• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik dan Pemerintahan Islam doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Politik dan Pemerintahan Islam doc"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

HAK ASASI MANUSIA DAN GOLONGAN

MINORITAS DALAM NEGARA ISLAM

KELOMPOK XIV

ANGGOTA

1. DEKRIS PRATAMA (1301120520)

2. AYU ALIYAH (1301114157)

3. NOVIA AZMI (1301110562)

4. TRI WIJAYA NINGSIH (1301110039)

5. YUSFA AFRINA (1301110039)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulisan makalah yang berjudul “ HAK ASASI MANUSIA DAN GOLONGAN MINORITAS DALAM NEGARA ISLAM ” ini terselesaikan tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam semoga tetap tecurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta Keluarga beliau, para sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman, amin ya Rabbal Alamin.

Penulis menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan untuk perbaikan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya, Amin.

Pekanbaru, 25 September 2014

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI………... ii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………... 4

1.2. Rumusan Masalah ………... 5

1.3. Tujuan ………... 5

BAB II. PEMBAHASAN 2 1. Pengertian HAM ………... 6

2.2. Sejarah HAM………... 6

2.3. Perbedaan Pandangan antara Islam dan Barat Tentang HAM…... 7

2.4. HAM menurut Islam………... 8

2.5. Pengaturan HAM dalam Hukum Islam………... 9

2.6. Hukum Islam dan HAM………... 10

2.7. Kaum Minoritas di Negara Islam ……... 13

2.8. Perlindungan Hukum Islam Terhadap Kaum Minoritas ... 14

BAB III. PENUTUP 3.1. KESIMPULAN………... 20

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi manusia sebagai pemimpin, setiap manusia harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti kebebasan, persamaan, perlindungan dan sebagainya. Hak-hak tersebut bukan merupakan pembererian seseorang, organisasi, atau Negara, tapi adalah anugrah Allah yang sudan dibawanya sejak lahir kea lam dunia. Hak-hak itulah yang kemudian disebut dengan Hak Asasi Manusia. Tanpa memahami hak-hak tersebut adalah mustahil ia dapat menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah Tuhan. Namun persoalannya kemudian, apakah setiap manusia dan setiap muslim sudah menyadari hak-hak tersebut? Jawabannya, mungkin belum setiap orang, termasuk umat islam menyadarinya. Hal ini mungkin akibat rendahnya pendidikan atau sistem social politik dan budaya di suatu tempat yang tidak kondusif untuk anak dapat berkembang dengan sempurna (Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam 2003:5).

Dalam sudut pandang Islam Hak Asasi Manusia sudah diatur berdasarkan atau berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist. Karena Al-Qur’an dan Hadist merupakan pedoman hidup bagi seluruh manusia yang ada di bumi ini pada umumnya dan bagi umat islam pada khususnya. Oleh karena itu umat munusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya apabila tidak ingin hak-haknnya diramapas oleh orang lain, maka hendaknya ia harus mengetahui hak-haknya dan selalu memperjuangkannya selama tidak mengambil atau melampui batas dari hak-hak orang lain.

Pada perkembangan selanjutnya hukum Islam menjadi salah satu bidang kajian ilmiah di antara bidang-bidang kajian dalam Islam. Sebagai kajian ilmiah, hukum Islam telah dipelajari secara ilmiah tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh orang-orang non-Muslim atau yang lebih dikenal dengan sebutan kaum orientalis. Tentu saja, tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari hukum Islam akan berbeda bagi kalangan umat Islam dan bagi kalangan non-Muslim.

(5)

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

A.

Apakah yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?

B.

Bagaimanakah sejarah lahirnya Hak Asasi Manusia?

C.

Bagaimanakah perbedaan pandangan antara Islam dan Barat tentang HAM?

D.

Bagaimanakah Hak Asasi Manusia Menurut Islam?

E.

Bagaimanakah pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam?

F.

Bagaimanakah hubungan antara Hukum Islam dan HAM?

