• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Kasus di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Kasus di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan publik saat ini menjadi salah satu isu penting dan terus berkembang serta penuh kritik dalam perkembangannya di masyarakat. Pelayanan memiliki tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur yakni sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang meliputi empat aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, seperti melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintah sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, karena salah satu fungsi pemerintahan yang kini semakin disorot masyarakat adalah pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik.

(2)

pelayanan jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk memenuhinya sehingga persoalan yang sering dikritisi masyarakat atau para penerima layanan adalah persepsi terhadap “kualitas” yang melekat pada seluruh aspek pelayanan. Karena itu pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Tugas pelayanan masyarakat (public service) lebih menekankan kepada mendahulukan kepentingan publik, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan kepada publik. Dalam situasi sekarang ini, urgensi pelayanan publik semakin meningkat. Masyarakat telah mengalami peningkatan dalam berbagai aspek kehidupannya, terlebih lagi dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah membuka akses informasi kepada segenap lapisan masyarakat (information society), dimana rakyat telah dapat membandingkan pelayanan publik antar berbagai negara dan sebagai konsekuensinya tuntutan pelayanan publik yang semakin berkualitas tidak dapat dihindari lagi. Demikian halnya melalui pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam era globalisasi akan membentuk konsumen individual dimana hal ini harus direspon dengan peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa pelayanan publik akan mengalami tuntutan yang semakin meningkat dari masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik. Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik harus senantiasa meningkatkan kualitasnya.

(3)

menyebutkan bahwa negara harus memberikan berbagai fasilitas kepada warga negara. Oleh karena itu peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu isu yang sangat krusial dalam studi manajemen, baik dalam lingkup manajemen sektor publik maupun manajemen sektor privat. Hal ini terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar. Sementara itu praktik penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan yang berarti. Untuk itu sangat diharapkan adanya perbaikan di dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Kualitas pelayanan publik yang belum terlaksana dengan baik menyebabkan buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah yang memiliki fungsi sebagai penyelenggara pelayanan publik, sudah menjadi suatu keharusan pemerintah dalam melakukan perbaikan pelayanan publik tersebut. Perbaikan pelayanan publik menjadi salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang belum terselesaikan. Pelayanan publik merupakan isu yang sangat srategis karena menjadi arena interaksi antara pemerintah dan warganya.

(4)

oleh penyelenggara pelayanan publik. Surijadi dalam Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi (2012:7), mengatakan meskipun upaya tersebut telah dilakukan oleh pemerintah, namun realitas pelayanan publik belum juga menunjukkan perubahan yang signifikan. Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik sangat rendah. Pengaduan dan keluhan tentang prosedur pelayanan yang berbelit, tidak adanya kepastian dan jangka waktu penyelesaian, biaya yang sangat mahal, persyaratan yang tidak transparan, dan sikap petugas pelayanan yang kurang responsif sering ditemui dan hampir merata dalam semua bidang pelayanan pemerintah saat ini.

(5)

dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam hal ini penulis akan melihat dan lebih fokus membahas tentang efektivitas pelaksanaan program One Stop Service dalam pelayanan pengurusan Paspor atau Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).

Pentingnya meneliti pelayanan paspor ini dapat kita lihat dari banyaknya permintaan pengurusan paspor dari masyarakat ditiap bulannya. Hal ini menandakan bahwa mobilitas masyarakat semakin tinggi yang akan berpengaruh pada kebutuhan masyarakat akan paspor dan diharapkan pelayanan yang diberikan akan semakin baik. Melihat pentingnya pelayanan yang berkualitas agar masyarakat yang dilayani merasa puas, maka diharapkan prosedur yang sederhana dan kemampuan pegawai dalam suatu instansi terutama instansi pemerintahan dapat mewujudkan kualitas pelayanan yang maksimal, efektif, dan efisien.

(6)

memberikan kepastian waktu, jaminan keamanan dan keselamatan, serta evaluasi kinerja pelaksana. Atas standar pelayanan inipun pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan belum dapat dipastikan apakah sudah sesuai atau belum dengan standar diatas.

