Komunikasi dengan Micro-Blogging Pada Saat Krisis
: Studi Kasus Serangan Teroris di Paris 2015
Eddy Yansen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan eddy.yansen@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini memiliki fokus pada penggunaan micro-blogging sebagai sarana komunikasi dan sumber berbagi informasi pada saat terjadi krisis, terutama pada studi kasus serangan teroris di Paris, Perancis pada tanggal 13 November 2015 yang lalu. Dengan analisa bentuk tweet yang dilakukan dan juga sentiment yang terkandung di informasi yang disebarkan melalui Twitter, penelitian ini mengungkap karakteristik topik-topik utama yang disebarkan pada situasi krisis yang masih berlangsung berdasarkan hashtag # sebagai alat kategorisasi.
KATA KUNCI
Twitter, Micro-Blogging, Crisis Informatics
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi media sosial dalam situasi krisis telah menarik perhatian banyak peneliti. Terdapat banyak sekali penelitian mengenai “information sharing network” seperti Twitter yang berfungsi efektif sebagai sarana komunikasi yang cepat dan efektif dalam verifikasi kebenaran informasi oleh publik di situasi krisis (Vieweg et al., 2010 ). Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan metode pengumpulan data kuatitatif dan pengelompokan informasi berdasarkan kata kunci (Vieweg et al., 2010 ) dan proses kategorisasi informasi saat krisis (Sinnappan et al., 2010) yang menjadi dasar dari penelitian ini juga. Penelitian tentang bagaimana masyarakat menggunakan media sosial untuk berkomunikasi di saat krisis disebut sebagai “crisis informatics” ( Palen, Vieweg, Liu, 2007 ) menjadi tujuan penelitian ini untuk melaporkan kejadian khusus penggunaan media sosial terutama Twitter dalam situasi krisis menggunakan pendekatan kualitatif dan analisa statistic pada pesan yang ada.
Eddy Yansen UPH 2015 Pukul 10.08PM : Kepolisian mengepung Bataclan Theatre dengan situasi penyanderaan 60 – 100 orang yang sedang menonton konser rock “Eagle of Death Metal”, jumlah korban dikonfimasi menjadi 26 orang.
Pukul 10.15 PM : Presiden Perancis Hollande dievakuasi ke tempat yang aman. Pukul 11.02 PM : Presiden Perancis mengumumkan situasi darurat dan mengumumkan penutupan seluruh perbatasan Negara. Pukul 11.30 PM : Polisi dan militer Perancis menyerbu Bataclan Theatre dan membebaskan sandera dalam gedung, menembak mati 2 pelaku teroris dan mengkonfimasi sekitar 100 korban meninggal di dalam gedung. Pukul 1.40AM : Kepolisian percaya seluruh pelaku teroris berhasil ditembak mati, dan masih dalam proses penyisiran dan pencarian kemungkinan pelaku lain. Pukul 09.40 AM : Secara resmi ISIS mengakui serangan teroris tersebut dilakukan oleh mereka. Pukul 6.21 PM keesokan harinya : Dikonfirmasi 129 orang korban meninggal dan 352 orang korban luka – luka akibat serangan teroris di Paris ini.
METODE PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS DATA
Media sosial Twitter memungkinkan penggunanya untuk mengirimkan pesan ( tweet ) berjumlah 140 karakter maksimal menggunakan aplikasi berbasis web maupun mobile. Masyarakat cenderung menggunakan media berbasis informasi sharing untuk menemukan informasi yang relevan saat krisis (Cook, 2009). Masyarakat dapat menggunakan hashtag (#) untuk menandai topik tertentu dalam berbagi informasi, sehingga informasi yang menyebar menjadi terkategorisasi sesuai symbol hashtag # yang ditambahkan dalam setiap pesan.
Contohnya : #ParisAttack digunakan untuk menandai seluruh informasi terkait serangan Paris, #PrayForParis digunakan untuk menandai seluruh informasi terkait wujud simpati yang diberikan oleh masyarakat terhadap korban serangan teroris di Paris.