G. Bagaimanakah kaum minoritas dalam sebuah negara Islam?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:

1) Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen kepada Mahasiswa

semester III; Ilmu Hubungan Internasional pada Mata Kuliah Pemikiran

2) Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang HAM dan Minoritas

dalam Islam

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian HAM

Berikut ini beberapa pengertian tentang hak asasi manusia, antara lain: a. Secara etimolgi hak merupakan unsur normative yang berfungsi sebagai

(6)

b. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching

Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.

c. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan

langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.

d. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2.2. Sejarah HAM

Negara yang sering disebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia adalah Inggris. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah Magna Charta. Tindakan sewenang-wenang Raja Inggris mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja Inggris untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung. Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.

(7)

depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 antara lain kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression), kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion), kebebasan dari rasa takut (freedom from fear), kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

2.3. Perbedaan Pandangan antara Islam dan Barat Tentang HAM

Terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar antara konsep HAM dalam Islam dan HAM dalam konsep Barat sebagaimana yang diterima oleh perangkat-perangkat internasional. HAM dalam Islam didasarkan pada premis bahwa aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sedangkan dunia Barat, bagaimanapun, percaya bahwa pola tingkah laku hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan publik yang aman dan perdamaian semesta.

(8)

mendukung tegaknya HAM itu berorientasi kepada penghargaan terhadap manusia. Dengan kata lain manusia menjadi akhir dari pelaksanaan HAM tersebut.

Berbeda keadaanya pada dunia Timur(Islam) yang bersifat theosentris, larangan dan perintah lebih didasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Al-Al-Qur’an menjadi transformasi dari kualitas kesadaran manusia. Manusia disuruh untuk hidup dan bekerja diatas dunia ini dengan kesadaran penuh bahwa ia harus menunjukkan kepatuhannya kepada kehendak Allah swt. Mengakui hak-hak dari manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka kepatuhan kepada-Nya.

2.4. HAM Menurut Islam

Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan manusia, lewat syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut : “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling takwa.”

(9)

dan kehormatan individu) hifdzu al-‘aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl (keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama lainnya.

2.5. Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam

Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain : 1.) Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Qur’an juga berbicara tentang kehormatan dalam 20 ayat. 2.) Al-Qur’an juga menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam Surat Al-Hujarat ayat 13. 3.) Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata : ‘adl, qisth dan qishash. 4.) Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29.

(10)

2.6. Hukum Islam dan HAM

Hukum Islam telah mengatur dan melindungi hak-hak asasi manusia. Antar lain sebagai berikut :

1. Hak hidup dan memperoleh perlindungan

Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang merupakan karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum islam terhadap hak hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan syari’ah yang melinudngi dan menjunjung tinggi darah dan nyawa manusia, melalui larangan membunuh, ketentuan qishash dan larangan bunuh diri. Membunuh adalah salah satu dosa besar yang diancam dengan balasan neraka, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Nisa’ ayat 93 yang artinya sebagai berikut : “Dan barang siapa membunuh seorang muslim dengan sengaja maka balasannya adalah jahannam, kekal dia di dalamnya dan Allah murka atasnya dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab yang berat.”

2. Hak kebebasan beragama

Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM, termasuk di dalmnya kebebasan menganut agama sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, Islam melarang keras adanya pemaksaan keyakinan agama kepada orang yang telah menganut agama lain. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat AL-Baqarah ayat 256, yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah.”

3. Hak atas keadilan.

Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin mutlak untuk menegakkan kehormatan manusia. Dalam hal ini banyak ayat-ayat Al-Qur’an maupun Sunnah ang mengajak untuk menegakkan keadilan, di antaranya terlihat dalam Surat Al-Nahl ayat 90, yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji , kemungkaran dan permusuhan.” 4. Hak persamaan

(11)

menjadikannya realitas yang penting. Ini berarti bahwa pembagian umat manusia ke dalam bangsa-bangsa, ras-ras, kelompok-kelompok dan suku-suku adalah demi untuk adanya pembedaan, sehingga rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu dan berkenalan dengan rakyat yang berasal dari ras atau suku lain.

Al-Qur’an menjelaskan idealisasinya tentang persamaan manusia dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling takwa.”

