berbunyi : “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham

(8)

dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.15

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, maka Perseroan sebagai badan hukum (rechtspersoon, legal person, legal entity) memiliki modal dasar yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar Perseroan. Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota Perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan.16

Dalam pendirian Perseroan Terbatas terdapat syarat yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni bahwa setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti, pada saat para pendiri menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan, setiap pendiri Perseroan sudah mengambil bagian saham Perseroan.17

Secara umum, penyetoran modal dari setiap bagian saham yang diambil bagiannya dilakukan dengan uang tunai, tetapi tidak ditutup kemungkinan penyetoran modal dalam bentuk lain, baik berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata diterima oleh Perseroan. Hal ini dilakukan semata-mata 15Jimmy Joses Sembiring, Legal Officer : Panduan Mengelola Perizinan, Dokumen, Haki, Ketenagakerjaan & Masalah Hukum di Perusahaan,(Jakarta : Visimedia, 2009), hal.7.

16 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.7 & 13.

(9)

dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Bentuk penyetoran modal bentuk lain, biasa disebut “pemasukan barang” atau “pemasukan modal” atau “inbreng”.18

Pemasukan tanah dan/atau bangunan ke dalam Perseroan (inbreng) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi kepada Perseroan. Maksud dari pengalihan hak ini adalah sebagai penyertaan modal atas saham yang diambilnya dari Perseroan tersebut, sebagai modal awal Perseroan. Pemasukan tanah dan/atau bangunan ke dalam Perseroan (inbreng) membawa konsekuensi hukum tanah dan/atau bangunan tersebut menjadi milik Perseroan tersebut.19

Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam proses peralihan pemilikan hak (balik nama) atas tanah dan/atau bangunan di Indonesia, karena Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/atau notaris dilarang untuk menandatangani akta peralihan hak sebelum wajib pajak melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana mestinya.20 Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas”.

18 Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hal.7.

19Marihot Pahala Siahaan,op.cit., hal.94.

(10)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses hukum inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana status hukum hak atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas?

3. Bagaimana pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak karena inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran atas perumusan masalah yang ada, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses hukum inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis status hukum hak atas tanah dan/atau bangunan setelah diinbrengkan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas.

(11)

D. Manfaat Penelitian

Di samping tujuan penelitian di atas diharapkan juga penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah yang dikemukakan dalam tesis ini diharapkan dapat memberi masukan dan sumbang saran yang cukup berarti dalam bidang ilmu hukum dan lebih khususnya lagi adalah dalam bidang studi kenotariatan.

2. Secara praktis, penelitian tesis ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan, pemahaman dan referensi yang cukup bermanfaat guna menambah pengetahuan bagi mahasiswa kenotariatan, praktisi hukum dan masyarakat umum sebagai bahan studi maupun komparasi yang bermanfaat dan juga dapat dijadikan sebagai sarana pendukung untuk lebih menggali lagi ketentuan hukum dan proses hukum yang mengatur tentang inbreng tanah dan/atau bangunan ke dalam pendirian Perseroan Terbatas serta ketentuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas inbreng tanah dan/atau bangunan pendirian Perseroan Terbatas.

E. Keaslian Penelitian

(12)

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas Inbreng Pendirian Perseroan Terbatas” ini belum ada yang membahasnya.

Namun dalam penelusuran pustaka tersebut ditemukan beberapa penelitian karya mahasiswa yang mengangkat tentang perpajakan atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), antara lain yaitu :

1. Penelitian atas nama SHIRLEY (NIM : 067011080), dengan judul: “Pelaksanaan Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dikaitkan dengan Tugas Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Hibah atas Tanah dan/atau Bangunan”, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah:

a. Bagaimanakah kepatuhan Notaris/PPAT terhadap pelaksanaan UU BPHTB dalam penandatanganan akta hibah tanah dan/atau bangunan? b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kepatuhan dan ketidakpatuhan

Notaris/PPAT terhadap UU BPHTB atas hibah tanah dan/atau bangunan? c. Apakah akibat hukum dari ketidakpatuhan Notaris/PPAT terhadap UU

BPHTB dalam pembuatan akta hibah atas tanah dan/atau bangunan? 2. Penelitian atas nama LINDA (NIM : 067011048), dengan judul “Perlindungan

(13)

a. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan dikaitkan dengan kewajiban pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)?

b. Bagaimana peran PPAT untuk melindungi para pihak dalam pelaksanaan pembayaran dan penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap jual beli tanah dan bangunan?

c. Apakah kendala yang terdapat dalam pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tersebut serta bagaimana upaya mengatasinya?

