• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Susu Terhadap Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2011 – 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konsumsi Susu Terhadap Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2011 – 2013"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akne Vulgaris

2.1.1. Defenisi Akne Vulgaris

Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel

pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri, menyerang dan mengenai appendages kulit yaitu kelenjar lemak kulit sehingga daerah kulit yang lebih sering terkena adalah bagian kulit yang banyak mengandung kelenjar lemak yaitu muka, leher, dada, bahu, punggung, dan lengan atas bagian atas (Efendi, 2003; Wasitaatmadja, 2011). Gambaran utamanya adalah terdapatnya berbagai tipe lesi pada saat yang sama berupa komedo tertutup „kepala putih‟ dan terbuka „kepala hitam‟, papula, pustula, nodul, kista, dan jaringan parut (Graham-Brown dan Burns, 2005). Kemudian lesi akne vulgaris tersebut dapat berkomplikasi menjadi skar yang permanen (Fulton dan Harper, 2013).

2.1.2. Epidemiologi Akne Vulgaris

(2)

yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi meradang (Wasitaatmadja, 2011).

Rendahnya tingkat kejadian akne vulgaris pada remaja di Jepang, setengah dari remaja di Amerika pada tahun 1964, dapat dikaitkan dengan genetika, tetapi penelitian baru menunjukkan bahwa setelah pergantian makanan tradisional Jepang menjadi makanan cepat saji, yang berasal dari budaya Barat, tingkat kejadian akne vulgaris antara Jepang dan Amerika

kini sama (Treloar, 2012). Tidak ada bukti bahwa perbedaan etnis atau ras mempengaruhi perkembangan akne vulgaris, meskipun kulit hitam memiliki insidens yang lebih tinggi pada akne vulgaris (Collier, Freeman, dan Dellavalle, 2008).

2.1.3. Etiologi Akne Vulgaris

Kausa akne vulgaris sendiri tidak diketahui tetapi banyak faktor yang berpengaruh, antara lain (Ebling FJ, Rook A, 1972; Cunliffe, 1980; Siregar, 2005; Mohan, 2007; Collier, Freeman, dan Dellavalle, 2008; Zouboulis, 2009; Gurriannisha, 2010; Williams, Dellavalle, dan Garner, 2012; Kabau, 2012; Harahap, 2013) :

1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne biasanya terbatas pada wajah, dada dan punggung dan lengan atas, daerah dimana kelenjar sebasea berkembang dengan baik. Keaktifan kelenjar sebasea akan mempengaruhi banyak sedikitnya produksi sebum.

2. Bakteria

Dua spesies bakteri yang utama berpengaruh terhadap akne vulgaris adalah

(3)

dengan membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas yang bersifat komedogenik. Selain itu,

Corynebacterium acnes juga sering ditemukan di lesi akne. Dengan pemeriksaan immunofluorescent, C.acnes ditemukan di folikel semua pasien dengan akne berjenis papular atau pustular.

3. Herediter

Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar

sebasea. Peningkatan sekresi sebum dijumpai pada mereka yang memiliki kromosom yang abnormal, meliputi 46XYY, 46XY + (4p+; 14q-) dan partial trisomi 13. Hal ini berkaitan dengan timbulnya akne nodulokistik. Menurut Pindha (dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, 2004), penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45% remaja yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita akne, dan hanya 8% bila kedua orang tuanya tidak menderita akne.

4. Bangsa/ras

Ras-ras tertentu, seperti kaukasian, memiliki akne vulgaris yang lebih parah dibandingkan ras yang lain. Orang kulit hitam pun lebih banyak terkena dibanding dengan orang kulit putih.

5. Hormon

Hormon androgen memegang peranan penting karena kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon ini dan menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat. Progesteron, dalam jumlah fisiologik, tak mempunyai efek terhadap aktivitas kelenjar lemak.

(4)

6. Diet

Makanan yang banyak mengandung lemak dapat mempermudah timbulnya akne. Beberapa pihak yakin bahwa di beberapa individu, makanan yang mengandung lemak, terutama gorengan, coklat, kacang – kacangan, keju, daging berlemak, susu, dan es krim, dapat memicu eksaserbasi karena lemak di dalam makanan dapat mengubah komposisi

sebum dan menaikkan produksi kelenjar sebasea.

