• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengobatan Tradisional 1.1 Defenisi - Gambaran Karakteristik Keluarga Pasien Fraktur yang Memilih Pengobatan Tradisional Dukun Patah Sepadan Tarigan di T.Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengobatan Tradisional 1.1 Defenisi - Gambaran Karakteristik Keluarga Pasien Fraktur yang Memilih Pengobatan Tradisional Dukun Patah Sepadan Tarigan di T.Morawa"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengobatan Tradisional

1.1 Defenisi

Pengobatan Tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari

ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan

maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. Dalam 30 tahun

terakhir pelbagai istilah telah digunakan untuk cara-cara pengobatan yang

berkembang di masyarakat. WHO menyebutnya traditional medicine, sedangkan ilmuan yang lainnya menyebut “folk medicine”, “alternatif medicine,”

ethnomedicine,” dan indigenous medicine (Ratna, 2010)

Badan kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pengobatan tradisional adalah

ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan pengalaman

praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak dalam

melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik,

mental ataupun sosial. Pedoman utama adalah pengalaman praktek, yaitu hasil

pengamatan yang diteruskan dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun

tulisan (Ratna, 2010).

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan

(2)

dan/atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu

pada pengalaman, ketrampilan turun temurun atau pendidikan/pelatihan dan

diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Menkes RI,

2003).

Sesuai dengan keputusan seminar pelayanan pengobatan altematif

Departemen Kesehatan RI (1978), terdapat dua defenisi untuk pengobatan

tradisional Indonesia (PETRIN), yaitu: a) llmu dan seni pengobatan yang

dilakukan oleh pengobatan tradisional Indonesia dengan cara yang tidak

bertentangan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai upaya

penyembuhan, pencegahan penyakit, pemulihan dan peningkatan kesehatan jasmani, rohani dan sosial masyarakat. b) Usaha yang dilakukan untuk mencapai

kesembuhan, pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat yang

berlandaskan cara berpikir, kaidah-kaidah atau ilmu diluar pengobatan ilmu kedokteran modern, diwariskan secara turun temurun atau diperoleh secara

pribadi dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim dipergunakan dalam

ilmu kedokteran, yang antara lain meliputi akupuntur, dukun/ahli kebatinan,

sinshe, tabib, jamu, pijat dan lain lain (Ratna, 2010).

1.2 Jenis Pengobatan Tradisional di Indonesia

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Pasal 3, pengobat tradisional diklasifikasikan dalam

(3)

a. Pengobat tradisional mempunyai keterampilan yang terdiri dari : Pijat urut,

patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunturis dan

chiroprator.

b. Pengobat tradisional ramuan yaitu pengobat tradisional dengan ramuan

indonesia : jamu, gurah, tabib shinse, homeopathy dan aromatherapist.

c. Pengobat tradisional dengan pendekatan agama : Agama Islam, Kristen,

Katolik dan Budha.

d. Pengobatan tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional : tenaga

dalam (Prana), paranormal, reiky master, qigong dan dukun kebatinan. 1.3 Tujuan Pengobatan

Menurut Zulkifli (2004) ada dua yang menjadi tujuan pengobatan tradisional

yaitu:

a. Tujuan Umum

Yaitu meningkatnya pendayagunaan pengobatan tradisional baik secara

tersendiri atau terpadu pada sistem pelayanan kesehatan paripurna, dalam rangka

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Dengan demikian pengobatan tradisional adalah merupakan salah satu

alternatif yang relatif lebih disenangi masyarakat. Oleh karenanya kalangan

kesehatan berupaya mengenal dan jika dapat mengikut sertakan pengobatan

tradisional tersebut.

b. Tujuan Khusus

(4)

1. Meningkatnya mutu pelayanan pengobatan tradisional, sehingga masyarakat

terhindar dari dampak negatif karena pengobatan tradisional.

2. Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan

dengan upaya pengobatan tradisional.

3. Terbinanya berbagai tenaga pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan.

4. Terintegrasinya upaya pengobatan tradisional dalam program pelayanan

kesehatan paripurna, mulai dari tingkat rumah tangga, puskesmas sampai pada

tingkat rujukannya (Zulkifli, 2004).

1.4 Standarisasi Pengobatan Tradisional

Untuk dapat dimanfaatkannya pengobatan tradisional dalam pelayanan

kesehatan, banyak yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya yang dinilai

mempunyai peranan yang sangat penting adalah upaya standarisasi. Diharapkan,

dengan adanya standarisasi ini bukan saja mutu pengobatan tradisional akan dapat

ditingkatkan, tapi yang penting lagi munculnya berbagai efek samping yang

secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan, akan dapat dihindari (Zulkifli,

2004).