Berbicara mengenai pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan ternyata juga tidak jauh dari sorotan publik (masyarakat). Baik dari sisi pengawasan dan pertanggung jawaban kinerja pegawai/petugas yang tidak maksimal yang kemudian melahirkan stigma dari masyarakat bahwa adanya pengawasan yang kurang baik. Belakangan ini telah diketahui bahwa kondisi tersebut disebabkan sering adanya keterlibatan calo pembuat paspor, dan juga tidak ada ketegasan dari pegawai/petugas, terkadang karena faktor keluarga yang datang untuk mengurus paspor sehingga datanya sering didahulukan dalam pengurusan tidak sesuai dengan proses yang telah diatur dan bahkan pula ada yang tidak ikut mengantri dalam pengurusan paspor karena faktor keluarga/kerabat dan disinilah faktor lemah petugas dalam pengawasan.

(7)

tantangan perubahan ke arah perbaikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat judul “Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan).”

1.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis dan mendeskripsikan Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan). 1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis menentukan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)?’’

1.4 Tujuan Penelitian

(8)

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi bagi akademisi/pihak-pihak yang berkompeten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai kualitas pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.

2. Secara praktis dalam penelitian ini, dapat memberikan evaluasi pada pihak-pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan kualitas pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.

1.6 Kerangka teori

Singarimbun (1997:37) menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Teori ini menjadi landasan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh. Adapun yang menjadi kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1 Efektivitas

1.6.1.1 Pengertian Efektivitas

(9)

ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat, (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”

Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan: “Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain, penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran maupun tujuan.”

Selanjutnya Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.

Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik (2005:109), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.

(10)

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini, efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana, serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.

1.6.1.2 Ukuran Efektivitas

(11)

atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat dapat menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978:77), yaitu:

a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.

b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.

c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

e. Penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas

(12)

prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.

h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Selanjutnya Steers dalam Tangkilisan (2005:141), mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: produktivitas, kemampuan adaptasi kerja, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya. Sedangkan Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985:53) dalam bukunya “Efektivitas Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai berikut:

1. Pencapaian Tujuan

Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: Kurun waktu dan sasaran yang merupakan target konkrit.

2. Integrasi

(13)

mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi. 3. Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.

Pada penelitian ini, peneliti dalam mengukur efektivitas program menggunakan ukuran efektivitas program menurut Sutrisno (2007:125-126) yang terdiri dari:

1. Pemahaman Program

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana masyarakat dapat memahami program One Stop Service. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Dengan memperhatikan kelompok sasaran maka suatu program dapat dikatakan efektif atau tidak.

2. Tepat Sasaran

(14)

bagaimana kesesuaian program-program yang telah dibuat kepada kelompok sasaran.

3. Tepat Waktu

Yaitu dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui penggunaan waktu dalam pelaksanaan progam One Stop Service, apakah sesuai dengan jadwal yang sudah dirancang atau tidak. Dengan waktu yang tepat maka program tersebut akan lebih efektif.

4. Tercapainya Tujuan

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah tujuan dari dibentuknya program One Stop Service sudah tercapai atau belum mengingat program One Stop Service di Kantor Imigrasi kelas 1 khusus Medan tersebut sudah terbentuk sejak tahun 2014. Pencapaian tujuan juga dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu kurun waktu dan sasaran yang merupakan target. Sehingga suatu program dapat dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

5. Perubahan Nyata

(15)

1.6.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas

Agar pencapaian efektivitas itu dapat terwujud, maka perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi. Richard M. Steers (1985:8) mengungkapkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, yaitu:

1. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan

(16)

3. Karakteristik Pekerja

Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, kesadaran dari perbedaan setiap orang itulah yang merupakan upaya untuk mencapai suatu tujuan. Jika suatu organisasi menginginkan keberhasilan, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen

(17)

1.6.1.4 Pendekatan Efektivitas

Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis (1987:55), yakni:

1. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non-fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.

Sedangkan menurut Gibson (1984:38), mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas yaitu:

1. Pendekatan Tujuan.

(18)

sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem.

2. Pendekatan Teori Sistem.

Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses-pengeluaran dan beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok, atau organisasi. Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan:

a. Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan–proses-keluaran,bukan keluaran yang sederhana, dan

b. Kriteria efektivitas harus mencerminkanhubungan antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasiitu berada. Jadi efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen.

c. Tugas manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya.

(19)

individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini juga memungkinkan mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi.

Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi:

1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria pendekatan yang popular digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan, dan lain sebagainya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dikenal dengan Management By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

2. Pendekatan sistem.

Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya. Mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.

(20)

Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.

4. Pendekatan nilai-nilai bersaing.

Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.

