A. Sejarah Pulau Nipa
Laut memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. 16Jauh sebelum
bangsa-bangsa Eropa datang dan menjelajah Indonesia, bangsa-bangsa Indonesia sudah dikenal
sebagai bangsa yang berbudaya tinggi dan pengarung lautan. Hal ini bisa terlihat
dari kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang
dimiliki Indonesia. Meskipun sampai sekarang kita tidak mengetahui jumlah
pulau yang pasti di Indonesia, tapi Indonesia memegang predikat sebagai negara
yang memiliki gelar negara kepulauan terbesar didunia. Bagian terbesar dari
wilayah dunia terdiri dari perairan, terutama perairan laut. Dari aspek geografi,
permukaan bumi yang luas 200 juta mil persegi, 70 % atau 140 juta mil persegi
terdiri dari air. Dalam wilayah yang luas ini terkandung berbagai sumber
daya. Salah satu unsur negara adalah wilayah negara pantai maupun negara buntu,
mempunyai beberapa hak yang dijamin dalam hukum laut internasional. 17
Dengan ribuan pulau yang dimiliki oleh Indonesia, maka tak bisa
disangkal bahwa banyak pulau-pulau Indonesia yang berbatasan dengan negara
tetangga. Hal ini dapat memicu konflik tentang batas batas wilayah antar negara
16 Supardan, Hukum Laut Internasional dan Perkembangannya,
http://supardanmansyur.blogspot.com/2011/09/hukum-laut-internasional-dan.html, di akses pada tanggal 12 mei 2014 jam 12:00
17 Riki Firman, Pengertian, Sejarah, dan Perkembangan hukum laut internasional,
yang sangat riskan menimbulkan konflik. Bagi negara kepulauan seperti
Indonesia , sumber daya laut baik hayati maupun non hayati merupakan aset yang
sangat berharga dan mengandung potensi ekonomi yang sangat signifikan bagi
kesejahteraan masyarakat jika mampu dijaga, dikelola, dan dimanfaatkan secara
baik dan bertanggungjawab.18 Salah satu persoalan yang paling mendasar dan
krusial yang memicu konflik antar negara adalah masalah perbatasan. 19
Nipa adalah salah satunya. Pulau yang hanya dihuni Satuan Petugas
Pengaman Perbatasan itu, mempunyai daya tarik tersendiri.20 Pulau Nipah atau
Pulau Nipa (Peta Dishidros TNI-AL) atau Pulau Angup (sebutan penduduk
sekitar) secara administratif berada di wilayah Desa Pemping, Kecamatan
Belakangpadang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa,
adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di perbatasan Indonesia
dengan Singapura, dan merupakan wilayah dari Pemerintah kota Batam,
Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berada di sebelah barat laut dari pelabuhan
Sekupang di Pulau Batam yang dapat dilihat dalam jalur perjalanan ferry dari
pelabuhan Sekupang menuju pelabuhan HarborFront di Singapura.21
18 Ophi, Prospek Penegakan Hukum di Laut Indonesia Melalui Rancangan Undang-Undangtentang Kelautan, http://merancangundangundang.blogspot.com/2014/02/prospek-penegakan-hukum-di-laut.html, di akses pada tanggal 18 juni 2014 jam 18:45
19 Tutis, Ketahanan Nasional di Wilayah Perbatasan Indonesia,
http://tutisp.blogspot.com/2013/05/ketahanan-nasional-di-wilayah.html, di akses pada tanggal 20 juni 2014 jam 01:00
20 Batam Pos, Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) IV
Tanjungpinang Laksamana Pertama TNI Agus Heryana SE Ajak Generasi Muda Peduli Potensi Bahari, http://batampos.co.id/14-12-2013/komandan-pangkalan-utama-tni-angkatan-laut- danlantamal-iv-tanjungpinang-laksamana-pertama-tni-agus-heryana-se-ajak-generasi-muda-peduli-potensi-bahari/, di akses pada tanggal 23 juni 2014 jam 03:00
21 Wikipedia, Pulau Nipa, http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Nipa, di akses pada tanggal 5 mei
Dengan luas wilayah 63 Ha (permukaan air laut terendah), 58 Ha
(permukaan air laut rata-rata), dan 28 Ha (permukaan air laut tertinggi). Koordinat
Pulau Nipa 103 39'04.68" - 103 39' 39.384" BT dan 1 8' 26.88" - 1 9' 12.204" LU.
Secara geologi Pulau Nipa diinterpretasikan sebagai kelanjutan gugusan pulau
Batam-Rempang-Galang (BARELANG) yang berada di daerah pulau Nipa,
khususnya Pulau Pemping, Pulau Kelapa Jerih dan Pulau Bulan.
Secara geografis Pulau Nipa terletak antara Selat Philip dan Selat Utama, yang
berbatasan langsung dengan Singapura. Letak ini menjadikan posisi Pulau Nipa
merupakan pulau terluar terkait perbatasan antara Indonesia dan Singapura. Pulau
Nipa nyaris hilang dari peta Indonesia saat pasir laut di pulau tersebut disedot dan
dikirim ke Singapura guna proyek reklamasi. Melalui Menteri Kelautan dan
Perikanan mulai 23 Februari 2003, ekspor pasir laut dilarang kemudian Menteri
Perdagangan mengeluarkan Peraturan Nomor 02/MDAG/PER/1/2007 tentang
larangan ekspor Pasir, Tanah, dan top soil mulai 1 Februari 2007. 22
Pulau Nipa sebenarnya pulau yang hampir tenggelam. Sebelum masa
pemerintahan presiden Megawati Soekarno Putri, Pulau Nipa sama sekali tidak
mendapat perhatian dari pemerintahan Indonesia. Tetapi setelah pemerintahan
Republik Indonesia sadar betapa pentingnya Pulau Nipa dari sisi geografis yang
mampu menjadi penarikan garis pangkal pantai terhadap Singapura, maka pada
pemerintahan Megawati Soekarno Poetri, Pulau Nipa mulai direklamasi. Dapat
dipastikan, Pulau Nipah sudah terendam sejak dulu sekiranya
reklamasi tidak dilakukan. Dengan demikian, reklamasi dan membangun
22 Rhukarsa, kondisi pulau Nipa saat ini,
infrastruktur multifungsi merupakan solusi yang dibutuhkan oleh Pulau
Nipah saat ini.23
Sebelumnya, Pulau Nipa adalah sebuah pulau yang tidak begitu kecil.
Tetapi karena pengerukan pasir di pulau Nipa yang di lakukan oleh Singapura
yang dilakukan guna mereklamasi pantai Singapura (agar daratan Singapura
menjadi lebih luas) maka Pulau Nipa mengalami kondisi kritis yang bahkan
membuat Pulau Nipa hampir tenggelam. Karena itulah Pulau Nipa perlu di
reklamasi agar menjadi pulau yang “utuh” kembali. Reklamasi Pulau Nipa selesai
pada tahun 2008 dan Pulau Nipa pun kembali menjadi pulau yang bisa dikatakan
utuh sebagai pulau milik Indonesia. Disini kita menyadari akan penting nya
sebuah peran Pulau Nipa terhadap Republik Indonesia. Saat ini Pulau Nipa
berangsur sudah mulai membaik, sudah mulai tumbuh tanam-tanaman diatas
Pulau Nipa.