Pengertian standarisasi adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian

tertinggi dan sempurna, yang dipakai sebagai batas penerimaan minimal ( Clinical

Practice Guideline, 1990 ). Standar menunjukkan pada tingkat ideal tercapai,

tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan (toleransi) (Zulkifli, 2004).

Syarat suatu standar yang baik adalah (1) bersifat jelas artinya dapat

diukur dengan baik, termasuk ukuran terhadap penyimpangan- penyimpangan

(5)

saja akan sulit dimanfaatkan tetapi juga akan menimbulkan frustasi para

profesional, (3) mudah dimengerti, suatu standar yang tidak mudah dimengerti

juga akan menyulitkan tenaga pelaksana sehingga sulit terpenuhi, (4) dapat

dipercaya, (5) absah artinya ada hubungan yang kuat dan dapat didefenisikan

antara standar dengan sesuatu (misalnya mutu pelayanan) yang diwakilinya, (6)

meyakinkan, artinya mewakili persyaratan yang ditetapkan. Apabila terlalu rendah

akan menyebabkan persyaratan menjadi tidak berarti, (7) mantap, spesifik,

eksplisit artinya tidak terpengaruh oleh waktu, bersifat khas dan terbuka (zulkifli,

2004).

Standarisasi diharapkan mampu mengatasi berbagai efek samping yang

secara medis tidak dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu dalam Undang –

undang Kesehatan RI no 23 Tahun 1992 pasal 47 menyatakan perlu adanya

pembinaan, pengawasan dan pengembangan terhadap pengobatan alternatif

sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

KepMenkes No.1076/Menkes/SK/VII/2003 pasal empat disebutkan bahwa

semua pengobat tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat Terdaftar Pengobat

Tradisional (STPP). Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi

persyaratan, pengkajian, penelitian, dan pengujian serta terbukti aman dan

bermanfaat bagi kesehatan dapat diberikan SPTT oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat. Hal ini dimasukkan agar Dinas Kesehatan dapat

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengobatan tradisional tersebut.

(6)

memberi pembekalan terhadap kebersihan bahan-bahan yang dijadikan obat dan

sehat dikonsumsi.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1076/Menkes/SK/VII/2003 telah mengatur dalam penyelenggaraan

pengobatan tradisional mempunyai prinsip sebagai berikut : (1) tidak

membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia, (2) aman dan

bermanfaat bagi kesehatan, (3) tidak bertentangan dengan upaya peningkatan

derajat kesehatan masyarakat, (4) tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang

hidup dalam masyarakat (Menkes RI, 2003).

1.5 Pengobatan patah tulang

Pengobat patah tulang adalah pengobat tradisional yang cara

pengobatannya dengan cara mengurut untuk mereposisi tulang atau otot yang

mengalami patah atau terkilir, memfiksasi, reposisi dengan bidai atau kayu yang

dikenal dengan antai (rantai) dan memberi kompres dengan ramuan daun-daun

atau akar-akaran (Subandi, 1998).

Menurut Saleh (1998) penanggulangan dan pengobatan patah tulang

secara tradisional ada beberapa prinsip yang sama dengan pengobatan mutakhir

yang dapat diterima secara logika antara lain :

1. Prinsip penarikan traksi bagian tubuh yang patah untuk mengembalikan

posisi tulang seperti semula

2. Pemberian bidai dari anyaman kelapa, anyaman alang-alang, baluran daun

(7)

posisi semula. Di sini ada beberapa kekurangan dalam fiksasi secara

tradisional karena mempergunakan bahan yang lunak dan fiksasinya tidak

melewati dua atau tiga persendian sehingga tulang yang patah dapat bergerak

dari posisi yang diharapkan.

3. Adanya kompres dengan daun-daun segar yang diharapkan dapat

memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi pembengkakan.

4. Adanya pemijatan/urut-urut yang dilakukan dalam penanggulangan patah

tulang disertai dengan olesan berupa minyak-minyak kelapa yang mungkin

bertujuan sebagai fisioterapi disertai minyak yang menghangatkan bagian

tubuh yang patah sehingga memperlancar aliran darah, akhirnya

mempercepat penyembuhan.

1.6 Peminat Pengobatan Tradisional

Peminat pengobatan tradisional dipengaruhi oleh beberapa faktor :

(Zulkifli, 2005)

1. Faktor Sosial

Alasan masyarakat memilih pengobatan alternatif adalah selama mengalami

pengobatan alternatif keluarganya dapat menjenguk dan menunggui setiap saat.

