• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Wakalah Rukun dan syarat wakala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Definisi Wakalah Rukun dan syarat wakala"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

WAKALAH

Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Mu'amalah

Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I.,M.SI.

Disusun Oleh :

NABILA NAILUL MUNA (1502100281)

Kelas : A

PROGRAM STUDI S1-PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

JURAI SIWO METRO 2016

(2)

2 A. PENDAHULUAN

Makalah ini membahas tentang Wakalah. Kajian tentang Wakalah penting untuk disajikan pada kelas Perbankan Syariah, karena agar kita mengetahui bagaimana mengaplikasikan wakalah dalam kehidupan kita dan semuanya itu sudah ada dan diatur dalam

al Qur’an, Hadist, maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu.

Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam kitab, buku dan jurnal yang berkaitan langsung dengan masalah wakalah. Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari definisi wakalah, dasar hukum wakalah, rukun dan syarat wakalah.

(3)

3 B. Definisi Wakalah

Selain dengan Istilah Wakalah, digunakan pula istilah Wikalah (Iqbal & Mirakhor,2007 :105). Dalam Bahasa Inggris, wakalah sama dengan agency.

Iqbal & Mirakhor memberikan arti bahwa akad wikalah berarti menunjuk seseorang atau suatu badan hukum untuk bertindak atas nama orang lain atau sebagai perwakilan seseorang. Suatu akad wikalah memberikan kuasa atau penugasan sebagai kuasa kepada suatu perantara keuangan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu (Iqbal & Mirakhor,2007:105). Biasanya kepada kuasa diberikan sejumlah fee oleh pemberi kuasa (Khir, Gupta, & Shanmugam, 2008:61)1

Pengertian al-wakalat secara bahasa adalah al-tafwidh (pendelegasian), al-hifzh (memelihara), al-kifa at (penggantian), dan al– dhaman(tanggung jawab). Diartikan demikian karena dalam akad ini terdapat pendegelasian dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk melakukan sesuatu yang didelegasikan kepadanya. Pihak yang menerima pelimpahan wewenang berkedudukan sebagai wakil, pemelihara hafizh), penanggung jawab dhamin), dan pengganti (al-kafi). 2

Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendegelasian, atau pemberian mandat. Dalam bahasa arab, hal ini dapat dipahami sebagai al-tafwidh, contoh kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah”3 Artinya, Anda menyerahkannya kepada Allah.4

1 Sutan Remy Sjadeini, Perbankan Syariah Produk Produk dan Aspek- Aspek

Hukumnya,(Jakarta:Prenamedia Group,2014),cet.1,h.392-393.

2 Atang Abd. Hakim,Fiqih Perbankan Syariah Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam

Peraturan Perundang-undangan,(Bandung:PT Refika Aditama,2011),cet.1,h.271

3Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah: Dari Teori Ke

Praktik,(Jakarta:Gema Insani Press,2001),cet.1,h.120

(4)

4

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 ayat 19

mendefinisikan wakalah sebagai “Pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.” Kuasa dalam konteks ini kuasa untuk

menjalankan kewajiban dan juga kuasa untuk menerima hak. Kuaa untuk menjalankan kewajiban misalnya seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk membayar utang. Sementara kuasa untuk menerima hak seperti mewakilkan untuk menerima pembayaran utang. Seorang wakil sepenuhnya menjalankan dan kewenangan dan tanggung jawab orang yang diwakilkannya.5

Secara linguistik, wakalah bermakna menjaga atau juga bermakna mendelegasikan mandat, menyerahkan sesuatu, seperti halnya firman Allah dalam QS. Yusuf:55.6

Wakalah atau biasa disebut perwakilan adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.7

C. Dasar Hukum

Dari dulu hingga sekarang, masyarakat membutuhkan akad wakalah untuk menyelesaikan segala persoalan hidup mereka. Hal ini terjadi karena unsur keterbatasan yang senantiasa melingkupi kehidupan

manusia. Untuk itu syari’ah memberikan legalitas atas keabsahan akad

tersebut.8

5 Abu Bakar Muhammad bin Abi Sahl al-Sarakhsi sebagaimana dikutip oleh Imam

Mustofa,Fiqih Muamalah Kontemporer,(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014),h.206.