Di Pulau Nipa tidak ada penduduk sipil yang bermukim sehingga
pemukim yang ada hanya TNI yang bertugas. Setiap enam bulan, dilakukan
pergantian personil agar petugas tidak jenuh. Terdapat 93 aparat TNI, 60 dari
unsur Marinir dan 30 dari Angkatan Darat dan Pos AL berjumlah 6 orang Untuk
memperkuat pertahanan dan penjagaan pulau-pulau terluar. 24 Masalah yang
dianggap sebagai kendala utama adalah terbatasnya persediaan air tawar dan
kurangnya sarana maupun prasarana komunikasi. Persediaan air tawar hanya
berasal dari air hujan. Hal ini disebabkan pulau Nipa adalah pulau karang yang
23 Fadli, Memberi Makna Strategis Pulau Nipah,
http://isoi.blogspot.com/2004/12/memberi-makna-strategis-pulau-nipah.html, di akses pada tanggal 6 mei 2014 jam 11:04
24 Mutia, Hendra, Panglima TNI Serahkan Kapal Patroli Ke Pulau Nipa ,http://nasional.news.
berbatu batu sehingga pembuatan sumur bor tidak dapat dilakukan. Apabila
persediaan air tawar yang berasal dari air hujan menipis, maka penjaga ini,
seminggu sekali, pergi ke Pulau Belakangpadang untuk membeli air tawar dan
keperluan sehari hari. Penyulingan air yang ada tidak berfungsi secara optimal
(air masih terasa asin) sehingga diperlukan teknologi yang lebih canggih untuk
pengadaan air tawar guna keperluan sehari-hari. Menurut Komandan Peleton
Satuan Tugas Pengamanan Pulau Nipah Letnan Satu Marinir Jarot Witono,
sebenarnya pos pengamanan memiliki alat penyuling air laut menjadi air tawar.
Namun, karena kebutuhan solarnya jauh lebih mahal dibandingkan dana
operasional yang ada, prajurit terpaksa memarkirnya di gudang dan berharap
hujan rajin turun di Pulau Nipah.25
Jaringan komunikasi menjadi masalah yang cukup rumit karena jaringan
yang dapat digunakan di pulau ini adalah adalah jaringan SingTel, yaitu jaringan
tekomunikasi yang dimiliki Singapura. Penulis menemukan fakta bahwa di Pulau
Nipa bahwa penggunaan hand phone untuk berbicara maupun mengirimkan SMS hanya dapat menggunakan jaringan Singtel yang terkena biaya roaming dan pada
akhirnya membebani petugas jaga.
Perbaikan sarana dan prasarana komunikasi di pulau NIPA layak untuk
dipertimbangkan mengingat komunikasi sangat penting untuk pembinaan
keamanan dan pengendalian teritorial. Didalam penjagaan perbatasan, kecepatan
disseminasi informasi menjadi salah satu faktor terpenting yang berkaitan
25 Kompas, Menjaga Pelataran RI di Pulau Nipah,
langsung dengan keamanan perbatasan. Akibat lain dari jaringan komunikasi yang
tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan internet juga sulit untuk di akses.
Padahal internet juga akan mempermudah komunikasi dan mempercepat
penyebaran informasi.26
Ada banyak laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Selanjutnya hal
ini diperjuangkan dalam dunia internasional. 27 Untuk zonasi pertahanan,
pemerintah tetap menempatkan pos TNI AL dan dermaga TNI AL. Untuk zonasi
ekonomi, kemungkinan dibuat tempat transit kapal-kapal tanker untuk pengisian
bahan bakar, air, dan kebutuhan pokok lainnya. Untuk zonasi konservasi, ditanam
tanaman bakau. Dengan pengelolaan seperti itu, diharapkan Pulau Nipa makin
memiliki fungsi pertahanan, fungsi ekonomi, pariwisata, ataupun konservasi.
Dengan perkataa lain, ”secuil” pulau Nipa yang tidak terlihat di dalam peta
Indonesia itu memiliki nilai strategis di bidang pertahanan. Keberadaan pulau
Nipa yang hampir lenyap saat air laut pasang sebelum direklamasi menunjukkan
betapa penting pulau terluar sebagai titik batas wilayah NKRI, termasuk titik tolak
perundingan batas wilayah. Itulah yang menjadi alasan kuat mengapa Pulau Nipa
direklamasi sejak 2004. Dari sekian banyak pulau terluar di Indonesia, hanya
Pulau Nipa yang direklamasi secara besar-besaran. Pulau Nipa jadi simbol
pertahanan dan teritorial di wilayah perbatasan.28
26 Arief khoemadi,Op. cit
27 Tabloid Diplomasi, Konvensi PBB Tentang Hukum laut ,
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/105-september-2010/929-konvensi-pbb-tentang-hukum-laut-unclos.html, di akses pada tanggal 9 mei 2014 jam 17:44
28 Fitriany, menelusuri keperawanan panorama pulau terluar Indonesia,
Satu hal lain yang harus diperhatikan adalah dampak pemanasan global.
Adanya pemanasan global membuat Pulau Nipa dan pulau-pulau kecil lainnya
layak untuk mendapat perhatian khusus karena dampak dari pemanasan global
berpotensi menenggelamkan pulau pulau kecil. Mencairnya es di kutub utara dan
kutub selatan mengakibatkan permukaan air laut naik. Naiknya permukaan air laut
ini menyebabkan pulau-pulau yang memiliki dataran yang rendah tenggelam.
Indonesia memiliki kurang lebih 24 pulau kecil termasuk didalamnya Pulau Nipa
yang tersebar di berbagai daerah yang kondisinya terancam tenggelam.
Pulau-pulau kecil ini terancam tenggelam karena berbagai faktor, antara lain akibat
dampak pemanasan global, pengaruh pengerukkan pasir laut dan tsunami. Data
menunjukkan, sepanjang tahun 2005 - 2007, terdapat 24 pulau kecil yang
tenggelam sebagai dampak dari kenaikan muka air laut akibat dari pemanasan
global ini. Sedangkan Pulau Nipa terancam tenggelam, selain karena pemanasan
global, juga yang utama adalah akibat pengerukan pasir yang mengakibat dataran
pulau ini menjadi rendah.
Pulau Nipa yang nyaris hilang tersebut karena pasir di sekitar pulau itu
disedot dan dikirim ke luar negeri guna proyek reklamasi negara tetangga. Untuk
menanggulangi hal tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan mulai 23 Februari
2003, melarang ekspor pasir laut. Larangan ini diperkuat oleh Menteri
Perdagangan melalui Peraturan Nomor 02/MDAG/PER/1/2007 tentang larangan
ekspor pasir, tanah, dan top soil yang berlaku mulai 1 Februari 2007.
Berdasarkan kedua Peraturan Menteri tersebut, TNI AL menindak tegas
Sebelumnya pada tahun 2002, Pemerintah telah mengeluarkan instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Pengendalian Penambangan
Pasir Laut. Pemerintah memandang perlu dilakukan pengendalian atas kegiatan
penambangan, pengusahaan, dan ekspor pasir laut untuk kepentingan
pembangunan nasional, dengan memperhatikan kelestarian ekosistem di wilayah
penambangan pasir laut. 29
Dan jika kita berfikir ke depan, dengan letak Pulau Nipa yang strategis,
akan sangat menguntungkan apabila Pulau Nipa dijadikan kawasan usaha untuk
membangun kerjasama ekonomi dan membangun hubungan yang lebih erat
dengan negara tetangga. Karena kegiatan pengiriman barang antar negara yang
90%nya dilakukan dari laut. 30
Isu perbatasan maritim merupakan salah satu permasalahan penting yang
harus disikapi oleh bangsa. 31Peluang ini juga sudah mulai terlihat oleh
pemerintah Indonesia. Pemerintahan Indonesia berencana melakukan
pembangunan kawasan usaha di Pulau Nipa pada tahun 2013. Menteri Kelautan
dan Perikanan Sarif. C. Sutardjo mengatakan, kawasan usaha di Pulau Nipa,
Kepulauan Riau, akan mulai dilakukan pembangunan kawasan usaha pada tahun
2013.