3. Penelitian atas nama AGUSTINA (NIM : 080200169), dengan judul “Tinjauan Yuridis tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah”, dengan pokok permasalahan dalam penelitian tersebut adalah:

a. Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan?

(14)

c. Peralihan-peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan?

Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang ada, khususnya dari penelitian-penelitian sebagaimana disebutkan diatas, oleh karena penelitian ini secara spesifik menitikberatkan pada pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas pemasukan modal berupa tanah dan/atau bangunan (inbreng) ke dalam pendirian Perseroan Terbatas. Berdasarkan penelusuran tersebut maka dapat dipastikan penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo kata teori berasal dari kata theoria

yang artinya pandangan atau wawasan, kata teori mempunyai banyak arti dan biasanya diartikan sebagai pengetahuan yang hanya ada dalam alam pikiran tanpa dihubungkan dengan kegiatan yang bersifat praktis.21Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.22 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun

atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori atau

landasan teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis

(15)

mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang bagi si pembaca menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang

dijadikan masukan eksternal dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.23 Sedangkan menurut H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, teori berasal

dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan yang pada gilirannya

berasal dari katatheadalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang

disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur beberapa ahli menggunakan kata ini

untuk menunjukkan bangunan berpikir yang tersusun secara sistematis, logis (rasional),

empiris (kenyataannya), juga simbolis.24

Tugas teori hukum ialah memberikan suatu analisis tentang pengertian hukum

dan tentang pengertian-pengertian lain yang dalam hubungan ini relevan, kemudian

menjelaskan hubungan antara hukum dengan logika dan selanjutnya memberikan suatu

filasafat ilmu dari ilmu hukum dan suatu ajaran metode untuk praktek hukum.25

Dalam pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dikenal sistem pemungutan pajakSelf Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang terutang atau yang harus dibayar. Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta

23M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,( Bandung : Mandar Madju, 1994), hal. 80. 24H.R. Otje Salman S dan Anthon F. Susanto,Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010), hal. 21.

(16)

masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Negara hanya bertindak sebagai pengawas atas pelaksanaan undang-undang pajak.Sistem ini digunakan di Indonesia pada pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).26

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan yang berkaitan dengan penyetoran modal (inbreng) yang dilakukan oleh pendiri Perseroan dalam bentuk lain yang tidak berupa uang tunai, yakni tanah dan/atau bangunannya adalah Teori Pemilikan Bersama (propriete collective) dari Marcel Planiol. Menurut teori ini, hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan. Disini dapat dikatakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum.

Pada fase penyetoran modal (inbreng) yang dilakukan oleh pendiri Perseroan dalam bentuk lain yang tidak berupa uang tunai, yakni tanah dan/atau bangunannya, semata-mata dilakukan dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan. Dengan penyetoran modal (inbreng) seperti ini maka terjadi suatu pemilikan bersama dari para pendiri Perseroan atas barang-barang dan hak-hak yang telah dimasukkan sebagai modal oleh para pendiri. Modal tersebut merupakan suatu

26

(17)

kesatuan dan ditempatkan sebagai kekayaan Perseroan yang dipisahkan dari harta kekayaan masing-masing pendiri Perseroan.27

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep-konsep-konsep-konsep tersebut adalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi.28

Dalam penelitian tesis ini, perlu kiranya didefenisikan beberapa pengertian tentang konsep-konsep guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut dalam suatu kerangka konsep. Berikut ini diuraikan beberapa konsep / definisi / pengertian yang dijumpai dalam tesis ini dengan referensi yaitu Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas:

1. Pengertian Pajak Daerah

Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

27

C.S.T Kansil & Christine Kansil,Modul Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 2001), hal.12.

(18)

2. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam konteks ini Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dimaknai sebagai pemasukan ke kas daerah sesuai undang-undang pajak.