1.6.1.5 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi. Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Masalah kesahihan susunan

Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari yang konkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh.

2. Masalah stabilitas kriteria

(21)

kepentingan, dan tekanan-tekanan ekstern. 3. Masalah perspektif waktu

Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu. 4. Masalah kriteria ganda

Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.

5. Masalah ketelitian pengukuran

(22)

menyesatkan dalam proses analisis. 6. Masalah kemungkinan generalisasi

Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi, pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari. 7. Masalah relevansi teoritis

Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita dalam memahami proses, struktur, dan tingkah laku organisasi, maka mereka kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.

8. Masalah tingkat analisis

Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita sebut model mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64).

(23)

yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan sejauh mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.

1.6.2 Pelaksanaan Program 1.6.2.1 Pengertian Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan.

(24)

program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang.

Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku. Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor yang lain.

1.6.2.2 Pengertian Program

Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi.

Program akan menunjang implementasi, karena dalam program telah dimuat berbagai aspek antara lain:

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai

(25)

d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Manila, 1996: 43)

Selanjutnya Jones (1991: 35), menyebutkan: Apakah program efektif atau tidak, maka stándar penilaian yang dapat dipakai adalah organisasi, interpretasi, penerapan. Ketiga standar penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Organisasi

Maksudnya disini ialah organisasi pelaksanaan program. Selanjutnya organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Stuktur organisasi yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut Sumber daya manusia yang berkualitas berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Aparatur dalam hal ini petugas yang terlibat dalam pelaksanaan program. Tugas aparat pelaksana program yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai tujuan negara. Agar tugas-tugas pelaksana program dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap aparatur dituntut memiliki kemampuan yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya.

2. Interpretasi

(26)

pejabat yang berwewenang.

a. Sesuai Dengan Peraturan

Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku baik Peraturan Tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten.

b. Sesuai Dengan Petunjuk Pelaksana

Sesuai dengan petunjuk pelaksana berarti pelaksanaan kebijaksanaan dari peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijaksanaan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktifitas pelaksanaan program.

c. Sesuai Petunjuk Teknis

Sesuai dengan petunjuk teknis berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan dalam bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisien dan efektif, rasional, dan realistis.

3. Penerapan

Maksudnya disini peraturan/kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan, untuk dapat melihat ini harus dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan yang disiplin.

a. Prosedur kerja yang jelas

(27)

pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.

b. Program kerja

Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.

c. Jadwal kegiatan

Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhirinya suatu program agar mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya.

1.6.2.3 Pengertian Pelaksanaan Program

(28)

individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek atau sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui adanya organisasi, interpretasi, dan penerapan. Guna mencapai tujuan impementasi program secara efektif, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya alam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut input kebijakan, sementara aksi yang kedua disebut sebagai proses implementasi kebijakan (Wibawa, 1994:4). Untuk mengoperasionalkan implementasi program agar tercapainya suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yang tinggi pada organisasi pelaksanaannya.

Model efektifitas implementasi program yang ditawarkan oleh Edward III (1980:17), menyebutkan empat faktor dalam melaksanakan suatu kebijakan, yakni: komunikasi, sumberdaya, disposisi atau kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi.

Dalam penerapan program, harus dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan yang disiplin.

a. Prosedur kerja yang jelas

Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak tejadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.

b. Program kerja

(29)

c. Jadwal kegiatan

Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhiri. Sehingga suatu program mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini yang diperlukan yakni, adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program sudah ditentukan sebelumnya.

1.6.3 One Stop Service

1.6.3.1 Pengertian One Stop Service

Sebagaimana telah diuraikan bahwa dewasa ini muncul tuntutan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan timbulnya pemikiran tentang perlunya model organisasi baru untuk memberikan pelayanan publik yang didasarkan pada sudut pandang pelanggan baik sebagai masyarakat atau kalangan dunia usaha.

Dalam situasi ekonomi dewasa ini, menurut Kubicek dan Hagen (2001) makin membutuhkan sistem pelayanan yang komprehensif. Diibaratkan sebagai supermarket yang menyediakan berbagai barang kebutuhan masyarakat, begitu pula halnya tuntutan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Masyarakat atau dunia usaha saat ini mengharapkan dapat terpenuhinya kebutuhan pelayanan terutama pelayanan administratif dari pemerintah dalam satu lokasi. Struktur pemerintah yang bersifat hirarkis dan fungsional sering menjadi penghambat masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berhubungan dengan berbagai instansi pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

(30)

kelembagaan pelayanan publik yang dapat memudahkan masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berurusan dengan pemerintah. Salah satu konsep yang dikembangkan adalah model pelayanan yang mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan pemerintah di satu lokasi. Model pelayanan publik seperti ini memiliki berbagai istilah seperti one-stop government, integrated service delivery, seamlessgovernment, joined up government, single access point, one-stop shop, one-stop services (dalam Trochidis, 2008; Kubicek dan Hagen, 2001).