Menteri Kelautan di pulau Batam mengatakan perizinan akan segera
diurus dan apabila telah sesuai, maka akan dibangun. Ia mengatakan ada beberapa
29 Arief Khoemady, Loc.cit
30 Febriyan, Perbatasan Wilayah ,Perjanjian ,dan Permasalahan Negara Republik Indonesia,
http://akhidefaz.blogspot.com/2013/06/perbatasan-wilayah-perjanjian-dan.html, di akses pada tanggal 9 Mei 2014 jam 16:45.
31 Tahu sakti, Perbatasan Wilayah RI Perjanjian Dan Permasalahanya,
perizinan yang diurus di daerah, ada pula yang diurus di pusat, karena Pulau Nipa
merupakan kawasan strategis Nasional. Beliau mengatakan pembangunan fasilitas
usaha labuh jangkar di Pulau Nipa dilakukan oleh perusahaan swasta. Namun
beliau enggan menjelaskan nama perusahaan yang akan membangun pulau
terdepan itu. Republik Indonesia merupaka negara kepulauan yang berwawasan
Nusantara. Secara Geografis, keberadaan pulau-pulau yang tersebar di wilayah
Indonesia sangat startegis. Karena berdasarkan pulau-pulau tersebut batas negara
ditentukan.32
Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian
Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan, Pulau Nipa akan
dikembangkan sebagai kawasan sentra pertumbuhan ekonomi berbasis
pertahanan. Di atas pulau 44 hektare (Ha) itu, seluas 15 Ha digunakan untuk
pertahanan, dan 12 Ha digunakan untuk membangun fasilitas labuh kapal. Selain
labuh jangkar, di area itu juga akan dikembangkan usaha yang berkaitan dengan
pengisian bahan bakar dan penjualan air. Bahan bakar akan dipasok dari Depo
Pertamina Pulau Sambu sedangkan air dari Pulau Karimun Besar. Diperkirakan
kebutuhan bahan bakar untuk usaha itu sebanyak 6 juta liter. Sedang air bersih
sebanyak 2,5 juta liter.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, bahwa
pulau Nipa yang terletak di utara Batam akan dikembangkan untuk kepentingan
ekonomi nasional. "Pulau Nipa dibangun untuk kepentingan ekonomi kita," kata
Presiden dalam kunjungan beliau ke pulau terdepan itu.
32 Kelamas club, Hukum Laut Indonesia, http://indonesiadalamsejarah.blogspot.com
Presiden mengatakan bahwa pemerintah ingin memanfaatkan letak strategis Pulau
Nipa yang berdekatan dengan kawasan ekonomi Batam, Bintan, Karimun, dan
Johor, Malaysia.33
Melihat kawasan di sekitarnya, terutama Singapura, pemerintah mengubah
cara pikir. Dalam kunjungannya ke Pulau Nipah, Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro mengatakan, kawasan tersebut akan dijadikan pusat logistik bagi
kapal-kapal yang antre masuk Singapura.34 Kita tidak bisa menyangkal, bahwa
dengan letak Pulau Nipa yang langsung berseberangan dengan negara tetangga
(seperti Malaysia dan Singapura) pasti menimbulkan konflik yang tidak sedikit.
Sering terjadi, kapal asing yang sengaja maupun tidak sengaja mendekati Pulau
Nipa dan melanggar wilayah perairan Indonesia. Contohnya adalah kapal
Malaysia yang memasuki kawasan Pulau Nipa. Sudah empat kali kapal aparat
Malaysia memasuki perairan Indonesia di sekitar Pulau Nipa, Kota Batam,
Kepulauan Riau tanpa ada suatu alasan yang cukup jelas.
Komandan Pleton Satuan Tugas Pengamanan Pulau Nipa, Letnan Satu Marinir
Jarot WItono mengatakan selama empat bulan bertugas di Pulau Nipa, empat kali
kapal aparat Malaysia memasuki perairan sekitar Pulau Nipa. Kapal-kapal itu
kemudian kembali ke perairan Malaysia setelah petugas memberikan tembakan
peringatan ke udara. "Jelas sekali, kapal-kapal Malaysia itu sudah memasuki
perairan Indonesia, bahkan sudah sangat dekat sekali dengan Pulau Nipa. Kami
memiliki rekamannya semua dan sudah kami sampaikan ke pimpinan," kata Jarot.
33 Erlangga Djumena, kawasan usaha pulau Nipa di bangun tahun 2013, http://bisniske,
diakses pada tanggal 5 Mei 2014 jam 07.15.
34 Global Review, Pulau Nipa, Armada amerika, Dan Armada china,
Pulau Nipa adalah salah satu pulau kecil terluar Indonesia yang menjadi wilayah
Provinsi Kepulauan Riau. Pulau itu berjarak sekitar 1 jam perjalanan kapal cepat
yang bergerak langsung ke arah barat pulau Batam. 35
Guna kepentingan kedaulatan, prajurit TNI disiagakan di pulau tersebut.
Sebanyak 90 personel ditugaskan selama enam bulan. Rotasi terus dilakukan
sehingga selalu ada prajurit di Pulau Nipa untuk memastikan bahwa kedaulatan
NKRI tetap dapat dipertahankan mengingat posisinya berbatasan langsung dengan
Singapura sekaligus menjadi titik dasar wilayah perbatasan Indonesia. 36
B. Sengketa Antara Indonesia Dan Singapura Terkait Pulau Nipa
Kronogis konflik perbatasan yang terjadi di Indonesia – Singapura
bermulai dari reklamasi wilayah laut Singapura yang membuat daratan Singapura
menjadi lebih luas dan laut perbatasan Indonesia dan Singapura menjadi sempit.
Reklamasi pantai-pantai di Singapura menyebabkan daratan negara kota itu
bertambah 12 km ke arah perairan Indonesia, sedangkan wilayah perairan
Indonesia berkurang 6 km. Jika tidak segera dihentikan, maka luas wilayah
Indonesia akan terus berkurang dan Singapura akan memiliki daratan lebih luas
daripada yang dimilikinya saat ini.
Reklamasi pantai selalu dilakukan Singapura untuk memperluas
wilayahnya. Luas wilayah Singapura pada awalnya adalah 580 km2, dan pada
35 Erlangga, kawasan usaha pulau nipah dibangun tahun, 2013 http://bisniskeuangan.kompas.
com/read/2012/06/03/12181355/Kawasan.Usaha.Pulau.Nipa.Dibangun.2013, diakses pada tanggal 6 Mei tahun 2014, pada jam 21:00.
