• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pajak Pertambahan Nilai

2.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Penjelasan atas UU No.42 Tahun 2009, “ Pajak Pertambahan

Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang

diukenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.

Menurut Waluyo (2009) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam

negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa.

2.1.2 Sejarah dan Konsep Dasar PPN

Dalam sejarahnya Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU

Nomor 8 tahun 1983 kemudian diubah menjadi UU Nomor 11 tahun 1994, dan

yang terakhir diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Aturan pelaksanaan terakhir di atur pada UU Nomor 42 tahun 2009.

Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas penyerahan

barang/jasa kena pajak di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur

utama atau agen utama, importer, pemegang hak paten/merek dagang dari

(2)

Atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi

barang atau jasa di dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau oleh badan.

PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dimana pajak tersebut disetor oleh

pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,

penanggung pajak tidak menyetorkan langsung pajak yang ditanggung.

2.1.3 Ciri Khas PPN

1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur

2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak.

Faktur Pajak merupakan bukti pungutan PPN dimana Faktur Pajak bagi

Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan Faktur Pajak bagi Pembeli

merupakan bukti Pajak Masukan.

Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen

yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:

1. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya

sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang

Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan

Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau

pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor

Barang Kena Pajak .

2. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib

(3)

Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,

dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Atau dapat disimpulkan atau diambil secara garis besar nya bahwa Pajak

Masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau

membuat produknya, sedangkan Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika

PKP menjual produknya.

2.1.4 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai Berikut adalah karateristik Pajak Pertambahan Nilai :

1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara

pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke

Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini

secara nyata berkedudukan sebagai pembeli Barang Kena Pajak atau

Penerima Jasa Kena Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut

pandang sebagai berikut:

1. Sudut Pandang Ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak

lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa

(4)

2. Sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak

kepada kas Negara tidak berada di tangan pihak yang memikul

beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini membawa

konsekuensi filosofis bahwa dalam Pajak Tidak Langsung

apabila pembeli atau penerima jasa, pada hakikatnya sama

dengan telah membayar pajak tersebut ke Kas Negara.

2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif

Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak

yang pada saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh factor objektif,

yaitu adanya taatbestand, adapun yang dimaksud taatbestand adalah

keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak

yang juga disebut dengan nama Objek Pajak.

3. Multi Stage Levy

Multy Stage Levy Tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan

Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur

distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi Objek Pajak

Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (Manufacture) kemudian

ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk ataupun

nama, sampai dengan tingkat pedagang eceran (retailer) dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai.

4. PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara dihitung menggunakan indirect

(5)

Pajak yang dipungut oleh PKP penjual atau pengusaha jasa tidak

secara otomatis dibayar ke kas Negara. PPN terutang yang wajib dibayar

ke kas Negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang

dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan (input tax)

dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa yang

dinamakan pajak keluaran (output tax). Pola ini dinamakan metode

penguranagan tidak langsung (indirect substraction method). Pajak

keluaran yang dikurangkan dengan Pajak Masukannya untuk memperoleh

jumlah pajak yang akan dibayarkan ke kas Negara dinamakan tax credit.

Atau PPN yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara.PPN

yang disetorkan ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan Pajak

Masukan dan Pajak Keluaran yang dimana harus ada bukti pungutan PPN

berupa Faktur Pajak.

5. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas Barang atau Jasa

Kena Pajak yang dikonsumsi di dalam negeri, termasuk Barang Kena

Pajak yang diimpor dari luar negeri. Tetapi untuk ekspor Barang Kena

Pajak Tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Prinsip ini menggunakan

prinsip tempat tujuan (destination principle) yaitu pajak dikenakan

(6)

6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral

Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu:

1. PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa

2. Pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN

dipungut ditempat barang/jasa dikonsumsi).

7. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda

Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai

tambah dan PPN yang dibayar diperhitungkan dengan PPN yang

dipungut.