Menurut Trochidis (2008) istilah-istilah tersebut merupakan salah satu praktek yang dominan dilakukan dewasa ini khususnya di negara maju yang mengintegrasikan pelayanan publik dari berbagai institusi pemerintah berdasarkan sudut kepentingan stakeholder. Dengan model pelayanan seperti itu pelayanan kepada masyarakat akan lebih nyaman, mudah diakses, dan bersifat personal.

(31)

1.6.3.2 Tujuan dan Sasaran One Stop Service

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perizinan Terpadu Satu Pintu, tujuan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, adalah:

a. Meningkatkan kualitas layanan publik;

b. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik.

Sedangkan Sasaran Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, adalah:

a. Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau;

b. Meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik. 1.6.3.3 Strategi Pelayanan Prima Pola One Stop Service

Pelayanan prima merupakan terjemahan dari excellent service yang artinya

pelayanan terbaik. Pelayanan prima sebagai strategi adalah suatu pendekatan

organisasi total yang menjadikan kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa

sebagai penggerak utama pencapaian tujuan organisasi (Lovelock, 1992). Arti

pelayanan prima berorientasi pada kepuasan pengguna layanan. Penanganan

layanan secara profesional menjadi kunci keberhasilan. Oleh sebab itu, perlu

SDM aparaturyang memiliki kompetensi yang relevan dengan bidang-bidang

layanan yang dikelola.

Hal tersebut agaknya tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dinas/instansi di

(32)

(PNS) yang masih kental nuansa KKN, selain dari pada itu pola pengembangan

pegawai yang cenderung lebih menekankan pada aspek struktural dari pada aspek

fungsional. Akibatnya, SDM aparatur di daerah dalam meniti kariernya cenderung

untuk menggapai jabatan, bukan untuk berprestasi pada fungsi-fungsi tertentu.

Dengan demikian jika dinas/instansi daerah ingin menerapkan layanan prima,

maka yang paling mendasar harus dilakukan adalah mengupayakan peningkatan

kompetensi SDM aparatur yang ada di lini depan, karena pada banyak organisasi

kualitas layanan sangat dipengaruhi secara signifikan oleh SDM yang ada di lini

depan. Semakin tinggi relevansi kompetensi SDM aparatur dengan bidang-bidang

yang dikelola, maka akan semakin tinggi pula efektivitas layanan. Namun perlu

dukungan ketersediaan fasilitas dan peralatan fisik yang memadai serta sistem

insentif dan program yang dirancang berdasarkan evaluasi dan kajian terhadap

dinamika faktor internal dan eksternal, termasuk keluhan masyarakat pengguna

layanan. Hal ini penting diupayakan karena pelayanan prima juga harus ditopang

terbentuknya budaya kualitas sebagai bagian dari etos kerja dan sistem kualitas

untuk kinerja yang hendak dicapai oleh organisasi. Jika hal tersebut dapat

diwujudkan, maka aparat di semua lini mampu melaksanakan tugasnya dengan

baik, secara operasional mereka melakukan empati, menyelesaikan pekerjaan

tepat waktu, bekerja secara tim, dan mampu mencapai kinerja sesuai dengan tugas

yang diberikan.

Strategi pelayanan prima pola layanan One Stop Service atau sering

disebut sebagai layanan terpadu satu atap pada suatu tempat oleh beberapa

(33)

sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal yang baru, strategi ini telah

berhasil diterapkan pada layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor yang

melibatkan beberapa instansi daerah, antara lain Dispenda, Kepolisian, dan Jasa

Raharja. Penerapan layanan One Stop Service atau satu atap pada dasarnya untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui peminimalan jarak geografis antar

fungsi terkait, dengan demikian dapat diperpendek waktu yang diperlukan untuk

proses layanan, pengguna jasa layanan juga menjadi lebih mudah untuk

memperoleh layanan. Yang senantiasa harus dicermati dalam penerapan pola

layanan One Stop Service atau layanan satu atap adalah koordinasi diantara

beberapa instansi yang terkait.

Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak

kendaraan bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk

menerapkan layanan terpadu pada bidang layanan dokumen, seperti layanan KTP,

KK, akta kelahiran, dan perizinan yang dulunya dilakukan pada tempat yang

terpisah kemudian disatu-atapkan di satu tempat. Persoalan yang muncul dalam

hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai bentuk layanan yang berbeda

proses penanganannya.

Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatu-atapkan perlu

dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam penyelenggaraan

layanan satu atap bagi bidang-bidang yang berbeda, hanya sebatas pada layanan

lini pertama, yaitu tempat penerimaan berkas ajuan layanan, tindakan selanjutnya

untuk penyelesaiannya tetap pada instansi masing-masing. Penempatan personal

(34)

depan, maka perlu ditempatkan seorang kurir untuk masing-masing instansi guna

memperlancar alur layanan dan penyelesaian pekerjaan layanan. Kemudian, untuk

mempermudah masyarakat pengguna layanan memperoleh layanan, maka desain

layanan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya.

Fasilitas kerja dan sarana penunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan

layanan perlu disediakan pada tingkat yang memadai. Oleh sebab itu, analisis

terhadap kebutuhan fasilitas kerja dan pendukung perlu dilakukan secara cermat

dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber dana.

Menurut Fernandes (2002), ada dua hal yang penting untuk dicermati

dalam kaitannya dengan layanan publik, yaitu: dimensi pemberi layanan

dan masyarakat pengguna layanan.

Berdasarkan dimensi pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat

pencapaian kinerja yang meliputi layanan yang adil, kesiapan petugas dan

mekanisme kerja, harga terjangkau, prosedur sederhana, dan waktu penyelesaian

yang dapat dipastikan.

Sedangkan dari dimensi masyarakat pengguna layanan publik harus

memiliki pemahaman dan reaktif terhadap penyimpangan yang muncul dalam

praktek penyelenggaraan layanan publik. Keterlibatan masyarakat

terutama stakeholder representatif baik dalam mengawasi dan menyampaikan

aspirasi atau keluhan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi

faktor penting sebagai umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik dan

(35)

Pemberian layanan publik dengan pola layanan One Stop Service yang

memenuhi standar minimal seperti yang telah diterapkan memang menjadi bagian

yang perlu dicermati. Dewasa ini masih sering dirasakan, bahwa kualitas layanan

minimum masih belum memenuhi harapan sebagian besar masyarakat pengguna

layanan. Yang lebih memprihatinkan lagi sebagian besar masyarakat pengguna

layanan publik belum memahami secara pasti tentang standar layanan yang

seharusnya diterima dan sesuai dengan prosedur layanan yang dibakukan.

Masyarakat pun enggan mengadukan jika menerima layanan yang kurang

berkualitas. (Priyono, 2006: 4-6)

1.6.4 Pelayanan Publik

1.6.4.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, dan mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang, artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi, dan kelompok organisasi (Sianipar, 1998), sedangkan publik dapat diartikan sebagai masyarakat atau rakyat (Ahmad, Ainur Rohman 2010:25).

Moenir (2000) mengemukakan bahwa pelayanan itu adalah:

1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan yakni pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan.

2. Memperoleh pelayanan secara wajar, yaitu pelayanan tanpa disertai kata-kata yang bernada meminta sesuatu kepada pihak yang dilayani dengan alasan apapun.

(36)

dimana aturan dan prosedur diterapkan sama.

4. Memperoleh perlakuan yang jujur dan terus terang. Ini menyangkut keterbukaan pihak yang melayani, seperti jika ada masalah yang dihadapi dalam pemberian pelayanan sebaiknya dikemukakan terus terang.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Sedangkan Lewis dan Gilman (2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kepercayaan publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk mewujudkan pemerintah yang baik.

(37)

Ainur Rohman, dkk 2010:3).

Pelayanan publik dengan demikian merupakan segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atau suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Adapun penyelenggaranya adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun badan usaha milik negara (BUMN) yang menyelenggarakan pelayanan publik. Penerimaan pelayanan publik adalah orang perseorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memilki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik. Standar pelayanannya didasarkan atas ketentuan yang berisi norma, pedoman dan kesepakatan mengenai kualitas pelayanan, sarana dan prasarana yang dirumuskan secara bersama-sama antara penyelenggara pelayanan publik, penerima pelayanan dan pihak yang berkepentingan. Di Indonesia berbagai konsep pelayanan publik pernah dikenalkan.

