• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Dasar Penginderaan Jarak Jauh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prinsip Dasar Penginderaan Jarak Jauh"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

1. PENDAHULUAN

Teknologi penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi pemotretan udara yang mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19. Manfaat potret udara dirasa sangat besar dalam perang dunia pertama dan kedua, sehingga cara ini dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat itu istilah penginderaan jauh (remote sensing) dikenal dan menjadi populer dalam dunia pemetaan .

Eksplorasi ruang angkasa yang berlangsung sejak tahun 1960 an antara lain diwakili oleh satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera presisi tinggi mengambil gambar bumi dan memberikan informasi berbagai gejala dipermukaan bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya. Teknologi pemotretan dan perekaman permukaan bumi berkembang lebih lanjut dengan menggunakan berbagai sistim perekam data seperti kamera majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer yang berlangsung sampai sekarang. Bahkan dalam waktu terakhir ini alat GPS (Global Positioning System) dimanfaatkan pula untuk merekam peta ketinggian dalam bentuk DEM (Digital Elevation Model).

(2)

MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor untuk mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan diorbitkan melalui satelit-satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek kecil di permukaan bumi dapat pula direkam.

Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi mineral dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan dalam bidang kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai kendala, diantaranya data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus dan paling utama adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil sangat terbatas.

Dalam pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada perkembangan teknologi penginderaan jauh tanpa membahas prinsip dasarnya secara mendalam, selain itu membahas mengenai prospek penggunaannya untuk bidang geologi secara umum.

2. PRINSIP DASAR

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek tersebut.

(3)

Pada dasarnya teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh adalah suatu teknologi yang merekam interaksi sinar/berkas cahaya yang berasal dari sinar matahari dan benda/obyek di permukaan bumi. Pantulan sinar matahari dari benda/obyek di permukaan bumi ditangkap oleh kamera/sensor, tiap benda/obyek memberikan nilai pantul yang berbeda sesuai dengan sifatnya. Pada pemotretan udara rekaman dilakukan dengan media seluloid/film, sedangkan penginderaan jauh melalui media pita magnetik dalam bentuk sinyal-sinyal digital. Dalam perkembangannya batasan tersebut menjadi tidak jelas karena rekaman potret udarapun seringkali dilakukan dalam bentuk digital pula.

Sejarah pemotretan udara telah berjalan cukup lama sejak awal abad 19 tetapi pada pertengahan sampai akhir abad penggunaan semakin meningkat, seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

1839

Photography was invented

1858

Parisian Photographer, Gaspard Felix Tournachon used a

balloon to ascend to a height of 80m to obtain the

photograph over Bievre, France

1882

Kites were used for photography

1909

Airplanes were used as a platform for photography

1910-20

World War I. Aerial reconnaissance: Beginning of photo

interpretation

1920-50

Aerial photogrammetry was developed

1934

American Society of Photogrammetry was established.

Radar development for military use started

1940's

Color photography was invented

1940's

Non-visible portions of electromagnetic spectrum, mainly

near-infrared, training of photo-interpretation

1950-1970

(4)

1962

The term "Remote Sensing" first appeared

1972

The launch of Landsat-1, originally ERTS-1,Remote sensing

has been extensively investigated and applied since then

1982

Second generation of Landsat sensor: Thematic Mapper

1986

French SPOT-1 High Resolution Visible sensors MSS, TM,

HRV have been the major sensors for data collection for

large areas all over the world. Such data have been widely

used in natural resources inventory and mapping. Major

areas include agriculture, forest, wet land, mineral

exploration, mining, etc.

1980-90

Earth-Resources Satellite from other countries such as India,

Japan, and USSR. Japan's Marine Observing Satellite (MOS

- 1)

1986-A new type of sensor called an imaging spectrometer, has

been developed.

developers: JPL, Moniteq,ITRES and CCRS.

Products: AIS, AVIRIS, FLI, CASI, SFSI, etc. A more

detailed description of this subject can be found in Staenz

(1992).