2.1.5 Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Pasal 4

- Ekspor BKP tidak berwujud dan

- Ekspor JKP;

A. Barang Kena Pajak (BKP)

Barang Kena Pajak dapat dimasukkan kedalam 2 kategori.Yang

pertama adalah Barang Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya

dapar berupa barang bergerak yang dikenakan PPN atau Barang Tidak

Bergerak yang dikenakan PPN.Yang kedua adalah Barang Tidak

Berwujud yang dikenakan PPN.

PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

(7)

3. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean

4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean

5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

6. Ekspor BKP oleh PKP

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan

sendiri atau digunakan pihak lain.

8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva

tersebut tidak digunakan untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang

dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

B. Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan

suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu

barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,

termasuk jasa yang dilakukan utuk melakukan barang karena

pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari

pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN

dan PPnBM.

2.1.6 Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

(8)

1. Saat terutang adalah saat pembayaran

2. Faktur dan SSP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan

3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran

4. Pemungut pajak wajib memungut PPN terutang pada saat

pembayaran (bukan pada saat penyerahan)

5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan

dilakukan pembayaran atas tagihan

6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi

pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayaran tagihan

Yang ditunjuk pemungutan PPN (KM 563/KMK.03/2003)

1. Bendaharawan Pemerintah

2. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara

2.1.7 Pengkreditan Pajak Masukan

Dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang

dalam satu masa pajak, perlu diperhatikan pajak masukan nya terlebih dahulu.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 24 UU PPN, Pajak Masukan adalah Pajak

Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusahan Kena

Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena

Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau

(9)

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan menurut “ Undang-undang PPN

No.42 Tahun 2009 “ adalah sebagai berikut:

A. Prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan

1. Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak

Keluaran untuk Masa Pajak yang sama ( Pasal 9 ayat 2).

2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka

Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a)

3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Keluaran lebih besar

daripada jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak

Pertambahan Nilai yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak

(Pasal 9 ayat 3)

4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Masukan lebih besar

daripada jumlah Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan

kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta kembali atau

dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya ( Pasal 9 ayat 4)

5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk

perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang

berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahana

kena pajak ( Pasal 9 ayat 5 jo ayat 8 huruf b).

6. Meskipun berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan

penyerahan kena pajak, dalam hal-hal tertentu tidak kemungkinan

Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan

(10)

B. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan

1. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak.

2. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan langsung dengan

kegiatan usaha.

3. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk pembelian atau pemeliharaan

kendaraan bermotor berbentuk sedan, jeep, station wagon, van dan

komni kecuali sebagai barang dagangan atau disewakan ( Pasal 9 ayat

6 huruf c UU PPN).

4. Pajak Masukan atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud

atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean, sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak.

5. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana.

6. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Srandar yang tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 15

7. Pajak Masukan yang pembayarannya ditagih menggunakan surat

ketetapan pajak.

8. Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam surat Pemberitahuan

(11)

9. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak yang dugunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan

penyerahaan yang dibebaskan dari penggenaan pajak (Pasal 16 b ayat

3).

2.2 Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT)

2.2.1 Pengertian Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT)

Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih telah

membuat Pemerintah mau tidak mau harus mengembangkan inovasi di berbagai

bidang, tidak terkecuali dalam bidang Perpajakan.Latar belakang utamanya

sudah tentu peningkatan pelayanan perpajakan kepada wajib pajak sehingga

memudahkan wajib pajak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Inovasi yang tengah gencar disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak

beberapa tahun terakhir ini adalah layanan e-SPT. Menurut Herry Purowono

(2010 : 36) e-SPT adalah data SPT wajib pajak dalam bentuk elektronik yang

dibuat secara cuma-cuma (gratis) oleh Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak

dapat mengunduh aplikasi e-SPT pada situs

menggunakan aplikasi e-SPT, wajib pajak dapat merekam, memelihara dan

(12)

2.2.2 Prosedur Penyampaian e-SPT

SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) beserta lampiran-lampirannya

dilaporkan dengan menggunakan media elektronik (CD, disket, flashdisk dan

lain-lain) ke KPP di mana wajib pajak terdaftar.Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi SPT

yang diberikan secara cuma-cuma oleh Jenderal Pajak kepada wajib pajak. Aplikasi

e-SPT yang digunakan wajib pajak dapat merekam, memelihara, dan men-generate

data elektronik SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya. Prosedur

penyampaian e-SPT menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-6/PJ/2009 tanggal 20 januari 2009 adalah sebagai berikut.

