• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZUHUD DALAM PERSPEKTIF HAMKA (Studi Maudhu’i atas Tafsir Al Azhar) Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ZUHUD DALAM PERSPEKTIF HAMKA (Studi Maudhu’i atas Tafsir Al Azhar) Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan firman

Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.1 Sebagian ulama berpendapat bahwa kata Qur’an itu pada mulanya tidak berhamzah sebagai kata jadian, mungkin karena ia dijadikan sebagai suatu nama bagi kalam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan bukannya kata jadian dari qara’a, atau mungkin juga karena ia berasal dari kata

qarana asy syai’a bisy syai’I yang berarti memperhubungkan sesuatu dengan yang lain, atau juga berasal dari kata qara’in (saling berpasangan) karena ayat-ayatnya satu dengan yang lain saling menyerupai.2

Al Qur’an merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai rujukan

utama oleh umat islam. Jika umat Islam menemui masalah maka yang menjadi rujukan utama adalah al Qur’an. Salah satu contoh masalah yang diperbincangkan adalah mengenai tasawuf. Tidak banyak yang mengetahui darimana asal usul tasawuf itu. Ada yang berpendapat tasawuf itu dari ajaran non Islam, ada juga yang berpendapat tasawuf merupakan asli ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Mengenal asal istilah tasawuf, hingga kini masih menjadi perdebatan utama. Diantara mereka ada yang mengatakan, ia berasal dari

istilah “Ahlu as Shuffah”, fakir miskin yang bertempat tinggal disudut

-sudut Masjid Rasulullah. Ada pula yang berpendapat tasawuf berasal dari

istilah “as Shafa” (bersih).3

Sebagian menyatakan bahwa tasawuf itu disebut demikian karena dia memakai jubah bulu domba, sedangkan yang lain mengatakan bahwa

1Ata’illah, Sejarah al Qur’an

, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 15.

2Manna’ Khalil al Qattan,

Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2000), hlm. 17.

3 Ahmad Bahjat, Bihar Al Hubb Pledoi Ka um Sufi, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002),

(2)

dia disebut demikian karena dia berada dalam barisan pertama, yang lain mengatakan karena tasawuf mengaku sebagian dari golongan yang begitu diridhoi Allah.4

Sedangkan Syekh Abu Nashr as-Sarraj berpandapat bahwa, mereka yang menyebut orang-orang sufi dengan ash Shufiyyah (kaum sufi) dan tidak menisbatkannya pada kondisi spiritual atau keilmuan tertentu. Karena kaum sufi tidak mengkhususkan diri pada disiplin ilmu tertentu. Mereka juga tidak memiliki ciri tertentu dari ciri-ciri kondisi spiritual. Sebab mereka merupakan tambang ilmu dan tempat berlabuh semua kondisi spiritual yang terpuji, akhlak yang mulia, baik mereka yang sudah berpangkat lebih awal atau mereka yang baru mulai.5

Namun mayoritas manusia mendefinisikan tasawuf cenderung pada segi moral. Kecenderungan ini telah tersiar balik di lingkungan kaum sufi maupun para pembahas dan sejarawan tasawuf. Salah satu tokoh yaitu Abil Husain An Nuri mengenai tasawuf, yaitu kemerdekaan, kemurahan, tidak membebani diri serta dermawan.6

Para orientalis dan orang-orang yang menulis tentang tasawuf, berpendapat bahwa sumber tasawuf itu berasal dari India, Yunani atau sumber al Qur’an atau kehidupan Nabi Muhammad. Namun sebagian dari mereka berpendapat bahwa tasawuf itu berasal dari al Qur’an.7

Salah satu ajaran tasawuf yang terkenal adalah konsep maqamat. Konsep maqamat ini merupakan dasar penting yang harus dilalui oleh para sufi. Tujuannya adalah agar para sufi memperoleh kedudukan yang tinggi dihadapan Allah. Maqam yang dimaksud di sini adalah seperti taubah,

4

Ali bin Utsman Al Hujwiri, Kasyful Mahjub Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf, terj: Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi, (Bandung: Penerbit Mizan, 1995), hlm. 40.