Hal tersebut sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu

ingin berinteraksi langsung dengan keluarganya atau kerabatnya dalam keadaan

sakit. Selama perawatan yang dialaminya mereka dapat berkomunikasi dengan

akrab dengan keluarganya. Namun ada juga informasi yang mengemukakan

bahwa masyarakat lebih senang dirawat atau diobati di rumah sakit daripada

(8)

pengobatan alternatif bukan atas kemauan sendiri tetapi atas desakan biaya

pengobatan. Biasanya mereka belum pernah ke rumah sakit sehingga tidak bisa

dibandingkan pengobatan alternatif dengan pengobatan di rumah sakit. Disini

tampak adanya faktor pasrah akibat dari keterbatasan pengalaman-pengalaman

dalam interaksi sosial.

2. Faktor Budaya

Salah satu alasan mengapa para penderita memilih tempat pengobatan alternatif

karena pengobatan di tempat ini memiliki seorang ahli yang mempunyai kekuatan

supranatural yang mampu mempercepat kesembuhan penyakit. Disamping itu hal

ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Foster dan Anderson bahwa sistem

medis adalah bagian integral dari kebudayaan. Salah satu faktor lain yang

menyebabkan pengobatan alternatif ini masih diminati masyarakat adalah kategori

penyembuhan yaitu siapa yang berhak atau yang tepat dalam menyembuhkan,

misalnya untuk penyakit C hanya D yang berhak, penyakit A hanya B yang tepat

menyembuhkan. Dalam persepsi masyarakat juga menganggap penyakit yang

tidak parah tidak perlu dibawa ke rumah sakit, karena penyakit yang diderita

dianggap tidak mengancam jiwanya, tidak menggangu nafsu makan serta masih

mampu melakukan kegiatan sehari-hari walaupun agak terganggu.

3. Kemudahan

Pasien dapat segera ditangani tanpa harus menunggu hasil rontgen dan hasil

laboratorium lainnya

(9)

Masyarakat memilih pengobatan alternatif karena biayanya lebih murah dari pada

rumah sakit, cara pembayarannya juga tidak memberatkan karena pasien tidak

ditarik uang muka. Selain itu bagi yang tidak mampu membayar sekaligus dapat

dicicil setelah pulang. Jika ditinjau dari klasifikasi pasien yang datang ke tempat

pengobatan alternatif ini sebagian besar pekerjaannya adalah buruh kasar, sopir,

tukang parkir, sehingga wajar faktor ekonomi mentukan dalam hal memilih

tempat pengobatan.

1.2 Klasifikasi

Klasifikasi patah tulang menurut bentuk patah tulang adalah

1. Fraktur complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen,

2. Fraktur incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan,

3. Simple atau closed fraktura, tulang patah, kulit utuh.

4. Fraktur komplikata, tulang yang menusuk kulit, tulang terlihat,

5. Fraktur tanpa perubahan posisi yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang

normal,

6. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari

tempat yang patah,

7. Communited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen dan

8. Impacted fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang

(10)

Klasifikasi menurut garis patah tulang ada

1. Greenstick, fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya

membengkok,

2. Transverse, fraktur sepanjang garis tengah

3. Obligue, garis patah miring,

4. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang ( Brunner & suddarth, 2002).

1.3 Manifestasi klinis

Adapun Manifestasi klinis fraktur adalah

1. Nyeri yang terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah ( gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti

normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan

deformitas ( terlihat maupun teraba ) ekstremitas yang hanya diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ektremitas tak dapat berfungsi

dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

(11)

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. fragmen sering

saling melingkupi satu sama lain 2,5 sampai 5 cm.

4. Saat ektremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.

5. Pembekakan atau perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.Tanda ini bisa baru terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cedera ( Brunner & suddarth, 2002 ).

1.4 Prinsip penanganan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian

fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

1) Reduksi Fraktur. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Adapun untuk mereduksi fraktur dapat

dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka yang dipilih

bergantung sifat fraktur dan dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah

jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan

perdarahan.

a) Reduksi tertutup,

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan

(12)

traksi manual. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara

gips, bidai, atau alat lain dipasang oleh dokter.

b) Traksi.

Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan immobilisasi.

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Ketika tulang

sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat,

dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan immobilisasi.

a) Reduksi terbuka.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah,

fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup,

plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen

tulang dalam posisinya sampai penyembuhan yang solid terjadi. Alat ini dapat

diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung ke

rongga sumsum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat

bagi fragmen tulang.

2) Imobilisasi Fraktur. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi atau kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.

