• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas mata kuliah Analisa Lokasi dan Ker

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas mata kuliah Analisa Lokasi dan Ker"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan :

Pengaruh Faktor Fisik, Lokasi, dan Hukum Terhadap Nilai

Pasar Ruko di Surabaya

Oleh :

Aurora Exacty P (3614100017)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan “Pengaruh Faktor Fisik, Lokasi, dan Hukum Terhadap Nilai Pasar Ruko di Surabaya” dengan lancar. Selama proses penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain sehingga makalah ini dapat terselesaikan secara optimal, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada Bapak Arwi Yudhi Koswara,ST. serta Ibu Vely Kukinul S, ST., MT. selaku dosen mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat secara luas dalam menambah wawasan tentang analisa lokasi dan keruangan. Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan.

Surabaya, Maret 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 2

1.3 Sistematika Pelaporan ... 2

BAB II KAJIAN TEORI ... 3

2.1 Teori Lokasi ... 3

2.2 Teori Lokasi Von Thunen ... 4

BAB III PEMBAHASAN ... 7

3.1 Alasan Pemilihan Lokasi ... 7

3.2 Faktor – Faktor Lokasi ... 8

3.3 Implikasi terhadap teori ... 9

BAB IV PENUTUP ... 12

4.1 Kesimpulan ... 12

4.2 Lesson Learned ... 12

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir ini, jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pertumbuhan ini memberikan dampak yang nyata dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan masyarakat secara otomatis juga ikut meningkat, mulai dari kebutuhan di bidang ekonomi, sosial, perumahan dan juga transportasi. Salah satu kebutuhan penting masyarakat adalah kebutuhan untuk bepergian atau transportasi.

Perkembangan suatu kota oleh jaringan transportasi otomatis akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mencapai lokasi di pusat kota. Pusat kota akan semakin padat dengan bertambahnya manusia yang menempati lokasi tersebut. Dan ketika manusia sudah tidak memperoleh tempat lagi di pusat kota, maka mereka akan menempati lokasi - lokasi di dekat pusat kota agar tetap bisa mencapai pusat kota dengan mudah. Selanjutnya perkembangan ini akan menimbulkan dampak dalam penggunaan lahannya. Lokasi di sepanjang tepi jalan merupakan lokasi yang strategis untuk melakukan aktivitas. Lokasi tersebut memiliki aksesibilitas yang tinggi karena mudah dijangkau. Dengan semakin banyaknya aktivitas di tempat tersebut, maka lahan yang jumlahnya terbatas akan diperebutkan agar manusia tetap bisa memperoleh keuntungan yang maksimal.

Persaingan tersebut secara langsung akan menjadikan nilai lahan perkotaan menjadi meningkat. Nilai lahan adalah suatu penilaian atas lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya (Drabkin dalam Yunus, 2000 : 89). Nilai lahan merupakan nilai ruang secara horizontal (distance decay principle from the center) berdasarkan Urban Growth Model (Brotosunaryo, 2005 : 6).

(5)

transaksi jual beli lahan terjadi di tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda (Wahyuningsih, 2008:11).

B.J. Berry menambahkan teori Von Thunen dan membuktikan penyimpangan tersebut. B.J. Berry menyatakan bahwa memang benar pada kota - kota kecil, gambaran ideal tentang “distance decay principle from the center” untuk nilai lahan masih bisa dilihat dengan jelas bahwa terdapat degradasi yang teratur mengenai nilai lahan dari pusat kota ke daerah pinggiran (pheryphery), namun untuk kota - kota besar ternyata kondisinya sangatlah berbeda (Wahyuningsih, 2008:12). Perbedaan ini salah satunya dipengaruhi oleh jaringan 3 transportasi terutama radial road dan ring road,meskipun tidak berada di pusat kota, menurut Berry akan memiliki nilai lahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi yang lebih dekat dengan pusat kota. Perpotongan ring road dan radial road tersebut dinamakan mini peaks, sedangkan grand peak tetap berada di pusat kota dengan nilai lahan paling tinggi. Teori Berry ini terkenal dengan Circus Tend.