1990-

Proposed EOS aiming at providing data for global change

monitoring. Various sensors have been proposed.

Japan's JERS-1 SAR,

European ERS Remote Sensing Satellite SAR,

Canada's Radarsat

Radar and imaging spectrometer data will be the major

theme of this decade and probably next decade as well

Awal tahun 2000 satelit –satelit dengan resolusi tinggi ( 1 – 5 meter) telah masuk ke dalam pasar untuk kepentingan sipil.

Di bawah ini akan disinggung secara singkat mengenai teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh, khususnya yang melalui wahana satelit.

(5)

Di dalam pemotretan udara dan penginderaan jauh sinar matahari dijadikan sumber energi yang dimanfaatkan dalam “pemotretan” muka bumi. Sinar matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi sebagian dipantulkan kembali ke angkasa, besarnya nilai pantul ditangkap/direkam oleh kamera/scanner/alat perekam lain dalam bentuk sinyal energi. Benda – benda di permukaan bumi yang berbeda sifatnya akan memantulkan nilai (prosentase) pantulan yang berbeda dan direkam dalam bentuk sinyal analog (potret) dan sinyal digital (angka) yang selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk gambar (citra). Perbedaan nilai pantul ini yang antara lain digunakan untuk membedakan satu benda dengan benda lain pada potret/citra (Gambar 1).

Gambar 1. Skema umum sistim penginderaan jauh

(6)

Gambar 2. Selang panjang gelombang elektromagnet

Hanya sebagian kecil dari berkas cahaya dapat dilihat oleh mata manusia, yaitu yang dikenal sebagai gelombang tampak (visible spectrum) yang dapat dilihat pada warna pelangi. Berkas cahaya lain tidak kasat mata tapi dapat direkam dalam bentuk citra.

(7)

Gambar 3. Proses yang berlangsung di atmosfir selama gelombang menjalar ke permukaan bumi

Pada dasarnya perekaman permukaan bumi untuk keperluan pemetaan dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan jalan pemotretan udara dan perekaman digital melalui wahana udara atau satelit. Kedua cara ini pada dasarnya berbeda, walaupun demikian dalam perkembangannya yang terakhir kedua perbedaan tersebut menjadi makin kecil.

2.2. Pemotretan udara

(8)

Potret udara tidak seperti potret terestris biasa tetapi harus memenuhi persyaratan khusus dan baku, antara lain : (1). Dibuat dalam bentuk potret tegak (vertikal). Dalam hal tertentu pemotretan kadang dibuat dalam posisi miring (oblique) yang menghasilkan gambar seperti dapat dilihat pada gambar 4. Namun demikian pada umumnya potret udara dibuat dalam bentuk potret tegak (vertikal)

Gambar 4. Jenis potret udara tegak dan miring (oblique)

(9)

Gambar 5. Pelaksanaan pemotretan udara

Kamera udara dapat berupa kamera tunggal atau majemuk, pada umumnya diletakkan di perut pesawat, di masa lalu diletakkan di luar badan pesawat seperti pada gambar 6. Untuk mendapatkan potret yang sesuai dengan keperluan dasar pemotretaan dipertahankan pada posisi mendatar serta diatur selang pengambilannya secara tetap.

Gambar 6. Kamera udara dalam pesawat terbang

(10)

putih dan warna, namun umumnya adalah film pankromatik hitam putih. Beberapa bentuk potret yang dihasilkan diperlihatkan pada gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7. Produk potret udara yang dihasilkan

2.2.1. Kegunaan potret udara

(11)

obyek, (5). Warna, derajat keabuan (grey level) akibat nilai pantul yang berbeda, (6). Kaitannya dengan ulah kegiatan manusia dan sebagainya.