Mempertahankan dan mengembalikan Fungsi. Latihan isometrik dan setting otot

diusahakan untuk meminimalkan atropi disuse dan meningkatkan peredaran

darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk

(13)

Adapun Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur adalah

Immobilisasi fragmen tulang, Kontak fragmen tulang maksimal, asupan darah

yang memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat badan untuk tulang

panjang, hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vit D, steroid anabolik

dan Potensial listrik pada patahan tulang panjang. Sedangkan Faktor yang

menghambat penyembuhan tulang adalah Trauma lokal ekstensif, kehilangan

tulang, immobilisasi tak memadai, infeksi, keganasan lokal, penyakit tulang

metabolik, radiasi tulang (nekrosis radiasi), nekrosis avaskuler, usia ( lansia

sembuh lebih lama) dan kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

(Brunner & suddarth, 2002 ).

1.5 Proses Penyembuhan Tulang

Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan

terjadi pada setiap patah tulang. Adapun proses yang terjadi adalah

a. Cedera Apabila tulang pasien patah maka cedera jaringan lunak akan mengelilinginya dan merobek periosteum sekurang-kurangnya satu fragmen.

Hal ini mengakibatkan gangguan suplai darah pada tulang yang berdekatan

dengan fraktur dan mengakibatkan iskemik.

b. Pembentukan kalus selama beberapa minggu periosteum dan endosteum menghasilkan kalus lunak yang penuh dengan sel kumparan yang aktif.

Pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan kalus pada fraktur

tulang panjang. Kurangnya pergerakan komplit dapat menekan

(14)

secara lambat diubah menjadi anyaman tulang longgar terbuka yang membuat

ujung tulang menjadi melekat.

c. Penyatuan Tulang. Makin lama anyaman tulang yang mengelilingi fraktur menjadi lebih keras, dan terfiksasi dengan kuat pada fragmen sehingga dapat

bergerak sebagai satu kesatuan. Ini adalah penyatuan klinis dan merupakan

hal yang sangat penting dalam penyembuhan tulang yang patah. Biasanya

keadaan ini terjadi pada 4-8 minggu setelah cedera, tetapi pada tibia

memerlukan waktu lebih lama. Apabila fraktur pasien telah menyatu secara

klinis, pembidaian dapat dikurangi tetapi harus melindunginya dari stres

secara kontinu, terutama stres yang dapat menyebabkan patah.

d. Konsolidasi dan remodeling. Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh kalus, sedangkan tulang mati pada ujung dari masing-masing fragmen

dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya mendapat lebih banyak kalus dan

akhirnya menjadi tulang padat. Semakin sering pasien menggunakan anggota

geraknya, semakin kuat tulang baru ini. Konsolidasi memerlukan waktu yang

sama dengan penyatuan secara klinis, karena itu jika penyatuan memerlukan

waktu delapan minggu, konsolidasi memerlukan waktu 16 minggu. Jangan

membiarkannya melakukan latihan keras hingga konsolidasi telah sempurna (

King & Bewes, 2001) .

1.6 Komplikasi

Menurut Brunner & suddarth (2002), ada 2 jenis komplikasi yang terjadi

(15)

Awal terjadi setelah fraktur adalah syok, yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, Emboli lemak yang terjadi dalam 48 jam atau lebih dan

sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen

jika tidak ditangani segera. a) Syok. Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tak kelihatan) dan

kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. Karena tulang merupakan

organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah yang sangat

besar sebagai akibat dari trauma. Khususnya pada fraktur femur dan pelvis. b)

Sindrom emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur , globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau

karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi

asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.

Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang

kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak,paru,ginjal,dan

organ lain. c) Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan

untuk kehidupan jaringan.ini bisa disebabkan karena 1) penurunan ukuran

kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau

balutan yang terlalu menjerat, atau 2) peningkatan isi kompartemen otot karena

edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah. d) Komplikasi awal lainnya berupa tromboemboli, infeksi dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID) merupakan kemungkinan komplikasi akibat fraktur. 2)

(16)

Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan

normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin

berhubungan dengan infeksi sistemik dan distraksi fragmen tulang. Tidak adanya

penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung patah tulang.faktor

yang ikut berperan dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur,

interposisi jaringan diantara ujung-ujung tulang, imobilisasi dan manipulasi yang

tidak memadai yang menghentikan pembentukan kalus, jarak yang terlalu jauh

antara fragmen tulang, kontak tulang yang terlalu terbatas, dan gangguan asupan

darah yang mengakibatkan nekrosis avaskuler.

2. Keluarga

3.1Defenisi keluarga

Menurut Bergess (1962), keluarga adalah kelompok orang yang

mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/hubungan sedarah atau hasil adopsi,

anggota tinggal bersama dalam satu rumah, anggota berinteraksi dan

berkomunikasi dalam peran sosial, serta mempunyai kebiasaan/kebudayaan yang

berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri. Sedangkan

Menurut depkes RI (1998), keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat

yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal

disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Mubarak,

2009).