36 Andrew Patimahu, Malaysia masuki perairan pulau Nipa,
tahun 2005 jumlahnya bertambah menjadi 699 km2. Hal itu menandakan luas
wilayah Singapura selama hampir 40 tahun bertambah 199 km2. Luas Selat
Singapura juga makin berkurang, tidak mencapai 24 mil laut yang sudah menjadi
ketetapan internasional. Sejumlah pihak mengkhawatirkan reklamasi pantai yang
dilakukan Singapura karena akan merubah wilayah batas kedua negara yang
sudah disetujui pada tahun 1973. Singapura terus mereklamasi wilayah, seperti di
daerah Tuas, dan Jurong, termasuk di pulau-pulau seperti Pulau Semakau dan
Pulau Sentosa. Di sisi lain, sampai akhir 2008, batas wilayah perairan
Indonesia-Singapura belum juga disepakati.37
Beberapa solusi telah dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia atas
sengketa perbatasan Indonesia – Singapura diantaranyamengeluarkan UU No. 1
tahun 1973 yang berisi tentang Landas Kontinen Indonesia, semua kekayaan yang
ada di dalam Landas Kontinen Indonesia merupakan hak milik Pemerintah
Indonesia. Disetujuinya Perjanjian Penetapan Perbatasan Indonesia – Singapura di
Bagian Barat Selat Singapura juga merupakan solusi yang diupayakan Pemerintah
Indonesia. Sebagai bentuk kelanjutan dari diplomasi yang dilakukan Pemerintah
Indonesia dan Singapura, pada Maret 2009, perjanjian batas laut antara kedua
negara ditandatangani di Jakarta. Pembicaraan tentang perjanjian ini sudah
dilakukan sejak tahun 2005, untuk menyelesaikan batas wilayah Indonesia –
Singapura di bagian barat Selat Singapura, antara perairan Tuas dan Nipa.38
37 Ferry Santoso, Pulau Nipah Sumber Pertahanan Kepulauan, http://jakarta45.wordpress.com
/200 9/08/12/nasionalisme-pulau-nipah-simbol-pertahanan-negara-kepulauan/ , di akses pada tanggal 25 Mei jam 14:03.
38 Ayu Maha, Ketahanan Nasional Indonesia Dalam Sengketa Perbatasan
Salah satu persoalan yang paling mendasar yang memicu konflik antar
negara adalah masalah pada perbatasan. Hal ini sangat riskan karena masih
banyak kesalahpahaman dalam perundingan terkait dengan perbatasan negara.
Setiap perbatasan wilayah Negara mempunyai undang-undang yang telah dibuat.
Setiap Negara berhak membuat undang-undang perbatasan wilayah yang telah
disepakati. Apabila Negara kita tidak mempunyai undang-undang tentang
perbatasan wilayah Negara maka akan mudah dikuasai oleh Negara lain. 39
Bagi Indonesia, yang notabene adalah negara kepulauan terbesar di dunia,
hal ini menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Sudah beberapa kali Indonesia
terlibat konflik dengan negara tetangga terkait perbatasan negara. Berikut
contoh-contoh permasalahan perbatasan yang pernah dialami oleh negara kita:
RI – Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah
perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna
berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Kerajaan Malaysia tentang penetapan garis batas landas kontinen antara kedua
negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
39 Eva Syabila, Perbatasan Wilayah Negara Republik Indonesia Perjanjian & Permasalahan
Berikutnya adalah Penetapan Garis batas Laut Wilayah RI – Malaysia di
Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk
garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China
Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di
sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh
(Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah
antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika
Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut
dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan
Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga
saat ini masih dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi,
Indonesia menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru
kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat
perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan
batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.Sementara pada
segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas
RI – Papua New Guinea
Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei
1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Inggris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan
dimulai dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00”
bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141°
01’ 10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan
garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara.
Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas
darat.
RI – Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai
kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan
tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia.
Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di
Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan
RI – India
Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di
Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor
51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New
Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26
Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan,
terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan
Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan
diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua
negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.40
Permasalahan pulau-pulau di Indonesia bukan menyangkut kepemilikan
atas pulau tersebut tetapi hanya masalah perbatasan yang belum jelas.41 Tetapi hal
yang difokuskan di sini adalah permasalahan antara Indonesia dan Singapura
terkait perbatasan antara kedua negara tersebut. Masalah awal yang timbul antara
Indonesia dan Singapura adalah reklamasi pantai yang selalu dilakukan Singapura
sejak melepaskan diri dari federasi Malaysia untuk memperluas wilayahnya. Pada
awalnya, luas wilayah Singapura hanya 580 km2, dan pada tahun 2005 jumlah nya
bertambah menjadi 699 km2. Hal itu menandakan luas wilayah Singapura selama
40 Tabloid Diplomasi, Permasalahan Di Perbatasan RI, http://www.tabloiddiplom
asi.org/previous-isuue/183-diplomasi-februari-2013/1598-permasalahan-di-perbatasan-ri.html di akses pada tanggal 11 Juni 2014 jam 11:55.
41 Chandranigrum, Menteri Luar Negeri: Tak Ada Pulau Lain yang Berstatus Sengketa,
hampir 40 tahun bertambah 119 km2. Luas selat Singapura juga makin berkurang,
tidak mencapai 24 mil laut yang sudah menjadi ketetapan nasional. Sejumlah
pihak mengkhawatirkan reklamasi pantai yang dilakukan Singapura akan
mengubah batas wilayah negara yang di setujui pada tahun 1973. Reklamasi
dimaknai sebagai kegiatan yang dilakukan oleh badan hukum atau pemerintah
untuk peningkatan manfaat lahan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk
meningkatkan manfaat lahan dari aspek lingkungan, sosial ekonomi, dan teknis.
Reklamasi dapat dilakukan untuk kawasan yang rusak akibat abrasi, sehingga
memberikan dampak lingkungan. 42
Daratan Singapura menjadi maju 12 kilometer dari original base line
perjanjian perbatasan sebelumnya. Pihak Indonesia juga mengkhawatirkan
majunya daratan Singapura. Dikhawatirkan penetapan batas wilayah di selat
Singapura juga akan berubah, meskipun sebenarnya Indonesia tidak perlu
mengkhawatirkan hal itu karena sudah di atur di dalam pasal 6 ayat 8 UNCLOS.43
Masalah perbatasan kemudian semakin runyam ketika Singapura melepaskan diri
dari federasi Malaysia tahun 1965. Pangkal masalahnya adalah lebar selat
Singapura yang tidak mencapai 24 mil sebagai persyaratan dari konvensi hukum
laut PBB. Konvensi hukum laut PBB ini berisi batas wilayah teritorial laut sebuah
negara ditarik 12 mil laut yang ditarik dari pangkal pulau terdepan suatu negara.
Beberapa masalah kemudian menjadi pengganjal untuk menetapkan daerah
perbatasan Indonesia-Singapura. Salah satu masalah besar itu adalah reklamasi
42 Brigita, Reklamasi butuh Kejelasan Aturan, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011
/10/21/17323944/Reklamasi.Butuh.Kejelasan.Aturan, di akses pada tanggal 16 Mei 2014 jam 02:00.