Kota Surabaya merupakan kota besar yang memiliki pusat pusat kegiatan yang berada di jalan – jalan utama. Makalah ini melihat bagaimana harga lahan untuk ruko di Surabaya yang dipengaruhi oleh lokasi lahan.

1.2

Tujuan Penulisan

Memahami teori lokasi dan implikasinya terhadap fenomena lokasi dan keruangan yang terbentuk dalam wilayah dan kota.

1.3

Sistematika Pelaporan

Adapaun sistematika pelaporan dalam makalah ini adalah : a. BAB I :

Pendahuluan dari makalah yang berisi latar belakang makalah, tujuan serta sistematika pelaporan.

b. BAB II :

Berisi kajian mengenai teori lokasi yang diangkat. Pada makalah ini, teori yang dikaji adalah Teori Lokasi oleh Von Thunen

c. BAB III :

Pembahasan mengenai implikasi dari teori lokasi weber yang telah dikaji di bab II d. BAB IV :

(6)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1

Teori Lokasi

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta pengaruhnya terhadap kegiaatan, baik yang bersifat ekonomi atau sosial. (Tarigan, 2005). Teori Lokasi didasarkan pada aspek spasial / lokasi (Tarigan, 2005) yaitu :

a. Ruang adalah permukaan bumi, baikyang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya sepanjang manusia bisa menjangkaunya.

b. Lokasi menggambarkan posisi pada pola ruang, dalam konteks wilayah, lokasi menggambarkan keterkaitan antar kegiatan di suatu lokasi dan berbagai kegiatan lainnya di lokasi lain (faktor kedekatan lokasi/ spasial). Pendapat Tarigan tersebut mendukung Hukum Geografi “Tobler” yaitu setiap hal memiliki keterkaitan dengan hal lainnya, namun yang lebih berdekatan memiliki keterkaitan lebih dari yang lainnya ((Tobler dalam Rustiadi, 2009). Teori lokasi merupakan awal adanya analisis lokasi yang merupakan pertanyaan inti dari ilmu ekonomi wilayah. Analisis – analisis lokasional pada dasarnya berupa mencari jawaban – jawaban tentang “dimana” dan “mengapa” aktivitas ekonomi memilih lokasi (Rustiadi, 2009). Pada Perkembangannya, teori lokasi terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Teori Lokasi Klasik

Pada awalnya (hingga tahun 1950 – an) teori lokasi hanya didominasi oleh pendekatan geografis lokasional atau disebut dengan karya karya teori lokasi klasik. Karya ini diawali dengan Teori Von Thunen, lalu dilanjutkan dengan Teori Weber, Palander, Hotteling, dan lainnya.

b. Teori Lokasi Neoklasik

Setekah tahun 1950-an teori lokasi berkembang dengan analogi – analogi ilmu ekonomi umum, dan diperkaya oleh analisis kuantitatif standar ilmu ekonomi, khususnya ekonometrika, Dynamic Model, dan model – model optimasi seiring berkembangnya cabang ilmu regional sains.

c. Perkembangan Mutakhir Teori Lokasi

(7)

2.2

Teori Lokasi Von Thunen

Von Thunen mengembangkan teori ini berdasarkan pengamatan di daerah tempat tinggalnya, ia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Teori ini memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut memasukkan variable keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Berikut ini adalah asumsi-asumsi dari Von Thunen :

• Areal pertanian satu ragam (uniform) dalam atribut lingkungannya

• Hanya ada satu pasar akibat lokasi yang terisolasi

• Transportasi sejenis dan biaya transportasi meningkat bersamaan dengan jarak terhadap pasar

• Semua petani berikap rasional / ekonomis, yang penggunaan lahannya untuk memaksimumkan profit, mereka mempunyai info yang cukup mengenai biaya produksi dan harga pasar.

• Pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota (zona konsentrik)

• Area Isolated State : model ideal dengan karakteristik wilayah yang terisolasi

• Modified condition

• Kualifikasi Zona 1 – 6 :

a. Zona 1 : Paling dekat dengan kota / CBD sehingga diusahakan tanaman mudah rusak

b. Zona 2 : Foresting

c. Zona 3 : Penghasil biji – bijian dan gandum

d. Zona 4 : Dairy ( Lahan olahan susu, keju, mentega)

e. Zona 5 : Pertanian yang berubah – ubah, bisa 2 – 3 jenis tanaman f. Zona 6 : Lahan paling jauh untuk menggembala ternak.

