• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga dan Fungsi Keluarga - Kecenderungan Perkawinan Muda pada Masyarakat Perkebunan Pulobauk( Studi di Perkebunan Pulobauk, Desa Pijorkoling, Kec. Batang Angkola)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga dan Fungsi Keluarga - Kecenderungan Perkawinan Muda pada Masyarakat Perkebunan Pulobauk( Studi di Perkebunan Pulobauk, Desa Pijorkoling, Kec. Batang Angkola)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga dan Fungsi Keluarga

Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari kalimat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yaitu mendapatkan keturunan, karena suatu keluarga tentunya terdiri dari suami istri dan anak-anaknya.

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Empat karakteristik keluarga yang membedakannya dengan kelompok-kelompok sosial lainnya menurut Burgess dan Locke (dalam Khairuddin, 1997), yaitu:

a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau adopsi.

b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga.

c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi setiap anggota keluarganya.

(2)

Pada dasarnya keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yakni keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Keluarga batih atau juga disebut conjugal family yaitu keluarga yyang didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari seorang suami, seorang istri dan anak-anaknya yang belum menikah. Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih (Sunarto, 1993: 159).

Keluarga memiliki fungsi-fungsinya sendiri. Narwoko (2004) secara rinci membagi fungsi dari keluarga sebagai berikut: 

1. Fungsi pengaturan keturunan

Fungsi ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sosial, seperti dapat melanjutkan keturunan, dapat mewariskan harta kekayaan, serta pemeliharaan pada hari tua.

2. Fungsi sosialisasi atau pendidikan

Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk kepribadiannya. Orang tua mempersiapkan anak untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat.

3. Fungsi ekonomi atau unit produksi

Keluarga sebagai unit-unit produksi sering kali melakukan pembagian kerja di antara anggota-anggotanya. Dalam hal ini keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinir dalam produksi ekonomi di mana semua anggota keluarga terlibat dalam kegiatan pekerjaan atau mata pencaharian. 4. Fungsi pelindung atau proteksi

(3)

5. Fungsi penentuan status

Dalam masyarakat terdapat perbedaan status, maka keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota keluarga sehingga meiliki hak-hak istimewa.

6. Fungsi pemeliharaan

Keluarga pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggota-anggota yang sakit, menderita, dan tua. Fungsi ini dalam setiap masyarakat tentu berbeda satu dengan yang lain.

7. Fungsi afeksi

Keluarga mempunyai fungsi untuk memberikan kasih sayang bagi setiap anggota keluarganya (Narwoko, 2004: 214-217).

2.2. Peraturan Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia

Ada beberapa perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia. Perundang-undangan di Indonesia mengatur tentang dasar hukum perkawinan, syarat perkawinan, dan hal-hal yang terkait dengan sah tidaknya perkawinan.

2.2.1. Pengertian Perkawinan Menurut UU Perkawinan Indonesia

(4)

1. Ikatan lahir batin

Ikatan lahir adalah ikatan yang dapat dilihat dan menunjukkan bahwa terdapat hubungan hukum antara suami dan istri. Ikatan lahir juga disebut sebagai ikatan formal. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak namun dapat dirasakan oleh suami dan istri.

2. Antara seorang pria dan seorang wanita UU Perkawinan menganut asas monogami. 3. Sebagai suami istri

Artinya melalui perkawinan, ikatan antara seorang pria dan seorang wanita dipandang sebagai suami istri apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang.

4. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal 5. Berdasarkan ketuhanan yang maha esa

UU Perkawinan menganggap bahwa perkawinan berhubungan erat dengan agama atau kerohanian. Sehingga Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menentukan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (Prawirohamidjojo, 1988: 38).

2.2.2. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perkawinan

(5)

melangsungkan perkawinan. Sedangkan sayarat ekstem berhubungan dengan formalitas-formalitas yang harus dipenuhi dalam melangsungkan perkawinan. Syarat-syarat intern terdiri dari:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak (Pasal 6ayat (1) UU Perkawinan).