7. Iklim

Akne vulgaris biasanya bertambah hebat pada musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas. Menurut Cunliffe, pada musim panas didapatkan 60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan, dan 20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya akne pada musim panas bukan disebabkan oleh sinar u.v., melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut. Hidrasi pada stratum korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne.

8. Psikis

Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Faktor ini tampak jika seseorang susah tidur dan menghadapi pekerjaan yang memerlukan konsentrasi, maka akne akan kambuh. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi radang yang baru.

9. Kosmetika

(5)

10. Bahan-bahan kimia.

Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan akne (acneiform-eruption), seperti yodida, kortikosteroid, I.N.H, obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, dan vitamin B12.

2.1.4. Patogenesis Akne Vulgaris

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne (Tahir, 2010; McCalmont, 2011; Harahap, 2013; Ray, Trivedi, dan Sharma, 2013; Selak, 2013) :

1. Kenaikan ekskresi sebum

Sebum yang berlebihan merupakan faktor kunci dalam perkembangan akne vulgaris. Produksi sebum dan ekskresinya diatur oleh sejumlah hormon dan mediator yang berbeda, khususnya hormon androgen. Hormon ini dapat meningkatkan produksi sebum dan ekskresinya. Hipotesis menunjukkan bahwa ada respon organ yang berlebih terhadap hormon androgen meskipun sebagian besar pria dan wanita degan akne vulgaris memiliki tingkat sirkulasi hormon androgen yang normal. Hormon androgen bukanlah satu-satunya regulator kelenjar sebasea. Banyak agen lain, termasuk hormon pertumbuhan dan insulin like growth factor juga mengatur kelenjar sebasea dan dapat berkontribusi dalam perkembangan akne vulgaris.

2. Adanya keratinisasi folikel

Obstruksi saluran pilosebasea mendahului perkembangan lesi akne vulgaris yang dihasilkan oleh akumulasi sel-sel keratin yang melekat dalam

(6)

lemak pada kelenjar sebasea menghasilkan proliferasi yang berlebih pada korneosit. Pembentukan komedo disebabkan kekurangan lokal dari asam linoleat dalam saluran pilosebasea. Asam linoleat dimasukkan melalui plasma ke dalam sel kelenjar sebasea, di mana ia diencerkan karena volume sebum yang besar dan korneosit secara efektif bermandikan asam linoleat dengan tingkat yang tidak cukup rendah.

Karena lumen folikel menjadi terhalang oleh sel sel folikel yang telah terdeskuamasi, sebum terjebak dibelakang plak hiperkeratotik tersebut,

dan menyebabkan folikel berdilatasi. Struktur folikel normal hilang dan menjadi komedo (komedo terbuka = blackhead dan komedo tertutup = whitehead). Secara mikroskopis, lesi kelenjar sebasea yang berdilatasi ini mengandung campuran folikel yang telah berkeratinisasi, sebum, dan bakteri.

Gambar 2.1. Gambaran folikel sebasea

(1) folikel sebasea yang normal (2) lesi inflamasi akne vulgaris disertai ruptur dari dinding folikel dan inflamasi sekunder

(Williams, Dellavalle, dan Garner, 2012)

3. Bakteri

Akne vulgaris mempengaruhi >85% remaja dan >10% orang dewasa dan dewasa ini didefinisikan sebagai penyakit kronis yang kompleks yang berhubungan dengan Propionibacterium acnes.

(7)

Peran P.acnes dalam patogenesis akne vulgaris :

a. Sekresi sebum dan pori-pori yang tersumbat membatasi akses oksigen

b. Kadar lemak yang tinggi dan konsentrasi oksigen yang rendah menciptakan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan P.acnes c. P.acnes yang berada pada permukaan kulit suka dengan

kandungannya yang kaya akan lemak, lingkungan yang optimal di dalam folikel rambut. Di sini, bakteri ini berkembang biak dengan

cepat dan merangsang respon inflamasi lokal. Jika sistem kekebalan tubuh tidak mampu membunuh dan mengeluarkan bakteri, reaksi inflamasi tetap mengarah pada pembentukan kista dan pustula, dan akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan parut.