Pola penggunaan lahan dari von thunen adalah di sekitar kota ditanami produk-produk yang berhubungan kuat dengan nilai (value), dan karenanya biaya transportasi yang mahal menyebabkan distrik di sekitarnya yang lokasinya lebih jauh tidak dapat menyuplainya; ditemukan produk-produk yang mudah rusak sehingga harus digunakan secara cepat; dan lahan yang letaknya jauh dari kota memproduksi barang secara progresif, dan karenanya biaya transportasi lebih murah dibandingkan dengan nilainya.

(8)

produk pertanian utama tertentu dengan sistem pertanian tertentu yang berbeda-beda di setiap lingkarannya. Pola penggunaan lahan dari von thunen menggambarkan suatu kecenderungan pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar sekeliling kota.

Meskipun teori ini membahas sector pertanian, namun teori ini sangat aplikatif sehingga mampu disesuaikan dengan berbagai sector. Dasar konsep von thunen menjelaskan bahwa penggunaan lahan sangat ditentukaan oleh biaya angkut produk yang diusahakan yang pada akhirnya menentukan sewa tanah (land rent). Land rent didefinisikan sebagai kegiatan balas jasa terhadap penggunaan sebidang lahan. Land rent adalah nominal harga yang harus dibayar setiap tahun untuk hak eksklusif (monopoli) untuk menggunakan lokasi tertentu, sebidang tanah atau sumber daya alam lainnya. William Alonso mendukung Teori Von Thunen dengan mengemukakan teori Bid rent yang menjelaskan bahwa lokasi suatu lahan sangat berpengaruh terhadap harga sewanya.

Dalam teori ekonomi penggunaan lahan daerah perkotaan, kondisi equlibrium pada dasarnya adalah kondisi di mana terdapat keseimbangan penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang umumnya terdapat di daerah perkotaan sesuai dengan permintaan dan penawaran terhadap lahan perkotaan. Yates dan Garner (dalam Ina, 2001) membagi 5 (lima) kategori utama fungsi lahan perkotaan, yaitu :

a. Digunakan sebagai permukiman b. Digunakan sebagai kegiatan industri c. Berfungsi sebagai kegiatan komersial d. Digunakan untuk jaringan jalan

e. Berfungsi sebagai fasilitas umum dan lahan kosong.

Perkembangan dari teori von thunen adalah harga tanah yang tinggi di pusat kota dan makin menurun jika makin menjauh dari pusat kota, harga tanah yang tinggi di jalan-jalan utama dan makin menurun jika makin menjauh dari jalan-jalan-jalan-jalan utama. Semakin tinggi kelas jalan utama tersebut maka makin mahal sewa tanah di sekitar jalan-jalan utama tersebut

Sebagai contoh, berdasarkan teori Van Thunen, Keseimbangan Penggunaan Lahan akan terjadi apabila penggunaan lahan yang ada sesuai dengan dengan zonasi yang telah ditentukan, karena adanya pengaruh land rent, bid rent, dan land use. Sehingga, semakin dekat lahan tersebut dengan pusat kegiatan. Maka nilai lahan tersebut semakin tinggi, secara otomatis harga lahan juga semakin tinggi.

(9)

karena terdapat faktor khusus selain faktor keamanan, kenyamanan, dan telah adanya konsentrasi tertentu di lokasi tersebut. Khususnya, untuk lahan pertanian perlu diingat mengenai teori Ricardo yang mengatakan bahwa sewa tanah (land rent) terkait dengan kesuburan tanah tersebut. Namun teori Ricardo ini tetap terikat pada jarak lahan pertanian itu terhadap pusat kota sebagai wilayah pemasarannya.