Beberapa sifat potret udara yang dapat memperkuat pengamatan adalah pengamatan tiga dimensi (3D) yang diakibatkan oleh sifat tumpang - tindih (overlaping) dari potret – potret yang berdekatan/berurutan. Untuk mengamati kenampakan 3D tersebut diperlukan suatu alat yang bernama stereoskop seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Pengamatan 3D dengan alat stereoskop

2.3. Teknologi penginderaan jauh

(12)

Gambar 8. Diagram sistim penginderaan jauh pada umumnya

Di dalam teknologi penginderaan jauh dikenal dua sistim yaitu penginderaan jauh dengan sistim pasif (passive sensing) dan sistim aktif (active sensing). Penginderaan dengan sistim pasif adalah suatu sistim yang memanfaatkan energi almiah, khususnya energi (baca cahaya) matahari, sedangkan sistim aktif menggunakan energi buatan yang dibangkitkan untuk berinteraksi dengan benda/obyek. Sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi matahari. Alat perekam adalah sistim multispectral scanner yang bekerja dalam selang cahaya tampak sampai inframerah termal. Sistim ini sebagian besar adalah menggunakan sistim optik. Jumlah saluran (channel atau band) berbeda dari satu sistim ke sistim yang lain. Landsat 7 misalnya mempunyai 7 bands, SPOT 4 bands, ASTER 14 bands. Pada sistim hiperspektral jumlah saluran bahkan dapat mencapai lebih dari 100.

(13)

matahari. Sistim aktif antara lain diterapkan pada Radarsat (Kanada), ERS-1 (Eropa) dan JERS (Jepang).

2.3.1. Perekaman data

Sensor yang dapat digunakan untuk perekam data dapat berupa multispectral scanner, vidicon atau multispectral camera. Rekaman data pada umumnya disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan di satelit kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai data mentah (raw data). Di stasiun bumi data mengalami pemrosesan awal (pre-processing) seperti proses kalibrasi radiometri, koreksi geometri sebelum dikemas dalam bentuk format baku yang siap untuk dipakai pengguna (users).

Pengguna data pada umumnya adalah masyarakat umum dengan tidak ada pengecualian apakah militer, sipil, instansi pemerintah atau swasta. Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada stasiun penerima (user service) atau melalui agen/distributor lain.

2.3.2. Data penginderaan jauh

Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang merekam unit terkecil dari permukaan bumi dalam sistim perekam data. Unit terkecil ini dikenal dangan nama pixel (picture element) yang berupa koordinat 3 dimensi (x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan lokasi unit tersebut dalam koordinat geografi x, y dan z menunjukkan nilai intensitas pantul dari tiap pixel dalam tiap selang panjang gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul dibagi menjadi 256 tingkat berkisar antara 0 – 255 dimana 0 merupakan intensitas terrendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Dengan data citra asli (raw data) tidak lain adalah kumpulan dari sejumlah pixel yang bernilai antara 0 -255.

(14)

detail data tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data penginderaan jauh. Contoh dari besarnya resolusi spasial pada citra

diperlihatkan pada gambar 10.

Gambar 10. Perbedaan nilai resolusi spasial pada tampilan citra

(15)

menggunakan banyak band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-masing band yang dipakai. Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan pada gambar 11.

Gambar 11. Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari data penginderaan jauh multispectral.

2.3.3. Pemrosesan dan analisis data

(16)

memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan apabila pemrosesan data secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik.

2.3.3.1. Pemrosesan data digital

Pemrosesan data secara digital dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Berbagai algoritma tersedia di dalam perangkat lunak tersebut yang memungkinkan data penginderaan jauh diproses secara otomatik. Salah satu contoh misalnya adalah menggabungkan data (3 -4 band) dalam citra gabungan dengan menggunakan filter merah, hijau dan biru (RGB) yang menghasilkan citra komposit (color composite image). Masing-masing band diberi filter yang berbeda dan menghasilkan berbagai tampilan seperti terlihat pada gambar 12.

Band 3 2 1 Band 5 4 2

Band 4 7 1 Band 4 5 7

(17)

Pemrosesan secara digital lain misalnya adalah edge enhancement yang bertujuan untuk menajamkan atau melembutkan tampilan citra seperti terlihat pada gambar 13.