5. Hak mendapatkan pendidikan

Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kesanggupan alaminya. Dalam Islam, mendapatkan pendidikan bukan hanya merupakan hak, tapi juga merupakan kewajiban bagi setiap manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”

Di samping itu, Allah juga memberikan penghargaan terhadap orang yang berilmu, di mana dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11 dinyatakan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu. 6. Hak kebebasan berpendapat

Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan pendapatnya dalam batas-batas yang ditentukan hukum dan norma-norma lainnya. Artinya tidak seorangpun diperbolehkan menyebarkan fitnah dan berita-berita yang mengganggu ketertiban umum dan mencemarkan nama baik orang lain. Dalam mengemukakan pendapat hendaklah mengemukakan ide atau gagasan yang dapat menciptakan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pendapat juga dijamin dengan lembaga syura, lembaga musyawarah dengan rakyat, yang dijelaskan Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 38, yang artinya : “Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.”

(12)

Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apa pun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 188, yang artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya.”

8. Hak mendapatkan pekerjaan dan Memperoleh Imbalan

Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga sebagai kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin, sebagaimana sabda Nabi saw : “Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang dari pada makanan yang dihasilkan dari tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)

Sehubungan dengan hak bekerja dan memperoleh upah dari suatu pekerjaan dijelaskan dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an menyatakan sebagai berikut:

a. ”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun

perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan kepada mereka ganjaran dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”(Q.s.An-Nahl/16:97) .

b. Dialah yang menajadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah

disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya. Dan hanya kepada Nya lah kamu kembali (Q.S.Al-Mulk/67:15).

c. Katakanlah, tiap-tiap orang berbuat menurut keadaan(keahlian) nya.

(Q.S.Al-Israa’/17:84).

(13)

akan bekerja itu harus ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya supaya ia bertanggung jawab dengan pekerjaannya tersebut. Sebab, seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan yang bukan bidang keahliannya bukan saja tidak bisa dipertanggungjawabkannya bahkan dapat mendatangkan bencana bagi orang lain.

2.7 Kaum Minoritas di Negara Islam

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah Islam dan ideologi yang khas yang merupakan sumber peraturan dan hukum serta etika dan akhlaknya. Masyarakat Islam menjadikan Islam sebagai konsep hidupnya, konstitusi pemerintahannya, sumber hukumnya, dan penentu arahnya dalam semua urusan kehidupan dan hubungan-hubungannya secara individual dan komunal, material dan spiritual, serta nasional dan internasional. Hal ini tidak berarti bahwa masyarakat Islam memvonis mati segala unsur lain di dalamnya yang kebetulan memeluk agama selain Islam (Qardhawi, 1994: 15).

Hubungan antara sesama warga negara, yang Muslim dan yang non-Muslim, sepenuhnya ditegakkan atas asas-asas toleransi, keadilan, kebajikan, dan kasih sayang. Namun, sampai sekarang asas-asas ini masih dalam dambaan dan harapan semua masyarakat modern untuk mewujudkannya. Di tengah hiruk pikuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban manusia, asas-asas ini terus diupayakan, demi menjaga keseimbangan dalam kehidupan umat manusia. Kenyataannya, berbagai konflik masih terus terjadi di berbagai daerah dan negara yang menggambarkan betapa toleransi dan masalah keadilan merupakan dua hal yang banyak memunculkan problematika.

(14)

dengan Ahludz Dzimmah. Kata dzimmah berarti perjanjian, jaminan, dan keamanan. Mereka dinamakan demikian karena mereka memiliki jaminan perjanjian Allah dan Rasul-Nya serta semua kaum Muslim untuk hidup dengan aman dan tenteram di bawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Dengan demikian, negara Islam memberikan kepada orang-orang non-Muslim suatu hak yang di masa sekarang mirip dengan apa yang disebut sebagai kewarganegaraan politik (hak politik) yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Dengan ini pula kaum non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban semua warga negara (Qardhawi, 1994: 19).

Akad dzimmah berlaku untuk selamanya dan mengandung ketentuan membiarkan orang-orang non-Muslim tetap dalam agama mereka di samping hak menikmati perlindungan dan perhatian jama’ah kaum Muslim, dengan syarat mereka membayar jizyah serta berpegang pada hukum Islam dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah-masalah agama. Dengan ini mereka menjadi bagian dari Darul Islam.