4. Peradangan (Inflamasi)

(8)

Seluruh patogenesis akne tersebut dapat digambarkan secara singkat seperti Gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2. Etiopatogenesis Akne (Wasitaatmadja, 2011)

2.1.5. Gambaran Klinis Akne Vulgaris

Tempat predileksi akne vulgaris adalah pada bagian tubuh yang memiliki kelenjar sebasea yang terbesar dan terbanyak, yaitu pada wajah,

(9)

mengandung sumbatan sebum. Bila berwarna hitam akibat mengandung unsure melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo,

open comedo). Bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagi komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, closed comedo) (Wasitaatmadja, 2011).

Tabel 2.1. Bentuk lesi akne (Graham-Brown dan Burns, 2005; Mohan, 2007; Lubis, 2008; Purnamasari, Indarastiti, dan Ratnaningrum, 2012)

Bentuk Lesi Gambaran Klinis

Komedo terbuka

(Open comedones /

black heads)

Lesi berwarna hitam, berdiameter 0.1 – 0.3 mm, dan biasanya berkembang dalam beberapa minggu. Puncaknya berwarna hitam disebabkan permukaan lemaknya mengalami oksidasi dan akibat pengaruh melamin.

Papula Papula dikenal sebagai bintik-bintik kecil berwarna merah dan gatal. Papula cepat sekali timbul, sering hanya dalam beberapa jam, dan kemudian biasanya berkembang menjadi pustula.

Pustula Papul dengan puncak berupa pus. Letak pustula bisa dalam atau superfisial. Pustula lebih jarang dijumpai dibandingkan papula dan pustula yang dalam sering dijumpai pada akne vulgaris yang parah.

(10)

Kista Kista merupakan lesi yang sering sangat mengganggu dan dapat bertahan jauh lebih lama dibandingkan dengan kebanyakan kelainan kulit superfisial yang lain. Beberapa lesi menjadi kronis, dengan akibat bisa terbentuk kista yang permanen. Jika timbul dalam jumlah yang sangat banyak dapat disebut dengan istilah „akne konglobata‟.

Parut Jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang. Sering disebut dengan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang besar. Beberapa bentuk jaringan parut :

 Ice-pick scar merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk ireguler terutama pada wajah  Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin

kuning disekita folikel

 Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat di dada, punggung, garis rahang (jaw

line) dan telinga, lebih sering ditemukan pada orang berkulit gelap.

2.1.6. Derajat Keparahan Akne Vulgaris

Selama ini tidak terdapat standar internasional untuk pengelompokan dan sistem grading acne. Hal ini tidak jarang menimbulkan kesulitan dalam

pengelompokan akne. Saat ini, terdapat lebih dari 20 metode berbeda yang digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan akne (Sutanto,

(11)

Sistem penilaian yang paling awal diketahui yaitu sistem yang diterbitkan oleh Pillsburry, Shelley dan Kligman pada tahun 1956. Grading tersebut meliputi:

 Grade 1 : Komedo dan kista dalam jumlah sedikit terbatas pada wajah

 Grade 2 : Komedo, kista, dan pustula dalam jumlah sedikit terbatas pada wajah

 Grade 3 : Komedo dalam jumlah banyak, papul dan pustula yang berukuran kecil dan besar, lebih luas, tetapi terbatas pada wajah  Grade 4 : Komedo dalam jumlah banyak dan lesi yang mendalam

cenderung menyatu dan melibatkan wajah dan punggung bagian atas

Beberapa sistem untuk menentukan gradasi akne vulgaris terus dilanjutkan hingga gradasi yang terakhir ditentukan oleh Hayashi et al. pada tahun 2008. Mereka menghitung jumlah lesi akne vulgaris dan mengklasifikasikannya dalam empat kelompok, yaitu (Adityan, Kumari, dan Thappa, 2009):

 0-5 : Ringan  6-20 : Sedang  21-50 : Berat

 Lebih dari 50 : Sangat berat

Di Indonesia sendiri, Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut (Wasitaatmadja, 2011):

a. Ringan, bila :

- Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

(12)

b. Sedang, bila :

- Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

- Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi - Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

- Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi c. Berat, bila :

- Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi - Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi

Catatan :

- sedikit < 5, beberapa 5 – 10, banyak >10 lesi

- tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul

- beradang : pustula, nodul, kista.