2. Harus mendapat izin dari kedua orang tua, bilamana masing-masing calon belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat (2) UU perkawinan).

3. Bagi pria harus sudah mencapai usia 19 tahun dan wanita usia 16 tahun, kecuali ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh orang tua kedua belah pihak (Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan).

4. Bahwa kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin, kecuali bagi mereka yang agamanya mengizinkan untuk berpoligami (Pasal 9 jo. Pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 UU Perkawinan).

5. Bagi seorang wanita yang akan melakukan perkawinan untuk kedua kali dan seterusnya, undang-undang mensyaratkatkan setelah lewatnya masa tunggu, yaitu sekurang-kurangnya 90 hari bagi yang putus perkawinannya karena perceraian, 130 hari bagi mereka yang putus perkawinannya karena kematian suaminya ( Pasal 10 dan 11 UU Perkawinan).

Selain itu pasal 8 UU perkawinan melarang antara dua orang yang :

(6)

2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengn saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.

3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. 4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara

susuan,dan bibi/ paman susuan:

5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.

6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Sedangkan syarat-syarat ekstern dalam melangsungkan perkawinan terdiri dari:

1. Laporan 2. Pengumuman 3. Pencegahan

4. Pelangsungan (Prawirohamidjojo, 1988: 39).

2.3. Perkawinan Muda di Indonesia

(7)

yang telah melangsungkan perkawinan pada usia muda sudah banyak. Perkawinan usia muda akan menimbulkan berbagai masalah dalam rumah-tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar suami-istri yang dapat mengakibatkan perceraian. Terjadinya perkawinan usia muda di Desa Sapan Kecamatan Pana Kabupaten Mamasa ini mempunyai masalah pada pasangan yang telah menikah pada usia muda. Tidak jarang dari mereka yang melangsungkan perkawinan pada usia muda tidak begitu memikirkan masalah apa saja yang akan timbul setelah mereka hidup berumah-tangga di kemudian hari. Mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar bisa segera hidup bersama dengan pasangannya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi setelah hidup bersama (Kamban, 2011).

2.3.1. Faktor-faktor Perkawinan Usia Muda

Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda dan faktor-faktor tersebut tidak selalu sama di suatu daerah dengan daerah lainnya. Dalam penelitian Siti Yuli Astuty mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan usia muda di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan, yang menjadi faktor perkawinan usia muda adalah faktor lingkungan masyarakat dan orangtua cukup berpengaruh terhadap terhadap pembentukan konsep diri pada anak, karena si anak melihat kalau ibunya banyak yang juga melakukan pernikahan dini. Faktor tingkat ekonomi orang tua yang rendah banyak menyebabkan orang tua menikahkan anaknya di usia yang masih muda.

(8)

Kabupaten Tana Toraja, yang dilakukan Juspin Landung dkk, menemukan bahwa pada masyarakat sanggalangi, pernikahan dini terjadi disebabkan karena adanya ikatan kekeluargaan dalam budaya mereka di mana orang tua melangsungkan pernikahan anak secara cepat di usia dini hanya ditujukan untuk tetap mempertahankan tingkat sosial keluarga dalam masyarakat (Landung, dkk, 2009).

Hal-hal yang mempengaruhi, sehingga timbul perkawinan di usia muda antara lain:

a. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan.

b. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah perkawinan.

c. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi, sehingga pelarianya adalah kawin.

d. Sempitnya lapangan kerja, sementara angkatan kerja semakin membludak (Al-Ghifari, 2003).

e. Hamil semasa sekolah/sebelum nikah.

f. Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur perjodohan.

g. Mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, ikut-ikutan meramaikan suasana yang menurutnya membahagiakan (Ikhsan, 2004).