Gambar 13. Cara mempertajam dan memperlembut tampilan citra dengan edge enhancement

(18)

Gambar 14. Ekstraksi otomatik peta tutupan lahan

2.3.3.2. Analisis visual

Berbeda dengan pemrosesan digital dimana hampir seluruh pekerjaan dilakukan oleh komputer, analisis visual sebagian besar dilakukan oleh manusia. Dengan analisis digital komputer hanya dapat mengenal dan mengolah nilai spektralnya saja, sedangkan analisis visual manusia dapat memperkirakan dan menentukan suatu obyek berdasarkan sifat fisiknya seperti membedakan antara gajah dan kucing disamping berdasarkan nilai spektralnya. Ciri pengenal yang biasa dipakai dalam penafsiran potret udara secara utuh dapat diterapkan pada data citra penginderaan jauh.

Pada data potret udara, yang berupa data analog, penafsiran dalam bentuk penarikan garis dan penandaan dilakukan pada lembar potretnya (hard copy), sedangkan pada data digital selain dilakukan pada hard copy dapat juga dilakukan langsung dari layar monitor dan hasilnya langsung disimpan dalam bentuk data digital.

Analisis visual hanya dapat dilakukan oleh manusia yang terlatih dalam bidang pekerjaannya.

(19)

3. SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Khayalan akan adanya bentuk satelit oleh Jules Verne pada tahun 1865, Arthur Clark tahun 1951 diwujudkan oleh satelit Sputnik yang diorbitkan Rusia pada tahun 1957. Amerika Serikat tidak mau kalah dengan meluncurkan satelit cuaca TIROS-1 pada tahun 1960. Sejak itu kedua negara adidaya saling berlomba dalam ruang angkasa dengan berbagai jenis satelitnya. Dari gambar-gambar yang diperoleh satelit Apollo, Gemini di sekitar 1970 an, Amerika membuat kejutan dengan meluncurkan satelit pemetaan sumberdaya alam ERTS-1 (sekarang dikenal dengan LANDSAT).

Sukses yang peroleh Amerika dengan Landsatnya membuat negara-negara maju seperti Perancis, Kanada, Jepang, India, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menyusul ikut meluncurkan satelit sumberalam sejenis. Sampai saat ini dan 2007 an akan ada 25 satelit komersial mengorbit di ruang angkasa yang datanya dapat diakses di seluruh dunia. Kita lacak salah satu satelit yang paling lama umurnya, Landsat yang sampai sekarang berkembang pada generasi ke 7.

Satelit penginderaan jauh pada umumnya mempunyai berbagai keunggulan, antara lain : (1). Cakupannya sangat luas memberikan gambaran sinoptik yang baik. (2). Memberikan liputan ulang pendek (repetitive coverage). (3). Memeberikan sensitifitas spektral yang besar dibanding potret udara. (4). Format digital. (5). Kompatibel dengan GIS. (6). Data berbentuk elektronik yang mudah disebar luaskan. Profil dari satelit yang spektakuler munculnya diuraikan di bawah ini

3.1. Satelit Landsat

(20)

Landsat adalah seperti pada gambar 15 dengan karakteristik seperti terlihat pada gambar 16.

Gambar 15. Satelit penginderaan jauh dalam orbit mengelilingi bumi.

(21)

Gambar 16. Spesifikasi generasi Landsat

(22)

Data Landsat merupakan salah satu yang paling banyak dipakai dalam pemetaan pada umumnya karena mempunyai cakupan yang sangat luas, 180 x 180 km2 dengan resolusi spasial cukup baik (30 meter)

Landsat 7 ETM+ mempunyai 8 band, 6 band pada selang cahaya tampak dan inframerah dekat dengan resolusi spasial 30 meter, 1 band pada selang cahaya inframerah termal dengan resolusi spasial 120 meter dan 1 band pada selang pankromatik dengan resolusi spasial 15 meter.