5Abu Nashr as Sarraj, Al Luma’ Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf, terj. Wasmukan dan

Samson Rahman, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002), hlm 45.

6 Abdul Halim Mahmoud, Hal Ihwal Tasawuf, (Indonesia: Daarul Ihya, ttp), hlm. 209. 7

(3)

qanaah, syukur, zuhud, sabar, ikhlas, ikhtiyar, tawakal dan ridlo.8 Selain itu ada juga ahwal (keadaan), yaitu kejernihan dzikir yang meresap dihati.9

Salah satu maqam tasawuf yang paling terkenal adalah ajaran tentang zuhud. Beberapa ulama’ tasawuf mengatakan bahwa orang yang belum sempurna dasar kezuhudannya, maka takkan sah baginya yang lain. Karena cinta kepada dunia adalah pangkal segala dosa, sedang zuhud kepada dunia adalah pangkal segala kebaikan dan ketaatan.10 Jadi seorang sufi haruslah meninggalkan hal-hal kesenangan duniawi, karena hal itu akan menghambat dia memperoleh kedudukan tertinggi dihadapan Allah.

Di zaman yang modern dan kemajuan teknologi semakin canggih ini khususnya di Indonesia, memungkinkan orang-orang sufi mengalami kesulitan dalam menjalani atau melaksanakan praktek zuhud ini. Untuk itu salah satu ulama terkenal asal Indonesia yakni HAMKA, memberika teori-teori untuk melaksanakan atau menjalankan praktek-prektek tasawuf dizaman modern ini.

Dari maqam-maqam tersebut, tujuan utama adalah ma’rifat billah atau mengenal Allah. Dan ma’rifat billah ini adalah merupakan salah satu

maqam tertinggi yang telah dicapai oleh seorang sufi selama melakukan riyadhah dan mujahadahnya.

Memperoleh maqam ma’rifat merupakan akhir dari sekian banyak proses yang dilalui oleh para sufi melalui suluk. Yang dimaksud ma’rifat billah ini adalah pengenalan terhadap Allah, baik lewat sifat-sifatNya,

asma’-asma’Nya maupun perbuatan-perbuatanNya.11

Dengan memahami maqam-maqam tasawuf berdasarkan penjelasan ayat-ayat al Qur’an. Diharapkan seorang sufi dapat melampaui maqamat tasawuf dengan hati yang ikhlas, agar dapat tercapai tujuan

8

Ibid, hlm. 220.

9

Ibid.

10

Ibid, hlm. 244.

11

(4)

utamanya yakni ma’rifat billah tanpa ada keraguan sedikitpun didalam hatinya.

Dalam kajian yang kami lakukan ini berkaitan dengan salah satu maqam tasawuf yakni zuhud. Di dalam al Qur’an, terdapat indikasi tentang substansi perilaku zuhud, misalnya didalam surat Ali Imron: 14, surat an

Nisa’: 77, surat al A’raf: 51, surat Hud: 15-16, surat asy Syura: 20, dan

surat al A’la: 16-17. Ayat-ayat itu sekalipun tidak menyebut istilah zuhud,

namun mengandung pengertian yang secara substantif identik dengan zuhud, penelitian ini akan mengeksplorasi lebih jauh tentang konsepsi zuhud sebagaimana yang digambarkan dalam al Qur’an dengan rujukan utama kitab tafsir yang kami gunakan adalah tafsir al-Azhar karya HAMKA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimana perilaku zuhud menurut Hamka?

2. Bagaimana relevansi makna zuhud dalam konteks kehidupan sekarang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah: 1. Untuk mengetahui perilaku zuhud menurut Hamka.

2. Untuk mengetahui relevansi makna zuhud dalam konteks kehidupan sekarang.

D. Kegunaan Penelitian

Terdapat dua kegunaan yang diperoleh dalam penelitian ini, yakni kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis.