Menurut Setiadi (2008), dari beberapa pengertian keluarga maka dapat

(17)

1. Ikatan atau persekutuan (perkawinan/kesepakatan)

2. Hubungan (darah / adopsi / kesepakatan )

3. Tinggal bersama dalam satu atap (serumah)

4. Ada peran masing-masing anggota keluarga

5. Ikatan emosional

Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang peranannya sangat

penting dalam membentuk kebudayaan yang sehat. Keluarga dijadikan sebagai

unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling

mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan saling mempengaruhi

pula keluarga-keluarga yang ada disekitarnya atau dalam konteks yang luas

berpengaruh terhadap negara (Setiadi, 2008).

2.2 Karakteristik KeluargaKarakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka (1996) adalah sesuatu yang mempunyai sifat khas sesuai

dengan perwatakan tertentu (Dalimunte, 2011). Berbagai teori pemikiran dari

karakteristik tumbuh untuk menjelaskan berbagai kunci karakteristik manusia

(Boere, 2008). Menurut Diningrum dalam Daulay (2010) bahwa karakrteristik

adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari data demografi seperti umur, jenis

kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Jadi karakteristik

keluarga adalah sifat khas yang dimiliki oleh suatu keluarga berdasarkan ciri

keluarga yang terdapat dalam data demografi.. Adapun karakteristik keluarga

(18)

1. Usia

Umur adalah variable yang selalu diperhatikan dalam studi epidemiologi.

Angka kesakitan maupun angka kematian hampir semua menunjukkan hubungan

ke umur. Umur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau

ada sejak dilahirkan. Umur adalah usia individu terhitung sejak saat dilahirkan

sampai saat berulang tahun. Menurut Organisasi kesehatan dunia ( WHO) umur di

golongkan menjadi beberapa kelompok yaitu usia dewasa awal 18-39 tahun, usia

pertengahan (Middle age) 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) 60-70 tahun, usia

lanjut tua (old) antara 70-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

(erna, 2003). Adapun ciri dari dewasa awal adalah Usia banyak masalah yang

berkaitan dengan rumah tangga baru, hubungan sosial, keluarga, pekerjaan dan

faktor kesempatan. Dewasa pertengahan adalah meningkatnya minat terhadap

aktivitas sosial, sebagai warga negara atau minat yang berkaitan dengan hobi,

penyesuaian jabatan atau pekerjaan, penyesuaian yang berhubungan dengan

kehidupan keluarga. Masa Usia lanjut (60-70 tahun) yaitu masa dimana

kemampuan fisik cepat menurun. Pada usia lanjut kemampuan penerimaan dan

mengingat (intelegensia) mengalami penurunan. Menurut Lukman (2011) dalam

Daulay (2010) bahwa Usia yang semakin tinggi dapat menimbulkan kemampuan

seseorang mengambil keputusan semakin bijaksana. Dalam hal ini usia yang

dewasa pertengahanlah dianggap usia yang paling baik dalam mengambil

keputusan yang bijaksana.

Umur yang banyak terjadi pada fraktur femur ini pada usia dewasa muda

(19)

kecelakaan, atau pekerjaan. Sedangkan pada usia tua banyak terjadi pada wanita

berhubungan dengan adanya osteoporosis yang ada kaitannya dengan perubahan

hormon (Brunner & Suddarth, 2002). Adapun jenis Olah raga yang biasanya

menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olah raga yang beresiko

jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley, pemain basket dan

pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari

kaki karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lainnya, dan

terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin. Sedangkan

pekerjaan yang berisiko mengalami fraktur adalah tukang besi, supir, bangunan,

pembalap mobil, orang dengan penyakit degenarif dan neoplasma. Dan

kecelakaan yang paling sering menjadi penyebab fraktur adalah kecelakaan

sepeda motor.

2. suku

Suku merupakan bagian integral dari budaya. Di provinsi Sumatera Utara

ini hampir seluruh masyarakat didominasi oleh suku Batak. Demikian pula

budaya yang berkembang di Sumatera Utara di dominasi oleh Kebudayaan Batak.

Orang-orang Batak ini mendiami dataran tinggi Karo, langkat Hulu, Deli Hulu,

Serdang Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang hasundutan , dll. Kontak

budaya dengan suku bangsa lain tidak banyak terjadi, kalaupun ada tidak terlalu

mempengaruhi pola kehidupan asli mereka (Damanik, 2009). Sebagai bagian

integral dari budaya, suku dapat mempengaruhi pandangan klien tentang

penyebab penyakit, persepsi keparahannya, dan pilihan terhadap penyembuhan

(20)

dipengaruhi oleh suku bangsa yang dianut pasien, jika aspek suku bangsa sangat

mendominasi maka pertimbangan untuk menerima atau menolak didasari pada

kecocokan suku bangsa yang dianut.