43 Arief Fauzi, konflik perbatasan Indonesia dan Singapura, marieffauzi.wordpress.com/2013/
pantai yang di lakukan Singapura untuk memperbesar wilayahnya. Konflik yang
terjadi antara Indonesia dan Singapura terutama setelah reformasi, bukanlah yang
pertama kali terjadi. Menoleh ke belakang, beberapa gangguan dalam hubungan
diplomatik kedua negara ini dipicu oleh berbagai macam persoalan. Seperti
masalah “perang urat syaraf” antara mantan presiden Habibie dengan mantan PM
Lee Kuan Yew dan di lanjutkan dengan mantan presiden Abulrrahman Wahid,
menyusul soal tuntutan RI soal perjanjian ekstradisi untuk mengembalikan para
penjahat ekonomi, masalah kabut asap, dan terakhir sengketa pasir yang memicu
konflik antar negara terkait masalah perbatasan antara Indonesia dan Singapura.
segala hambatan yang masih dihadapi Satgas pengamanan perbatasan telah
menjadi perhatian Kemenhan untuk dicarikan solusi. 44
Setiap negara memiliki kemunginan untuk menambah atau memperluas
wilayahnya. Dilihat dari praktik negara, ada beberapa cara bagi suatu negara
untuk dapat memperluas wilayahnya. Yaitu melalui akresi, cessi, okupasi,
preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa yang biasanya merupakan
aneksasi.
1. AKRESI
Akresi adalah penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah.
Sebagai contoh adalah terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur
di muara sungai, atau mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya
perubahan aliran sungai. Penambahan wilayah dalam bentuk pulau baru dapat
44 Satria, Nipah Jadi Benteng Terluar RI,
juga disebabkanoleh letusan gunung api di laut. Dalam hal ini apabila pulau baru
tersebut berada di perairan wilayah suatu negara, maka otomatis akan menjadi
bagian dari wilayah tersebut.
2. CESSI
Salah satu cara yang banyak digunakan untuk memperoleh tambahan
wilayah adalah dengan cessi. Dasar pemikiran yang melandasi cessi adalah bahwa
penyerahan suatu wilayah atau bagian wilayah adalah hak yang melekat pada
kedaulatan negara.
Cessi merupakan cara penyerahan wilayah secara damai yang biasanya
dilakukan melalui suatu perjanjian perdamaian yang mengakhiri perang. Namun
pada zaman kolonial, praktik cessi juga banyak dilakukan oleh para penguasa
setempat, seperti misalkan yang dilakukan oleh oleh beberapa kesultanan di Asia
Tenggara kepada para pendatang dari Eropa, atau sebaliknya dilakukan oleh para
penguasa kolonial kepada kelompok adat setempat.
Berbeda dengan akresi, dalam cessi ada pemindahan kedaulatan atas
bagian wilayah tertentu dari satu negara/penguasa kepada negara/penguasa yang
lain. negara/penguasa yang menerima bagian wilayah tersebut memiliki hak yang
sama dengan negara/penguasa pemberi dan tidak lebih dari itu. Dengan demikian,
apabila negara memberi pernah memberikan hak kepada negara ketiga, hak
negara ketiga tersebut harus dihormati juga oleh negara penerima. Meskipun cessi
biasanya dilaksanakan setelah berakhirnya suatu suasana permusuhan, cessi juga
pembelian alaska pada tahun 1816 oleh amerika serikat dari rusia, atau ketika
denmark menjual beberapa daerahnya di west indies kepada amerika serikat pada
tahun 1916. 45
3. OKUPASI
Okupasi menunjukkan adanya penguasaan terhadap suatu wilayah yang
tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun. Yang dapat berupa suatu
Terra nullius yang baru ditemukan. Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan orang-perorangan, secara efektif dan harus terbuktiadanya
kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari wilayah
kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan
simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut,
misalnya dengan pemancangan bendera atau melalui suatu proklamasi. Penemuan
asaj tidak cukup kuat untuk menunjukan untuk menunjukkan kedaulatan negara,
karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman.
Agar penemuan tersebut memiliki arti yuridis harus dilengkapi dengan
penguasaan secara effektif untuk suatu jangka waktu tertentu.
4. PREKRIPSI
Berbeda dengan okupasi, preskripsi adalah pelaksanaan suatu negara
secara de facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan
negara lain. kesulitan untuk dapat menerima preskripsi sebagai asas hukum
internasional di dalam perolehan wilayah adalah bahwa tidak banyak praktik
negara untuk itu. Dengan demikian, tidak jelas preseden yang menunjukkan
berapa lama wktu yang diperlukan untuk menunjukkan adanya pelaksanaan
kedaulatan secara de facto dan damai, dan apakah pelaksanaan nya harus
dilakukan tanpa terputus. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa munculnya
protes negara yang memiliki kedaulatan terdulu akan menghilangkan klaim
berdasarkan preskripsi.
Persamaannya dengan okupasi adalah bahwa pelaksanaan kedaulatan
tersebut harus dilakukan oleh negara atau a tittre de souverain dan bukan usaha dari orang-perorangan yang tidak ada kaitannya dengan klaim kedaulatan negara
yang dimaksud.
5.ANEKSASI
Dalam hal perolehan wilayah secara paksa yang penting adalah sejauh
mana tindakan demikian dapat dianggap sah dan diakui oleh negara-negara lain
serta dapat dilaksanakan dalam sistem yang berlaku dalam masyarakat
internasional. Meskipun perolehan wilayah secara tidak sah pada dasarnya tidak
dapat dijadikan alasan untuk memperoleh hak, dalam perkembangannya hukum
internasional kadang-kadang dapat menerima tindakan demikian asalkan
memperoleh penngakuan dari negara-negara lain. penaklukan (conquest), sebagai tindakan suatu negara yang mengalahkan negara lain dnegan menduduki seluruh
terhadap wilayah yang mereka duduki tersebut. Walaupun demikian, menurut
hukum internasional negara penakluk dapat memperoleh hak terhadap wilayah
tersebut. Dalam bentuk wilayah hak okupasi belligeren (belligerent occupation).
Aneksasi adalah cara perolehan wilayah secara paksa berdasarkan pada
dua kondisi sebagai berikut:
1. Wilayah yang dianekasi telah di kuasai oleh negara yang menganekasinya:
2. Pada waktu suatu negara mengumumkan kehendaknya untuk menganekasi
suatu wilayah, wilayah tersebut telah benar benar berada dibawah
penguasaan negara tadi.
Perolehan wilayah dengan cara yang pertama tidak cukup untuk
melahirkan hak atau kedaulatan bagi negara yang melakukan nya, melainkan
harus diikuti dengan pernyataan resmi tentang aksud atau kehendak demikian
yang biasanya dilaksanakan dengan pengiriman nota kepada semua negara yang
berkepentingan. Jadi hak terhadap wilayah tidak secara otomatis beralih dari
negara kalah kepada negara yang menang perang, terlebih-lebih apabila negara
pemenang secara resmi menyatakan tidak akan menganeksasi wilayah tersebut.
Perolehan wilayah yang dilaksanakan dengan cara cara yang bertentangan dengan
piagam PBB sudah semestinya tidak dapat dijadikan dasar perolehan hak suatu
wilayah.
Kasus konflik ini sebenarnya ironis, bahwa sebuah negara yang sangat
kecil dapat mengancam sebuah wilayah kedaulatan negara besar “hanya” dengan
cara membeli seonggok demi seonggok pasir yang digunakan sebagai sarana
dikatakan Menlu George Yeo, Indonesia tidak memiliki landasan untuk melarang
ekspor pasir.
Akhirnya jalan keluar dari masalah ini mulai menunjukkan titik terang.
