2.1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.
2.2 Macam-Macam Magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : a. Magnet Permanen
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap.
b. Magnet Remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan penghantar dialiri arus listrik yang dialirkan, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemgnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya
2.3 Sifat – Sifat Magnet Permanen
kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006)
2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. (Pooja, 2010)
2.3.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1996)
2.3.3 Temperatur Curie
Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi tidak teratur (Takanori, 2011)
2.3.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai koersivitas maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek strees, dan lain sebagainya (konsorsium magnet).
2.4 Sifat Kemagnetan Bahan
komponen pembentuknya. Sifat-sifat kemagnetan bahan pada material magnet dapat diklasifikasikan antara lain ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik dan diamagnetik.
2.4.1 Bahan Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan kemagnetannya telah dihilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi.
Daerah ruang tempat momen dipol magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikrokopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaaan normal (Tipler, 2001)
Gambar 2.1 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik
2.4.2 Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite (Mujiman, 2004)
2.4.3 Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan – bahan yang memiliki suseptibilitas magnetik Xm yang positif dan sangat kecil. Paramanetik muncul dalam bahan atom – atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya ( Tipler, 2001)
Gambar 2.3 Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki momen magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar dengan medan arah magnet dan harga suseptibilitas megnetiknya berbanding terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum curie (Tipler, 2001)
2.4.4 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh faraday pada tahun 1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah berlawanan dengan medan induksi pada magnet (Tipler, 2001)
2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
2.5.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic )
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat magnet. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit, sehingga magnetisasi mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa hysterisis loss. Magnet lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh arus listrik didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik.
Gambar 2.4 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic) (Poja Chauhan, 2010) Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak ditunjukkan pada gambar 2.4. beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak (MnZnFe2O4), besi silikon dll (Poja Chauhan, 2010)
2.5.2 Magnet Keras ( Hard Magnetic)
Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan
1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan magnet koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai saturasi. Koersivitas biasanya diukur dalam satuan oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat magnet permanen. 2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan substansi
sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan magnet.
Gambar 2.5 kurva histerisis magnet keras (hard magnetic) (Poja Chauhan, 2010)
2.6 Magnet Keramik
Keramik adalah bahan – bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahan melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dbuat berbagai keperluan desain teknis khususnya dibidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan memamfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau selonoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa engeluarkan daya yang kontinu.
komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal sebagai magnet keramik, bahan ini tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO (Fe2O3) dimana M adalah Ba,
Sr, atau Pb dengan reaksi kimia sebagai berikut :
6Fe2O3 + SrCO3 6Fe2O3 + SrO CO2
6Fe2O3 + SrO SrO . 6Fe2O3
Ferit dapat digolongan menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah ferit lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O3, dengan M adalah Cu, Zn, Ni,
Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang rendah. Kelas kedua adalah ferit keras, ferit ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe2O3, dengan M adalah Ba,
Sr, atau Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. Kelas ketiga adalah ferit berstruktur garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada suhu secara khusus. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurangdari 160 atom (N. Idayanti dan Dedi, 2002)
Barium heksaferrite merupakan keramik oksida komplek dengan rumus kimia BaO.6Fe2O3 atau BaFe12O19. Barium hexaferrite mempunyai
kestabilan kimia yang bagus dan relatif murah dan kemudahan dalam produksi. Walaupun kekuatan magnet heksaferit lebih rendah dibandingkan jenis magnet terbaru berbasis logam tanah jarang, magnet permanen hexa-Ferrite (Ba-ferrite dan Sr-ferrite) masih menempati tempat teratas dalam pasar magnet permanen dunia baik dalam hal ini uang maupun berat produksi.
Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a =
Gambar 2.6 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 (Moulson A.J, et all., 1985)
Barium hexaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan pemaduan mekanik. Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah ekonomis karena ketersedian bahan baku secara komersial dan relatif murah. Selain itu, penanganan material relatif sederhana untuk proses pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat diimplementasikan dengan mudah.
2.7 Metode Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam furnace ( tungku pemanas).
Langka-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain : 1. Preparasi material
Proses pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh serbuk material yang digunakan. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat mempengaruhi kualitas akhir produk yang dihasilkan. Material komposit yang dihasilkan dari proses metalurgi serbuk adalah komposit isotropik, yaitu komposit yang mempunyai penguat (filler) dalam klasifikasi partikulet.
Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain :
• Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material • Mempunyai presisi yang tinggi
• Kecepatan produksi tinggi
Keterbatasan metalurgi serbuk, antara lain :
• Biaya pembuatan yang mahal dan terkadang serbuk sulit penyimpanannya.
• Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan serbuk logam tidak mampu mengalir keruang cetakan
• Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata
2.7.1 Pencampuran (Mixing) Ada 2 macam pencampuran, yaitu : Pencampuran basah (wet mixing)
Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.
Pencampuran kering (dry mixing)
Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan diudara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.
• Lamanya waktu pencampuran • Ukuran partikel
• Jenis material • Temperatur
• Media pencampuran
Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen. Kehomogenan campuran sangat berpengaruh pada proses penekanan (kompaksi), karena gaya tekan yang diberikan pada saat kompaksi akan terdistribusi secara merata sehingga ikatan antar partikel semakin baik.