(10)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1

Alasan Pemilihan Lokasi

Surabaya adalah ibukota Jawa Timur sebagai kota kedua terbesar di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya memiliki banyak aktifitas ekonomi sebagai pusat bisnis, perdagangan, pendidikan, dan industri. Kondisi ini memacu pertumbuhan ekonomi Surabaya sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data Kompas pada bulan Maret 2013, sejak bulan Agustus 2012 hingga Februari 2013 pemasaran properti untuk daerah Surabaya selalu mengalami peningkatan setiap bulannya (Analisa Properti di daerah Surabaya Maret, 2013). Dilihat dari banyak perubahan yang ada, perkembangan kota Surabaya mengalami pergeseran. Dahulu pusat perdagangan terdapat pada kawasan Surabaya Utara karena dekat dengan pelabuhan sehingga menjadikannya sebagai pusat perdagangan dan kawasan sekaligus tempat tinggal di kawasan Surabaya Utara menjadi semakin sempit, sehingga berdampak pada perluasan ke kawasan lainnya, yaitu Surabaya Timur, Barat, dan Selatan.

Peningkatan angka pemasaran properti di Surabaya didukung juga oleh prestasi Surabaya yang menempati peringkat kedua dalam skala dunia tentang kepuasan warga. Tidak hanya itu, Kota Surabaya juga meniru Negara Singapura dalam hal efisiensi dan kemudahan dalam proses perizinan sebuah investasi baru. Inilah yang menjadi pendorong besar berkembangnya wilayah tersebut karena banyak pula negara-negara luar yang turut berinvestasi di Surabaya. Apabila semua rencana proyek tersebut terlaksana, maka Surabaya diprediksi akan bisa mengungguli Kota Jakarta.

Kini Surabaya sudah menjadi pusat industri keahlian, bahkan perkembangan logistik dan saham. Kota Surabaya memang masih di bawah Jakarta, perbandingannya yaitu 40% berbanding 60%. Namun angka tersebut menunjukkan perbandingan yang tidak terlau besar. Suatu saat Surabaya diperkirakan akan mencapai angka 50% dan bisa saja mengalahkan Jakarta yang merupakan pusat ekonomi Indonesia.

Berdasarkan fitur Analisis Wilayah UrbanIndo, harga investasi properti di wilayah Surabaya dari tahun 2014-2015 mengalami kenaikan sekitar 30%. Untuk harga rumah sendiri mengalami kenaikan sebesar 26,6%. Sama halnya dengan rumah, harga apartemen juga mengalami kenaikan sebesar 22%. Dari angka persentase tersebut, dapat dilihat bahwa prospek berinvestasi properti di Surabaya sangat menguntungkan.

(11)

ini. Bisa dilihat, saat ini pun sudah banyak perusahaan asing yang berinvestasi di Surabaya, seperti Samsung, Unilever, Philips, dan Nestle.

Salah contoh investasi dilakukan PT Kertabakti Raharja, salah satu pengembang properti yang menginvestasikan dana Rp1 triliun untuk membangun apartemen Madison Avenue di kawasan Jemur Andayani, Surabaya. General Manager Kertabakti Raharja Rika Kristina Tjhang optimistis apartemen yang bakal dibangun peminat sangat tinggi. Selain lokasinya yang strategis di tengah kota berdekatan dengan kampus, perindustrian, dan perkantoran, harga jualnya pun terjangkau, antara Rp186 juta dan Rp200 juta.

Semakin menjanjikannya usaha property berupa apartement di Surabaya, dibarengi pula dengan maraknya usaha property berupa ruko di Surabaya. Dengan maraknya usaha ini, maka dapat dipastikan nilai lahan di Surabaya meningkat. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan menganalisa pengaruh faktor fisik, lokasi dan hukum terhadap nilai pasar ruko di Surabaya (Tamzil, 1960).

3.2

Faktor – Faktor Lokasi

Morill (1982) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi kegiatan perdagangan adalah :

• Spasial atau geografis, yang berkaitan dengan karakteristik seperti ruang, jarak, aksesibilitas, ukuran, bentuk, aglomerasi dan posisi relatif lokasi dalam keseluruhan.