Pada saat serangan terjadi dan situasi darurat diberlakukan oleh Presiden Perancis. Masyarakat menggunakan twitter #PorteOuverte ( Pintu Terbuka ) untuk menawarkan tempat perlindungan sementara kepada warga ataupun turis yang terjebak tidak dapat pulang. Menggunakan alat analisa tweet Topsy.com menunjukan #PorteOuverte digunakan 13.923 kali di tanggal 13 November 2015 sendiri, #PrayForParis digunakan 13.462 kali di tanggal yang sama dan #ParisAttack digunakan hanya 426 kali di tanggal yang sama.
lebih sedikit beredar pada tanggal 13 November 2015, karena masih simpang siurnya informasi yang dapat dipercaya dan dikonfirmasi saat itu. Media lain pun masih menunggu perkembangan terkini dari situasi yang terjadi.
Namun di tanggal 13 November 2015, di malam serangan teroris terdapat lebih dari 29.454 tweet mengenai #TerrorismHasNoReligion untuk mengkampanyekan perdamaian dan tidak menghubungan serangan teroris Paris dengan agama tertentu. Untuk menganalisa data lebih lengkap, saya menggunakan hashtracking.com untuk membedakan original tweets ( informasi pertama yang dibuat secara orisinal oleh pengguna tertentu ) dengan retweets (informasi yang disebarkan atau dibagikan berulang oleh pengguna lain yang bukan penulis informasi tersebut ) yang terjadi, diperoleh data dengan tabel sebagai berikut ini :
Hashtag Original Tweets Retweets Exposure
#PorteOuverte 14,6% 82,84% 3.622.413 #PrayForParis 35,9% 62,85% 3.483.574 #ParisAttack 37,93% 61,75% 2.022.547 #TerrorismHasNoReligion 35,6% 58,07% 3.441.603
Eddy Yansen UPH 2015 KESIMPULAN & TEMUAN
Berdasarkan data statistik dalam data yang diperoleh dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya adalah :
1. Informasi Pertolongan menyebar paling cepat, dengan dominasi pengulangan informasi tanpa opini.
Hal ini dapat dilihat pada #PorteOuverte menyebar dengan exposure terluas menyentuh lebih dari 3,6 juta pengguna, dengan dominasi 82,84% retweet menunjukan informasi tidak banyak dimodifikasi namun hanya langsung diteruskan atau dibagikan kembali oleh pengguna. Sentimen yang didominasi positif 95% dengan variasi yang minim juga mengkonfirmasi informasi yang disebarkan cenderung seragam.
2. Informasi Simpatik cepat menyebar namun dipenuhi dengan opini.
#PrayforParis yang merupakan wujud simpatis masyarakat menyebar dengan perbandingan tweet original – retweet dan sentiment positif - negatif yang hampir seimbang menunjukan terjadinya komunikasi 2 arah, dan penyebaran opini dalam informasi yang disebarkan.
3. Informasi berita atau formal menyebar paling lambat juga dipenuhi dengan opini.
penyebarannya dipenuhi juga dengan opini yang terlihat dari seimbangnya sentiment
positif – negative dan original tweet – retweet.
4. Informasi tanggapan membentuk opini bersama dengan cepat.
Bahkan sebelum krisis Paris ini berakhir, #TerrorismHasNoReligion sebagai tanggapan masyarakat atas kejadian ini menyebar cepat dan mengutuk kejadian ini. Hal ini ditandai juga dengan sentiment negative yang dominan ( sikap mengutuk, sikap membenci perbuatan tercela ini ) membuktikan informasi yang disebarkan juga menuntun opini masyarakat secara luas menuju satu opini bersama yang sama, dalam hal ini adalah sama – sama mengutuk kejadian ini.
DAFTAR PUSTAKA
• Acar, Adam and Muraki Yuya (2011). Twitter for crisis communications :lesson learned from Japan;s tsunami disaster, Web Based Communities Journal Vol 7 No.3.
• Cook, J (2009) Wahington Police Shootings : A Watershed Moment for Twitter ?.
www.techflash.com diakses pada 29 November 2015.
• Heverin, Thomas and Zach, Lisl (2010). Microblogging for Crisis Communication :
Examination of Twitter Use in Response to a 2009 Violent Crisis in the Seattle-Tacoma. Proceedings of the 7th International ISCRAM Conference , Seattle. USA.
• Palen, L. and Liu S. (2007) Citizen Communications in Crisis :Anticipating a Future of ICT-Supported Public Participation, San Jose. CA.
• Palen L. and Vieweg, S (2008). The Emergence of Online Widesclade Interaction in Unexpected