2.3.2. Resiko Perkawinan Muda

(9)

1. Kematian ibu yang melahirkan

Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di bawah umur 20 tahun. Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang belum atau kurang mampu untuk melahirkan.

2. Kematian bayi

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak yang mengalami nasib yang tidak menguntungkan. Ada yang lahir sebelum waktunya (prematur), ada yang berat badanya kurang dan ada pula yang langsung meninggal.

3. Hambatan terhadap kehamilan dan persalinan

Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula mengalami perdarahan, kurang darah, persalinan yang lama dan sulit,  bahkan kemungkinan menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari.

4. Persoalan ekonomi

Pasangan-pasangan yang menikah pada usia muda umumnya belum cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga sukar mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, penghasilan yang rendah dapat meretakkan keutuhan dan keharmonisan keluarga.

5. Persoalan kedewasaan

Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usianya, usia muda (12-19 tahun) memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah

(10)

2.4. Norma Sosial dan Perkawinan Muda

Menurut Henslin (2007), “setiap kelompok (masyarakat) mengembangkan harapan mengenai cara yang benar untuk merefleksikan nilai-nilainya. Para sosiolog menggunakan norma (norm) untuk menggambarkan harapan-harapan tersebut, atau aturan perilaku, yang berkembang dari nilai-nilai suatu kelompok.” Bentuk norma yang berlaku dalam masyarakat juga tidaklah sama antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, sehingga suatu norma bersifat relatif, di mana norma yang diatur dalam suatu masyarakat belum tentu berlaku bagi masyarakat lainnya.

Lebih spesifik dari nilai-nilai adalah norma sosial yang bersifat formal dan tertulis maupun informal yang tidak tertulis. Norma-norma ini akan menjabarkan nilai-nilai lebih terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan. Bentuk penjabaran nilai-nilailah yang dinamakan norma. Norma-norma yang formal, tertulis maupun yang informal, tak tertulis, merupakan cermin dari nilai-nilai yang mencoba mengatur perilaku individu dan masyarakat dalam situasi sosial tertentu. Norma formal tertulis adalah peraturan tertulis yang disusun dalam bentuk undang-undang dasar, undang-undang, dan peraturan lainnya yang lebih konkret. Adapun norma informal tak tertulis adalah peraturan yang berupa perintah, anjuran, dan larangan yang tetap terpelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan karena keberadaannya dianggap memiliki manfaat bagi terciptanya ketertiban sosial (Setiadi, 2011:129).

(11)

masyarakat mematuhi petuah para sesepuh, seperti ulama, tokoh masyarakat, dan sebagainya (Setiadi, 2011: 130).

Norma sosial dapat dibedakan berdasarkan sanksi yang diterima menjadi

folkways, mores, dan hukum. “Folkways dimaksudkan untuk menyebutkan

seluruh norma-norma sosial yang terlahir dari adanya pola-pola perilaku yang selalu diikuti oleh orang-orang kebanyakan di dalam hidup mereka sehari-harinya karena dipandang suatu hal yang lazim.” (Narwoko, 2004: 28). Sanksi folkways relatif tidak berat dan bersifat tidak formal yaitu seperti sindiran, pergunjingan atau olok-olok. “Mores adalah segala norma yang secara moral dipandang benar.” (Narwoko, 2004: 31). Bentuk mores yaitu tabu. Sanksi yang diberikan kepada pelanggarnya cukup berat, seperti dipermalukan dengan cara diarak, dihukum denda, atau dikeluarkan dari kampung. Hukum yaitu “aturan formal dan berprosedur bertugas memaksakan ditaatinya kaidah-kaidah sosial yang berlaku.” (Narwoko, 2004: 33). Sanksinya tegas berdasarkan aturan yang telah ditetapkan, seperti hukuman penjara, maupun denda.

(12)

pola perilaku anggota keluarga agar sesuai dengan nilai dan norma masyarakat dan diterima masyarakat.

