• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Gravity Thickener sebagai Alat Pemisah Lumpur Keluaran Fermentor pada Pembuatan Biogas dari Fermentasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Skala Pilot.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Gravity Thickener sebagai Alat Pemisah Lumpur Keluaran Fermentor pada Pembuatan Biogas dari Fermentasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Skala Pilot."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) terbesar di dunia, dengan luas areal perkebunan kelapa sawit pada 2010 diperkirakan sebesar 7 juta hektar (Dinas Pertanian, 2010). Besarnya produksi CPO ini juga diikuti dengan besarnya limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Saat ini produksi LCPKS diperkirakan ± 30 juta ton per tahun. LCPKS ini tidak dapat langsung dibuang ke perairan karena memiliki konsentrasi chemical oxygen demand (COD), kandungan lemak, dan total solid (TS) yang tinggi (Ngan, 2000). Saat ini kebanyakan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih mengolah LCPKS menggunakan sistem open lagoon sebelum dibuang ke lingkungan, yang selain memerlukan lahan luas, menimbulkan bau, dan juga melepaskan gas rumah kaca (Igwe dan Onyegbado, 2007).

(2)

Irvan dkk., (2012) telah berhasil melakukan konversi LCPKS menjadi biogas dengan bantuan mikroba anaerob pada suatu reaktor kontinu berpengaduk (continuous stirred tank reactor, CSTR) berkapasitas 2 liter pada suhu 55 oC (termofilik), sistem tertutup, dan pemasukan umpan secara intermitten. Irvan dkk melaporkan bahwa konversi LCPKS menjadi biogas dapat dilakukan pada HRT 6 hari dengan kuantitas dan kualitas biogas serupa dengan proses Novaviro. Pengurangan HRT ini akan mengurangi kapasitas fermentor dan tentunya juga akan mengurangi investasi untuk aplikasinya.

Dalam proses anaerobik, untuk memproduksi biogas diperlukan suatu kondisi yang memungkinkan mikroorganisme pembentuk metana untuk dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Salah satu kondisi yang harus dijaga adalah pH dari sistem pengolahan anaerobik tersebut. Kondisi pH yang dibutuhkan oleh bakteri metanogen adalah pada rentang nilai 6,5 hingga 7,2. Untuk mempertahankan kondisi pH pada rentang yang dibutuhkan oleh mikroorganisme agar dapat hidup, maka alkalinitas perlu dijaga dengan menambahkan NaHCO3 (Appels dkk, 2008). Dengan penambahan NaHCO3 pH yang dihasilkan stabil, produksi biogas meningkat, dan persen dekomposisi volatile solid meningkat (Abdulkarim dkk., 2010). Alkalinitas adalah salah satu parameter yang paling penting dalam proses pengolahan limbah cair karena alkalinitas berfungsi sebagai pengontrol pH (Morel, 1983). Untuk meningkatkan alkalinitas ada beberapa jenis bikarbonat yang biasa digunakan, yaitu:

(3)

kapur. Dari keseluruhan yang disebutkan, diketahui natrium bikarbonat memiliki kelarutan yang tinggi dan kemampuan yang tinggi untuk menetralisasi karbon dioksida sehingga menjadikannya mudah digunakan dan aman bagi lingkungan (Speece, 1996). Disamping itu harganya relatif lebih murah dibandingkan bikarbonat yang lain.

Konversi LCPKS non recycle menjadi biogas telah berhasil dilaksanakan pada skala pilot yakni dengan menggunakan fermentor kapasitas 3.000 liter pada suhu 55oC (termofilik) dan sistem tertutup. Pada HRT 25 hari, gas yang dihasilkan sebesar ± 3 m3/hari atau 25 liter biogas per 1 liter LCPKS yang diumpankan (Irvan dkk., 2011).