3.2. Satelit lain

Seperti telah disinggung sebelumnya berbagai data penginderaan jauh telah ada di pasaran dan dapat dipesan untuk berbagai penggunaan. Data tersebut berbeda spesifikasinya antara lain dalam hal : (1). Jumlah band dan selang panjang gelombang yang dipakai, (2). Luas cukupan data (coverage), (3). Resolusi spasial yang berbeda, (4) harga. Dalam hal resolusi spasial, dua golongan dapat dibedakan yaitu ; (1) data yang mempunyai resulosi menengan seperti Landsat TM, SPOT Xs, JERS, ASTER dan (2) resolusi tinggi seperti IKONOS, QUICKBIRD, ORIMAGE-3, SPOT-5.

(23)

Gambar 18. Citra Aster dari Zagros fold belts, Aljazair, reesolusi 15 meter

(24)

Gambar 20. Citra Orbimage-3 resolusi 1 meter hitam putih

(25)

Gambar 21. Citra Ikonos resolusi 4 meter Gunung Semeru

4. APLIKASI DATA PENGINDERAAN JAUH

4.1. Umum

(26)

mengisi keperluan di atas akan memerlukan waktu dan biaya sangat besar. Sebagai jalan pintas citra penginderaan terbukti dapat memberikan kontribusi

yang signifikan yang perlu dipertimbangkan penggunaannya dan

disosialisasikan secara luas. Uraian di bawah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana data penginderaan jauh bermanfaat untuk mengisi kekurangan data di atas.

4.2. Penggunaan dalam bidang kebumian

Penggunaan dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Untuk melakukan hal di atas dua metoda yang umum dilakukan melalui metoda visual/manual yaitu mengenal obyek dan gejala geologi spesifik yang dapat dilihat pada citra seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan, struktur sesar. Cara kedua dilakukan melalui ekstraksi otomatis dari obyek dengan memakai cara dan formula tertentu dengan menggunakan software yang ada (digital processings). Kedua cara di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga gabungan keduanya akan lebih efektif dan optimal.

Berikut akan diperlihatkan bagaimana informasi kebumian dapat diidentifikasi dari citra penginderaan jauh.

4.2.1. Geologi derah pantai dan pesisir

(27)

prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya. Kepincangan dari kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat.

Secara umum wilayah pantai dan pesisir dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok dalam kaitannya dengan proses pembentukannya, Pengelompokan secara garis besar dapat dilakukan sebagai berikut.

a. Proses endogenik : pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted dan

tilted.

b. Proses eksogenik : aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari

darat dan laut dan gabungan keduanya.

Proses biogenik : pembentukan terumbu karang dan hutan bakau

Kenampakan pada citra Landsat seperti terlihat pada gambar 22 sampai dengan 30.

(28)

Gambar 23, Endapan kipas aluvial S.Jeneberang, Makassar dan alur sungai purba

(29)

Gambar 24. Alternating beach ridges di Lokseumawe, Aceh

(30)

Gambar 27. Terumbu karang di Pulau Marshall, Pasifik

(31)

Gambar 29. Beach ridges dan swale, potensi dan bencana yang dimiliki.

Gambar 30. Citra Landsat multitemporal Segara Anakan, Cilacap

4.2.2. Vulkanologi

(32)

gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar. Kenampakan pada citra diperlihatkan pada gambar 31 sampai dengan 35.

Gambar 31. Kerucut G.Semeru dengan kerucut gunungapi, aliran lava dan lahar

(33)

New lava flow

Old lava flow

Gambar 33. Aliran lava dari erupsi samping G, Ceremai

Sipirok

Sipirok

Gambar 34. Fumarola dari G. Sibualbuali, Padangsidempuan dan sebagian

(34)

Gambar 35. Sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut

4.2.3. Batuan sedimen terlipat.

Batuan sedimen terlipat dicirikan oleh bentuk dan pola topografi yang khas dan dapat dikenal dengan baik pada citra satelit inderaja, dengan kenampakan sebagai berikut.

a. Susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan pematang bukit memanjang saling sejajar. Morfologi lembah ditempati oleh jenis batuan lunak yang mudah tertoreh (batulempung, serpih, napal) dan pematang bukit ditempati oleh lapisan batuan yang lebih keras (batupasir, konglomerat, breksi, batugamping). Arah memanjang dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang perlapisan.

b. Batuan karbonat yang umumnya keras biasanya menempati topografi tinggi, dikenal dengan baik apabila menunjukkan bentuk morfologi karst. c. Breksi juga menempati topografi tinggi, homogin dan memperlihatkan

tekstur topografi kasar – sangat kasar.

