• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tercantum dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut adalah “melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.”1

Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial.

Bangunan gedung yang merupakan wujud fisik dari pembanguan ruang kota. Oleh karena itu, dalam mengatur bangunan gedung harus mengacu kepada peraturan penataan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan gedung, setiap bangunan

1

(2)

gedung harus memenuhi syarat administratif dan syarat teknis bangunan gedung. Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan pembangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.2

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mengatur tentang fungsi dari bangunan gedung, persyaratan dari bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, hak dan kewajiban dari pemilik bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah dan sanksinya.

Tujuan dari undang-undang tersebut adalah bahwa bangunan gedung harus dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan serta keserasian bangunan tersebut dengan lingkungannya. Masyarakat harus berperan aktif dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan umum.

Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Bangunan Gedung3, syarat administratif dan teknis dari bangunan gedung meliputi :

1. Syarat administratif, meliputi :

2

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal. 223

3

(3)

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah

b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

d. Kepemilikan dan pendataan bangunan gedung 2. Syarat teknis, meliputi :

a. Persyaratan tata bangunan, yaitu setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan

b. Persyaratan keandalan bangunan gedung 4

Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Persyaratan lainnya adalah bangunan gedung yang dibangun di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan dan/atau fungsi sarana dan prasarana umum yang bersangkutan. Selain itu, bangunan gedung juga harus mematuhi persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 10 ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang besangkutan.

Kota Medan memiliki pertumbuhan yang sangat pesat dan hal ini akan terus berlanjut pada tahun-tahun yang akan datang. Kebutuhan akan perumahan, perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, sarana pendidikan dan

4

(4)

kesehatan akan semakin tinggi seiring bertambahnya jumlah penduduk di kota Medan. Fungsi bangunan sebagai sarana perekonomian, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan terkait dengan fungsi pemerintah daerah sebagai agen perubahan (agent of change), agen pembangunan (agent of development) dan agen pengaturan (agent of regulation).5

Dalam fungsi yang demikian, pemerintah daerah berkepentingan terhadap izin-izin bangunan. Perizinan bangunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacaun dalam penataan ruang kota dan merupakan bentuk pengendalian terhadap ruang kota.6

Perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang paling utama adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selanjutnya akan disingkat dengan IMB. Penerbitan IMB harus didukung oleh rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang tata kota yaitu Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan dalam bentuk Ketetapan Rencana Tata Ruang dan Ketetapan Tata Letak Bangunan, rekomendasi dari instansi pertanahan, rekomendasi Manajemen Lalu Lintas, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan, Izin Penggunaan Bangunan, Izin Kelayakan Menggunakan Bangunan, Izin Undang-Undang Gangguan dan rekomendasi Sistem Penanggulangan dan Pencegahan Kebakaran harus didasarkan kepada peruntukan tanah yang ditetapkan dalam rekomendasi Ketetapan Rencana Kota.7

Adanya IMB berfungsi agar pemerintah daerah dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan,

5

Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 222

6

Ibid, hal. 222

7

(5)

pengawasan dan penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat bermanfaat bagi pemilik bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan pemilik bangunan untuk suatu keperluan antara lain dalam hal pemindahan hak bangunan kepada pihak lain (seperti jual beli, pewarisan, penghibahan dan sebagainya) untuk mencegah tindakan penertiban jika tidak memiliki IMB.8 IMB sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang disempurnakan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah bahwa dengan diberlakukannya undang-undang tersebut pemerintah daerah memiliki lebih banyak kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah dan diberikan kewenangan melaksanakan semua tahapan siklus pengelolaan wilayah.9

Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menghendaki terciptanya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi pemerintah daerah bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan. Pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan pengelolaan yang baik (good governance) di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang

8

Ibid, hal. 212-213

9

(6)

merupakan bentuk akuntabilitas atas penyelenggaraan administrasi pelayanan publik. 10

Di dalam penyelenggaraan IMB di kota Medan diperlukan beberapa pengevaluasian dan pengkajian, karena dalam hal ini terdapat berbagai penyimpangan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB). Selain itu, pemerintah kota Medan dinilai masih melakukan diskriminasi, hal ini dibuktikan dengan masih banyak dijumpainya bangunan di beberapa kawasan di kota Medan yang seharusnya tidak layak mendapatkan izin, namun pada kenyataannya bangunan tersebut masih tetap kokoh berdiri. Misalnya tentang pembangunan menara telekomunikasi yang berdiri di kota Medan, menurut Bab III Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 4 ditegaskan bahwa pembangunan menara harus memiliki izin mendirikan bangunan menara dari bupati/walikota serta wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang.11 Sebelumnya, sejarahwan Universitas Negeri Medan (UNIMED) Dr. Phill Ichwan Azhari mengatakan bahwa mudahnya pemberian Izin Mendirikan Bangunan di kota Medan tanpa dilandasi konsep Tata Ruang dan Tata Kota yang jelas menyebabkan kota Medan kehilangan identitas diakibatkan hilangnya bangunan-bangunan