3. Agama

Tidak hanya suku, Agama dan sistem kepercayaan lainnya sering kali

terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris religion, yang berasal

dari bahasa Latin religare, yang berarti “menabatkan”), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (kamus Filosopi dan Agama) mendefenisikan agama sebagai

berikut, “...sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul

untuk beribadah, serta menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang

terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapat

kebahagiaan sejati”. Agama biasa memiliki prinsip, seperti ” 10 firman” dalam

agama Kristen atau “ 5 rukun Islam “ dalam agama Islam. Agama berperan

penting dalam membentuk persepsi klien tentang sehat sakit. Sebagai komponen

integral dari budaya, agama dapat mempengaruhi penjelasan klien tentang

penyebab penyakit, persepsi keparahannya, dan pilihan terhadap penyembuhan (

pilihan pengobatan) ( Mubarak, 2009).

3. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih

(21)

Sedangkan Menurut Notoadmojo (1997) pendidikan adalah suatu kegiatan atau

proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan

tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Dan melalui

pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, apabila semakin tinggi

tingkat pendidikan maka hidup akan semakin berkualitas dimana seseorang akan

berfikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya.. Menurut wield Herry

A (1996) dalam Daulay (2010) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula

menetukan mudah tidaknya seseorang menyerap atau memahami pengetahuan

yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka

semakin baik pula pengetahuannya.

4. Pekerjaan dan Penghasilan

Faktor sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kesehatan seseorang. Faktor sosial ekonomi ini meliputi pekerjaan dan

penghasilan (Syafrudi, 2009). Dalam penelitiannya, Varghese (2004) dalam

Daulay (2010) menyebutkan bahwa 13,04% responden menyatakan pengobatan

alternatif dipilih karena alasan murah. Mahalnya obat-obatan modern dan

tingginya biaya fasilitas kedokteran canggih menjadi alasan masyarakat mencari

jenis pengobatan alternatif, pengobatan modern mengisyaratkan adanya

kemampuan ekonomi yang memadai. Faktor ekonomi mempunyai peranan besar

dalam penerimaan atau penolakan suatu pengobatan. Faktor ini diperkuat dengan

persepsi masyarakat bahwa pengobatan alternatif sedikit membutuhkan tenaga,

(22)

dari teknologi yang mahal untuk memecahkan masalah kesehatan, meskipun

kadang hal tersebut tidak efektif (Turana, 2003).

Kedokteran modern menjadi identik dengan unpersonal dan high cost medicine yang hanya terjangkau oleh sekelompok kecil masyarakat dan

kedokteran modern tersebut belum mampu secara meyakinkan menangani

masalah penyakit degeneratif seperti masalah penuaan, kanker, diabetes,

hipertensi. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat dan

minat pencari pertolongan terhadap pengobatan konvensional (Turana, 2003).

3.3 Peran keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam

situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga

adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks

keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku

dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).

Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan “ setiap

orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan. Dari pasal ini jelas bahwa

keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam upaya

(23)

Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing seperti Ayah

sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik,

pelindung/pengayom dan pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan

juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran Ibu sebagai

pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung

keluarga, pencari nafka tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat

kelompok sosial tertentu. Peran Anak, anak berperan sebagai pelaku psikososial

sesuai dengan perkembangannya fisik, mental, sosial dan spiritual (Setiadi, 2008)

3.4 Fungsi pokok keluarga

Menurut Friedman (1988), secara umum fungsi pokok keluarga adalah sebagai

berikut :

1) Fungsi Afektif, fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial. Keberhasilan fungsi afektif terlihat dalam keluarga yang gembira

dan bahagia.

2) Fungsi sosialisasi, sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung

seumur hidup, dimana individu secara kontinu mengubah perilaku mereka

sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-peran sosial yang

mereka alami. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta

perilaku melalui hubungan dan interaki dalam keluarga, sehingga individu

mampu berperan di masyarakat.

3) Fungsi Reproduksi, adalah fungsi untuk meneruskan kelangsungan

(24)

4) Fungsi Ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti : makan,

pakaian, dan perumahan, maka keluarga memerlukan sumber keuangan.

Fungsi ini sulit dipenuhi pada keluarga yang berada dibawah garis

kemiskinan. Perawat bertanggung jawab untuk mencari sumber-sumber di

masyarakat yang dapat digunakan oleh keluarga dalam meningkatkan status

kesehatan.