2.7.2 Penekanan (Kompaksi)
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu
• Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. • Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur diatas temperatur
kamar, metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek ruang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengan tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan lubricant/pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap.Terkait dengan pemberian lubricant pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu :
• Internal lubricant compressing : penekanan dengan mencampurkan lubricant pada material yang akan ditekan.
Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh gaya van derwals :
• Pola ikatan bola – bola
Terjadinya bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield strength (ys) matrik dan filler sehingga serbuk tidak mengalami perunbahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elastik baik pada matrik maupun pada filler sehingga serbuk serbuk tetap berbentuk bola.
• Pola ikatan bola-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan diantara yield strength (ys) dari matrik dan filler. Penekanan ini menyebabkan salah satu material (matrik) terdeformasi plastis dan yang lai (filler) terdeformasi elastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bola-bidang.
• Pola ikatan bidang-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar pada dari yield strength (ys) matrik filler. Penekanan ini menyebabkan kedua material (matrik dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bidang-bidang.
2.7.3 Pemanasan (sintering)
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel (Ika Mayasari, 2012)
• Waktu
• Kecepatan pendinginan • Kecepatan pemanasan • Atmosfer sintering • Jenis material
Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu :
• Penyusutan (shringkage)
Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses sintering akan berbentuk shringkage, yang terjadi karena saat proses sintering berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami degassing (peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking ( mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler). Liquid bridge ini akan menutupi porositas sehingga terjadi eliminasi porositas/berkurangnya jumlah dan ukuran porositas.Penyusutan dominan bila pemadatan belum mencapai kejenuhan.
• Retak (cracking)
Tingkatan sintering
Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan : • Presintering
Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk : 1. Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density)
2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam porositas bahan komposit (degassing)
3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses sintering (shock thermal). Temperatur presintering biasanya dilakukan pada 1/3 Tm (titik leleh)
• Difusi permukaan
Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada permukaan antar partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm). Atom-atom pada permukaan partikel serbuk saling terdifusi antar permukaan sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.
• Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk adalah bahan yang mempunyai kompaktbilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat adanya difusi antar permukaan sampel, sehingga menyebabkan terjadinya leher (liquid bridge) antar partikel dan proses akhir dari pemanasan sintering menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density).
Mekanisme transportasi massa
Mekanisme transportasi massa merupakan jalan dimana terjadi aliran masa sebagai akibat dari adanya gaya pendorong.
Ada 2 mekanisme transport, yaitu : 1. Transport permukaan
a. Terjadi pertumbuhan tanpa merubah jarak antar partikel
a. Dalam proses sintering akan menghasilkan perubahan dimensi. Atom-atom berasal dari dalam partikel akan berpindah menuju daerah leher (liquid bridge)
b. Termasuk difusi volume, difusi batas butir, dan aliran viskos.
c. Kedua mekanisme tersebut akan menyebabkan terjadinya pengurangan daerah permukaan untuk pertumnbuhan leher, perbedaanya hanya terletak pada kerapatan (penyusutan selama sintering).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi mekanisme transport : a. Material yang digunakan
b. Ukuran partikel c. Temperatur sintering Lapisan Oksida
• Terbentuknya lapisan oksida dapat menurunkan kualitas ikatan antar permukaan
• Lapisan oksida akan menghalangi terjadinya kontak yang sempurna antara matriks dan filler
• Dengan adanya lapisan oksida, maka gaya interaksi adhesi-kohesi tidak bisa berjalan dengan baik. Karena terjadinya interaksi adhesi-kohesi salah satunya disebabkan oleh adanya gaya elektrostatis yaitu gaya tarik – menarik antara partikel-partikel yang bermuantan dalam suatu bahan, maka dengan adanya lapisan oksida tersebut maka permukaannya menjadi netral, ini mengakibatkan ikatan antar permukaan menjadi kurang kuat • Lapisan oksida juga menyebabkan ikatan antara matrik dan filler menjadi
lebih sulit karena temperatur yang diperlukan untuk mereduksi oksida tersebut membutuhkan temperatur yang lebih tinggi.
2.8 Karakterisasi Material Magnet
porositas, kekuatan magnet ), dan analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction).
2.8.1 Sifat Fisis A. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)
ρ = �� ...(2.1) Dengan :
ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3)
Dalam pelaksanaannya kadang – kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratr sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa (bulk density) digunakan hukum archimedes yang persamaannya sebagai berikut :
Densitas : ρ = ��
��−������ ...(2.2) Dengan :
Mk = Massa sampel kering (gram) Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
B. Porositas
Porositas : P = �� −��
�� x 100% ... ...(2.3) Dengan :
Mk = Massa sampel kering (gram) Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
2.8.2 XRD ( X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-X untuk menentukan jarak antar atom adalam kristal.
Gambar 2.7 Difraksi Bidang Atom (Smallman,1991)
Gambar 2.7 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ.
Magnet untuk meteran air
Sistem meteran air yang digunakan disetiap rumah tangga di Indonesia menggunakan magnet permanen berbasis ferit untuk sistem sensor elektroniknya.
Gambar 2.8 adalah contoh produk alat meter air dan magnet sebagai komponen sensornya
Gambar 2.8 Alat Meteran Air(Prijo, 2012)
Alat meter air model kincir menggunakan magnet untuk mengukur debit air yang mengalir pada sistem meteran air. Magnet sensor untuk alat meter air memiliki diameter luar sekitar 8 mm dan tebal sekitar 4 mm. Kuat magnetnya antara 600 sampai 950 Gauss (Prijo, 2012)
BAB 3