Dalam kehidupan keluarga, nilai-nilai yang diyakini mempengaruhi pula norma yang dilaksanakannya. Dalam kehidupan keluarga Islam, nilai keluarga yang harmonis, bahagia, tentram, baik di dunia dan akhirat masih bersifat abstrak, maka bentuk kehidupan seperti itu didefinisikan dalam bentuk norma-norma berdasarkan sumber norma Islam (Setiadi, 2011: 129). Begitu pula dalam masyarakat yang memegang kuat nilai-nilai adat, norma yang dianut juga sangat dipengaruhi nilai adat yang bersumber dari tokoh adat, ataupun tetua-tetua masyarakat.

Eddy Fadlyana, dkk (2009), merangkum data dari UNICEF mengenai faktor yang mendorong maraknya pernikahan anak di berbagai penjuru dunia merupakan masalah sosial ekonomi yang diperumit dengan tradisi dan budaya dalam kelompok masyarakat. “Stigma sosial mengenai pernikahan setelah melewati masa pubertas yang dianggap aib pada kalangan tertentu meningkatkan pula angka kejadian pernikahan anak. Motif ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan financial setelah menikah menyebabkan banyak orang tua menyetujui pernikahan usia dini. Alasan orang tua menyetujui pernikahan anak seringkali dilandasi pula oleh ketakutan akan terjadinya kehamilan di luar nikah akibat pergaulan bebas atau untuk mempererat tali kekeluargaan.” (Fadlyana, 2009:138).

(13)

membudaya dalam masyarakat, di mana kesiapan dan kematangan usia individu bukan menjadi penghalang bagi seseorang untuk melangsungkan pernikahan. Pada masyarakat Kecamatan Sanggalangi, pernikahan yang terjadi pada usia dini dikarenakan adanya dorongan rasa kemandirian dan terbebas dari pengaruh orang tua. Hal ini berhubungan dengan pola pengasuhan yang diterapkan orang tua. Selain alasan kemandirian, pernikahan juga terjadi sebagai upaya untuk memperbaiki sosial ekonomi keluarga. Selain itu, pada masyarakat Sanggalangi, pernikahan secara umum tidak terlepas dari budaya Toraja, di mana pernikahan diawali dengan melangsungkan acara adat “Parampo Kampung” dan secara budaya ikatan perkawinan itu sudah dianggap sah. Bagi masyarakat Sanggalangi, penentu utama terjadinya pernikahan adalah orang tua berdasarkan kesepakatan di antara kedua keluarga, baik pihak laki-laki maupun perempuan, yang umumnya masih memiliki hubungan keluarga dekat (Landung, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian adalah data kualitas melalui test sebelum dan sesudah perlakuan latihan Sirkuit (Circuit Training) Terhadap Daya Tahan Pada

Apapun keadaan anak balita harus menjadi sasaran pelayanan selama dan paska bencana karena sebagai generus penerus yang perlu dipelihara status kesehatan, dihindarkan masalah

Osnovna razlika između ciljne skupine javnih politika i policy aktera je u tome što ciljna skupina može u procesu stvaranja javnih politika biti potpuno

Adalah wajar apabila permintaan peninjauan kembali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum oleh terpidana atau ahli warisnya dikecualikan

Kelompok yang mempunyai kekuatan dalam memberikan rekomendasi dan bahkan mengharuskan anggotanya untuk menggunakan suatu produk tertentu akan mempunyai pengaruh kuat

Dari hasil perbandingan antar siklus di atas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar servis atas permainan bola voli melalui pembelajaran inovatif di kelas

Ketiga berdasarkan analisis estetika dalam pertunjukan wayang thengul Blora lakon Amir Hambyah Winisudha sajian Muslih, pencapaian nuksma diwujudkan melalui

Penelitian ini membatasi diskusi dengan hanya menganalisis pelanggaran maksim pada teori Grice di Film The Social Network dari Aaron Sorkin. Penelitian ini