10

Adrian Sutedi, Op. Cit, hal.231

11

(7)

bersejarah di kota Medan contohnya bangunan eks kantor walikota Medan yang sekarang berubah menjadi hotel.12

Di lain pihak, terdapat hal yang didasari bahwa masyarakat yang belum menyadari akan manfaat dan kegunaan IMB yakni dari segi keamanan, kenyamanan, lingkungan dan keteraturan bangunan kota.

Oleh karena itu penerapan prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga organisasi pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi masyarakat madani.13

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam tesis ini adalah :

1. Bagaimana Pengaturan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan serta Peraturan yang Berkaitan Dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan?

2. Bagaimana penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan ?

3. Bagaimana Pengawasan Pemerintah terhadap Pembangunan dan Pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan setelah Izin Mendirikan Bangunan

12“Sejarahwan : Medan Bakal Kehilangan Identitas”,

Republika Online, 29 Oktober 2009,

m.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/09/10/29/85642-sejarahwan-medan-bakal-kehilangan-identitas , diakses tanggal 18 April 2014

13

Bambang Istianto HP, Manejemen Pemerintahan dalam Prespektif Pelayanan Publik,

(8)

Diberikanserta Tindakan pemerintah Dalam Menegakkan Hukum Administrasi Terhadap Pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan dari pemberian Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan sertaperaturan yang berkaitan dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan

2. Untuk mengetahui penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baikdalam proses pemberian Izin mendirikan Bangunan di Kota Medan 3. Untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap pembangunan dan

pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan setelah Izin Mendirikan Bangunan tersebut diberikanserta tindakan pemerintah dalam menegakkan hukum administrasi terhadap pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian tesis ini antara lain : 1. Manfaat Teoretis

(9)

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menambah khasanah kepustakaan dalam bidang perizinan pada umumnya, dan Izin Mendirikan Bangunan pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai salah satu informasi yang memuat data empiris sebagai data penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Badan Legislatif dan Pemerintah dalam menata Peraturan Izin Mendirikan Bangunan serta peraturan yang berkaitan dengan perizinan di Indonesia, juga bagi para pengusaha serta masyarakat umum, mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam menegakkan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good Governance), terutama Izin Mendirikan Bangunan. Juga dapat dijadikan landasan operasional bagi instansi yang berkaitan dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam penerapan peraturan perizinan pada umumnya, dan IMB pada khususnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaanyang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian mengenai “Penerapan

(10)

Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan)“ sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang berkaitan dengan Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), antara lain :

1. Hj. Zuraidah, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin mendirikan Bangunan (IMB) dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan)

a. Bagaimana kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan

b. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip good governance dapat mendorong peningkatan pelayanan publik dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan

2. Kasman Siburian, Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan

a. Bagaimanakah implementasi pengawasan pemerintah Kota Medan terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan

(11)

berfokus kepada Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena aspek yang dibahas berbeda yakni mengenai Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan berdasarkan keilmuan, kejujuran, rasionalitas, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Penelitian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya apabila dikemudian hari ternyata perbuatan plagiat.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori yang akan digunakan di dalam penelitian tesis ini adalah teori otonomi daerah, teori kebijakan publik, teori perizinan dan teori pemerintahan yang baik yang menjadi dasar hukum perizinan, khususnya dalam penelitian tesis ini yakni untuk mengetahui hubungan hukum antara Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Proses Pemberian IMB. Setelah mengetahui hubungan hukum tersebut maka dapat digunakan asas desentralisasi dan asas legalitas dalam penelitian tesis ini.

a. Teori Otonomi Daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem desentralisasi, yang memilik konsekuensi adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Otonomi adalah “pemerintahan sendiri” ( Auto=sendiri,

(12)

sangat luas. Menurut C. Van Vollenhoven, otonomi mengandung arti aktivitas yaitu membentuk peraturan perundang-undangan sendiri, melaksanakan pemerintahan sendiri, melakukan peradilan sendiri, melakukan tugas kepolisian sendiri.14

Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah dibagi menurut garis horizontal dan garis vertikal. Pembagian kekuasaan berdasarkan garis horizontal didasarkan kepada sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya, yang menimbulkan berbagai lembaga dalam suatu negara, sedangkan garis vertikal melahirkan dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem disentralisasi dan dekonsentrasi.

