• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Etanolisis Minyak Sawit Dalam Sistem Deep Eutectic Solvent (DES) Berbasis Choline chloride-Gliserol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses Etanolisis Minyak Sawit Dalam Sistem Deep Eutectic Solvent (DES) Berbasis Choline chloride-Gliserol"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Biodiesel adalah sumber energi ramah lingkungan yang dapat diperbaharui, dan mengurangi konsumsi energi fosil, yang diprediksi persediaannya akan berkurang. Biodiesel adalah ester mono-alkil dari asam lemak berantai panjang yang didapatkan dari minyak nabati dan lemak hewan, yang spesifikasinya sesuai dengan ASTM D6751 dan Standar nasional indonesia (SNI), dan dapat digunakan pada mesin diesel [13]

Tabel 2.1 Standar biodiesel SNI dan ASTM D6751 [14,15]

Parameter Unit Standar ASTM

Biodiesel secara industri diproduksi dari metanolisis minyak nabati, minyak jelantah, minyak yang tidak dapat dikonsumsi, dan lemak hewan. Produksi dar alkohol lain juga menungkinkan, seperti etanol atau butanol. Metanol biasanya lebih dipilih karena karakteristik FAME (Fatty Acid Methyl Esters ) yang diperoleh setelah transesterifikasi lebih mirip dengan diesel. Akan tetapi produksi biodiesel dari metanol tidak sepenuhnya dapat diperbaharui, karena metanol diporoduksi dari sumber fosil, termasuk gas alam, petroleum dan batu bara.

(2)

Dibandingkan metil ester, etil ester memiliki beberapa kelebihan seperti stabilitas oksidasi yang lebih tinggi, iodine value yang lebih rendah, dan karakteristik lubrisitas yang lebih baik, kemudian etil ester juga mempunyai cloud point dan pour point yang lebih rendah, yang dapat membantu menjalankan mesin pada temperatur yang rendah, dan ektra karbon atom oleh etanol sedikit menambah panas pembakaran dan bilangan setana. Evaluasi dari emisi (NOx, CO2) menunjukkan bahwa etil ester memiliki dampak negatif yang lebih sedikit dibanding metil ester [2]

Transesterifikasi dengan menggunakan etanol memiliki beberapa kelemahan, yaitu etanol tidak saling larut dengan trigliserida pada temperatur ruangan, sehingga reaksi biasanya diaduk untuk meningkatkan transfer massa, dan pada reaksi etanolisis, emulsi biasanya terbentuk. Pada metanolisis, emulsi dapat pecah dengan cepat dan mudah membentuk gliserol pada lapisan bawah dan metil ester pada lapisan atas, sedangkan pada etanolisis, emulsi tersebut lebih stabil, sehingga lebih sulit dalam memisahkan dan memurnikan ester [3]

2.2 Minyak Sawit sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel

Minyak Sawit adalah tanaman dengan penghasil minyak tertinggi dengan rata –

rata 4-5 ton/ha. Ada 2 produk utama dari buah sawit, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan

Palm Kernel Oil (PKO), CPO diproduksi dari mesocarp dan kernel oil diperoleh dari kernel. Minyak sawit memiliki potensi yang sangat tinggi sebagai bahan baku

biodiesel dikarenakan kebutuhan masa depan dan tingginya kandungan minyak. [16] Tabel 2.2 Tipikal komposisi asam lemak minyak sawit [17]

Asam Lemak Komposisi

(3)

produksinya mencapai 30 juta ton, dengan ekspor 20,9 ton dan penggunaan domestik sebesar 9,15 juta ton, dengan konsumsinya digunakan dalam oleokimia, oleofood, dan biodiesel [18]. Masalah dari tingginya harga jual, membuat produksi biodiesel indonesia kurang diminati. Faktanya, dari 25 produser biofuels yang memiliki izin, 13 produser telah berhenti memproduksi. Sementara kebutuhan biodiesel meningkat dikarenakan kebijakan pemerintah [13]