(35)

morfologi messa, cuesta atau hogback tergantung pada besarnya sudut kemiringan bidang perlapisan tersebut.

e. Sumbu lipatan dapat dikenal dari punggungan atau lembah berbentuk bulat, lonjong atau tapal kuda (horse shoe shapes).

f. Struktur sesar dapat dikenal dengan baik pada citra yang diperlihatkan oleh beberapa kenampakan di antaranya adanya pergeseran bidang perlapisan, kelurusan topografi dalam skala regional, gawir topografi, kelurusan segmen sungai, pergeseran aliran sungai, orientasi bukit dan gejala geologi lain dan sebagainya. Kelurusan topografi yang berpola teratur menunjukkan adanya suatu pola rekahan pada batuan/kelompok batuan.

Kenampakan gejala geologi tersebut di atas diperlihatkan pada gambar 14 sampai dengan 21 di bawah ini.

Gambar 36. Perlapisan batuan sedimen (A,B,C,D,E) dan

(36)

Gambar 37. Perlapisan batupasir (A,B), batulempung (C,E) dan batugamping(? D) dalam struktur antiklin

Gambar 38. Perlapisan batupasir dalam strukur sinklin A

B

C

D E

(37)

Gambar 39. Kelompok batuan A,B,C,D,E. Satuan batuan C kemungkinan batugamping

Gambar 40. Perlapisan batupasir (A), batulempung (B), dan batugamping ©

A B

C D

E

A

B

C

(38)

Gambar 41. Batugamping Wonosari . Jejak perlapisan

Gambar 42. Satuan batuan A (batulempung), B (sedimen keras), C (patupasir dan lempung), D (Batugamping) dan E

(breksi) A

E

D

B

C

(39)

Gambar 43. Perlapisan antara batupasir dan batulempung dalam perlipatan batuan sedimen

Gambar 44. Struktur perlipatan rumit dari batuan sedimen Di daerah Majenang

A

B

C

D Antiklin

(40)

4.2.4. Kerawanan bencana geologi

Bencana alam seperti gempa, gerakan tanah, letusan gunungapi dan banjir merupakan jenis bencana yang berkaitan erat dengan proses dinamika bumi. Gejala geologi tersebut sangat umum terjadi di Indonesia karena letaknya di jalur tektonik aktif di satu pihak dan kondisi klimatologi denga curah hujan tahunan tinggi di lain pihak. Bencana alam geologi yang seringkali mengakibatkan korban jiwa dan materi dalam hal tertentu dapat pula berpengaruh terhadap kegiatan sektor pertambangan.

Citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi mengenai kerawanan bencana alam tersebut secara regional dengan cepat dengan akurasi cukup baik. Dengan menggabungkan dengan data lain yang berkaitan dengan bencana tersebut, informasi lebih detail akan dapat diperoleh dengan lebih baik.

Berbagai contoh dari kenampakan bencana alam diperlihatkan pada gambar seperti diuraikan di bawah ini.

a. Gempabumi

(41)

Bencana gelombang pasang (tsunami) yang menyertai kegempaan pada umumnya mengakibatkan kerusakan pada dataran pantai yang menghadap lokasi gempa. Kerusakan akibat tsunami akan maksimal apabila kondisi pantai terbuka dan tidak terlindung, tetapi kerusakan dapat diperkecil apabila daerah muka pantai terlindung oleh tutupan vegetasi yang lebat seperti adanya hutan bakau.`Gambar 45 dan dengan 46 memperlihatkan struktur sesar yang berkaitan dengan proses kegempaan.