5) Fungsi Perawatan Keluarga/Pemeliharaan Kesehatan, fungsi perawatan

kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Guna

menempatkan dalam sebuah perspektif, fungsi ini merupakan salah satu

fungsi keluarga yang memerlukan penyediaan kebutuhan-kebutuhan fisik,

seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. Jika dilihat

dari perspektif masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar, dimana

perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan, dan diamankan

(Mubarak, chayatin, santoso, 2009)

3.5 Struktur keluarga

Menurut Setiadi (2008) Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat. Struktur keluarga terdiri dari

bermacam-macam, diantaranya

1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, diman hubungan ini disusun melalui jalur garis ayah.

2) Matrilineal yaitu beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur

(25)

3) Matriloka Adalah pasangan suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

4) Patriloka adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

suami.

5) Keluarga Kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

Sedangkan menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas

1) Pola dan proses komunikasi yaitu Komunikasi dalam keluarga dikatakan

berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik

selesai, dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak

berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada

satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.

2) Struktur peran yaitu serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi

sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau

informal.

3) Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,

mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.

4) Struktur Nilai dan Norma. Nilai adalah sistem ide-ide, sikap, keyakinan yang

(26)

pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan

keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

Adapun yang menjadi ciri-ciri struktur keluarga adalah: Terorganisasi, yaitu saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. Adanya keterbatasan, dimana setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

Adanya perbedaan dan kekhususan, yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

3.6 Faktor-faktor yang memepengaruhi kesehatan keluarga

Keluarga sebagai sistem sosial didalamnya berlangsung interaksi secara

terus-menerus antara anggota keluarga dan lingkungan internal dan eksternal,

maka dengan sendirinya keluarga akan melakukan kompensasi sebagai upaya

untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut sehingga fungsi kesehatannya

dapat terjaga.

Kesehatan keluarga dipengaruhi oleh anggota keluarga dalam menjalankan

fungsinya dengan baik.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan keluarga adalah :

1) Faktor Fisik

Ross, mirowsaky dan Goldstein (1990) memberikan gambaran bahwa

hubungan positif antara perkawinan dengan kesehatan fisik. Contoh dari

hubungan positif tersebut antara lain : seorang suami sebelum menikah

(27)

lebih gemuk, beberapa alasan dikemukakan bahwa dengan menikah suami

ada yang memperhatikan dan pola makan lebih teratur begitu sebaliknya

terjadi pada istri.

2) Faktor Psikis

Terbentuknya keluarga akan menimbulkan dampak psikologi yang besar,

perasaan nyaman karena saling memperhatikan, saling menberikan penguatan

atau dukungan. Suami akan merasa tentram dan tararah setelah beristri

begitupun sebaliknya.

3) Faktor Sosial

Status sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi kesehatan

sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga ada kencederungan semakin tinggi

tingkat pendapatan yang diterima semakin baik taraf kehidupannya.

Tingginya pendapatan yang diterima akan berdampak pada pemahaman

tentang pentingnya kesehatan, jenis pelayanan kesehatan yang dipilih, dan

bagaiman berespon terhadap masalah kesehatan yang ditemukan dalam

keluarga. Sedangkan status sosial ekonomi yang rendah memaksa keluarga

untuk memarginalkan fungsi kesehatan keluarganya, dengan alasan

keluarganya akan mendahulukan kebutuhan dasarnya.

4) Faktor Budaya

(28)

Setiap suku atau bahkan bangsa memiliki keyakinan dan penilaian yang

berbeda-beda terhadap fungsi kesehatan. Keyakinan keluarga terhadap fungsi

kesehatan sangat dipengaruhi oleh nilai dan keyakinan yang dibawa

sebelumnya.

b) Nilai-nilai Keluarga

Nilai-nilai yang dimiliki oleh keluarga mempengaruhi kesehatan keluarga

yang bersangkutan. Misalnya sebuah keluarga yang kurang memperhatikan

kesehatan akan merasa bahwa tanpa melakukan upaya apapun kesehatan

keluarganya terjaga, tetapi keluarga tersebut akan mengalami kesulitan jika

waktu nilai yang diyakini ternyata salah dan terbukti bahwa kesehatan

keluarganya terganggu.

c) Peran dan Pola Komunikasi Keluarga

Dampak budaya terhadap peran, kekuatan dan komunikasi keluarga

berbeda-beda pada tiap keluarga. Jika terjadi perubahan terhadap budaya dengan

semestinya terjadi pergeseran peran, aturan-aturan, kekuatan dan pola

komunikasi.

d) Koping Keluarga

Koping keluarga dipengaruhi oleh budaya, keluarga akan berusaha

beradaptasi dengan perubahan budaya. Koping diartikan sebagai respon

positif baik kognitif, afektif, maupun psikomotor bagi kehidupan keluarga

(29)

3.7 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas

dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Menurut Friedman,

(1998) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan,

yaitu :

1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan kecil apapun yang

dialami anggota secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab

keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa

diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk

menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat

agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi.