Berawal dari dilarangnya ekspor pasir dari Indonesia ke semua negara termasuk
Singapura. Larangan ekspor pasir yang di keluarkan pemerintah Indonesia sangat
tepat, mengingat kerugian yang ditimbulkannya sangat mengancam keselamatan
lingkungan dan eksistensi negara kita karena bisa merubah peta wilayah RI.
Pengerukan pasir yang di lakukan terus menerus dapat mengakibatkan berbagai
kerawanan lingkungan yang mengancam keselamatan penduduk Indonesia
terutama di daerah pesisir pantai.
Tergerusnya wilayah perairan Indonesia diperparah dengan menyempitnya
wilayah daratan Indonesia. Contohnya beberapa pulau kecil di kepulauan Riau
yang berbatasan langsung dengan Singapura tenggelam akibat eksplorasi pasir
untuk memenuhi kebutuhan Singapura. Tindakan Singapura benar-benar
menunjukan sindrom negara kecil yang berbatasan dengan negara super luas
seperti Indonesia.
Batas Pulau Nipah antara RI dan Singapura akhirnya disepakati bersama,46
berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut yang di tentukan adalah Pulau Nipa dan
Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Namun demikian masih ada beberapa titik
perbatasan yang belum di sepakati dan terbuka peluang terjadinya konflik antar
kedua negara.47
46 Bakosurtanal, RI- Singapura Sepakati Batas pulau Nipah
,http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta /show/ri-singapura-sepakati-batas-pulau-nipah, di akses pada tanggal 11 juli 2014 jam 22:00
C. Pengaturan Kepemilikan Pulau Nipa Menurut Hukum Laut
Internasional
Mengenai kepemilikan pulau Nipa di mata internasional, kita terlebih
dahulu harus mengkaji ke belakang untuk mengetahui perbatasan laut teritorial.
ahli-ahli hukum romawi memandang laut sebagai milik bersama umat manusia –
res komunis meskipun sudah di rasakan pada waktu itu bahwa laut sekeliling pantai suatu negara berbeda penggunaannya dengan bagian laut yang lebih jauh,
namun perbedaan yurisdiksi belum ada.
Laut sekeliling pantai sejak dahulu di pergunakan oleh setiap negara untuk
lalu-lintas antar kota dengan kota, untuk menangkap ikan, dan juga tempat
menyerang sebelum musuh mendarat. Menurut sejarah, salah satu kaedah hukum
internasional yang sangat populer “liberum mare” dan masih relevan hingga kini
untuk kegiatan tertentu dalam perairan tertentu yang di cetuskan filosof terkenal
Hugo Grotius, adalah menyangkut perairan Indonesia.
Memang dalam pelayaran-pelayaran pertama orang Eropa, sering terdapat
kekeliruan nama, akan tetapi menurut rekonstruksi waktu, hal tersebut memang
benar adanya. Diktum Hugo Grotius “mare liberum” dan doktrin Jhon Sheldon
“mare clausum” berkembang bersama-sama di dalam mengisi hak –hak
penggunaan atas laut. Pada “high seas” (laut lepas) berkembang doktrin mare
liberum, meskipun beberapa pembatasan harus di adakan, sedangkan pada
Kebutuhan suatu bangsa untuk memperoleh hak atas perairan disepanjang
pantai dengan suatu jarak tertentu, rupanya dapat di terima oleh masyarakat
internasional atas dasar untuk keamanan negaranya. Apabila hak-hak ini diakui
oleh masyarakat internasional sebagai hak eksklusif negara pantai, maka apakah
ada hak hak lain di atas nya, berapa lebar dan dimana batas-batasnya. Persoalan
pertama telah di jawab oleh hukum kebiasaan, yang kemudian di kukuhkan
Konvensi Geneva 1958 yaitu adanya hak lintas damai. Persoalan kedua yaitu
tentang lebar laut teritorial tumbuh dengan pandangan yang berbeda. Cornelius
Van Biynkershoek dalam diktum nya menyatakan :
Terrae potestas finitur ubi armorum vis. Yang artinya : “sovereignty of a
state ends where the power of arms ends”.
Dalam abad itu, jarak meriam bervariasi antara 1 sampai dengan 2,5 mil,
akhirnya mereka yang sependapat dengan hal ini menetapkan lebar laut teritorial 3
mil.48
Masalah kelautan timbul karena adanya keperluan berbagai pihak yang
ingin memanfaatkan segala fasilitas laut. Tumbuh berkembangnyahukum laut
selain karena adanya kepentingan dengan alasan milik bersama, juga perlu di jaga:
- kepentingan yang berkaitan dengan keamanan dan stabilitas negara
- terbatasnya sumber daya, apabila kemampuan laut diabaikan
- pembagian kepentingan
- menjaga dan menuju pelestarian lingkungan laut dengan segala
ekosistemnya
48 Adi Sumardiman, Wilayah Indonesia Dan Dasar Hukum Nya, PT Pradnya paramita, Jakarta,
- dan sebagainya.
Kemudian muncul konvensi-konvensi yang keberadannya diakui secara
internasional, juga adanya kepentingan yang mendesak di masing masing negara
yang ditindaklanjuti dengan pembentukan peraturan dengan alasan
masing-masing. Khususnya bagi negara kepulauan sebagaimana halnya Indonesia adanya
konvensi hukum laut tahun 1982 yang di selenggarakan oleh PBB di Montego
Bay Jamaica telah menjadi kabar baik dengan pengaruh baru dalam wawasan
internasional. Pengukuhan lebar laut teritorial sepanjang maksimal 12 mil laut,
memberikan kesempatan bagi negara pantai untuk melakukan perluasan lautnya.
Di sisi lain, pengaruh konvensi tersebut, bahwa laut yang sebelum konvensi
merupakan perairan internasional dan merupakan laut bebas (High sea) berubah
menjadi laut teritorial di bawah kedaulatan suatu negara dengan perlindungan
hukum nasional. Akibatnya negara lain tidak dapat bergerak bebas di perairan
tersebut seperti sebelumnya.
Secara rinci, pengaruh konvensi hukum laut tersebut diatas bagi negara
pantai maupun negara lainnya sebagai berikut:
1. Dapat membentuk negara kepulauan, menjamin kpentingan negara
tersebut.
2. Memberikan kesempatan negara pantai untuk melakukan perluasan
wilayah laut
3. Memperluas tanggung jawab negara pantai terhadap lautan.
5. Mendukung pelestarian lingkungan laut yang harus dijaga oleh hukum
nasional suatu negara.
6. Mengurangi kebebasan yang semula ada bagi para pengelola lautan.
Didalam menjalankan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia
sebagai negara yang berdaulat juga harus menghormati kedaulatan negara lain.
Kedaulatan suatu negara pada prinsipnya harus dipertahankan apabila
menyangkut kepentingan dan prinsip yang dianut oleh negara yang bersangkutan
sehingga kerja sama bilateral maupun multilateral didalam bidang ekonomi,
teknologi, keuangan dapat dibina dan dipelihara.