Gambar 45. Segmen Sesar Sumatera di Padangsidempuan

(42)

b. Letusan gunungapi

Kerawanan bencana alam hasil letusan gunungapi relatif besar karena Indonesia mempunyai sekitar 126 gunungapi aktif tersebar di seluruh wilayah. Meskipun seluruh gunungapi aktif telah dipetakan cukup lama data satelit inderaja dapat memberikan informasi terkini mengenai produk letusan dari gunungapi tersebut dan dapat dipakai sebagai sarana monitoring, deliniasi daerah rawan letusan dan produk sebaran letusannya. Gambar 47 memperlihatkan contoh dari hasil letusan kedua gunungapi tersebut.

Gambar 47. Warna biru memperlihatkan sebaran produk letusan G.Merapi (kiri) dan G.Agung (kanan)

G.Merapi

G.Agung

(43)

c. Gerakan tanah

Gerakan tanah (landslides) seringkali juga dikenal dengan gerakan massa tanah, batuan (mass movements) secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya berat (gravitasi). Faktor internal yang dapat mengakibatkan terjadinya gerakan adalah daya ikat (kohesi) dari tanah/batuan kecil sehingga partikel tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya, bergerak ke bawah dengan menyeret partikel lain yang dilaluinya membentuk massa yang lebih besar. Kecilnya daya ikat yang kecil dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelulusan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari massa tersebut. Faktor eksternal yang dapat mempercepat terjadinya gerakan terdiri dari berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban karena air hujan, tutupan vegeasi dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah manusia seperti ekskavasi dan sebagainya.

Berdasarkan faktor – faktor tersebut di atas gerakan tanah secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu (1). Runtuhan (fall), (2). Aliran (flow). (3). Longsoran (slide), (4). Nendatan slump), dan (5). Rayapan (creep) Secara ideal tipe-tipe gerakan tanah tersebut dapat dilihat pada

gambar 48.

Gambar 48a. Tipe gerakan tanah secara ideal Talus

(44)

Longsoran tipeAliran (flow)

Longsoran (sliding)

Longsoran tipe Nendatan (slumping)

Longsoran tipe rayapan (creeping)

(45)

Pada citra inderaja kenampakan gejala gerakan tanah diperlihatkan oleh bentuknya yang khas seperti bentuk tapal kuda (horse shoe shape), gawir terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor, kelembaban tanah di lereng bawah tebing/gawir, undak topografi di sepanjang tebing sungai dan sebagainya. Meskipun tipe/jenis longsoran tidak selalu dapat ditentukan dari citra, perkiraan awal masih dapat diperkirakan dari bentuk produk longsoran tersebut. Gambar 49 sampai dengan 52 memperlihatkan kenampakan dari bentuk gerakan tanah pada citra inderaja.

(46)

Gambar 50. Gerakan tanah di Cianjur selatan

(47)

Gambar 52. Gerakan tanah di Bengkulu

(48)

Gambar 53. Bentuk peta kerawanan gerakan tanah di daerah Cianjur Selatan

4.2.5. Sumberdaya air

Sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi band visible (pada citra Landsat band 1,2 dan 3). Pencemaran kimia sampai saat ini masih belum dapat ditentukan dari band yang tersedia. Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya pada CASI) pencemaran kimia dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim ini masih belum meluas penggunaannya.

Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum di antaranya:

a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS. b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan

perenial streams).

(49)

d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai). e. Banjir.

f. Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal g. Kemungkinan airtanah dalam.

Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat terlihat pada kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di dalam massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band visible sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat. Kelembaban tanah tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak pada visible. Air di dalam lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat karena ukurannya yang lebih kecil dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air pada sungai-sungai utama yang besar. Meskipun demikian keberadaan air dapat ditafsirkan diri kenampakan lembah sungainya.

Beberapa kenampakan bentik hidrologi pada citra inderja diperlihatkan pada gambar 54 sampai dengan 58.