2.1.7. Diagnosis Akne Vulgaris

Walaupun satu macam lesi lebih dominan daripada lesi yang lain, umumnya diagnosis akne vulgaris didasarkan pada campuran lesi berbentuk komedo, papula, nodul pada muka, punggung, dan dada (Harahap, 2013). Pemeriksaan ekskohleasi sebum juga dapat dilakukan, yaitu dengan pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam (Wasitaatmadja, 2011). Pemeriksaan penunjang/laboratorium lain yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan analisis komposisi asam lemak di kulit dan pemeriksaan terhadap mikroorganisme Propionibacterium acnes,

(13)

2.1.8. Diagnosa Banding Akne Vulgaris

Menurut Siregar (2005), Wasitaatmadja (2011) dan Harahap (2013), diagnosa banding akne vulgaris sebagai berikut :

1. Erupsi akneiformis, erupsi yang menyerupai akne, disebabkan oleh induksi obat, misalnya kortikosteroid, INH, barbiturat, bromida, yodida, difenil hidantoin, trimetadion, ACTH, vitamin (B1, B6, B12), dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir

seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia.

2. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.

3. Rosasea (dulu: akne rosasea), merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustula, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne.

4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papula, pustula, di sekitar mulut yang terasa gatal.

5. Folikulitis yang biasanya nyeri, tidak ada komedo tetapi terlihat pustula miliar.

2.1.9. Penatalaksanaan Akne Vulgaris

(14)

inflamasi yang ada, dan menekan jumlah P.acnes (Ayer dan Burrows, 2006). Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obat topikal, obat sistemik, bedah kulit atau kombinasi cara-cara tersebut (Wasitaatmadja, 2011).

1. Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi, tediri atas:

 Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (sulfur, benzoil peroksida, retinoid, dll)

 Antibiotika topikal untuk mengurangi jumlah mikroba dalam folikel (oksitetrasiklin, eritomisin, klindamisin fosfat)

 Antiperadangan topikal, salap atau krim kortikosteroid ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%)

 Lainnya misalnya etil laktat yang dapat menghambat pertumbuhan jasad renik.

2. Pengobatan sistemik untuk menekan aktivitas jasad renik, mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal, terdiri atas:

 Antibakteri sistemik (tetrasiklin, azitromisin, klindamisin, dll)  Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara

kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea, misalnya estrogen atau antiandrogen siproteron asetat. Kortikosteroid sistemik diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal, misalnya prednison atau deksametason

(15)

3. Bedah kulit diperlukan untuk memperbaiki jaringan parut. Tindakan dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh. Jenis-jenis bedah kulit adalah bedah skalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, dermabrasi.

4. Terapi terbaru dengan spironolakton untuk menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap akne apabila

akne disertai gejala sebore dan hipertrikosis.

5. Terapi sinar

 Terapi Sinar Biru (Blue Light Therapy): membasmi P.acnes dengan cara merusak porfirin dalam sel bakteri.

 Photodynamic Therapy (PDT)

2.2. Susu

2.2.1. Defenisi Susu

Susu adalah cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu pada mamalia betina dan diolah menjadi berbagai produk, seperti mentega, yoghurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk, serta lain-lainnya guna dikonsumsi oleh manusia, dan dinilai oleh banyak pakar nutrisi sebagai salah satu jenis makanan yang mengandung semua komponen gizi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. (Oski, 2013; Putra, 2013).

2.2.2. Komposisi Susu

(16)

1. Air (water)

Komponen terbanyak susu adalah air, jumlahnya mencapai 64,89%.

2. Lemak susu (milk fat)

Lemak merupakan komponen susu yang penting. Lemak dapat memberikan energi lebih besar daripada protein maupun karbohidrat

karena lemak mempunyai nilai gizi yang tinggi.

3. Bahan kering tanpa lemak (solids nonfat) yang terbagi atas:  Protein

Protein susu terdiri atas kasein, laktaalbumin (protein albumin) dan laktaglobulin (jenis protein susu yang larut dalam alkohol). Protein susu yang jumlahnya terbanyak adalah kasein. Kasein merupakan jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk kalsium kasenat.

 Laktosa

Dalam susu, hidrat arang paling banyak terdapat dalam bentuk disakarida, yaitu laktosa.

 Mineral

Susu mengandung berbagai macam mineral, seperti garam kalsium, kalium, dan fosfat

 Asam (sitrat, format, asetat, laktat, dan oksalat)  Enzim (peroksidase, katalase, pospatase, dan lipase)

Enzim merupakan katalisator biologik yang dapat mempercepat reaksi kimiawi.