• Faktor-faktor lainnya yaitu ekonomi, politik, budaya sehingga saling berpengaruh antara faktor spasial dan aspasial. Selain itu juga perlu diperhatikan konsumen. Diana (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor penentu berkembangnya lokasi perdagangan meliputi :

a. Jumlah penduduk pendukung

Setiap jenis fasilitas perdagangan eceran mempunyai jumlah ambang batas penduduk atau pasar yang menjadi persyaratan dapat berkembangnya kegiatan. Jumlah penduduk pendukung dapat diketahui dari luas daerah pelayanan tetapi luas daerah layanan tidak dapat ditentukan sendiri karena faktor ini bergantung pada faktor fisik yang mempengaruhi daya tarik suatu fasilitas perdagangan.

b. Aksesibilitas

(12)

c. Keterkaitan spasial

Pada kegiatan perdagangan yang bersifat generative, analisa ambang batas penduduk dan pasar menjadi hal yang penting sedangkan pada lokasi perdagangan yang bersifat suscipient, analisa kaitan spasial dari kegiatan merupakan hal yang penting.

d. Jarak

Kecenderungan pembeli untuk berbelanja pada pusat yang dominan, namun menyukai tempat yang dekat maka faktor jarak merupakan pertimbangan penting untuk melihat kemungkinan perkembangan suatu lokasi terutama pusat perdagangan sekunder yang menunjukkan trade off antara besarnya daya tarik pusat dan jarak antara pusat.

e. Kelengkapan fasilitas perdagangan.

Kelengkapan fasilitas perdagangan menjadi faktor penentu pemilihan lokasi berbelanja konsumen. Konsumen berbelanja barang-barang tahan lama yang tidak dibeli secara tidak teratur seperti pakaian, alat-alat elektronik pada tempat perdagangan yang memiliki banyak pilihan barang yang dapat diperbandingkan. Oleh karena itu pembeli cenderung untuk berbelanja barang-barang tahan lama pada pusat perdagangan yang lebih lengkap, tetapi untuk kebutuhan standar sehari-hari seperti bahan makanan, para konsumen cenderung masih mempertimbangkan jarak yang dekat kalau terdapat fasilitas yang memadai.

3.3

Implikasi terhadap teori

Menurut Fanning (2005), nilai atas suatu property ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor fisik, lokasi, dan hukum. Faktor fisik adalah faktor geologis, dimana faktor ini memiliki pengaruh yang paling besar dalam menentukan potensi kegunaan suatu tempat. Di dalam faktor fisik itu sendiri, terdapat beberapa komponen yang dianggap sesuai seperti lahan properti, fasilitas suatu bangunan, kualitas konstruksi, dan luas tanah.Menurut Hodgkins (1982), jika luas tanah semakin besar maka akan semakin berpengaruh signifikan terhadap nilai properti.

Faktor lokasi menentukan jenis dan penggunaan lahan yang paling sesuai di suatu daerah.Menurut Von Thunen (1966), apabila aksesbilitas properti dekat dengan fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, atau pusat perbelanjaan, maka harga properti tersebut akan tinggi (dalam Sasuki & Box, 2003).

(13)

adalah 34 m2 sedangkan yang terluas 810 m2. Luas bangunan terkecil sebesar 36 m2 sedangkan yang terluas 1000 m2. Jarak ke pusat kota terdekat adalah 1 km sedangkan terjauh 20 km. jarak ke pelabuhan terdekat adalah 3 km sedangkan jarak terjauh adalah 28 km. Jarak ke airport terdekat adalah 9 km sedangkan yang terjauh adalah 36 km.

Berdasarkan pengujian statistik dengan menggunakan analisa regresi yang telah dilakukan, menghasilkan tingkat signifikansi pada luas bangunan, jarak ke pusat kota, jarak ke pelabuhan dan jarak ke airport dimana tingkat signifikansinya lebih kecil dari α = 5%. Jadi bisa disimpulkan bahwa luas bangunan, jarak ke pusat kota, jarak ke pelabuhan dan jarak ke airport berpengaruh signifikan terhadap nilai ruko secara partial. Jika dilihat secara parsial, luas bangunan , jarak ke pusat kota jarak ke pelabuhan dan jarak ke airport yang berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar ruko. Sedangkan luas tanah, dan jenis sertifikat tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai ruko.