1. Kegunaan secara teoritis

(5)

penulis maupun pembaca membantu usaha peningkatan dan penghayatan serta pengamalan ajaran dan nilai-nilai khazanah keilmuan yang terkandung dalam bidang al Qur’an.

2. Kegunaan secara praktis

Dalam tatanan praktis penelitian ini diharapkan bisa memberi satu pemahaman bagi umat Islam bahwa begitu luas kandungan yang ada di dalam al Qur’an termasuk salah maqamat tasawuf yakni zuhud. Di dalam maqamat tasawuf dijelaskan berbagai hal yang harus dilewati oleh seorang sufi untuk mencapai kedudukan tertinggi yakni ma’rifat billah. Sehingga para sufi mengetahui bahwa di dalam al Qur’an juga dijelaskan mengenai maqam-maqam tasawuf, namum tidak menyebutkan secara langsung. Selain itu, diharapkan kajian semacam ini dapat menjadi bahan bacaan dan renungan bagi umat Islam, sehingga nantinya akan diharapkan terbentuk masyarakat yang mampu mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam al Qur’an.

Sedangkan kegunaan bagi para Mahasiswa

mudah-mudahan kajian ini bisa menjadi langkah awal untuk penelitian-penelitian khususnya dalam bidang al Qur’an untuk nantinya. Dan bagi Lembaga mudah-mudahan kajian ini bisa menjadi sumbangan kecil untuk menjadi bahan bacaan khususnya dalam bidang tafsir. Dan kegunaan khusus ditujukan kepada para pelaku thoriqoh-thoriqoh atau para sufi, supaya memahami betul bagaimana zuhud ini dijelaskan di dalam al Qur’an.

E. Penegasan Istilah

(6)

1. Zuhud

Yang dimaksud dengan zuhud adalah bersifat dermawan dari harta yang dimiliki sehingga tidak mempunyai harta, serta tidak mempunyai sifat serakah.12 Selain itu ada yang berpendapat bahwa zuhud adalah kesadaran jiwa akan remeh dan hinanya dunia, dan bahwa seandainya ia cukup berharga di sisi Allah, walaupun hanya sebanding dengan berat sayap seekor nyamuk pun, niscaya Allah menolak memberi seteguk air pun darinya untuk seorang kafir.13 Ada juga yang berpendapat zuhud adalah kedudukan mulia yang merupakan dasar bagi keadaan yang diridhai, serta martabat yang tinggi di mana hal itu merupakan langkah pertama bagi orang yang ingin menuju kepada Allah.14

2. Tafsir

Secara harfiah kata tafsir berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk masdardari kata fassara serta terdiri dari huruf fa, sin dan ra itu berarti keadaan jelas (nyata dan terang) dan memberikan penjelasan. 15 Adapun pengertian secara

istilah, para ulama memberikan komentar sebagai berikut: a. Al-Kilaby dalam al Tashil, tafsir adalah uraian yang

menjelaskan al Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki oleh al Qur’an atau tujuannya.

b. Syekh al-Jazayry dalam Sahib al Tawjih, tafsir pada hakikatnya menjelaskan lafadz yang sukar dipahami pendengar dengan mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya atau

12

Ibid, hlm. 129.

13

Sayyid Abdullah, Thariqah Menuju Kebahagiaan, (Bandung: Penerbit Mizan, 1995), hlm. 259-260.

14

Abdul Halim Mahmoud, Hal Ihwal Tasawuf, (Indonesia: Daarul Ihya, ttp), hlm. 244.