 Gas (oksigen dan nitrogen)

 Vitamin (vitamin A, C, D, tiamin, dan riboflavin)

(17)

2.2.3. Manfaat Susu

Selain mengandung kalsium dan protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia, susu sapi mengandung banyak manfaat lain. Susu yang banyak digemari oleh anak-anak ini juga disebut “darah putih bagi tubuh” karena mengandung banyak vitamin serta berbagai asam amino yang baik bagi kesehatan. Dalam segelas susu terdapat manfaat yang begitu besar, antara lain (Putra, 2013):

1. Potasium, yang menggerakkan dinding pembuluh darah agar tetap stabil, sehingga terhindar dari penyakit darah tinggi dan jantung

2. Zat besi, yang berfungsi mempertahankan kulit agar tetap bersinar

3. Tirosin, mendorong hormone kegembiraan dan membuat tidur lebih nyenyak

4. Kalsium, menguatkan tulang

5. Magnesium, menguatkan jantung dan sistem saraf, sehingga tidak mudah lelah

6. Yodium, meningkatkan kerja otak besar 7. Seng, menyembuhkan luka dengan cepat

8. Vitamin B2, meningkatkan ketajaman penglihatan

2.2.4. Jenis-Jenis Susu

Beberapa jenis susu adalah sebagai berikut (Rizki, 2012; Simangunsong, 2012; Tambunan, 2012):

 Susu segar

(18)

 Susu asam

Susu asam adalah susu segar yang diasamkan dengan menggunakan bakteri Laktobacillus spp. Ada pendapat bahwa kondisi asam ini menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk didalam rongga usus sehingga produk pembusukan yang lebih merugikan konsumen (terutama bayi) dapat dihindarkan atau setidaknya dihambat. Untuk orang dewasa susu asam ini terdapat dalam bentuk yoghurt.

 Susu skim

Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu tersebut diambil untuk dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi lebih rendah karena diambil lemaknya hingga kandungan lemaknya kurang dari 1%. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai suplemen protein,

yang masih tetap berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya meningkat dengan pengurangan lemak tersebut. Kerugian lain dari susu skim adalah

kurangnya vitamin-vitamin yang larut lemak, terutama vitamin A dan D.

 Susu bubuk

Susu bubuk dibuat dengan mengeringkan susu sehingga komponen terpadat dari susu tersebut tertinggal. Komponen padat ini merupakan sekitar 14% dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada beberapa zat gizi komponennya, diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota B kompleks. Karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak atau berkurang itu.

 Susu kental manis (full cream)

(19)

atau air hangat. Susu kental manis mengandung 4% lemak dan umumnya banyak mengandung vitamin A dan vitamin D, dan juga lebih tahan bila dibuka kalengnya karena mengandung gula dengan kadar yang tinggi. Namun demikian jangan dibiarkan terlalu lama karena dapat juga terjadi pembusukkan.

 Susu kaleng tanpa perubahan atau penambahan zat lain (Susu pasteurisasi) Susu ini sama dengan susu segar komposisinya, hanya mengalami proses penstrelilan (pasteurisasi) sebelum dikemas. Proses pasteurisasi termasuk proses pemanasan setiap komponen (partikel) dalam susu pada suhu 62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu 72oC selama 15 detik, yang segera diikuti dengan proses pendinginan.

Tujuan Pasteurisasi:

a. Untuk membunuh bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit.

b. Untuk mempertinggi atau memperpanjang daya simpan bahan. c. Dapat memberikan atau menimbulkan cita rasa yang lebih menarik

konsumen.

d. Pada pasteurisasi susu, proses ini dapat menginaktifkan fosfatase dan katalase, yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak.

 Susu Kedelai

(20)

 Susu evaporasi

Susu evaporasi adalah susu yang telah diuapkan sebagian airnya sehingga menjadi kental. Mirip dengan susu kental manis, tetap susu jenis ini rasanya tawar.

 Low fat

Susu rendah lemak, karena kandungan lemaknya hanya setengah dari susu

full cream.

 Flavoured

Susu flavoured sebenarnya adalah susu full cream yang ditambahkan rasa tertentu sebagai variasi. Misalnya susu coklat, strawberry, pisang dan rasa lainnya. Umumnya memiliki kandungan gula yang lebih banyak karena penambahan rasa.

 Calcium enriched

Susu ini adalah susu yang ditambah dengan kandungan kalsium dan kandungan lemaknya telah dikurangi.