1. Wajib pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang

digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya.

2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan

yang akan dilaporkan, yaitu antara lain:

a.data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib pajak yang

dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos, nama KPP,

pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti potong/pungut, nomor

awal bukti potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan,

b. bukti pemotongan/pemungutan PPh,

c.faktur Pajak,

(13)

e. data Surat Setoran Pajak (SSP), seperti: masa pajak, tahun pajak, tanggal

setor, NTPN, kode akun/KJS, dan jumlah pembayaran pajak.

3. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan

sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib

pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai

dengan aplikasi e-SPT.

4. Wajib pajak mencetak bukti pemotongan/pemungutan dengan menggunakan

aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong/dipungut.

2.2.3 Tata Cara Pembetulan e-SPT

Menurut Modul Sosialisasi e-SPT oleh DJP dalam Siti Rabiah (2013), cara

pembetulan e-SPT adalah:

1. Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik

(e-SPT), wajib disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).

2. Pembetulan atas SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas

(hardcopy),dapat disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam

(14)

Berikut gambar untuk pengisian SPT pada aplikasi e-SPT PPN :

(15)
(16)
(17)

Gambar 2.4 Bentuk e-SPT Siap Cetak Sumber : KPP Madya Medan, 2016

2.3 Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur) 2.3.1. Pengertian e-Faktur

Aplikasi Faktur Pajak Elektronik atau yang sering dikenal dengan

e-Faktur dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak dilandasi karena memperhatikan

masih terdapat penyalahgunaan Faktur Pajak, diantaranya wajib pajak non

Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak

menerbitkan faktur pajak, faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak

fiktif, atau faktur pajak ganda. Juga karena beban administrasi yang begitu besar

bagi pihak DJP maupun bagi PKP.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 Pasal

1 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik

(18)

melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

Perbedaan antara faktur pajak kertas dengan e-Faktur yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Perbedaan Faktur Pajak Kertas & e-Faktur

No. Keterangan Faktur Pajak Kertas e-Faktur

1. Format/ Lay out Bebas tidak ditentukan dan

dapat mengikuti contoh di lampiran PER-24/PJ/2012

Ditentukan oleh aplikasi/sistem yang ditentukan dan/atau disediakan

oleh DJP

2. Tanda Tangan Tanda tangan basah pada

faktur pajak

Tanda tangan elektronik berbentuk QR code

3. Bentuk & Lembar Diwajibkan berbentuk kertas dan jumlah lembar diatur

Tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas

4. PKP yang

membuat

Seluruh PKP PKP yang ditetapkan oleh

Dirjen Pajak

5. Jenis Transaksi Seluruh Penyerahan BKP/JKP saja

6. Prosedur Lapor/

Upload & Persetujuan DJP

- e-Faktur dilaporkan ke DJP

dengan cara upload dan mendapat persetujuan DJP

7. Mata Uang Rupiah dan Dollar Rupiah (selain rupiah,

dikonversi ke Rupiah dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur)

8. Pelaporan SPT

PPN

Menggunakan aplikasi

tersendiri

Menggunakan aplikasi yang

sama dengan aplikasi

(19)

Berikut adalah gambar faktur pajak elektronik :

Gambar 2.5 Faktur Pajak Elektronik

(20)

2.3.2 Dasar Hukum e-Faktur

Dasar hukum pembuatan e-Faktur sebagai berikut:

1. UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8

Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

2. PMK-151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara

Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak.

3. PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas PER-24/PJ/2012 tentang

Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata

Cara Pengisian Keterangan, Pembetulan atau Penggantian, dan Pembatalan

Faktur Pajak.

4. PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak

berbentuk Elektronik.