3) Memberikan perawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu

dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan ini

dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan

tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk

memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

(30)

berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga

anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan

lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat

menjadikan lambang ketenangan, keindahan, ketentraman, dan dapat

menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan). Apabila mengalami gangguan

atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga

harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga

dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk

memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga keluarga

dapat terbebas dari segala macam penyakit.

3.8 Proses pengambilan keputusan

Menuru Webber dalam Adriati (2010), suatu tindakan adalah perilaku

manusia, yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya (Sunarto, 2005). Inti

dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan berbagai alternatif

tindakan sesuai dengan yang dalam perhatian dan dalam pemiliha alternatif yang

tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai keefektivitasanya dalam

mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan (Daulay, 2010)

Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah

kegiatan pengumpulan informasi dari mana sutu apresiasi mengenai sutu

(31)

masalah yang dihadapinya. Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif

perilaku dari dua alternatif atau lebih. Apabila informasi yang cukup dapat

dikumpulakan guna memperoleh suatu spesifikasi yang lengkap dari semua

alternatif dan tingkat keefktifannya dalam situasi yang sedang menjadi perhatian.

Proses pembuatan atau pengambilan keputusan relatif sangatlah mudah. Akan

tetapi dalam prakteknya sangatlah tidak mungkin untuk mengumpulkan informasi

secara lengkap, mengingat terbatasnya dana, waktu, (Supranto,1991 dalam Purba

2006).pada umumnya pasien memperoleh pengalaman positif tentang

keberhasilan pengobatan melalui informasi langsung dari orang yang telah

mengalami pengobatan atau melihat langsung keberhasilan pengobatan (Daulay,

2010)

Lebih lanjut Foster dan Anderson (1986) menjelaskan, bahwa pengetahuan

masyarakat tentang kesehatan berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukannya.

Terbukti bahwa ada masyarakat yang menggunakan jasa sistem medis moderen

dan ada juga yang menggunakan sistem medis tradisional. Atas pengetahuan yang

dimiliki itulah yang mendasari mengapa mereka memilih pengobatan moderen

atau tradisional.

Berdasarkan model Fabrega dalam Purba (2006), seseorang yang melakukan

pertimbangan yang menyangkut rencana pengobatan:

1) Melalui rencana pengobatan, yaitu memperkirakan kemungkinan bahwa setiap

tindakan yang diambil akan mengurangi ancaman yang mungkin timbul akibat

(32)

2) Memperhitungkan segala keuntungan yang diperoleh dari suatu tindakan, yakni

seberapa jauh setiap rencana pengobatan akan mengurangi keluhan penyakit

yang dirasakan.

3) Memperhitungkan segala kerugian meliputi biaya, waktu dan tenaga yang

diperlukan untuk melaksanakan setiap tindakan.

4) Menetapkan manfaat dari setiap alternatif rencana pengobatan dengan melihat

selisih kerugian dan keuntungan dari setiap tindakan yang diambil.

Hal terpenting dalam memilih “Rencana pengobatan” dalam proses pemilihan

tindakan yang dilaksanakan orang akan menerapkan aturan-aturan dalam

pengambilan keputusan (misalnya memilih yang termurah, manfaatnya besar dan

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian instrument monitoring keseluruhan menggunakan bola lampu 100 sampai 100 Watt pada sumber beban 2 Ampere dan 4 Ampere.. E.1 Pengujian Sumber Arus Listrik untuk

sebuah komponen pada suatu interface; tidak bisa diedit oleh user.. Membuat Text

Dalam praktik di dunia usaha, baik pada lembaga leasing maupun lembaga pembiayaan setelah akta pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta, hal ini berkaitan dengan

Teori peran juga masuk kedalam penelitian mengenai Peran Dinas Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sebagai penyelenggara urusan pemerintahan dan organisasi

Hasil pengujian sifat fisika vulkanisat menunjukkan bahwa vulkanisat yang mengandung lindi hitam tanpa perlakuan penambahan bahan pembasa dengan kadar padatan sebesar 60%

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Hasil penelitian ini yaitu (1) Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan peruntukan tanah wakaf di Desa Sengonbugel Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara tanah

(Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda (√) pada kolom disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/perasaan Saudara)B.