15

(7)

dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.

c. Abul Hayyan, tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafadz-lafadz al Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk kandungan-kandungan hukum dan makna-makna yang terkandung di dalamnya.

d. Al-Zarkasyi, tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna al

Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

serta menyimpulkan kandungan hukum dan hikmahnya.

e. Al-Zarqani, tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al Qur’an dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah menurut kemampuan manusia.16

Kemudian pendapat dari ulama yang lain, tafsir adalah mengetahui turunnya ayat dan segala sesuatu tentangnya,

kisah-kisahnya, sebab turunnya, kemudian urutan makiyah dan madaniyahnya, yang muhkam diantara yang mutasyabih, yang menasakh dan yang dinasakh, yang khusus dan yang umum, yang mutlaq dan yang muqayyad, yang mujmal dan mufassar, yang halal dan yang haram, janji dan ancamannya, perintah dan larangannya, pelajaran-pelajaran darinya, dan perumpamaan-perumpamaannya.17

3. Maudhu’i

Metode tafsir maudhu’I juga disebut dengan metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat pada al qur’an. Ada dua cara dalam tata

16

Al-Zarqani, Manahil Al-Irfan, juz 2, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah, 1996), hlm. 4.

17

(8)

kerja metode tafsir maudhu’i. pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al qur’an yang berbicara tentang satu masalah tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam pelbagai surah al Qur’an. Kedua, penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat al qur’an.

Al Farmawi mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan apabila sesorang ingin menggunakan metode

maudhu’i. Langkah-langkah dimaksud dapat disebutkan disini

secara ringkas:

a. Memilih atau menetapkan masalah al qur’an yang akan

dikaji secara maudhu’i.

b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat Makkiyah dan Madaniah.

c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya atau sabab nuzul.

d. Mengetahui hubungan ayat-ayat tersebut dalam masing-masing suratnya.

e. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistematis.

f. Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadits bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.

(9)

tersebut bertemu pada suatu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat.18

Dengan demikian, yang dimaksud oleh judul di atas adalah bagaimana konsep zuhud dalam perspektif Hamka, studi maudhu’i atas Tafsir Al-Azhar.

F. Kajian Pustaka

Penelitian tafsir ini terutama yang memiliki implikasi dimasyarakat membutuhklan banyak referensi dan telaah pustaka yang mendalam. Penulis berusaha menelusuri literatur-literatur kitab tafsir untuk menganalisa tafsir yang berkaitan dengan zuhud. Telaah pustaka pada umumnya untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sehingga tidak terjadi pengulangan yang tidak diperlukan.19

Telaah pustaka ini dimaksudkan sebagai salah satu kebutuhan ilmiah yang berguna memberikan kejelasan dan batasan tentang informasi yang digunakan sebagai khazanah pustaka, terutama yang berkaitan

dengan tema yang sedang dibahas. Diantara literatur yang dijadikan referensi pokok dalam penelitian tesis ini ialah kitab-kitab yang sudah diakui validitasnya. Referensi dari kitab tersebut juga didukung dengan referensi syarah kitab-kitab hadis. Referensi sebagai sumber data primer adalah Tafsir Al-Azhar. Dan juga buku yang bertema tasawuf karya Hamka salah satunya Tasawuf Modern.

Adapun sebagai buku referensi sekunder diantaranya adalah al

Luma’ karya Abu Nashr as Sarraj, kitab ini adalah kitab sejarah, madrasah ilmu pengetahuan, jalan cita rasa, pelita penunjuk jalan bagi para salik

(orang yang merambah “Jalan Tuhan”), pengajar para ulama.20 Dalam

18

Abd.Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: teras, 2005), hlm. 46-47.

19

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 125.

20

(10)

penjelasannya kitab ini menjelaskan kaidah-kaidah dan dasar-dasar tasawuf yang bersih yang mengekspresikan tentang spiritual al Qur’an dan esensi Sunnah, pokok-pokok ajaran akhlak dan keimanan yang berdasarkan pada nilai spiritual perbuatan Rasulullah dan petunjuk beliau. Pokok-pokook ajaran yang mencakup segala aspek kehidupan, sehingga muncul cahaya terang, melepaskan ruh, muncul cinta, dan kedalaman rasa kesucian.21 Selain itu di dalam kitab ini juga menggambarkan pada kita dengan indah tentang pokok-pokok ajaran tentang aspek kehidupan. Dalam penjelasannya as-Sarraj berusaha menerangi nilai spiritual dan ke hidupan dalam cakrawalanya, yang didukung dengan dalil-dalil al Qur’an dan Sunnah serta dalil-dalil ilmiah dan perasan hati dengan maksud untuk memberikan yang terbaik dalam tulisannya.22