Misalnya dalam SK Menpan No. 81/1993 itu dijelaskan mengenai:

1. Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya.

2. Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan yang diberikan oleh secara tunggaloleh suatu instansi pemerintah terkait lainnya.

(38)

4. Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan publik yang oleh suatu instansi pemerintah lainnya yang terkait bidang pelayanan publik. Atau juga disebut “pelayanan prima”.

1.6.4.2 Unsur-unsur pokok pelayanan publik

Menurut Moenir (2001: 13), pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut:

1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak;

2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguh pada efisiensi dan efektivitas;

3. Kualitas, proses, dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;

4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakan.

Sementara terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik berdasarkan Bharata, 2004:11, yaitu:

(39)

2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (customer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.

3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan.

4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu bisaanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.

1.6.4.3 Jenis-jenis Pelayanan Publik

Timbulnya pelayanan umum atau publik dikarenakan adanya kepentingan, dan kepentingan tersebut bermacam-macam bentuknya sehingga pelayanan publik yang dilakukan juga ada beberapa macam. Berdasarkan keputusan MENPAN No. 63/ KEP/ M. PAN/ 7/ 2003 kegiatan pelayanan umum atau publik antara lain: a. Pelayanan administratif

(40)

b. Pelayanan barang

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.

c. Pelayanan jasa

Yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.

1.6.4.4 Prinsip-prinsip Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip pelayanan sebagaimana yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :

a. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan

Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:

1) Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.

2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

(41)

c. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi, telekomunikasi, dan informatika (telematika).

h. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

i. Kedisplinan, kesopanan, dan keramahan

(42)

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

1.6.4.5 Asas-asas Pelayanan Publik

Menurut Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Adapun asas-asas pelayanan publik adalah:

a. Kepentingan umum, yaitu Pemberian Pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan

b. Kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.

c. Kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

d. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.

e. Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.

(43)

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.

h. Keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.

i. Akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.

k. Ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

1.6.4.6 Standar Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 Atik, Ratminto (2005:177) tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

1. Prosedur Pelayanan. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

(44)

3. Biaya Pelayanan. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannyayang ditetapkan dalam proses pemberian layanan.

4. Produk Pelayanan. Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5. Sarana dan Prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik. Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.

1.6.4.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan

Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor yang penting guna tercipta dan terwujudnya pelaksanaan pelayanan secara efektif. Seperti yang dikemukakan oleh Moenir (2006:88) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia”, adalah sebagai berikut:

1. Faktor kesadaran

(45)

2. Faktor aturan

Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan perbuatan orang. Makin maju dan majemuk suatu masyarakat makin besar peranan aturan dan dapat dikatakan orang tidak dapat hidup layak dan tenang tanpa aturan. Oleh karena itu aturan demikian besar dalam hidup masyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat, dipatuhi, dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan maksudnya. Dalam organisasi kerja dibuat oleh manajemen sebagai pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu yang ada di organisasi kerja tersebut. Oleh karena setiap orang pada akhirnya menyangkut langsung atau tidak langsung kepada orang, maka masalah manusia serta sifat kemanusiaannya harus menjadi pertimbangan utama. Pertimbangan harus diarahkan kepada sebagai subjek aturan, yaitu mereka yang akan dikenai aturan itu.

3. Faktor organisasi

(46)

4. Faktor pendapatan

Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga, dana, serta pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun fasilitas, dalam jangka waktu tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus dapat memenuhi kebutuhan hidup baik untuk dirinya maupun keluarganya.

5. Faktor kemampuan dan keterampilan

Kemampuan yang dimaksud disini adalah keadaan yang ditujukan pada sifat atau keadaan seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan atas ketentuan-ketentuan yang ada. Istilah yang “kecakapan” selanjutnya keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan pengetahuan kerja yang tersedia. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan dari pada unsur lain.

6. Faktor sarana pelayanan

Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis pelayanan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu. Fungsi sarana pelayanan itu antara lain:

a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat waktu.