2.3.3 Keuntungan Penerapan e-Faktur

Faktur Pajak merupakan alat bukti pungutan transaksi pembelian BKP

atau penerimaan JKP oleh PKP penjual dan pembeli.Aplikasi e-Faktur ini

diciptakan oleh Direktorat Jenderal Pajak agar memberikan keuntungan dari

sisi penjual dan pembeli.

Adapun keuntungan penerapan e-Faktur ini dapat dilihat sebagai berikut :

Bagi Penjual :

Dapat menikmati kemudahan antara lain:

(21)

2. e-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak,

dan biaya penyimpanan,

3. aplikasi e-Faktur sekaligus pembuatan SPT Masa PPN

4. memperoleh kemudahan dapat meminta nomor seri Faktur Pajak melalui

website Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga tidak perlu lagi datang ke

Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Bagi Pembeli :

Terlindungi dari penyalahgunaan Faktur Pajak yang tidak sah, karena e-Faktur

dilengkapi dengan pengaman berupa QR code yang dapat diverifikasi dengan

smartphone/HP tertentu yang beredar di pasar. Sehingga PKP pembeli

memperoleh kepastian bahwa PPN yang disetor oleh pembeli datanya telah

dilaporkan ke DJP oleh pihak penjual.

2.3.4 Tata Cara Penggunaan dan Pelaporan e-Faktur 2.3.4.1 Tata Cara Penggunaan e-Faktur

Penerbitan Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur ditetapkan

sesuai PER-16/PJ/2014 dan KEP-136/PJ/2014 dimana tahapan penggunaan

aplikasi e-Faktur dibagi sebagai berikut:

• Per 1 Juli 2014 untuk PKP tertentu.

• Per 1 Juli 2015 untuk PKP Jawa dan Bali.

• Per 1 September 2015 untuk PKP Madya Medan.

(22)

Tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur menurut Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pelaporan

Faktur Pajak Berbentuk Elektronik yaitu sebagai berikut :

1. Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah Pengusaha

Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

2. Aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada butir (1) dilengkapi

dengan petunjuk penggunaan (manual user) yang merupakan satu kesatuan

dengan aplikasi atau sistem elektronik tersebut.

3. Untuk dapat menggunakan e-Faktur tersebut PKP dapat memperoleh aplikasi

e-Faktur di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pengusaha Kena Pajak

(PKP) dikukuhkan, atau dapat di unduh melalui :

• e-Faktur Windows 32 bit, aplikasi bisa di unduh pada :

• e-Faktur Windows 64 bit, aplikasi bisa di unduh pada :

• e-Faktur Linux 32 bit, aplikasi bisa di unduh pada :

• e-Faktur Linux 64 bit, aplikasi bisa di unduh pada :

• e-Faktur Macinthos 64 bit, aplikasi bisa di unduh pada :

(23)

4. Telah memiliki Sertifikat Elektronik.

Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang

memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status

subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.Dengan fungsi Sebagai prasyarat untuk

mendapatkan layanan perpajakan secara elektronik (melalui akun PKP) dalam

melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai seperti

penggunaan aplikasi e-Faktur, permintaan nomor seri Faktur Pajak secara

online dan layanan lainnya.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat memperoleh Sertifikat Elektronik

dengan cara mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik ke Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan Surat

Permintaan Sertifikat Elektronik. Selanjutnya petugas di KPP akan memandu

PKP untuk melakukan prosedur berikutnya.

Untuk memperoleh Sertifikat Elektronik, Pengusaha Kena Pajak (PKP)

harus melakukan langkah-langkah berikut:

a. Surat permintaan sertifikat elektronik ditandatangani dan disampaikan oleh

pengurus PKP yang bersangkutan secara langsung ke Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan untuk

dikuasakan ke pihak lain.