2.8 Perlindungan Hukum Islam terhadap Kaum Minoritas

Adanya akad dzimmah menumbuhkan hak-hak yang bersama-sama berlaku di antara kedua belah pihak, yakni kaum Muslim dan kaum non-Muslim (Ahludz Dzimmah), di samping kewajiban-kewajiban mereka. Hak yang diperoleh oleh kaum non-Muslim (kaum minoritas), seperti yang juga diperoleh kaum Muslim, adalah perlindungan dan jaminan dalam berbagai hal. Di antara perlindungan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan terhadap pelanggaran dari luar negeri

(15)

menolak kejahatan siapa saja yang mengarah kepada mereka (Qardhawi, 1994: 22).

Imam Qarrafi (dalam Qardhawi, 1994: 23) mengatakan, apabila orang-orang kafir datang ke negeri Islam karena hendak mengganggu orang-orang-orang-orang yang berada dalam perlindungan akad dzimmah, maka wajib bagi umat Islam menghadang dan memerangi mereka dengan segala kekuatan dan senjata, bahkan umat Islam harus siap mati untuk itu demi menjaga keselamatan orang yang berada dalam dzimmah Allah Swt. dan dzimmah Rasulullah Saw. Menyerahkan kepada mereka tanpa upaya-upaya tersebut dianggap menyia-nyiakan akad dzimmah.

2. Perlindungan terhadap kezaliman di dalam negeri

Perlindungan terhadap kezaliman yang berasal dari dalam negeri adalah suatu yang diwajibkan oleh Islam, bahkan sangat diwajibkan. Islam memperingatkan kaum Muslimin agar jangan sekali-kali mengganggu dan melanggar hak Ahludz Dzimmah, baik dengan tindakan ataupun ucapan. Allah tidak menyukai orang-orang zalim dan tidak pula memberi mereka petunjuk. Sebaliknya Allah akan menyegerakan azab atas mereka atau menangguhkan hukuman atas mereka di akhirat dengan berlipat ganda (Qardhawi, 1994: 25).

Dalam perjanjian Nabi Muhammad Saw. dengan penduduk Najran (yang beragama Nasrani) disebutkan antara lain: “Tidak diperkenankan menghukum seseorang dari mereka karena kesalahan seorang lainnya.” Umar bin Khaththab sering menanyai orang-orang yang datang dari daerah-daerah tentang keadaan Ahludz Dzimmah karena khawatir ada di antara kaum Muslimin yang menimbulkan suatu gangguan terhadap mereka. Para fuqaha’ (ahli-ahli hukum Islam) dari seluruh mazhab menegaskan bahwa kaum Muslimin wajib mencegah kezaliman apa pun yang menimpa Ahludz Dzimmah. Bahkan sebagian dari fuqaha’ itu menegaskan bahwa kezaliman terhadap Ahludz Dzimmah lebih besar dosanya daripada kezaliman terhadap sesama Muslim (Qardhawi, 1994: 27).

(16)

Hak perlindungan yang ditetapkan bagi Ahludz Dzimmah mencakup perlindungan keselamatan darah (nyawa) dan badan mereka sebagaimana mencakup pula harta dan kehormatan mereka. Darah dan nyawa mereka sepenuhnya dijamin keselamatannya dengan kesepakatan kaum Muslim. Menurut pendapat para ulama, membunuh mereka haram hukumnya. Nabi Saw. bersabda: “Barang siapa membunuh seorang mu’ahad (yakni yang terikat perjanjian keselamatan dengan kaum Muslim) tidak akan mencium bau harum surga, sedangkan harumnya dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun (HR. Ahmad dan al-Bukhari). Dari hadits ini, sebagian ulama berpendapat bahwa seorang Muslim yang membunuh seorang Ahludz Dzimmah dapat dihukum mati dan sebagian yang lain tidak dapat dihukum mati. Hal seperti ini juga terjadi pada masa sahabat (Qaedhawi, 1994: 28-30).

Dalam hal perlindungan harta benda, para ulama dari semua mazhab bersepakat untuk melindungi harta benda kaum minoritas non-Muslim (Ahludz Dzimmah). Terkait dengan hal ini Umar bin Khaththab berpesan kepada Abu Ubaidah: “Cegahlah kaum Muslim dari bertindak zhalim terhadap mereka (yakni Ahludz Dzimmah), mengganggu ataupun memakan harta mereka kecuali dengan cara- cara yang menghalalkannya.” (Qardhawi, 1994: 35). Siapa pun yang mencuri harta milik seorang Dzimmi akan dipotong tangannya, siapa yang merampasnya akan dihukum dan harta itu pun akan dikembalikan kepada pemiliknya.