 UHT

UHT merupakan singkatan dari Ultra High Temperature-Treated. Susu jenis ini adalah susu yang dipanaskan dalam suhu tinggi (140˚C) selam 2 detik, kemudian dimasukkan dalam karton kedap udara. Susu ini dapat disimpan dalam waktu lama.

 CLA

(21)

2.3. Hubungan Susu Terhadap Timbulnya Akne Vulgaris

Apakah akne vulgaris berhubungan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar susu? Hal ini merupakan hal yang tidak baru lagi. Makalah-makalah dari Harvard School of Public Health menyatakan ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi susu dengan akne vulgaris. Karena minum susu dan mengkonsumsi produk olahan susu dari sapi hamil memaparkan kita pada hormon-hormon yang diproduksi pada saat kehamilan sapi, hormon

yang seharusnya tidak kita konsumsi pada remaja dan dewasa kita (Danby, 2005). Sebuah penelitian di Amerika mengatakan bahwa kebanyakan susu dan produk-produk berbahan dasar susu yang dipasarkan di negara tersebut berasal dari sapi yang sedang hamil (Pappas, 2009).

Salah satu hormon yang terkandung dalam susu pada sapi yang sedang hamil adalah hormon progesteron. Sebagaimana ditunjukkan oleh Dr. Jerome Fisher, “Sekitar 80 persen sapi yang menghasilkan susu sedang mengandung dan mengeluarkan hormon terus-menerus”. Progesteron akan pecah menjadi androgen, yang merupakan faktor penyebab timbulnya akne vulgaris. Dr. Fisher mengamati bahwa pasien remajanya yang menderita akne vulgaris minum susu lebih banyak daripada populasi pada umumnya. Hal yang lebih penting lagi, akne vulgaris berkurang setelah berhenti minum susu (Oski, 2013).

Hormon lain dari susu yang berpengaruh dalam komedogenesis adalah estrogen, prekursor androgen, seperti androstenedion dan dehidroepiandrostenedion-sulfat, dan -reduced steroid, seperti 5α -androstenedion, 5α-pregnanedion, dan dihidrotestosteron. Selain hormon-hormon tersebut, susu juga memiliki molekul-molekul bioaktif yang mempengaruhi

kelenjar pilosebasea seperti glukokortikoid, IGF-1, transforming growth factor-ß (TGF-ß), peptida-peptida mirip neutral thyrotropin-releasing hormone, dan

(22)

juga mengatakan bahwa susu dan makanan dengan indeks glikemik yang tinggi berpengaruh dalam eksaserbasi akne vulgaris dengan meningkatkan konsentrasi 5α-dihidrotestosteron (Bergler-Czop dan Brzezińska-Wcisto, 2013).

Sebuah penelitian dilakukan untuk menganalisa kandungan makanan orang-orang yang berasal dari negar barat. Pada penelitian ini dikatakan makanan masyarakat tersebut ditandai dengan penyerapan kalori tinggi, beban glikemik tinggi, konsumsi lemak dan daging yang tinggi, serta peningkatan konsumsi

(23)

Gambar

Gambar  2.1. Gambaran folikel sebasea
Gambar 2.2. Etiopatogenesis Akne
Gambar 2.3 Sinyal mTORC1 pada akne vulgaris.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan peneliti yaitu deskriptif kualitatif karena penelitian ini menganalisis dan mengidentifikasi perilaku gaya hidup JoMO yang dilakukan

Tidak ada kendala yang berarti artinya yang terkumpul di baznas tulungagung itu memang mayoritas dari pns terus kalau dari masyarakat sekitar itu menggunakan UPZ

Harap penyetoran dilakukan pada Bank Pembangunan Daerah Provinsi DIY Cabang Bantul atau Bendahara Penerimaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

(5) Apabila pembayaran oleh Wajib Pajak atau kuasanya dilakukan ke Bendahara Penerima Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam jangka waktu 1 x 24

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

3. Melalui kegiatan berdiskusi, siswa mampu membuat peta pikiran mengenai manfaat air bagi manusia, hewan, dan tanaman dengan benar... D. teks tentang peristiwa kedatangan bangsa

Kemudian secara keseluruhan, kisaran parameter kualitas perairan masih dalam batasan toleransi bagi kehidupan mangrove di antara kedua kawasan, dimana pada Stasiun 1