(24)

o Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan

kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan

perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU KUP; dan

o Namanya tercantum dalam SPT tahunan PPh Badan tahun pajak

sebelum tahun diajukannya surat permintaan sertifikat elektronik.

c. SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang telah

jatuh tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik

harus sudah disampaikan ke KPP denagn dibuktikan asli SPT Tahunan

PPh Badan beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT.

d. Dalam hal pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf b namanya tidak

tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan, maka pengurus tersebut harus

menunjukkan asli surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan dan

menunjukkan asli akta pendirian perusahaan atau asli penunjukan sebagai

BUT/permanent establishment dari perusahaan induk di luar negeri dan

menyerahkan fotocopy dokumen tersebut.

e. Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a harus menunjukkan asli

kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan asli Kartu

Keluarga (KK), serta menyerahkan fotocopy dokumen tersebut.

f. Dalam hal pengurus merupakan Warga Negara Asing harus menunjukkan

asli paspor, asli Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau asli Kartu Izin

Tinggal Tetap (KITAP), dan menyerahkan fotocopy dokument tersebut.

(25)

h. Seluruh berkas persyaratan di atas disampaikan ke Petugas Khusus yang

bertugas di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat PKP

dikukuhkan.

5. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat e-Faktur untuk setiap :

a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; dan/atau

b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

6. Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:

a. yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012;

b. yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada orang

pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16E Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan

(26)

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2009; dan

c. yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen

tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

7. e-Faktur wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada:

a. saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

b. saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

c. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan

(27)

d. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian

tahap pekerjaan; atau

e. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan tersendiri.

8. e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena

Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan

harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

9. Tanda tangan berupa tanda tangan elektronik.

10. e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah. Untuk penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan

mata uang selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam

mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut

(28)

11. Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga

tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak

yang membuat e-Faktur tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui

aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat

Jenderal Pajak.

12. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e-Fakturnya telah dibuat, Pengusaha

Kena Pajak yang membuat e-Faktur harus melakukan pembatalan e-Faktur

melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan

Direktorat Jenderal Pajak.

13. Atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang

membuat e-Faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem

elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Dan

jika data e-Faktur itu rusak/ hilang Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan

permintaan data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan

Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat

Permintaan data e-Faktur sebagaimana diatur dalam Lampiran yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Permintaan

data e-Faktur terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah (upload) ke

Direktorat Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat

Jenderal Pajak.

14. Jika Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena

(29)

menjelaskan bahwa keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak

tidak dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam,

pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak,

yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal kcadaan tertentu

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur

Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam

keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) ke

Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi atau

sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal

Pajak untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2.3.4.2 Tata Cara Pelaporan e-Faktur

Tata cara Pelaporan e-Faktur Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Penggunaan dan

Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik yaitu sebagai berikut :

1. e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal

Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan

memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2. Pelaporan e-Faktur dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem

elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

3. Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang

telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan

(30)

diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang

membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak

bukan merupakan Faktur Pajak.

Gambar 2.6 Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan e-Faktur

(31)

2.4 Sanksi Administrasi

Menurut KBBI (1995;1013), “Sanksi adalah tanggungan; tindakan;

hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan”.

Atau dengan kata lain Sanksi adalah suatu langkah hukuman yag dijatuhkan

oleh Negara atau kelompok tertentu karena terjadi pelanggaran yang

dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Sanksi terbagi atas dua jenis, yaitu ,

1. Sanksi Pidana terdiri dari sanksi pidana pabean yang diatur dalam UU no

17 Tahun 2006, dan sanksi pidana cukai yang diatur dalam UU no 39 Tahun

2007.

2. Sanksi Administrasi yaitu terbagi dua yaitu sanksi administrasi berupa

denda (rupiah, dan persentase) dan sanksi administrasi selain denda

(berwujud pemblokiran, pembekuan, pencabutan ijin)

Dalam bidang perpajakan wajib pajak akan dijatuhi sanksi

administrasi apabila terlambat membayar,melaporkan,dan hal lainnya yang

berkaitan dengan pemenuhan kewajiban wajib pajak di bidang perpajakan.

Dalam mekanisme pemungutan PPN, faktur pajak umumnya memegang

peranan yang sangat penting.Faktur Pajak pada umumnya merupakan bukti

pemungutan PPN yang dilakukan oleh PKP penjual terhadap pembelinya.