Perlindungan yang sama yang diberikan kepada Ahludz Dzimmah juga terjadi dalam hal kehormatan. Islam juga memberikan perlindungan kepada Ahludz Dzimmah sama seperti yang diberikan kepada kaum Muslim. Siapa pun tidak boleh mencaci seorang Dzimmi ataupun menujukan tuduhan palsu terhadapnya, menjelekkannya dengan suatu kebohongan, memperguncingkannya dengan suatu ucapan yang tidak disukainya (Qardhawi, 19914: 37).

(17)

1.Jaminan hari tua dan kemiskinan

Islam memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi orang-orang non-Muslim yang berdiam di daerah kekuasaan kaum non-Muslim serta keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Bagi mereka yang sudah berusia tua dan sudah tidak lagi mampu bekerja atau sakit sehingga tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka, maka mereka dibebaskan dari kewajiban jizyah, dan bahkan mereka berserta keluarganya kemudian menjadi tanggungan Baitul Mal (kas negara). Demikianlah yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dalam memperlakukan kaum minoritas (Qardhawi, 1994: 39). Jadi, para Ahludz Dzimmah yang benar-benar jatuh dalam kemiskinan harus mendapat perhatian khusus dari penguasa Islam untuk diberikan santunan atau bantuan untuk kehidupan mereka. Dengan ini maka berlangusunglah jaminan sosial dalam Islam sebagai suatu konsep umum yang meliputi seluruh anggota masyarakat, Muslim atau non-Muslim.

2. Jaminan atas kebebasan beragama

Kebebasan beragama dan beribadah dijamin dalam Islam, baik bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Tidak diperbolehkan melakukan tekanan dan ancaman agar mereka memeluk agama Islam (QS. al-Baqarah (2): 256 dan QS. Yunus (10): 99). Dalam sejarah tidak pernah dikenal suatu bangsa Muslim memaksa Ahludz Dzimmah (non-Muslim) untuk memeluk Islam. Begitu juga Islam telah menjaga dengan baik rumah-rumah ibadah milik kaum non-Muslim serta menghargai kesucian upacara-upacara ritual mereka (Qardhawi, 1994: 45). Hingga sekarang pun tidak dijumpai negara-negara Islam yang memaksakan kepada penduduknya yang non- Muslim memeluk Islam. Yang terjadi justeru sebaliknya, banyak kaum Muslim di negara-negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim mendapat tekanan dan ketidakadilan, sehingga kaum Muslim tidak dapat menjalankan agamanya dengan leluasa.

(18)

mereka. Soal konversi ke agama Islam tergantung kepada kesadaran mereka. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Bizantium. Negara ini memaksakan agama tertentu kepada seluruh rakyat yang berada di bawah pemerintahannya. Rakyat tidak memiliki hak kebebasan untuk menganut suatu agama. Karena itulah, banyak rakyat yang tidak merasa senang dengan penguasa Bizantium (Harun Nasution, 1985: 60).

3. Jaminan atas kebebasan bekerja dan berusaha

Kaum minoritas non-Muslim memiliki kebebasan untuk bekerja dan berusaha, memilih pekerjaan-pekerjaan bebas yang mereka inginkan, dan mengelola berbagai macam kegiatan ekonomi sama seperti kebebasan yang dimiliki oleh kaum Muslim. Selain hal ini, mereka juga dapat menikmati kebebasan penuh dalam perdagangan, industri, dan keterampilan (Qardhawi, 1994: 51). Dalam kenyataannya sekarang di negara-negara Islam sektor ekonomi banyak yang dikuasai oleh kaum non-Muslim, sehingga dalam masalah ini mereka menjadi pengendalinya. Hal ini terjadi juga karena adanya dukungan dari negara-negara maju yang kuat ekonominya, seperti Amerika Serikan dan negara-negara Eropa Barat.

4. Jaminan jabatan dalam pemerintahan

(19)

kejayaan pemerintahan Islam.

Perlu ditegaskan di sini, bahwa adanya perlindungan dan jaminan terhadap kaum non-Muslim seperti di atas bukan merupakan pemberian gratis dari Islam. Islam memberikan hak-hak semacam itu sebagai imbangan dari kewajiban-kewajiban yang mereka lakukan. Artinya perlindungan dan jaminan itu akan diberikan kepada kaum non-Muslim jika mereka benar-benar melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara.