1. Kebiasaan Internasional
Kebiasaan disini merupakan suatu pola tindak dari serangkaian tindakan
berulang-ulang, tindakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan hubungan
internasional. Banyaknya tindakan yang di lakukan itu tidak terbatas, hal ini
tergantung dari situasi dan kondisi setempat serta kebutuhannya. Apabila secara
pergaulan internasional sudah cukup mendapatkan pengakuan dalam arti tidak
menimbulkan pertanyaan maupun permasalahan yang dapat berjalan lancar di
dalam pergaulan tersebut. Contoh dengan ini diterimanya konsep hukum laut dan
landas kontinen (continental shelf) di dalam hukum laut internasional sebagai suatu lembaga hukum. Sebagai konsep hukum baru muncul setelah proklamasi
konvensi hukum laut di Jenewa telah menerima konvensi mengenai landas
kontinen 49
2. Perjanjian Internasional
Perjanjian diadakan oleh bangsa sebagai subyek hukum internasional,
bertujuan untuk menggariskan hak dan kewajiban yang ditimbulkan serta akibat
lainnya yang berpengaruh bagi para pihak pembuat perjanjian. Para pihak terikat
dan tunduk pada perjanjian sesuai dengan ketentuan yang menjadi kesepakatan
bersama. Perjanjian ini dapat di lakukan antar dua negara (bilateral) atau lebih
(multilateral). Pada umumnya perjanjian dibuat dengan memperhatikan
kepentingan para pihak dengan saling menguntungkan dan tidak meninggalkan
landasan-landasan masing masing pihak serta memperhatikan segala ketentuan
hukum internasional yang ada.50
UNCLOS juga mengatur tentang negara kepulauan agar memudahkan
negara kepulauan seperti Indonesia mengetahui daerah kedaulatannya. Di dalam
UNCLOS pasal 47 di sebutkan :
1. Suatu negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang
menghubungkan titik titik terluar pulau dan karang kering termasuk
kepulauan itu., dengan ketentuan bahwa di dalam garis pangkal demikian
termasuk pulau pulau utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara
daerahperairan dan daerah daratan, termasuk atol, adalah satu berbanding
sembilan dan sembilan berbanding satu.
49 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta 1982,
cet.4, hal. 136-137.
2. Panjang garis pangkal demikian tidak boleh melebihi 100 mil lat, kecuali
bahwa hingga 3% dari jumlah seluruh pangakal yang mengelilingi setiap
kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu
perpanjangan maksimum 125 mil laut.
3. Penarikan garis pangkal demikian tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari
konfigurasi uum kepulauan tersebut.
4. Garis pangkal demikian tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut, kecuali
apabila di atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang
secara permanen berada di atas permukaan laut atau apabila elevasi surut
tersebut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak
melebihi lebar laut teritorial dari pulau yang terdekat.
5. Sistem garis pangkal demikian tidak boleh diterapkan oleh suatu Negara
kepulauan dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong laut
teritorial Negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.
6. Apabila suatu bagian perairan kepulauan suatu Negara kepulauan terletak di
antara dua bagian suatu Negara tetangga yang langsung berdampingan,
hak-hak yang ada dan kepentingan-kepentigan sah lainnya yang dilaksanakan
secara tradisional oleh Negara tersebut terakhir di perairan demikian, serta
segala hak yang ditetapkan dalam perjanjian antara Negara-negara tersebut
akan tetap berlaku dan harus dihormati.
7. Untuk maksud menghitung perbandingan perairan dengan daratan
berdasarkan ketentuan ayat 1, daerah daratan dapat mencakup di dalamnya
termasuk bagian plateau oceanik yang bertebing curam yang tertutup atau
hampir tertutup oleh serangkaian pulau batu gamping dan karang kering di
atas permukaan laut yang terletak di sekeliling plateau tersebut.
8. Garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal ini, harus
dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk
menegaskan posisinya. Sebagai gantinya, dapat dibuat daftar koordinat
geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.
9. Negara kepulauan harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau
daftar koordinat geografis demikian dan harus menyerahkan satu salinan
setiap peta atau daftar itu pada Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
UNCLOS menjadi acuan penyelesaian setiap permasalahan yang berkenaan
dengan hukum wilayah laut. Namun, UNCLOS terakhir pada tahun 1982 yang
mulai berlaku pada 16 November 1994 tidak mengatur secara spesifik mengenai
masalah reklamasi. Sehingga, ketentuan dan hukum yang ada dalam UNCLOS
harus diinterpretasikan. Berikut beberapa pasal dalam UNCLOS 1982 yang dapat
diinterpretasikan :
Pasal 60 ayat 8 mengemukakan bahwa pulau buatan, instalasi, dan bangunan tidak
mempunyai status pulau. Sehingga, tidak mempengaruhi penetapan batas laut
territorial, zona ekonomi eksklusif. Dalam hal ini, reklamasi dapat dimasukkan
dalam pulau buatan. Pengukuran dilakukan dari pulau terluar yang alami, bukan
dari daratan reklamasi. Melalui penafsiran pasal ini, Indonesia dapat bernafas
Namun, ada pasal yang menyebutkan “untuk tujuan deliminasi laut
territorial, bagian terluar instalasi pelabuhan yang merupakan bagian integral dari
pelabuhan dapat diperlakukan sebagai bagian dari pantai”. Berarti, jika reklamasi
pantai yang dilakukan oleh Singapura bertujuan untuk membangun struktur
seperti yang disebutkan di atas, maka jelas akan mengubah garis pangkal pantai.
Berdasarkan hal di atas, maka baik Indonesia maupun Singapura mempunyai
celah–celah yang bisa menimbulkan perbedaan paham 51
Untuk mengamankan kebijakan pemerintah menyangkut wilayah
perbatasan, pemerintah mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1973 yang berisi tentang
Landasan Kontinen Indonesia, semua kekayaan yang ada di dalam Landasan
Kontinen Indonesia merupakan hak milik pemerintah Indonesia. Tidak hanya itu,
daerah perbatasan juga akan mulai diberdayakan, seperti Pulau Batam yang
berbatasan langsung dengan Singapura.
Selat Singapura yang tidak terlalu lebar menjadi masalah tersendiri bagi
UU Nomor 1 Tahun 1973. Singapura yang juga dikelilingi pulau-pulau kecil
disekitarnya sehingga didalam menarik garis batas antara kedua negara perlu
ketelitian agar tercapai kesepakatan. Beberapa perundingan telah dilakukan untuk
menyelesaikan masalah ini, kesepakatan pun tercapai pada Mei 1973, dengan
ditandatanganinya Garis Batas Laut Wilayah di Jakarta. Untuk menetapkan garis
awal perbatasan dan karena jarak Selat Singapura yang sempit, maka akhirnya
diambil keputusan untuk mengambil batas kedua negara dari wilayah atau pulau
terdepan masing-masing negara.
51 Sukrisna Aji, Reklamasi Pantai Singapura di Pulau Jorong Sebagai Masalah Perbatasan
Disetujuinya Perjanjian Penetapan Perbatasan Indonesia–Singapura di
Bagian Barat Selat Singapura. Sebagai bentuk kelanjutan dari diplomasi yang
dilakukan pemerintah Indonesia dan Singapura, pada Maret 2009, perjanjian batas
laut antara kedua negara ditandatangani di Jakarta. Pembicaraan tentang
perjanjian ini sudah dilakukan sejak tahun 2005, untuk menyelesaikan batas
wilayah Indonesia-Singapura di bagian barat Selat Singapura, antara perairan
Tuas dan Nipa. Sedangkan untuk wilayah tengah dan timur, masih dalam tahap
penyelesaian, karena memerlukan kajian yang lebih mendalam. Disetujuinya
perjanjian batas laut ini, diharapkan dapat mempertegas posisi Pulau Nipa
sebagai titik dasar yang digunakan dalam pengukuran batas maritim Republik
Indonesia dengan Singapura.