6 Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008),

h.239.

7 Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah,(Jakarta:Rajawali Pers,2011),h.104.

(5)

5 a. Al Qur’an

Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah firman Allah SWT berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi, yang artinya

Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka:

“Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (al-Kahfi:19)

Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.9

Dan juga terdapat dalam surat al-Nisa’ ayat 35 yang artinya:

“Maka utuslah seorang hakim dari keluarga lelaki dan seorang hakim dari keluarga perempuan”.(QS. Al-Nisa’: 35)10

Begitu juga terdapat dalam surat Yusuf ayat 93 yang artinya:

“Pergilah kamu membawa bajuku ini, lalu letakanlah ia kemuka

bapaku, nanti dia dapat melihat kembali dan bawalah kemari

keluargamu semuanya kepadaku”.(QS. Yusuf: 93)11

9Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah:Dari Teori Ke Praktik..,h. 121.

10 Rizal,”Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”,Equilibrium,

( Vol. 3, No. 1, Juni 2015), h.128.

(6)

6 b. Al-Hadits

Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah, diantaranya,

Suatu ketika Rasulullah pernah mewakilkan dirinya kepada Hakim bin Nizam atau ‘Urwah al Bariqi untuk membeli domba kurban.

(HR. Abu Daud)12

Rasul telah mengutus Rafe’i dalam menerima pernikahan Maimunah

binti Haris (HR. Bukhari Muslim) 13

Dalam kehidupan sehari hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainya 14

c. Ijma’

Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya

dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong

menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunnahkan oleh Rasulullah saw. Allah berfirman yang artinya

“....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

permusuhan....”(al-Maa’idah:2)15

12 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah...., h.240

13 Sutan Remy Sjadeini, Perbankan Syariah Produk Produk dan Aspek- Aspek

Hukumnya... h.394

14Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktik....,

h.122

(7)

7 D. Rukun Wakalah

Rukun wakalah ada tiga yaitu :

1. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang menjadi wakil.

2. Shighat (Ijab Kabul).

3. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)16

Menurut kalangan Hanafiyah, rukun wakalah adalah ijab dan kabul. Ijab berarti ucapan atau tindakan dari orang yang akan mewakilkan, seperti ucapan atau tindakan dari orang yang akan

mewakilkan, seperti ucapan “Aku wakilkan kepadamu untuk melakukan hal ini.” Sementara kabul berarti ucapan dari orang yang menerima wakil, seperti ucapan “Aku terima”. Ijab ini adakalanya

bersyarat atau bergantung pada sesuatu dan ada kalanya berlaku mutlak. Apabila berlaku mutlak, maka wakil bertanggung jawab dan berwenang untuk melakukan sesuatu terkait dengan hal yang diwakilkan. 17

Sementara menurut mayoritas ulama selain Hanafiyah, rukun wakalah ada empat antara lain :

1). Orang yang mewakilkan (muwakkil) 2). Orang yang menerima perwakilan (wakil)

3). Objek atau pekerjaan yang diwakilkan (muwakkal bih) 4). Sighah (ijab dan kabul)18

16 Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah,(Jakarta:Kencana,2012),h.300

17Alaudin Abu Bakar Mas’ud al-Kasani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih

Muamalah Kontemporer,(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014),h. 210

(8)

8

Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN-MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000 tentang Wakalah, Rukun wakalah sebagai berikut :

a.Orang yang memberi kuasa (al Muwakkil) b.Orang yang diberi kuasa (al Wakil); c.Perkara/hal yang dikuasakan (al Taukil; d.Pernyataan Kesepakatan( Ijab dan Qabul).19

E. Syarat Wakalah

1. Seorang muwakkil, disyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas suatu pekerjaan yang akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan alasan, orang yang tidak memiliki otoritas sebuah transaksi, tidak bisa memindahkan otoritas tersebut kepada orang lain. Akad wakalah tidak bisa dijalankan oleh orang yang tidak memiliki ahliyyah, seperti orang gila, anak kecil yang belum tamyiz. Ulama fiqh selain Madzhab Hanafiyyah menyatakan, akad wakalah tidak bisa dilaksanakan oleh anak kecil secara mutlak.