3. Pengertian Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

4. Pengertian Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

5. Pengertian Perseroan Terbatas

badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

6. Pengertian Direksi

(19)

dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

G. Metode Penelitian

Metode (Inggris :method,Latin :methodus,Yunani :methodos – metaberarti sesudah, di atas, sedangkanhodos,berarti suatu jalan, suatu cara). Mula-mula metode diartikan secara harfiah sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Metode penelitian secara harfiah menggambarkan jalan atau cara penelitian tersebut dicapai atau dibangun.29

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan pustaka dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap azas-azas hukum, sumber-sumber hukum, teori hukum, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.30

Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books)

29Johnny Ibrahim,Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ( Malang : Bayu Media Publishing, 2008), hal. 25 – 26.

(20)

atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.31

Penelitian hukum doktrinal dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan peraturan perundangan. Peraturan tersebut dikumpulkan dengan cara mengkoleksi publikasi-publikasi dan dokumen-dokumen yang mengandung peraturan-peraturan hukum positif. Setelah bahan-bahan tersebut terkumpul, kemudian diklasifikasi secara sistematis untuk melakukan inventarisasi data sebagai bahan perpustakaan saat melakukan penelitian serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangan di Indonesia.32

Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validalitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.33

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute aprroach) yang dilakukan dengan mencari dan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu isu hukum harus menelusuri berbagai produk peraturan perundang-undangan.34 Dalam hal ini dilakukan studi

31 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009),hal. 127.

32Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal. 81-82.

33Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal.10.

(21)

pustaka yang segala sesuatunya berkaitan dengan pengaturan hukum mengenai pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas inbreng pendirian Perseroan Terbatas.

2. Sumber Data Penelitian

Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, seperti:35

a. Bahan hukum primer yaitu : bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang berupa bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang-undangan, yang antara lain terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 4. Peraturan perundangan lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

(22)

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.

c. Bahan hukum tersier yaitu : semua bahan yang memberikan petunjuk, penjelasan dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan : a. studi pustaka, yaitu menghimpun data dari hasil penelaahan bahan pustaka

atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Untuk memperoleh data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dalam penelitian ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka (library research) dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.36

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mendapatkan informasi. Untuk menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan informan yaitu Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di kota Medan dan Kabupaten Langkat.

(23)

4. Analisis Data

Dalam penelitian ini bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kemudian akan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau prinsip sebagaimana yang diatur di dalam bahan hukum primer dan kemudian akan dibahas lebih lanjut menggunakan sarana pada bahan hukum sekunder, yang tentunya akan diupayakan pengayaan sejauh mungkin dengan didukung oleh bahan hukum tersier. Dalam hal penelitian ini menggunakan metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang umum ke yang khusus.37

Adapun tahapan untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah ada tersebut, secara sederhana dapat diuraikan dalam beberapa tahapan :

1. Tahapan pengumpulan data, yakni mengumpulkan dan memeriksa bahan-bahan pustaka misalnya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti.

2. Tahapan pemilahan data, dalam tahapan ini seluruh data yang telah dikumpulkan sebelumnya akan dipilah-pilah secara sistematis dengan mempedomani konteks yang sedang diteliti, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan kajian lebih lanjut terhadap permasalahan di dalam penelitian tesis ini;

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertujuan untuk mempermudah orang dalam mencari resep suatu makanan, secara interaktif bagi pengguna untuk dapat melihat, mengambil dan mengambil data resep masakan melalui

Pemprograman visual Basic 6.0 Potensi Kombinasinya Dengan Macromedia Flash MX. Panduan Mudah

Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya,

Berdasarkan tabel 4.3 hasil analisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan keberhasilan pelaksanaan discharge planning perawat pada pasien pasca pembedahan

Beberapa fasilitas inilah yang dikemas dalam satu chip yang kemudian dipasang pada papan arduino uno dengan penambahan-penambahan komponen lain seperti penyediaan

TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 39. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young)

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: penerapan PPR dapat meningkatkan ketiga aspek pembelajaran, yaitu: competence (kompetensi) ,

Dari keempat strategi bauran pemasaran tersebut peneliti cenderung memiliki strategi produk dan harga sehingga saya tertarik untuk mengetahui perilaku konsumen dalam