(47)

c. Kualitas produk yang lebih baik.

d. Kecepatan susunan dan stabilitas terjamin.

e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan. f. Menimbulkan perasaan puas orang-orang yang berkepentingan sehingga

dapat mengurangi sifat emosional mereka. 1.6.5 Paspor

1.6.5.1 Pengertian Paspor

Paspor adalah dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada warga negaranya dimana pemerintah memberi hak kepada yang bersangkutan untuk dapat melakukan perjalanan ke luar negeri dan di dalamnya tertera identitas yang sah, kewarganegaraan, dan hak perlindungan selama berada di luar negeri, dan hak untuk kembali ke tanah air.

(48)

oleh pejabat pemerintah yang berwenang tentang identitas seorang warga negara yang akan melakukan perjalanan lintas negara. Paspor ini digunakan ketika seorang warga negara yang hendak memasuki batas negara lain. Kemudian petugas berwenang dari negara tujuan tersebut akan memberi stempel ataupun lampiran lembar visa yang direkatkan di dalam halaman pemegang paspor sebagai bukti tanda ijin untuk memasuki suatu negara. Pada umumnya paspor berisikan tentang identitas lengkap pemegang paspor yang meliputi: foto, nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta tandatangan pemegang paspor tersebut. Informasi lain yang terdapat pada paspor yakni kode negara, nomor (unik) paspor, tanggal penerbitan dan berakhirnya paspor, institusi penerbit, dan nama pejabat berwenang yang menerbitkan lengkap dengan tandatangan dan stempelnya.

(49)

tahun dan dapat diperpanjang 2 tahun setelahnya.

Paspor RI merupakan dokumen milik negara yang dapat dibatalkan atau dicabut sewaktu-waktu oleh negara tanpa pemberitahuan. Paspor ini diterbitkan bilingual dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Di halaman pertama paspor RI dapat ditemukan himbauan dari pemerintah sebagai berikut: Dalam bahasa Indonesia: "Pemerintah Republik Indonesia memohon kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan kepada pemegang paspor ini berlalu secara leluasa dan memberikan bantuan dan perlindungan kepadanya." Dalam bahasa Inggris: "The Government of the Republic of Indonesia requests to all whom it may concerned to allow the bearer to pass freely without let or hindrance and afford him/her such assistance and protection." Pada umumnya paspor Indonesia berlaku untuk seluruh dunia. Namun pada beberapa saat, paspor Indonesia melarang warga negaranya untuk berkunjung ke Israel dan Taiwan dengan pencantuman dalam paspor.

1.6.5.2 Macam-macam Paspor

Ada beberapa macam paspor Indonesia, yang masing-masing dikeluarkan oleh lembaga yang berbeda-beda, yaitu:

1. Paspor umum (bersampul hijau, ada dua jenis yang berbeda jumlah halamannya), dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

2. Paspor kedinasan (bersampul biru), dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri

(50)

Negeri. 1.7 Defenisi Konsep

Singarimbun menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak fenomena sosial ataupun alami (Singarimbun, 1999:2004). Oleh sebab itu berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan, maka dapat diuraikan defenisi konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap pengintegrasian pelayanan publik dari sudut pandang dan kepentingan masyarakat atau pelanggan.

(51)

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini menyajikan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang uraian analisis data-data yang akan diperoleh setelah melaksanakan penelitian.

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Dari kondisi awal ke siklus I dan siklus II mengalami peningkatan yang cukup baik, hal ini dapat dilihat bahwa nilai persentase keterampilan roll depan dilihat

Sehingga didapatkan hasil penelitian bahwa Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) mampu melakukan mekanisme redundancy ketika salah satu link mengalami

Pemahaman terhadap makna ibadah menjadi penting karena hal tersebut dapat mempengaruhi pemahaman jemaat terhadap hubungan antara dirinya dengan Allah maupun dengan

1) Ibadah sebagai alat untuk memperoleh kuasa ilahi atau perkenaan Allah. Pandangan ini seringkali digunakan untuk menyenangkan Allah atau dewa- dewa melalui doa, mantra dan

Banyak rumor yang muncul belakangan bahwa Perguruan Tinggi Agama Islam tidak lagi mampu memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia, untuk menciptakan lulusan yang

 Peserta didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai cara menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan SPLDV

Banyak rumor yang muncul belakangan bahwa Perguruan Tinggi Agama Islam tidak lagi mampu memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia, untuk menciptakan lulusan yang

We would like to express our sincere gratitude and appreciation to Mr Jose dos Reis Magno, General Director of the Ministry of Health of the Democratic Republic of Timor-Leste (MoH);