Unsur pelaksana dari asas desentralisasi tersebut adalah terutama instansi-instansi vertikal yang dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku perangkat pemerintah pusat. Sedangkan urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggungjawab daerah sepenuhnya.15

Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh

melakukan sesuatu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu Negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara seperti kabinet merupakan suatu pemerintah. Hal ini

14

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemerintahan Daerah,( Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal. 27

15

(13)

berbeda, istilah pemerintahan diartikan dengan perbuatan ( cara, hal urusan dan sebagainya ) memerintah.16

Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesi Tentang Pemerintahan Daerah terdapat urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah provinsi yang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Adapun urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah urusan dalam skala provinsi yang meliputi :17

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan

2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang

3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 4) Penyediaan sarana dan prasarana umum

5) Penanganan bidang kesehatan

6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial 7) Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota

8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota

9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota

10)Pengandalian lingkungan hidup

11)Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota 12)Pelayanan kependudukan dan catatan sipil

13)Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan

14)Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota 15)Penyelenggaraan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh

kabupaten/kota

16)Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

Dan urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota yang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Adapun urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah adalah urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi :18

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan

2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang

3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 4) Penyediaan sarana dan prasarana umum

16

Sri Soemantri Martosoewignjo, Sistem-Sistem Pemerintahan Nega ra-Negara ASEAN, ( Bandung : Tarsito, 1976), hal. 17

17

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 13

18

(14)

5) Penanganan bidang kesehatan

6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial 7) Penanggulangan masalah sosial

8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan

9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah 10)Pengandalian lingkungan hidup

11)Pelayanan pertanahan

12)Pelayanan kependudukan dan catatan sipil 13)Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan 14)Pelayanan administrasi penanaman modal 15)Penyelenggaraan dasar lainnya dan

16)Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

b. Teori Perizinan

Perizinan merupakan salah satu instrument hukum administrasi negara yang dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Di dalam kamus hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal vanhandeling

waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen,

niet als onwenselijkworden beschouwd”19

(perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau pengaturan pemerintah yang diisayaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).

E. Utrecht memberikan defenisi sebagai berikut :

19

(15)

perizinan adalah bahwa bilamana pembuat peraturan pada umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi juga masih memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan hukum administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).20

N. M Spelt dan J.B.J.M ten Berge memberikan defenisi perizinan dalam arti luas dan sempit yaitu izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengatur tingkah laku warga negara. Secara luas, izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Hal ini menyangkut kepada suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus.21

Dalam arti sempit N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge mendefenisikan bahwa izin merupakan suatu pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi hal yang buruk. Tujuannya adalah untuk mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.

20

Perizinan, www.negarahukum.com/hukum/perizinan.html diakses tanggal 26 Maret 2014

21

(16)

Hal yang pokok dalam izin (dalam arti sempit) adalah bahwa suatu tindakan dilarang, kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi setiap kasus. Jadi persoalannya bukan pada hanya member perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).22

IMB merupakan izin yang bersifat terikat, yaitu izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya terikat kepada aturan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasan dan kewenangannya tergantung kepada sejauh mana peraturan perundang-undangan mengikatnya. Selain itu, IMB merupakan izin yang bersifat segera berakhir yaitu izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau masa berlaku dari izin tersebut yang relatif singkat.

c. Teori Pemerintahan yang Baik

Istilah pemerintahan yang baik (good governance) mulai muncul di Indonesia pada tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan yang baik

(good governance) menjadi hal yang sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan pelayanan publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun 1990-an birokrasi pelayanan publik di Indonesia sangat berbelit-belit.

22

(17)

Pengertian pemerintahan yang baik (good governance) menurut Healy dan Robinson, pemerintahan yang baik (good governance)memiliki tingkat efektivitas organisasi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan yang senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi dan kontribusinya pada pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang baik (good governance) juga bermakna akuntabilitas, transparansi, partisipasi dan keterbukaan.23

Menurut United Nation Development Program (UNDP) pengertian pemerintahan yang baik (good governance) adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance (pemerintah atau pemerintahan) sedangkan praktek terbaiknya disebut pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, agar pemerintahan yang baik) dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. pemerintahan yang baik yang efektif menuntut adanya kordinasi yang baik dan integritas, profesionalitas serta etos kerja dan moral yang tinggi.24

Pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin tentang adanya kesejajaran, kesamaan dan keseimbangan peran serta, saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat

(citizen) dan pengusaha. Ketiga komponen tersebut mempunyai tata hubungan yang

23

Bambang Istianto HP, Op. Cit, hal. 89

24

(18)

sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding, dapat dipastikan akan terjadi pembiasan dari konsep pemerintahan yang baik (good governance) tersebut.