Sekarang, masalah utama dalam produksi dan komersialisasi biodiesel adalah biaya produksi. Akibatnya, banyak penilitian yang telah dilakukan menggunakan metode dan teknologi berbeda untuk produksi biodiesel [13]

2.3 Teknologi Pembuatan Biodiesel

Ada empat metode utama untuk menghasilkan biodiesel , yaitu menggunakan langsung minyak nabati, microemulsi, thermal cracking dan transesterifikasi. Dari empat cara tersebut, metode yang paling umum digunakan untuk membuat biodiesel adalah transesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses menggunakan alkohol (metanol, etanol) untuk memecah molekul dari lemak secara kimia menjadi metil atau etil ester (biodiesel) dengan gliserol sebagai produk samping [19]. Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada gambar :

(4)

Transesterifikasi dapat menggunakan berbagai katalis serta kondisi operasi yang berbeda–beda.

2.3.1 Transesterifikasi dengan katalis Homogen

Katalis homogen dikategorikan menjadi katalis basa dan asam. Transesterifikasi katalis homogen terutama basa membutuhkan bahan baku dengan kemurnian tinggi.

1. Transesterifikasi Katalis Basa Homogen

Sekarang, biodiesel diproduksi secara umum dari katalis basa homogen, seperti alkaline metal alkoxides dan hydroxide. Katalis yang dipakai biasanya natrium hidroksida atau kalium hidroksida dengan konsentrasi 0,4 % sampai 2% dari berat minyak. Proses ini banyak dipakai di industri karena kondisi reaksi sederhana, konversi tinggi dalam waktu singkat, aktivitas katalis tinggi, dan banyak tersedia. Namun proses ini memiliki keterbatasan yaitu sensitif terhadap kemurnian dari reaktan, kadar asam lemak bebas (ALB), dan kandungan air reaktan. Ketika minyak memiliki banyak asam lemak bebas dan air, maka reaksi biodiesel tidak terbentuk melainkan menjadi sabun.

2. Transesterifikasi Katalis Basa Heterogen

Salah satu cara lain memproses trigliserida untuk produksi biodiesel adalah menggunakan katalis asam. Katalis asam seperti asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfanilat sering dipilih. Penggunaan alkohol berlebih mengurangi waktu secara signifikan. Keuntungan dari katalis asam adalah tidak sensitif terhadap ALB bahan baku, namun sensitif terhadap air, dan kerugiannya adalah korosi yang dapat disebabkan oleh asam, temperatur yang lebih tinggi, dan waktu yang lebih lama [20]

2.3.2 Transesterifikasi dengan katalis heterogen

(5)

1. Transesterifikasi Katalis Basa Padat

Banyak dari katalis padat adalah basa yang menyelimuti area permukaan, dan lebih aktif dibanding katalis asam padat. Salah satu contoh umum katalis padat basa adalah zeolite, CaO, dan MgO. CaO dan MgO murah dan banyak tersedia, aktivitas katalis yang tinggi, dan namun CaO becampur dengan campuran reaksi, meskipun dapat dihilangkan dengan pencucian basah, keuntungan dari katalis heterogen menjadi hilang. CaO banyak digunakan karena umur katalis panjang, aktifits katalis tinggi, dan membutuhkan kondisi reaksi sedang.