Faktor lokasi menentukan jenis dan penggunaan lahan yang paling sesuai di suatu daerah. Menurut Von Thunen (1966), apabila aksesbilitas properti dekat dengan fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, atau pusat perbelanjaan, maka harga properti tersebut akan tinggi (dalam Sasuki & Box, 2003). Hasil dari penelitian mengatakan bahwa jarak ke pusat kota dan pusat transportasi (bandara, pelabuhan) akan mempengaruhi harga lahan. Ketika lahan tersebut semakin mendekati pusat kota, maka lahan tersebut akan semakin mahal. Hal ini dikarenakan nilai lahan di sekitar pusat kota sangat tinggi. Terlebih lagi, persediaan lahan di Surabaya semakin menipis.

Analisa Wiliam Alonso (1964) yang didasarkan pada konsep sewa ekonomi (Economic Rent) atau sewa lokasi (Location Rent ) menyebutkan bahwa:

a) Kota hanya mempunyai satu pusat (one centre / CBD)

b) Kota terletak pada daerah yang datar/dataran (Flat feature less plant)

c) Ongkos transportasi sesuai dengan jarak untuk ditempuh ke segala arah, biaya transportasi menuju ke pusat kota meningkat apabila jaraknya makin jauh dari pusat kota. CBD dianggap sebagai daerah yang mempunyai derajat dan ketergantungan yang paling tinggi, makin kearah luar makin rendah derajad aksesibilitasnya.

(14)

Berdasarkan analisa diatas, hampir semua ruko di Surabaya memiliki aksesibilitas yang baik karena berada di sepanjang jalur – jalur utama Kota Surabaya. Walaupun begitu, penawaran tertinggi ruko berada di Surabaya Pusat yang merupakan lokasi CBD. Pola kegiatan pada wilayah CBD lebih kompleks daripada wilayah – wilayah lain. Terlebih lagi berdasarkan RTRW Jawa Timur Tahun 2011 – 2031, Surabaya merupakan salah satu pusat kegiatan nasional (PKN) di Jawa Timur.

Hal yang sama terjadi pada ruko – ruko di wilayah Surabaya Timur dan Selatan yang dekat dengan sarana jaringan transportasi seperti bandara dan pelabuhan. Harga sewa masih tinggi (walaupun lebih rendah dari sewa lahan ruko di pusat kota) aksesibilitas yang mudah serta pilihan masyarakat cenderung untuk membeli di minimarket di luar bandara / pelabuhan karena harga barang yang ditawarkan lebih murah dibandingkan harga barang yang dijual di dalam bandara / pelabuhan. sehingga, walaupun tidak dekat dengan pusat kota, namun tingginya dukungan dan permintaan atas ruko di sekitar bandara membuat harga lahan masih tinggi. Hal ini dianggap potensial bagi para developer, sehingga ruko- ruko yang dibangun di sekitar sarana jaringan transportasi memiliki harga sewa yang mahal, walaupun jauh dengan pusat kota.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Njo, Fransisca, dan Muliadihardjo (2004) yang mengatakan luas tanah memiliki pengaruh positif terhadap nilai ruko. Fanning (2004) juga menyatakan bahwa luas tanah dan bangunan mempunyai pengaruh positif terhadap nilai properti.

Ada juga penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa aksesbilitas berpengaruh signifikan terhadap properti. Penelitian tersebut dilakukan oleh Burinskiene, Rudzkiene dan Venckauskaite (2011), Ondrina (2013). Hasil penelitian tersebut didukung dengan teori von Thunen yang mengatakan semakin dekat properti dengan fasilitas umum, semakin tinggi harga properti tersebut (dalam Sasuko & Box 2003). Namun pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, faktor aksesbilitas yang berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar ruko adalah jarak kedekatan dengan pusat kota jarak dengan pelabuhan dan jarak ke airport.

(15)

BAB IV

PENUTUP

4.1

Kesimpulan

Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, maka suatu wilayah / kota dituntut untuk semakin berkembang. Salah satu indicator perkembangan suatu kota adalah transportasi dan aksesibilitas untuk mencapai faislitas – fasilitas yang ditawarkan pada suatu kota tersebut. Selanjutnya perkembangan ini akan menimbulkan dampak dalam penggunaan lahannya. Lokasi di sepanjang tepi jalan merupakan lokasi yang strategis untuk melakukan aktivitas. Lokasi tersebut memiliki aksesibilitas yang tinggi karena mudah dijangkau. Persaingan tersebut secara langsung akan menjadikan nilai lahan perkotaan menjadi meningkat.