Pada skala laboratorium menunjukkan bahwa konversi LCPKS non recycle ternyata masih memiliki kekurangan, kadar TS dan volatile solid (VS) discharge keluaran fermentor masih sangat tinggi berkisar antara 15.000 hingga 25.000 mg/L dan 10.000 hingga 20.000 mg/L. Sehingga Trisakti dkk, (2011) melakukan penelitian tentang konversi LCPKS tetapi dengan sistem recycle. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika konversi LCPKS dilakukan dengan sistem recycle maka kadar TS dan VS keluaran fermentor menjadi lebih rendah yaitu berkisar 15.000 hingga 20.000 mg/L dan 5.000 hingga 15.000 mg/L pada kondisi HRT 6 hari dan sludge retention time (SRT) 21 hari. Hal ini disebabkan discharge atau keluaran fermentor recycle telah mengalami sedimentasi sehingga kandungan padatannya berkurang.

(4)

Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengendapkan zat-zat padat non koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Klasifikasi pengendapan didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi. Pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat seperti LCPKS, antar partikel saling menahan membentuk suatu zona pengendapan (zona settling) dengan kecepatan konstan. Kompresi (pemadatan) massa partikel mengakibatkan konsentrasi sludge makin tinggi. Alat sedimentasi yang digunakan untuk tipe pengendapan ini adalah gravity thickener (Stanley M. Walas dkk., 2005). Percobaan untuk mengetahui performa gravity thickener perlu dilakukan guna mendapatkan desain gravity thickener yang sesuai pada penanganan limbah LCPKS. Penelitian tentang uji performances gravity thickener menunjukkan bahwa pengendapan dengan sistem vertikal, kecepatan pengendapannya lebih cepat (Gladman dkk., 2006). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka konversi LCPKS skala pilot dengan sistem recycle menggunakan gravity thickener sebagai alat sedimentasi dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan desain gravity thickener yang sesuai.

1.2 Perumusan Masalah

Konversi LCPKS skala laboratorium dengan sistem recycle sludge pada kondisi HRT 6 hari dan SRT 21 hari menghasilkan laju dekomposisi VS 84%. Pada skala pilot gravity thickener digunakan sebagai alat sedimentasi, sehingga perlu

(5)

mendapatkan desain gravity thickener yang sesuai sebagai alat sedimentasi untuk diterapkan pada skala pilot sehingga diperoleh laju dekomposisi VS ≥ 80%.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan desain gravity thickener yang sesuai sebagai alat sedimentasi pada proses konversi LCPKS skala pilot dengan sistem recycle sludge sebagai upaya untuk memperoleh laju dekomposisi VS ≥ 80%.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang pengembangan produksi biogas dengan menggunakan metode fermentasi dengan sistem recycle sludge.

2. Memberikan informasi tentang gravity thickener pada proses fermentasi dengan sistem recycle sludge.

1.5 Lingkup Penelitian

Bahan yang digunakan adalah LCPKS yang berasal dari fat pit PKS Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (PTP Nusantara IV). Bahan tambahan adalah NaHCO3 dan larutan logam tapak (trace metals) FeCl2, NiCl.6H2O dan CoCl2.6H2O.

(6)

Percobaan dilaksanakan pada pilot plant Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) LPPM Pusdiklat USU Medan. Recycle sludge dilakukan menggunakan gravity thickener yang terbuat dari carbon steel.

Variabel tetap: Laju alir masuk (Qin) = 616 l/hari Suhu umpan = 70 oC Suhu mixing = 55 oC Suhu fermentor = 55 oC

Variabel bebas: Diameter (mm) = 350 dan 315 Recycle sludge (%) = 25, 35 dan 50

Sludge level (cm) = 130; 150; 170; 190 dan 210

Anulus = Tanpa Anulus dan Dengan Anulus Pengukuran parameter dilakukan di Laboratorium Ekologi FT-USU Kampus USU Medan yang meliputi: kandungan total solid (TS) dan kandungan volatile solid (VS).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi proses deodorisasi dalam pemurnian minyak sawit kaya karoten pada skala pilot plant

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu sistem otomatisasi monitoring pH berbasis mikrokontroler arduino untuk proses konversi LCPKS

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan teknologi proses deasidifikasi minyak sawit merah secara kimia pada skala pilot plant sehingga diperoleh minyak sawit

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan biogas yang dihasilkan oleh pilot plant konversi LCPKS menjadi biogas sebagai bahan bakar enjin premium..