Prinsip-prinsip yang melandasi konsep tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun ada sejumlah prinsip yang menjadi dasarpemerintahan yang baik (good governance) yaitu akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat. Selain itu pemerintahan yang baik (good governance) yang efektif menuntut adanya kordinasi dan integritas, profesionalisme serta etos kerja yang tinggi dari pemerintah, masyarakat madani dan pihak swasta.

Dalam teori dan praktek pemerintahan modern diajarkan bahwa untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) terlebih dahulu perlu dilakukan desentralisasi pemerintahan.25 Demokratisasi dan otonomisasi berpengaruh linear terhadap terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatnya kualitas kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia saat ini diyakini bias menjamin segera terwujudnya pemerintahan daerah yang baik (good local governance) karena pelaksaan otonomi daerah memiliki justifikasi politik dan moral yang lebih kuat. Tetapi dari semua itu yang harus diperhatikan adalah bagaimana format penyelenggaraan otonomi daerah yang

25

(19)

diimplementasikan dan bisa diandalkan untuk terwujudnya pemerintahan daerah yang baik (good local governance).26

d. Teori Kebijakan Publik

Pengertian kebijakan dalam beberapa literatur sangatlah beragam. Namun secara umum kebijakan publik dapat dikatakan bahwa merupakan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah publik yang mempunyai tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan secara jelas.27

Ada beberapa defenisi dari kebijakan publik diantaranya menurut Harold D. Laswell yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah. Sedangkan Carl J. Frederick mengatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan usulan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu.28

Menurut Anderson menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa :

26

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, ( Yogyakarta : Gajah Mada Press, 2006), hal. 90

27

Nyimas Dwi Koryati, Wisnu Hidayat dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Wilayah,( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), 2004), hal. 7

28

(20)

1. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan

2. Kebijakan berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat atau pemerintah

3. Kebijakan-kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu

4. Kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan

5. Kebijakan pemerintah dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif)

Sedangkan menurut Eulau dan Prewitt yang dikutip oleh Jones, dikatakan bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan penanggulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka mematuhi keputusan tersebut.29 Selanjutnya menurut beliau, suatu kebijakan dapat dikatan sebagai kebijakan publik atau tidak dapat dilihat dari beberapa komponen, yaitu :

1. Niat dari sebuah tindakan

2. Tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai 3. Rencana atau usulan untuk mencapai tujuan

4. Program yang diisayartkan untuk mencapai tujuan kebijakan

29

(21)

5. Keputusan atau pilihan atas tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program

6. Dampak atau pengaruh yang dapat diukur

Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah sebagai berikut :

“ Public Policy is whatever the government choose to do or not to do “ (kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu)

Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah. Apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, ini pun merupakan kebijakan publik. Yang tentunya memiliki tujuan.30

Raksasatya menyimpulkan bahwa kebijakan publik pada dasarnya memilik 3 elemen yaitu :31

1. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai

2. Taktik atau strategi dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan

3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan nyata dan taktik maupun strategi

30“ Pengertian Kebijakan Publik ”,

www.abdiprodjo.blogspot.com/2010/04/pengertian-kebijakan-publik.html , diakses tanggal 9 Juni 2014

31

(22)

Dari ketiga elemen tersebut terlihat jelas bahwa kebijakan publik pada dasarnya merupakan sebuah sikap dari pemerintah yang berorientasi kepada tindakan. Artinya, bahwa kebijakan publik adalah merupakan kerja konkret dari sebuah organisasi pemerintah. Oleh karena itu, maka diperlukan serangkaian tahapan dan manajemen tertentu agar tujuan tersebut terealisir.

Dari pemahaman tersebut maka kebijakan publik memiliki implikasi sebagai berikut yaitu :32

1. Bahwa kebijakan publik itu pada awalnya merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah

2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga dilaksanakan atau diimplikasikan secara nyata

3. Bahwa kebijakan publik itu pada hakikatnya harus memiliki tujuan dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek yang telah dipikirkan secara matang

4. Dan pada akhirnya segala proses tersebut adalah diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh

32

(23)

warganya. Setiap pelanggaran akan diberikan sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi yang dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.33

Keterkaitan antara hukum dan kebijakan publik secara mendasar adalah terlihat bahwa dalam kenyataannya dasar dari penerapan hukum itu memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum dalam masyarakat. Sebab umumnya, produk-produk hukum itu hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum. Demikian halnya dengan implementasi kebijakan publik, kebijakan publik tidak dapat berjalan dengan baik apabila dalam penyelenggaraannya tidak dilandasi dengan dasar-dasar hukum yang kuat.