2. Seorang wakil, disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz. Anak kecil, orang gila, anak belum tamyiz, tidak boleh menjadi wakil, ini menurut Hanafiyyah. Ulama selain Hanafiyyah juga menyatakan hal yang sama. Anak kecil tidak boleh menjadi wakil, karena mereka belum bisa terbebani dengan hukum hukum syar’i. Segala tindakan yang dilakukan, belum bisa diakui.

3. Objek yang diwakilkan, harus memenuhi beberapa syarat. Objek tersebut harus diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas apa yang harus dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan. Sesuatu yang diwakilkan itu, harus diperbolehkan secara syar’i. Tidak

diperbolehkan mewakilkan sesuatu yang diharamkan syara’, seperti

mencuri, merampok dan lain lain. Objek tersebut memang bisa

19 Fatwa DSN-MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000 sebagaimana dikutip oleh Indah Nuhyatia,”

(9)

9

diwakilkan dan didelegasikan (diwakilkan) kepada orang lain, seperti akad jual beli, ijarah dan lain – lain. (Zuhaili,1898,IV, hal. 153-154).20

Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN-MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000 tentang Wakalah, syarat wakalah sebagai berikut :

a. Orang yang memberikan kuasa (al-Muwakkil) disyaratkan cakap bertindak hukum, yaitu telah balig dan berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan, boleh dalam keadaan tidak ada di tempat (gaib) maupun berada di tempat, serta dalam keadaan sakit ataupun sehat. Orang yang menerima kuasa (al-Wakil),disyaratkan :

 Cakap bertindak hukum untuk dirinya dan orang lain, memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah yang diwakilkan kepadanya, serta amanah dan mampu mengerjakan pekerjaan yang dimandatkan kepadanya.

 Ditunjuk secara langsung oleh orang yang mewakilkan dan penunjukkan harus tegas sehingga benar-benar tertuju kepada wakil yang dimaksud. Tidak menggunakan kuasa yang diberikan kepadanya untuk kepentingan dirinya atau di luar yang disetujui oleh pemberi kuasa.

 Apabila orang yang menerima kuasa melakukan kesalahan tanpa sepengetahuan yang memberi kuasa sehingga menimbulkan kerugian, maka kerugian yang timbul menjaditanggungannya.

b. Perkara yang Diwakilkan/Obyek Wakalah, Sesuatu yang dapat dijadikan obyek akad atau suatu pekerjaan yang dapat dikerjakan orang lain, perkara-perkara yang mubah dan dibenarkan oleh syara‟, memiliki identitas yang jelas, dan milik sah dari al Muwakkil , misalnya : jual-beli, sewa-menyewa, pemindahan hutang, tanggungan, kerjasama usaha, penukaran mata uang, pemberian gaji, akad bagi hasil, talak, nikah, perdamaian dan sebagainya.

(10)

10

c. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul,Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.

d. Pembatalan Wakalah dan Berakhirnya Wakalah

1. Apabila Pemberi kuasa berhalangan Tetap , Dalam hal pemberi kuasa berhalangan tetap (wafat), maka pemberian kuasa tersebut batal, sebagaimana halnya batal dengan adanya pembebasan atau pengunduran diri pemberi kuasa, kecuali diperjanjikan lain.

2. Perselisihan antara pemberi kuasa dengan yang diberi kuasa,apabila terjadi perselisihan antara orang yang diberi kuasa dengan orang yang memberi kuasa, khususnya kehilangan barang yang dikuasakan, maka yang dijadikan pegangan adalah perkataan orang yang menerima kuasa disertai dengan saksi. Apabila sengketa disebabkan pembayaran, maka yang dipegang adalah perkataan penerima kuasa dengan bukti-buktinya.Jika penerima kuasa melakukan suatu perbuatan yang dianggap salah, sedangkan ia beranggapan bahwa pemberi kuasa menyuruhnya demikian, maka yang dijadikan pegangan adalah perkataan penerima kuasa selama penerima kuasa adalah orang yang terpercaya untuk melakukan perbuatan.

e. Berakhirnya Wakalah

 Matinya salah seorang dari shahibul akad (orang-orang yang berakad), atau hilangnya cakap hukum.

 Dihentikannyaaktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.

 Pembatalanakad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang diketahui oleh penerima kuasa.

 Penerimakuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa.

 Gugurnyahak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa21

(11)

11 F. Penutup

KESIMPULAN

Wakalah atau biasa disebut perwakilan adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal hal yang boleh diwakilkan. Atas jasnya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah. Dasar hukum wikalah yaitu Al Qur’an, Al Hadits dan Ijma’. Wakalah dapat dilakukan jika memenuhi rukun dan syarat wakalah.

Rukun Wakalah :

1. Orang yang memberi kuasa (al Muwakkil) 2. Orang yang diberi kuasa (al Wakil); 3. Perkara/hal yang dikuasakan (al Taukil; 4. Pernyataan Kesepakatan( Ijab dan Qabul). Syarat Wakalah :

1. Seorang muwakkil, disyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas suatu pekerjaan yang akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan alasan, orang yang tidak memiliki otoritas sebuah transaksi, tidak bisa memindahkan otoritas tersebut kepada orang lain. Akad wakalah tidak bisa dijalankan oleh orang yang tidak memiliki ahliyyah, seperti orang gila, anak kecil yang belum tamyiz. Ulama fiqh selain Madzhab Hanafiyyah menyatakan, akad wakalah tidak bisa dilaksanakan oleh anak kecil secara mutlak.

2. Seorang wakil, disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz. Anak kecil, orang gila, anak belum tamyiz, tidak boleh menjadi wakil, ini menurut Hanafiyyah. Ulama selain Hanafiyyah juga menyatakan hal yang sama. Anak kecil tidak boleh menjadi wakil, karena mereka

belum bisa terbebani dengan hukum hukum syar’i. Segala tindakan

yang dilakukan, belum bisa diakui.

(12)

12

3. Objek yang diwakilkan, harus memenuhi beberapa syarat. Objek tersebut harus diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas apa yang harus dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan.

Sesuatu yang diwakilkan itu, harus diperbolehkan secara syar’i. Tidak

(13)

13

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya,Akad dan Produk Bank Syariah,Jakarta:Rajawali Pers,2011.

Atang Abd. Hakim,Fiqih Perbankan Syariah Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam Peraturan Perundang-undangan,Bandung:PT Refika Aditama,2011.

Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008.

Imam Mustofa,Fiqih Muamalah Kontemporer,Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014.

Indah Nuhyatia,”Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank

Syariah”, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam,Vol. 3, No. 2,2013.

Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah,Jakarta:Kencana,2012.

Muhammad Syafi’i Antonio,Islamic Banking Bank Syari’ah: Dari Teori Ke

Praktik,Jakarta:Gema Insani Press,2001.

Rizal,”Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro

Syariah”,Equilibrium,Vol. 3, No. 1, Juni 2015.

Saleh Al-Fauzan,Fiqih Sehari-hari,Jakarta:Gema Insani Press,2005.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis korelasi product moment bahwa kebijakan perbaikan penghasilan berupa pemberian tambahan penghasilan pegawai kepada PNSD Kota Manado mempunyai

Altkomite SC11; Kaynak ve ilgili proseslerle ilgili personelin vas Kaynak ve ilgili proseslerle ilgili personelin vas ıı fland  fland  ıı rma rma ş ş artlar  artlar  ıı , i

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Pada awal pembelajaran secara daring, guru menstimulus ide, gagasan, dan motivasi peserta Inti didik dengan menunjukan gambar dan memberikan narasi tentang kekayaan

 Sel mikroba secara kontinyu berpropagasi menggunakan media segar yang masuk, dan pada saat yang bersamaan produk, produk samping metabolisme dan sel dikeluarkan dari

Dengan prosedur yang sesuai dengan apa yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif baik dari segi perencanaan hingga tahap pelaksanaan dapat diketahui bahwa model

Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya melalui Bidang Permukiman berupaya untuk selalu mereview dan memperbaharui status dari Database infrastruktur,