Dalam menetapkan perjanjian ini, pemerintah Indonesia menolak
mengakui wilayah reklamasi Singapura, dan menggunakan perjanjian tahun 1973
sebagai sumber. Menurut Pasal 60 Ayat (8) UNCLOS disebutkan bahwa, “Pulau
buatan, instalasi, dan bangunan tidak mempunyai status pulau dan laut
teritorialnya sendiri, maka kehadirannya tidak memengaruhi penetapan batas laut
teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif, dan landasan kontinen.” 52
Dalam pemikiran tentang kedaulatan negara dan hubungan antar negara,
sebagaimana dilukiskan di muka yaitu ada kekuasaan tertinggi dalam negara.
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH bahwa kekuasaan tertinggi
mengandung 2 pembatasan penting dalam dirinya yaitu :
52 M Arief Fauzi, Konflik Perbatasan Indonesia Singapura,
1. Kekuasaan itu pada batas-batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu,
dan
2. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain dimulai.53
Jadi, hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara
subyek-subyek hukum internasional, dengan ketentuan melintasi batas wilayah
suatu negara harus di jadikan pedoman dan ikatan bagi pencipta hubungan
tersebut. Kedaulatan suatu negara, bukan berati negara itu menutup
kemungkinan-kemungkinan tunduk pada hukum internasional, maka keharusan bagi
anggota-anggota masyarakat Indonesia memperhatikan segala ketentuan ketentuan yang
mengatur hubungan di antara mereka baik berasal dari kesepakatan yang di
adakan maupun berdasarkan ketentuan ketentuan yang sudah ada sebelum
kesepakatan itu di lakukan dan yang di anggap masih mengikat dalam pergaulan
internasional.
Untuk mempertegas bagian kedaulatan wilayah laut NKRI, berikut adalah
dasar hukum terkait kedaulatan wilayah laut Indonesia.
A. Secara Umum :
1) UU. No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2) UU. No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on The Law of The Sea (Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
3) UU. No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
4) UU. No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
5) PP. No. 47 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Pesawat Udara
Asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan melalui alur laut
kepulauan yang ditetapkan.
6) PP No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis
Pangkal Kepulauan Indonesia sebagaimana telah diubah dengan PP. No. 37 Tahun
2008 tentang Perubahan PP No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
B. Secara Khusus :
Batas Laut Wilayah (Teritorial)
1) UU. No. 2 Tahun 1971 tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan
Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat
Malaka.
2) UU. No. 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Indonesia dan Australia
mengenai Garis-Garis Batas tertentu antara Indonesia dan Papua Nugini.
3) UU. No. 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara Indonesia dan Singapura
tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di selat Singapura.
4) UU. No. 4 Tahun 2010 tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan
Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua
Negara di Bagian Barat Selat Singapura.
Batas Wilayah Yurisdiksi
1) UU. No. 18 Tahun 2007 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan
2) No. 89 Tahun 1969 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Malaysia tentang Penetapan Garis-Garis Landas
Kontinen Antara Kedua Negara.
3) Keppres No. 42 Tahun 1971 tentang Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah commonwealth australia tentang Penetapan
Batas-Batas Dasar Laut Tertentu.
4) Keppres No. 20 Tahun 1972
5) Keppres No. 21 Tahun 1972
6) Keppres No. 66 Tahun 1972
7) Keppres No. 51 Tahun 1974
8) Keppres No. 1 Tahun 1977
9) Keppres No. 26 Tahun 1977
10) Keppres No. 24 Tahun 1978
11) Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia
tentang Penetapan Batas Zona Ekonomi Ekslusif dan Batas Laut Tertentu
ditandatangani tanggal 14 maret 1997.
12) Keppres No. 21 Tahun 1992
13) MoU antara Republik Indonesia dan Autralia tentag Pengawasan dan
Pelaksanaan Pengaturan Perikanan Sementara MoU 1981 tentang Provisional Fisheries surveilance and Enforcement Line.
kontinen tentang Submisi yang Disampaikan oleh Indonesia untuk area
sebelah Barat Laut Sumatera tertanggal 16 Juni 2008). Rekomendasi
tersebut disahkan pada tanggal 26 Maret 2011. Atas dasar hal tersebut luas
wilayah yurisdiksi landas kontinen Indonesia bertambah seluas 4.209 km².
Menurut Hukum Laut Internasional, jelas sekali bahwa Pulau Nipa adalah
pulau yang dimiliki oleh Indonesia. Kepemilikan Indonesia atas pulau Nipa
mungkin menimbulkan pertanyaan yang cukup mendasar, kenapa Pulau Nipa bisa
jatuh ke kedaulatan Indonesia padahal letaknya sendiri lebih dekat ke negara
Singapura? Bahkan sinyal yang di dapat di Pulau Nipa adalah sinyal Singapura.
Hal ini memang masuk akal. Tetapi ada hal yang tidak boleh dilupakan, mengenai
batas Pulau Nipa di Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Pulau
Nipa dulunya sebelum bersengketa adalah pulau yang jelas milik Indonesia.
Namun seiring berjalannya waktu, Singapura dengan gencar mereklamasi pulau
mereka. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pada awalnya luas wilayah
Singapura hanya 580 km2, dan pada tahun 2005 jumlahnya bertambah menjadi
699 km2. Dengan adanya perubahan ini, otomatis terlihat bahwa Pulau Nipa lebih
dekat dengan Singapura daripada dengan Indonesia itu sendiri. Tetapi Pulau Nipa
adalah milik Indonesia dan tidak ada yang boleh merubah hal itu.
Dalam Bab IV Pasal 47 ayat (1) UNCLOS 1982 diatur mengenai
mekanisme penarikan garis pangkal kepulauan bagi negara-negara kepulauan
(archipelagic state), yaitu sebagai berikut:
“Suatu negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang
kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa di dalam garis pangkal demikian termasuk
pulau-pulau utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara daerah perairan
dan daerah daratan, termasuk atoll, adalah antara satu berbanding satu dan
sembilan berbanding satu.”
Dalam Bab II Pasal 2 ayat (1) dan (2)UNCLOS 1982 diatur mengenai status
hukum laut teritorial, ruang udara di atas laut teritorial, dan dasar laut serta tanah
di bawahnya yaitu sebagai berikut:
1. Kedaulatan suatu negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan
pedalamannya dan, dalam hal suatu negara kepulauan, perairan kepulauannya,
meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya yang dinamakan laut
teritorial.
2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan
tanah di bawahnya. Kemudian dalam konvensi ini diatur juga mengenai lebar
laut teritorial dimana setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya
hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal
yang ditentukan dalam konvensi (Pasal 3). Konvensi ini pun secara jelas
mengatur bagaimana penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara
yang pantainya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, seperti halnya
antara Indonesia dengan Singapura, yaitu dalam hal pantai dua negara yang
letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun
diantaranya berhak, kecuali ada persetujuan sebaliknya antara mereka untuk
menetapkan batas taut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya
laut teritorial masing-masing negara diukur. Dengan demikian batas pada
perbatasan segmen barat antara Negara Indonesia dan Negara Singapura telah
jelas. 54
Tetapi ketentuan di atas tidak berlaku apabila terdapat alasan hak historis
atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut
teritorial antara kedua negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan
di atas.
54 Halima, Perjanjian Perbatasan Laut Indonesia dan