2. Transesterifikasi Katalis Asam Heterogen

Meskipun aktivitas katalisnya rendah, katalis asam padat banyak digunakan secara industri dikarenakan variasi dari asam dengan kekuatan asam bronsted atau lewis yang berbeda – beda, dibandingkan katalis asam homogen. Penggunaan katalis asam padat memiliki keuntungan seperti tidak sensitif terhadap FFA, esterifikasi dan transesterifikasi terjadi secara simultan, pemisahan katalis yang mudah dan mengurangi masalah korosi. Salah contoh katalis ini adalah Nafion-NR50, sulfated zirconia dan

tungstated zirconia, kerugian transesterifikasi ini adalah harganya mahal,

dan aktivitas katalisnya rendah [20]

2.3.3 Transesterifikasi biokatalis

(6)

2.3.4 Transesterifikasi tanpa katalis

Transesterifikasi dengan katalis melalui beberapa proses seperti pemurnian dari ester, pemisahan dan pengambilan kembali reaktan yang tidak bereaksi, dan katalis. Proses produksi dari biodiesel secara konvensional memiliki sistem yang sulit, sehingga produksi biodiesel tanpa katalis perlu diteliti, salah satu contohnya adalah Transesterifikasi alkohol superkritik. Superkritikal alkohol adalah metode tanpa katalis untuk memproduksi biodiesel, daripada menggunakan katalis, tekanan dan temperatur tinggi digunakan untuk menjalankan reaksi transesterifikasi, reaksi cepat dengan konversi hingga 50-95 % dalam 10 menit namun membutuhkan temperatur 250-400 ̊C. rasio alkohol yang digunakan untuk hasil terbaik berkisar 1:6- 1:40. kerugian dari metode superkritik adalah tingginya tekanan dan temperatur, tingginya rasio metanol dan minya, sehingga sangat mahal untuk dilakukan [20]

2.3.5 Transesterifikasi menggunakan cosolvent

Minyak tidak larut dalam alkohol, hal ini dapat disebabkan gaya intermolekulnya sangat kuat, sehingga molekul lain tidak dapat masuk di antara molekul itu. Gaya intermolekular ini juga menyebabkan tingginya surface tension , sehingga transfer massa antar molekul menjadi lambat. Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah menggunakan cosolvent. Cosolvent dapat mempengaruhi transfer massa dengan cara berinteraksi antar molekul (Mengurangi

surface tension menyebabkan peningkatan transfer massa). . Contoh dari cosolvent

untuk produksi biodiesel adalah tetrahydrofuran dan BIOX, , yang mampu mengubah trigliserida dan asam lemak bebas dalam dua tahap, satu fasa dan proses kontinu dalam tekanan atmosfer dan temperatur ambient. Namun kerugian cosolvent ini adalah harganya yang mahal Reaksinya berjalan cepat dan tidak ada residu katalis yang ada pada fasa ester dan gliserol [20, 21, 22, 23]

Heksana juga merupakan salah satu cosolvent yang terbukti dapat meningkatkan pembentukan reaksi satu fasa, menunjang transfer massa dalam transesterifikasi, terlepas dari keuntungannya, cosolvent ini memiliki masalah lingkungan dan racun, dan tingginya biaya untuk menghilangkan cosolvent. [19]

(7)

panas yang tinggi, dan lain–lain, oleh karena itu, IL telah dikenal luas sebagai solvent atau cosolvent dalam berbagai aplikasi seperti katalis organik, inorganik, biokatalis, polimerisasi dan lain- lain. DESs dapat diklasifikasikan sebagai IL karena mempunyai beberapa komponen molekul yang sama, dan mempunyai beberapa sifat yang mirip.

Deep Eutectic solvent (DES) dikategorikan sebagai solvent yang murah dan alternatif

dari ILs. [5,6,24]

2.4 Deep Eutectic Solvent (DES)

DES biasanya terdiri dari dua atau tiga komponen yang murah dan aman, yang dapat berasosiasi satu dengan yang lain melalui ikatan hidrogen donor, untuk menghasilkan campuran eutectic. Hasil DES biasanya mempunyai titik leleh yang lebih rendah dibanding komponen individual. Dalam kebanyakan kasus, DES terbuat dari pencampuran quarternary ammonium salt dengan garam metal atau pendonor ikatan hidrogen (HBD) yang mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan dengan anion halida dari quarternary ammonium salt [5] beberapa contoh quarternary

ammonium salt dan pendonor ikatan hidrogen dapat dilihat pada gambar 2.2.