Moh. Saifulloh Al Aziz dalam karyanya yang berjudul Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, yang isinya mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu tasawuf tersebut , mulai dari thoriqoh, suluk, riyadhoh, muraqabah, mma’rifat, musyahadah billah, waliyullah dan karamah dan secara singkat dikemukakan pula sejarah singkat pertumbuhan tasawuf dan thoriqoh serta perkembangannya sejak masa Rasulullah hingga sekarang ini.23

Kemudian ada buku yang berjudul Hal Ihwal Tasauf karya Abdul Halim Mahmoud, yang mencoba menjelaskan awal muncul ajaran tasawuf hingga ajaran-ajarannya. Di dalam bukunya ini pengarang menjelaskan keterangan mengenai ajaran tasawuf secara gamblang. Pengarang mengarang buku ini dipengaruhi oleh Imam Ghazali.

Dari beberapa karya yang sudah ada di atas, saya melakukan penelitian ini dalam kaitannya dengan zuhud saja. Dan dalam penjelasannya akan menggunakan kerya-karya yang sudah saya sebutkan di atas.

21

Ibid.

22

Ibid, hlm. xxi.

23

(11)

G. Penelitian Terdahulu

Pada suatu penelitian, studi pustaka selalu dilibatkan sebagai pengantar dan untuk memberikan jiwa pada penelitian tersebut. Tanpa dukungan pustaka dengan kandungan teori dan bukti empirik, maka suatu penelitian layaknya suatu penelitian yang tidak mempunyai arti penting bagi ilmu pengetahuan. Di samping itu, kajian pustaka juga mempunyai tujuan untuk membedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya.

Setelah melakukan penelusuran terkait penelitian terdahulu dari berbagai literatur, baik jurnal, skripsi, tesis, maupun disertasi, maka ditemukan sebuah karya penelitian yang berjudul Konsep Maqamat dan Ihwal Tasawuf dalam Tafsir Al Jilani yang merupakan hasil karya seseorang yang bernama Hasyim Muhammad. Dalam penelitian tersebut Hasyim Muhammad mencoba menafsirkan maqamat dan ihwal tasawuf menurut Tafsir al Jilani, yang mana tafsir ini karya monumental seorang ulama yang dianggap sebagai wali Allah yang penuh karomah yakni Syekh Abdul Qodir Al Jilany. Dalam penafirannya ia mencoba menjelaskan tingkatan-tingkatan maqam dan kemudian dirujuk ke dalam

ayat al Qur’an. Dan begitu juga mengenai ihwal tasawuf. Ia mencoba

melihat ayat-ayat al Qur’an bagaimana ayat al Qur’an berbicara mengenai ihwal tasawuf.

Dalam penelitian ini akan ada perbedaan dari penelitian yang sudah ada, secara spesifik dalam tesis ini akan membahas tentang zuhud menurut Tafsir Al-Azhar karya HAMKA.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

(12)

berdasarkan literatur buku-buku karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.24

2. Sumber Data

Karena penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research), maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan berbagai sumber yang terbagi dalam dua bagian:

a. Sumber data primer, adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama kali objek penelitian.25 Yaitu data yang terdapat dalam tafsir yang akan penulis gunakan untuk melihat variasi perbedaan penafsiran masing-masing mufassir berikut sebab-sebab perbedaan penafsiran dan implikasi adanya perbedaan tersebut. Dalam hal ini kitab tafsir yang dimaksud adalah Tafsir Al-Azhar. b. Sumber data sekunder, adalah data yang diperoleh

dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan.26 Antara lain Kitab al Luma’,

Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, dan Hal Ihwal tasauf, dan buku referensi lainnya yang berkaitan dengan zuhud.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana layaknya studi literal yang mengumpulkan data melalui kepustakaan, maka secara sederhana upaya pengumpulan data dapat dicapai dengan menelusuri ayat-ayat yang mengandung unsur zuhud dengan memperhatikan lafadz yang terkandung di dalamnya, mencari penjelasannya dalam karya-karya Hamka dan para intelektual lainnya dan ulama-ulama tafsir, dengan cara membaca,

24

Sutrisno Hadi, Metode Research, (Yogyakarta: Fakultas, 1996), hlm. 7.

25

Burhan Bunyin, Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, & Kebijakan Publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 22.

26

(13)

menelaah, mengkaji, serta menganalisis data yang berkaitan dengan tema yang diteliti dari karya-karya peneliti sebelumnya baik yang berupa karya ilmiah, buku, jurnal dan dokumen lain yang mendukung.

4. Analisis Data

Melalui penelusuran dan penelaah secara mendalam terhadap literatur primer dan skunder dalam penelitian sebagaimana topik tesis ini diharapkan bisa mendapatkan sumber data yang akurat dan jelas. Untuk mencapai maksud tersebut maka diperlukan beberapa metode berikut:

a. Deskripsi, yaitu menguraikan secara teratur makna-makna yang dikandung dalam konsep zuhud dari TafsirAl-Azhar secara komprehensip.27

b. Interpretasi, yaitu menafsirkan pemikiran secara objektif. Metode ini digunakan untuk memahami dan menyelami data yang terkumpul kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksud tokoh secara khas.28

c. Maudhu’i, yaitu menghimpun seluruh ayat-ayat al

qur’an yang berbicara tentang satu masalah tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam pelbagai surah al qur’an.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami penelitian ini, penulis berusaha mengklasifikasikan penyusunan pembahasan dengan memisahkan antara ide pokok dengan substansi pembahasan, hal ini dilakukan agar didalam menyusun kerangka pembahasan lebih teratur namun saling bertautan. Adapun sistematika penulisan sebaga berikut:

27

Anton Baker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisiu, 1990), hlm. 46.

28

(14)

Bab pertama, merupakan kumpulan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, penegasan istilah, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, berisi boografi pengarang kitab tafsir yakni Hamka, pengalaman organisasi, karya-karya, pemikiran Hamka tentang tasawuf dan karakteristik Tafsir Al-Azhar.

Bab ketiga, berisi pengertian zuhud, sejarah munculnya zuhud, tingkatan-tingkatan zuhud dan zuhud dalam tafsir.

Bab keempat, berisi ayat-ayat yang semakna dengan zuhud, perilaku yang identik dengan zuhud dan relevansi perilaku zuhud dimasa sekarang.

Referensi

Dokumen terkait

Andi Mutiara Muthahharah Catatan Dalam Botol SMP Negeri 2 Parepare Kota Parepare Sulawesi Selatan

Namun dalam berdakwah seorang da’i dituntun agar memahami betul apa yang dimau oleh mad’u agar dakwah yang disampaikan benar-benar sampai kepada masyarakat sehingga dapat

financial distress perusahaan manufaktur setelah dilakukan pre-processing dengan SMOTE lebih tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa pohon klasifikasi optimal yang

Kesya Kireina Hidayat Seribu Lampion Untuk Naya SD Negeri Pekuncen Kota Pasuruan Jawa Timur 5.500.000,-.. Hauna Rumaisha Thank

Dari hasil regresi multivariat juga dapat dikatakan bahwa Kemampuan Akademik, Aktifitas Belajar Bahasa Inggris, Kegiatan Akademik memiliki hubungan yang lemah

Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah Almarhum dan mengampuni segala. dosa serta

Pengaruh faktor kepemimpinan individual dan organisasi terhadap motivasi perawat dalam pengisian rekam medik di ruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan.. Evaluasi

Setelah menonton dan memainkan video interaktif pertolongan pertama pada kecelakaan sepeda motor dalam kasus vulnus apertum (luka robek), hasil kuesioner post-test