Penerapan hukum menjadi sangat tergantung dengan kebijakan publik sebagai sarana yang dapat menyukseskan berjalannya penerapan hukum itu sendiri. Dengan adanya kebijakan publik maka, pemerintah sebagai level yang terdekat dengan masyarakat akan mampu merumuskan apa saja yang harus diterapkan agar penerapan hukum yang ada pada suatu saat dapat berjalan dengan baik.34

2. Kerangka Konsep

Beberapa kerangka konseptual dipandang perlu agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca dan memahami penulisan di dalam penelitian ini yaitu :

33

Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,( Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2004), hal. 1-7

34

(24)

a. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yaitu, asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang layak, yang dengan cara yang demikian penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil dan terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Dalam penelitian ini Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good

Governance) yang digunakan adalah menurut Prof. Kuntjoro

Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “ Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara “, yaitu :

1. Asas Kepastian Hukum 2. Asas Keseimbangan 3. Asas Kesamaan

4. Asas Bertindak Cermat

5. Asas Motivasi Untuk Setiap Putusan

6. Asas Jangan Mencampur Adukkan Wewenang 7. Asas Permainan yang Layak

8. Asas Keadilan dan Kewajaran

9. Asas Menanggapi Penghargaan yang Wajar

10.Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan yang Batal 11. Asas Perlindungan dan Pandangan Hidup

12. Asas Kebijaksanaan

13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum

(25)

c. Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu proses pemberian legalitas kepada pelaku usaha atau seseorang dalam bentuk izin mendirikan bangunan yaitu izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik

bangunan gedung untuk membangun baru,

mengubah/memperbaiki/rehabilitasi/renovasi, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku

d. Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah kegiatan yang terdiri atas pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan dan keandalan bangunan

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Metode penulisan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yaitu, suatu analisis yang pada hakikatnya menekankan kepada metode deduktif sebagai pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang. Analisis normatif terutama mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber datanya. 35

Sifat penelitian ini adalah preskriptif analitis, yang mengungkapkan tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan

35

(26)

norma-norma hukum.36 Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan suatu yang substansial dalam ilmu hukum. Dalam hal ini ilmu hukum bukan hanya menempatkan sebagai suatu gejala sosial yang hanya dipandang dari luar, melainkan masuk menusuk ke suatu hal yang esensial yaitu sisi intrinsik dari hukum yang akan menjawab mengapa hukum dibutuhkan meskipun telah ada norma sosial lainnya yang akan mengungkapkan tujuan dari hukum dengan diakhiri dengan rumusan-rumusan tertentu.37

2. Bahan Hukum Penelitian

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data lain yang terdiri atas Bahan Hukum Primer yaitu, bahan-bahan hukum yang mengikat seperti norma atau kaidah dasar yaituPeraturan Perundang-undangan diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan PelaksanaanUndang-Undang Nomor 28 Tahun

36 Ilmu Hukum Ilmu yang Bersifat Preskriptif dan Terapan”,

Alviprofdr.blogspot.com/2014/01/ilmu-hukum-ilmu-yang-bersifat.html, diakses tanggal 1 April 2014

37

(27)

2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Tata Ruang, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus yang berkaitan dengan tesis ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah yang dihadapi.38Dan untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing)39 di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

38

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum , (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2007, hal. 21

39

(28)

4. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam tesis ini adalah metode analisis kualitatif terhadap bahan hukum sekunder. Metode kualitatif digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya40serta bermanfaat untuk melakukan analisis bahan hukum secara menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan yang integral (holistic).41

40Ibid,

hal. 32

41

Referensi

Dokumen terkait

NIM NAMA MAHASISWA NO.. NIM NAMA

Muna mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran2ol2,seperti tersebut dibawah ini:.. No NAMA PAKET PEKERJMN VOLUME

JADWAL PERKULIAHAN SEMESTER III (GANJIL) TAHUN AKADEMIK 2015/2016 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA (S1). KELAS NON

Muna mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran2ol2,seperti tersebut dibawah ini:.. No NAMA PAKET PEKERJAAN VOLUME

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA (D3) DAN KOMPUTERISASI AKUNTANSI (D3) KELAS

[r]

Aplikasi permainan ini jika dijalankan akan menampilkan permainan game untuk anak umur 4-5 Tahun, Dalam pengopersiannya, program ini dilengkapi dengan menu untuk masuk ke menu

Untuk mengatur lalu lintas data dari suatu host dalam sebuah segmen ke host dalam segmen yang lain, maka router membutuhkan sebuah protokol routing agar router dapat