(50)

Gambar 55. Pola aliran sungai Luwuk, Sulawesi Tengah

(51)

Gambar 57. Banjir, pantai barat Aceh

(52)

4.2.6. Lingkungan daerah pertambangan

Citra inderaja dengan resolusi spasial menengah (30 meter) dapat memberikan gambaran mengenai wilayah pertambangan cukup baik. Untuk dapat memperoleh gambaran wilayah pertambangan yang lebih detail, penggunaan citra resolusi tinggi diperlukan.

Lingkungan pertambangan secara garis besar tampak pada citra dari perubahan kondisi lingkungan fisik seperti misalnya perubahan bentuk mukabumi (landscape), perubahan tutupan vegetasi (land cover) dan akibat dari penggalian tambang, khususnya galian di permukaan bumi. Wilayah pertambangan yang dikelola dengan baik pada umumnya relatif teratur, efisien dan rapih sebaliknya apabila pengelolaannya kurang baik perusakan permukaan tidak teratur dan acak.

Kenampakan wilayah pertambangan dari citra inderaja diperlihatkan pada gambar 59 sampai dengan 64 di bawah ini.

(53)

Gambar 60. Bukaan tambang Grazberg, Freeport

(54)

Gambar 62. Tambang pasir besi Cilacap

(55)

Gambar 64. Tambang emas Pongkor, Jawa barat

5. PENUTUP DAN KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai studi dan implemantasi yang masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia beberapa hal dapat dikemukakan :

1. Kemampuan data penginderaan jauh untuk keperluan pemetaan geologi pada umumnya dan implementasi dalam kegiatan eksplorasi sumberdaya mineral dan energi cukup menjanjikan, Berbagai informasi mengenai batuan, struktur geologi dan bentuk-bentuk morfoogi yang berkaitan dengan kerawanan bencana geologi terrekam dengan baik. 2. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi awal kondisi

geologi pada daerah yang belum dipetakan, dapat dipakai untuk map updating dan diintergasikan dengan data lain misalnya data geofisika. 3. Data penginderaan jauh dengan prasarana pemrosesan data makin

kian terjangkau harganya sehingga dapat dikembangkan oleh instansi pemerintah maupun swasta yang berkecimpung dalam bidang pemetaan.

Gambar

Gambar 12. Beberapa color composite data Landsat
Gambar 30. Citra Landsat multitemporal Segara Anakan, Cilacap
Gambar 32. Komplek gunungapi aktif dengan
Gambar 33. Aliran lava dari erupsi samping G,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.3.. Mereka ingin menunjukkan suatu citra penyayang. 2) Tipe Tiga “ Performer ”, ingin selalu terlihat dalam kesan baik, sesuai norma-norma yang

Aktivitas enzim esterase isolat-isolat kapang hasil isolasi dari batubara memiliki pola yang berbeda dalam menghidrolisis FDA, tetapi semua isolat mencapai puncak tertinggi pada

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan perhitungan statistik program SPSS versi 18, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Berdasarkan pengolahan

Adapun fokus pada penelitian ini berdasarkan teori pertukaran sosial dan komunikasi Yang menjadi landasan peneliti untuk menganalisis bagaimana setiap mahasiswi dalam kelompoknya

Komunikasi pemasaran merupakan sarana perusahaan untuk memberikan informasi, membujuk, dan mengingatkan kembali kepada konsumen secara tidak langsung maupun

Tujuan dari penelitian yakni menjelaskan pengaruh persepsi dukungan organisasi dan budaya organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) melalui

Dalam rangka penyusunan skripsi saya yang berjudul “Evaluasi Website Repository Perpustakaan Perguruan Tinggi di Surabaya (Studi Deskriptif tentang Kualitas Website

2. Masyarakat daerah pegunungan umumnya memiliki karakter makanan khas daerah… a. Panas dan pedas b. Dingin dan tawar c. Asin dan pedas d. Manis dan pedas e. Pedas dan