Terdapat teori lokasi klasik milik Von Thunen yang menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah, dengan kata lain apabila aksesbilitas properti dekat dengan fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, atau pusat perbelanjaan, maka harga properti tersebut akan tinggi.

Pernyataan tersebut dibuktikan dengan penelitian ini, yaitu Pengaruh Faktor Fisik, Lokasi, dan Hukum Terhadap Nilai Pasar Ruko di Surabaya. Dengan hasil, Jika dilihat secara parsial, luas bangunan , jarak ke pusat kota jarak ke pelabuhan dan jarak ke airport yang berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar ruko. Ruko – ruko yang dijadikan sample sendiri berada di dekat pusat kota, dan jauh dari pusat kota tetapi dekat dengan sistem jaringan transportasi (pelabuhan, bandara, dsb). Walaupun jauh dengan pusat kota, tetapi faktor aksesibilitas dan perbedaan harga antara ruko di Pelabuhan / Bandara dengan ruko di sekitar wilayah tersebut berpengaruh terhadap harga lahan / sewa lahan.

4.2

Lesson Learned

Teori Von Thunen menggambarkan tentang perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Seperti halnya teori lain, Teori Von Thunen memiliki kelemahan. Kelemahan teori ini terletak pada :

• Keterkaitannya dengan waktu;

(16)

Adanya kemajuan di bidang transportasi telah menghemat banyak waktu dan uang (mengurangi resiko busuk komoditi), adanya berbagai bentuk pengawetan, memungkinkan pengiriman jarak jauh tanpa resiko busuk, lalu negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota, dan antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasaran (tidak selalu memanfaatkan jasa kota dalam pemasarannya).

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Fricylia, P. (2015, November 17). Perkembangan Surabaya Bisa Mengalahkan Jakarta Bahkan Singapura. Retrieved Maret 9, 2016, from Urban Indo:

http://blog.urbanindo.com/2015/11/perkembangan-surabaya-bisa-mengalahkan-jakarta-bahkan-singapura/

Shoimah, F. (2014, Mei 2). Teori Lokasi Von Thunen-Studi Kasus Subcenter Compaction . Retrieved Maret 11, 2016, from Winter Child: http://fajar18februari.blogspot.co.id/2014/05/teori-lokasi-von-thunen-studi-kasus.html

Tanugara, H. (2014). Pengaruh Faktor Fisik, Lokasi, dan Hukum terhadap Nilai Pasar Ruko di Surabaya. FINESTA Vol 02 No. 02 , 50 - 53.

Teori Lokasi Kegiatan Perdagangan. (n.d.). Retrieved Maret 11, 2016, from Perencanaan Kota Indonesia: http://perencanaankota.blogspot.co.id/2012/08/teori-lokasi-kegiatan-perdagangan.html Wahyuningsih, M. (2008). Pola dan Faktor Penentu Nilai Lahan di Perkotaan. Tugas Akhir , 3 - 5.

Referensi

Dokumen terkait

Dimana, pada penelitian ini, menggunakan variabel tingkat pengetahuan keluarga tentang halusinasi dengan kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi di klinik keperawatan

• Proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai makna yang sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia, yaitu: Proklamasi kemerdekaan 17

Pasien dengan gizi lebih dan obesitas secara bermakna didapatkan lebih banyak pada kelompok usia lebih dari 5 tahun, sudah pubertas, memiliki status pubertas prekoks,

Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan pada anak

Hal ini dapat menjawab hipotesa penelitian yaitu terdapat perbedaan kekerasan email gigi desidui antara sebelum dan sesudah perendaman dengan beberapa jenis sediaan susu yang

Indikator 10, dengan pertanyaan tentang apakah keseluruhan penilaian terhadap tampilan media dalam menarik minat siswa/audiens selama proses belajar, yaitu 15 responden

Dengan demikian, pembaruan hukum pidana dalam konteks tindak pidana korupsi pada hakikatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi

Sebagian besar kesatuan yang menjalani audit operasional tidak bersifat unik; terdapat banyak kesatuan yang sama didalam keseluruhan organisasi atau