(20)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai Hak Asasi Manusia di atas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa Islam itu adalah agama yang asy-syumul (lengkap). Ajaran Islam meliputi seluruh aspek dan sisi kehidupan manusia. Islam memberikan pengaturan dan tuntunan pada manusia, mulai dari urusan yang paling kecil hingga urusan manusia yang berskala besar.Dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang tinggi terhadap HAM. Memang tidak dalam suatu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

Hak Asasi Manusia telah di atur dalam Al-Qur’an dan Hadist dan umat islam harus benar-benar mengetahui hak-hak yang diberikan kepadanya dan menggunakan haknya tersebut sebaik-baiknya selama tidak bertentangan dan melanggar hak orang lain.

Dari pembahasan tentang jaminan dan perlindungan yang diberikan Islam kepada kaum minoritas non-Muslim, dapat ditegskan kembali bahwa Islam benar- benar agama rahmatan lil’alamin, agama yang benar-benar memberikan rahmat bagi semua umat manusia di muka bumi ini yang tidak terbatas pada umat Islam saja. Hukum Islam, yang merupakan bagian dari Islam, membawa misi utama untuk terciptanya kemaslahatan manusia tersebut. Karena itulah maka keberadaan umat lain di negara-negara Islam tetap akan mendapatkan hak-haknya secara luas sebagaimana umat Islam, selama kewajiban-kewajiban yang diberikan kepada mereka dapat dipenuhi secara baik.

(21)
(22)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim

Asaf A.A. Fyzee. (1974). Outlines of Muhammadan Law (Forth Edition). Delhi- Bombay-Calcuta-Madras: Oxford University Press.

Fathurrahman Djamil. (1997). Filsafat Hukum Islam (Bagian Pertama). Jakarta: Logos. Cet. Pertama.

Kosasih, Ahmad. 2003. HAM Dalam Perspektif Islam. Jakarta : Salemba Diniyah

Muhammad Abu Zahrah. (1958). Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy. Cet. Pertama.

Mas’ud, Muhammad Khalid. (1995). Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial. Terj. oleh Yudian W. Asmin. Surabaya: Al Ikhlas. Cet. Pertama.

Muhammad Yusuf Musa. (1988). Islam: Suatu Kajian Komprehensif. Terj. A. Malik Madany dan Hamim Ilyas. Jakarta: Rajawali Pers. Cet. Pertama Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman. (1993). Dasar-dasar Pembinaan Hukum

Fiqh Islami. Bandung: Al-Ma’arif. Cet. Ke-3.

Nasution, Harun. (1985). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press. Cet. Ke-5.

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Cara menjawab pernyataan adalah dengan memberi tanda (X) pada kolom yang tersedia, dengan memilih salah 1 dari 4 jawaban yang tersedia, yang sesuai dengan diri adik-adik..

Bahan yang dibutuhkan untuk membuat gado- gado, antara lain, bumbu halus saus kacang berupa kacang tanah, bawang putih, cabai merah, kencur, gula merah, air asam jawa, daun

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di Hotel Mercure Resort Sanur, fenomena gapdanresearch gap yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini diberi judul “Analisis

dutela dena delakoa besteren batek esana dela uka tzea onar tzeko; ‘omen’en bidez ekarritako edukia uka tzea onar tzen duten bezala.. Nahiz eta p omen uka tzea baino gu txiago

Perbandingan Tekanan Intraokuker pada Terapi Inisial Glaukoma Primer Sudut Terbuka Menggunakan Timolol Maleat 0,5% dengan Kombinasi Timolol dan Asetazolamid..

Kecuali apabila ditentukan lain oleh Pengekspor Data, Data Pribadi yang ditransfer berhubungan dengan kategori subjek data berikut: pegawai, kontraktor, mitra bisnis atau

Hal yang sama juga berlaku pada perkawinan campuran yang dilakukan di bawah tangan (nikah siri), karena dalam hal ini, agar dapat menentukan status

Sistem pengelolaan air limbah domestic di Kabupaten Pulau Morotai belum tertata / dikelolah dengan benar, pengelolaan limbah rumah tangga black water masih dilakukan