(8)

Gambar 2.3 Skema Titik Eutectic Dari Fasa Diagram Dua Komponen [25] Gambar 2.3 menunjukkan titik eutektik antar 2 komponen. Perbedaan dalam

titik beku pada komposisi campuran A + B dibandingkan campuran ideal teoritis, Δ Tf,

terhubung dengan kekuatan dari interaksi antara A dan B, semakin besar interaksinya,

akan lebih besar pula Δ Tf[25].

2.5 Aplikasi Deep Eutectic Solvents (DESs) dalam Bidang Biodiesel

DESs dapat diklasifikasikan sebagai ILs karena mempunyai beberapa komponen molekul yang sama, dan mempunyai beberapa sifat yang mirip. Dikarenakan kemiripannya, maka dalam bidang pembuatan biodiesel, DESs mampu digunakan sebagai Cosolvent dalam pembuatan biodiesel secara enzimatis dan kimia, atau sebagai pelarut ektraksi [24].

DES mempunyai peran dalam pembuatan biodiesel sebagai katalis atau cosolvent, dan pada pemurnian biodiesel, dapat berfungsi sebagai extracting solvent. DES dapat dikombinasikan dengan beberapa (bio)katalis untuk meningkatkan kemampuan katalitiknya, DES juga dapat mengurangi reaksi samping (seperti reaksi penyabunan) dan membuat pemisahan dan pemurnian lebih mudah. DES juga dapat mengikat gliserol dan katalis basa yang tersisa pada biodiesel [26]

Dari berbagai aplikasi penggunaan DESs tersebut, Gu, dkk., tahun 2015 melaporkan penggunaan DESs berbasis choline chloride/gliserol (1:2) menjadi

co-solvent dalam sintesis biodiesel menggunakan NaOH sebabagai katalis. Hasil

(9)

penggunaan DESs sebagai co-solvent dalam sintesis biodiesel ini memiliki kelebihan, seperti meminimalkan jumlah penggunaan pelarut volatil (metanol), mempercepat dan memudahkan pemurnian biodiesel yang diperoleh [9]

Adeeb Hayyan, dkk., pada tahun 2013 melaporkan penggunaan DESs dalam pengolahan minyak yang memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi dan melakukan sintesis biodiesel. Dalam penelitian digunakan low grade crude palm oil (LGCPO) atau minyak sawit mentah kelas rendah yang memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi kandungan (FFA) yang diperkenalkan sebagai kemungkinan bahan baku alternatif dalam produksi biodiesel. Pengolahan awal LGCPO dilakukan dengan menggunakan DESs yang terdiri dari donor ikatan hidrogen berbasis ammonium (yaitu p-toluenesulfonic acid monohydrate/PTSA) dan garam (yaitu

N,N-diethylenethanol ammonium chloride). Pada reaksi esterifikasi yang dilakukan,

kandungan FFA dari LGCPO berkurang dari 9,5 % menjadi kurang dari 1%. Dari hasil penelitian pada kandungan FFA 0.6±0.01% dan diperoleh konversi FFA menjadi FAME 93,67 % dan diperoleh yield sebesar 93 % [27]

Zhao, dkk., pada tahun 2013 juga melaporkan penggunaan DESs berbasis

choline chloride/gliserol (1:2) dalam reaksi enzimatik sintesis biodiesel. Hasil

penelitian menunjukkan konversi trigliserida mencapai 88 % dalam waktu 24 jam [10] Hayyan, dkk, pada tahun 2012 melaporkan penggunaan DESs berbasis phosphonium : PTSA (1:3) sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, dengan hasil penilitian bahwa hasi optimum 89,74% , 0,06% FFA dan 97% kadar ester setelah pemurnian [28]