Bagi PKP penjual, PPN yang dipungut dari pembelinya akan disetorkan ke

Negara setelah memperhitungkan PPN yang dibayar kepada pihak lain atas

pembelian BKP/JKP. Bagi pembeli yang berstatus sebagai PKP, PPN yang

(32)

melakukan penjualan. Bukti untuk memperhitungkan PPN yang telah dibayar

adalah faktur pajak.

2.5.4 Sanksi Administrasi dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan e- SPT Masa PPN

Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti dengan peraturan

Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010, batas waktu

penyampaian SPT diatur:

1. untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.

2. untuk SPT Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.

Pengaturan lainnya diperlakukan untuk PPh Pasal 22 Bendaharawan dan SPT

Masa Pajak Pertambahan Nilai yang disampaikan Direktorat Jenderal Bea

Cukai.Berikut disampaikan batas waktu penyampaian SPT masa.

Tabel 2.2

Batas Waktu Penyampaian SPT Masa

No. Jenis Pajak

Pihak yang

Menyampaikan SPT

Batas Waktu

Penyampaian SPT

1. PPN dan PPnBM Pengusaha Kena Pajak

Paling lama akhir bulan

berikutnya setelah

berakhirnya masa pajak

dan sebelum SPT masa

PPN disampaikan.

(33)

pajak

3. PPN dan PPnBM Pemungut pajak selain bendaharawan

Paling lama 20 (dua

puluh) hari setelah masa

pajak berakhir.

Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan yang mulai berlaku 1 januari 2008, apabila SPT Masa tidak

disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu

perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda

sebesar:

a. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai,

b. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.

Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat

pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan

keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada

pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama

kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi

kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi

berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang

(34)

2.5.5 Sanksi Administrasi dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan e-Faktur Pajak

Sesuai Pasal 14 UU KUP, berikut adalah sanksi-sanksi terkait faktur pajak,

yaitu :

1. Faktur pajak tidak dibuat atau dibuat tidak tepat waktu.

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP seharusnya menerbitkan faktur

pajak ketika melakukan penjualan BKP/JKP.Kewajiban ini dimuat dalam

Pasal 13 ayat (1) UU PPN.Jika PKP tidak melakukan kewajiban ini maka

kepada PKP tersebut dikenakan sanksi berupa denda.Pasal 14 ayat (4) KUP

sebesar 2% dari DPP.Disamping itu, PKP juga harus menyetorkan PPN yang

terutang.Dengan demikian, total yang harus dibayar oleh PKP tersebut adalah

12% dari DPP.

2. Faktur pajak diisi tidak lengkap

Dalam faktur pajak yang dibuat oleh PKP, ada ketentuan informasi minimal

yang harus dimuat dalam faktur pajak.Ketentuan ini diatur dalam Pasal 13

ayat (5) UU PPN. Berdasarkan ketentuan ini, informasi minimal yang harus

dimuat dalam faktur pajak adalah sebagai berikut :

1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP

2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP

3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan

harga

(35)

6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak, dan

7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Jika PKP membuat faktur pajak yang memuat informasi yang tidak lengkap

maka terhadap PKP ini akan dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP berupa

sanksi denda 2% dari DPP.

3. Faktur pajak dilaporkan tidak sesuai dengan masa penerbitannya

Faktur pajak yang dipungut oleh PKP harus dilaporkan dalam masa pajak

diterbitkannya faktur pajak tersebut. Jika faktur pajak dilaporkan dalam masa

pajak yang tidak sesuai dengan masa pajak penerbitan faktur pajak, maka atas

PKP tersebut dikenakan sanksi denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar 2%

dari DPP.

2.5 Teori Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (1995;1013), patuh

berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin.

Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan

aturan. Tuntutan akan kepatuhan terhadap penyampaian SPT Masa PPN tepat

pada waktunya dan diatur oleh Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan di

Indonesia. Dalam tata cara perpajakan diatur batas waktu penyampaian SPT

Masa. Penyampaian SPT yang harus tepat waktu tentu sesuai dengan teori

(36)

Kepatuhan pajak terbagi atas dua bagian, antara lain sebagai berikut.

1. Kepatuhan Formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak menyampaikan SPT dan

membayar pajak terutangnya tepat waktu, maka dapat dikatakan bahwa wajib

pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan formal.

2. Kepatuhan Material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif

atau hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi

dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak mengisi SPT dengan

jujur, baik dan benar sesuai dengan ketentuan dalam UU Perpajakan, maka

wajib pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan material (tepat bayar).

2.5.1 Kepatuhan Wajib Pajak

Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat

diberikan pendahuluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Syarat-syarat

Wajib Pajak Patuh diantaranya:

3. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2

(dua) tahun terakhir.

4. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari

(37)

5. SPT masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah

disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada masa

pajak berikutnya.

6. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

a. Kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

pajak.

b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan

untuk 2 (dua) masa pajak terakhir .

5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidanan di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar dengan

pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi

fiskal :

a. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2007.

b. Apabila dalam dua tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah dilakukan

pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang

(38)

Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan wajib pajak yang

melaksanakan hak dan khususnya kewajibannya, secara disiplin sesuai peraturan

serta Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang berlaku.Kepatuhan adalah

ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas

adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Teori kepatuhan

dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, sama

halnya dengan wajib pajak yang berusaha menyampaikan SPT Masa tepat waktu

sehingga penerimaan pajak semakin meningkat.

2.6 Peneliti Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut :

(39)

2 Siti Rabiah (2013)

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN Terhadap Efisiensi

Pengisian SPT Menurut Persepsi Wajib Pajak

(Survey Terhadap Pengusaha Kena Pajak

Pada KPP Madya Pekanbaru) Kepuasan Wajib Pajak Dalam Pelaporan SPT (Survey dilakukan pada Wajib Pajak yang Terdaftar sebagai Pengguna Fasilitas

E-filing di Kantor Pelayanan Pajak Elektronik (e-SPT) PPN

Masa Terhadap Efisiensi Pengisian SPT

(40)

Menurut Persepsi Wajib Pajak: Survey Terhadap Pengusaha Kena Pajak Pada KPP Makassar Selatan

Sumber : diolah oleh Peneliti

2.7 Kerangka Konseptual

Kepatuhan wajib pajak yang masih rendah dalam melaporkan SPT, tentu

menjadi pendorong pihak Direktorat Jenderal Pajak untuk mencari solusi atas

masalah ini.Peningkatan sistem di bidang perpajakan telah dilakukan untuk

membuat wajib pajak semakin nyaman dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.

Aplikasi, atau sistem yang mendorong wajib pajak untuk melaporkan

SPT tepat waktu.Terlebih lagi penyalahgunaan faktur pajak yang semakin

tinggi dan SPT Masa yang waktunya lebih singkat dan disampaikan setiap

bulannya jika terjadi transaksi.Oleh karena itu diadakan penelitian lebih lanjut

untuk menguji apakah penerapan e-Faktur, penerapan e-SPT PPN berpengaruh

(41)

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual

Penerapan e-SPT PPN merupakan penerapan penyampaian SPT melalui

media digital ke Kantor Pelayanan Perpajakan.Media ini digalakkan agar memberi

kemudahan wajib pajak dalam menyampaikan SPT tanpa harus menyampaikan

SPT melalui manual. Kepraktisan melalui digital ini diharapkan akan

mempengaruhi wajib pajak untuk lebih patuh melaporkan SPT. Kepatuhan

melaporkan SPT Tahunan maupun SPT Masa adalah tujuan Dirjen Pajak

meluncurkan aplikasi e-SPT PPN

Penerapan e-Faktur merupakan media penerbitan faktur pajak secara

elektronik.Tujuan diterbitkannya e-Faktur untuk mengurangi penyalahgunaan

faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi, mengurangi faktur pajak ganda,

mengurangi penerbitan faktur pajak untuk WP non PKP, sehingga dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

H2 H1

H3 PENERAPAN e-SPT PPN

(X1)

PENERAPAN e-FAKTUR (X2)

TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK

(Y) PENERAPAN SANKSI

ADMINISTRASI (X3)

(42)

Penerapan Sanksi Administrasi yang baik dan tegas akan mendorong wajib

pajak dalam menyampaikan e-SPT, e-Faktur tepat waktu dan sesuai dengan

jumlah yang sebenarnya. Sanksi administrasi perpajakan yang telah diterapkan

oleh DJP ini diharapkan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam

menyampaikan e-SPT Masa, e-SPT Tahunan, dan e-Faktur, karena wajib pajak

tentu memikirkan untuk meminimalkan pengenaan sanksi yang akan diberikan

oeh DJP. Dasar itulah yang membuat perilaku wajib pajak untuk melaporkan

kewajibannya dengan tepat waktu.

2.8 Perumusan Hipotesis

e-SPT PPN merupakan salah satu modernisasi sistem perpajakan yang

digunakan untuk memudahkan wajib pajak melaporkan SPT Masa atau Tahunan.

Penerapan e-SPT akan memudahkan wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak

memperhitungkan penerimaan pajak secara tepat dan cepat. Menurut Kamelia

(2008) terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum

dan sesudah program e-SPT dalam melaporkan SPT Masa PPN yang diterima.Hal

ini disebabkan oleh program e-SPT yang telah diimplementasikan ternyata lebih

memudahkan wajib pajak untuk melaporkan SPT-nya.

�1 : Penerapan e-SPT PPN berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak.

e-Faktur merupakan salah satu media dalam penerbitan faktur pajak secara

elektronik. Penerapan e-Faktur akan memudahkan wajib pajak dalam

(43)

dan keluaran harus melalui proses approval dari Direktorat Jenderal Pajak

sehingga tingkat kepatuhan Wajib Pajak khususnya PKP dapat lebih ditingkatkan

dan juga penerimaan pajak dapat lebih ditingkatkan . Berdasarkan uraian tersebut,

maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

�2 : Penerapan e-Faktur berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak.

Sanksi Administrasi perpajakan merupakan dorongan agar wajib pajak

dapat melaporkan SPT tepat waktu dan sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya.Artinya wajib pajak tidak lalai dalam melaporkan SPT Masa yang

harus dilaporkannya. Hasil penelitian Kahono (2003), Suyatmin (2004) Jatmiko

(2006), Suryadi (2006), dan Daroyani (2010) mengungkapkan bahwa sanksi

denda berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan. Semakin baik

sanksi denda maka semakin tinggi pula kepatuhan perpajakan. Menurut Subagiyo

dkk (2014) setiap penurunan sanksi maka kepatuhan penyampaian SPT Tahunan

oleh Wajib Pajak akan turun. Hal ini menunjukkan bahwa sanksi administrasi

yang ditegakkan dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak melaporkan

SPT. Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

H3 : Sanksi Administrasi berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

H4 : Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi berpengaruh positif

Gambar

Gambar 2.1 Input Pajak Masukan pada e-SPT
Gambar 2.2 Input Pajak Keluaran pada e-SPT
Gambar 2.3 Input Induk SPT PPN & Input Surat Setoran PPN
Gambar 2.4 Bentuk e-SPT Siap Cetak Sumber : KPP Madya Medan, 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Senin tanggal dua puluh dua bulan Oktober tahun dua ribu dua belas, kami selaku Panitia Pengadaan Pengiriman Buku Nikah Tahun 2012 berdasarkan

[r]

Setelah dilakukan Evaluasi Harga terdapat 3 (tiga) Penawaran yang dinyatakan Wajar dan Memenuhi Syarat, maka dilanjutkan dengan Evaluasi Data Post Kualifikasi /

Selaku Panitia Pengadaan Jasa Cleaning Service Pada Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional VIII, telah melakukan pembuktian kualifikasi dengan cara melihat

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan pada Pokja IGD-2 Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2016 dengan ini kami mengundang saudara untuk hadir pada :.. Hari :

Pada hari ini, Jumat tanggal lima bulan Februari tahun dua ribu enam belas, bertempat di Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional VIII, Panitia Pengadaan Jasa

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2016, dengan ini kami

Peserta dapat menyampaikan sanggahan elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Panitia Pengadaan dalam waktu 3 (tiga) hari kerja setelah