K. Shahbaz, dkk., pada tahun 2011 telah melaporkan penggunaan DESs menjadi pelarut dalam penghilangan katalis basa KOH dari biodisel yang berbasis

choline chloride (ChCl) dan methyltriphenylphosphonium bromide (MTPB) sebagai

garam halida organik serta gliserol, ethylene glycol dan 2,2,2-trifluoroacetamide sebagai donor ikatan hidrogen. Efisiensi penyisihan KOH rata-rata masing-masing 98,59% dan 97,57% untuk DESs ChCl: gliserol dan MTPB: gliserol. Hasil penelitian menunjukkan DESs berpotensi digunakan sebagai pelarut untuk menghilangkan katalis dari biodisel [29].

(10)

sebagai garam halida organik serta gliserol, ethylene glycol dan 2,2,2-trifluoroacetamide sebagai donor ikatan hidrogen yang digunakan menjadi pelarut

dalam penghilangan gliserol dari biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DESs berbasis gliserol sebagai ikatan donor hidrogen memiliki efisiensi removal yang lebih rendah dan DESs berbasis phosphunium sebagai garam halida organik jauh lebih efisien [30].

2.6 Potensi Ekonomi

Biaya produksi biodiesel dipengaruhi oleh biaya langsung ( Mesin, perpipaan, listrik, bangunan, instrumentasi dan kontrol, dll) dan tidak langsung (Engineering dan

Supervision, ekspansi dan konstruksi, dll). Berdasarkan sistem model pembuatan

biodiesel dari sawit, maka dapat diketahui alat yang dibutuhkan berbeda tergantung dengan bahan baku. Perbedaan dapat terjadi karena bahan baku dengan kadar asam lemak bebas dari 1 – 5 % atau lebih membutuhkan proses pretreatment dan membutuhkan biaya lebih. CPO membutuhkan proses produksi yang lebih panjang untuk pemurnian dan pencucian untuk menghilangkan pengotor. Penambahan tahapan proses dan alat dapat menambah biaya dari investasi alat. CPO memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) namun membutuhkan tahapan proses yang lebih panjang sehingga diperlukan cara untuk mengurangi biaya akibat proses pemurnian dan pencucian, yaitu dengan cara menggunakan cosolvent DES [13]

Gambar

Tabel 2.1 Standar biodiesel SNI dan ASTM D6751 [14,15]
Gambar 2.1 reaksi transesterifikasi [19]
Gambar 2.2 Struktur Tipikal Dari Garam Halida Dan Hbd Yang DigunakanUntuk Sintesis DES [5]
Gambar 2.3 Skema Titik Eutectic Dari Fasa Diagram Dua Komponen [25]

Referensi

Dokumen terkait

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga akan ditempatkan dalam pojok berita website LPSE Provinsi Jawa Tengah, oleh karenanya Panitia Pengadaan tidak

[r]

Panitia Pengadaan Barang/Jasa KPKNL Metro Paket Pekerjaan Pengadaan Jasa Konstruksi Pembangunan Gedung KPKNL Metro Tahap II. Tahun

Pada hari ini, Jum’at tanggal satu bulan Juni tahun dua ribu dua belas, bertempat di Ruang Rapat Lantai 2 KPKNL Metro, Jalan Imam Bonjol Nomor 26, Kota Metro, Panitia Pengadaan Jasa

SUBDIT PENCEGAHAN SUBDIT SUBDIT PERINGATAN DINI SUBDIT SUBDIT PERAN LEMBAGA USAHA SUBDIT PERAN ORGANISASI PENGKAJIAN RISIKO SEKSI PENGELOLAAN RISIKO SEKSI MITIGASI STRUKTUR

Berupa indikator yang ada di dalam rumusan silabus sesuai dengan KD yang bersangkutan Dipilih sesuai dengan karakteristik indikator pencapaian, seperti tes tertulis, tes

(4) pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan pada prabencana serta pemberdayaan masyarakat.

2013 pada Satuan Kerja Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan Pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang