• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono di Harian Kompas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pertarungan Wacana Dalam Pemberitaan Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono di Harian Kompas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Pemberitaan mengenai konflik yang terjadi antara Anas Urbaningrum

yang merupakan mantan ketua umum partai yang berkuasa saat ini Partai

Demokrat, dan Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan Presiden Republik

Indonesia yang telah menjabat 2 periode ini telah berlangsung hampir genap

setahun. Perang urat saraf ini bukan tanpa sebab, jika kita runut awal mula

“perang bintang ini” bermula dari terbongkarnya skandal Hambalang.

Kasus Hambalang berawal dari KPK yang melakukan penyidikan pada

kasus wisma atlet SEA Games di Jakabaring Palembang, KPK pada saat itu

menangkap Mindo Roslina Manulang seorang Marketing PT Anugerah Nusantara dan El Idris Manager Pemasaran PT Duta Graha sesaat setelah menyuap

Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam. PT Duta Graha

merupakan kontraktor pemenang dalam tender pembangunan wisama atlet dan PT

Anugerah Nusantara merupakan bagian dari Grup Permai.

Di sidang di Pengadilan tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) majelis hakim

menyebut Grup Permai dikendalikan oleh Nazaruddin seorang bendahara umum

Partai Demokrat. Di pengadilan yg sama, Mindo mengungkapkan Anas

Urbaningrum adalah pemimpinnya di PT Anugerah Nusantara pada 2008.

Ketika KPK mulai menyidik kasus suap wisma atlet inilah, Nazaruddin

pada tanggal 23 Mei 2011 kabur ke Singapura, dalam pelariannya, Nazaruddin

mulai menuturkan soal proyek Hambalang, ia mengatakan korupsi di wisma atlet

tak seberapa dibandingkan dengan proyek Hambalang, ia juga menyebutkan

sejumlah kolega satu partainya yang tahu dan terlibat, dari Anas Urbaningrum,

Angelina Sondakh, Mahyudin, Ignatius, hingga Andi Alfian Mallarangeng yang

ketika itu menjabat sebagi Menpora. Hingga pada akhirnya Nazaruddin ditangkap

KPK di Cartagena, Kolumbia, 7 Agustus 2011.

Dalam penyidikannya KPK tak hanya berpegang pada pengakuan

(2)

bekerjasama, Dia mengungkapkan bagaimana Grup Permai dan anak

perusahaanya berperan menggiring proyek pemerintah, untuk bisa menggiring

tender mereka mengincar proyek-proyek ketika anggarannya hendak dibahas di

DPR. KPK punya saksi kunci, yaitu Yulinis dan Oktarina Furi staff keuangan

Grup Permai, dua orang ini mempunyai catatan keuangan perusahaan Grup

Permai yang berisi kemana saja uang kas perusahaan mengalir dan digunakan

untuk apa, sejumlah nama penting tercatat dalam buku ini, mulai dari anggota

DPR, pejabat pemerintahan, hingga petinggi Kepolisian. Dari suap wisma atlet

inilah kemudian KPK menyelidiki kasus Hambalang.

Hambalang adalah sebuah daerah Di Hambalang, Bogor, Jawa Barat,

disana menurut rencanannya akan didirikan Sport Center, semacam Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional yang ide pendiriannya

sudah ada sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga Adiyaksa Dault, namun

pembangunan proyek itu terkendala dari tahun 2003, karena tidak adanya

sertifikat tanah seluas 5000 hektar. Saat Menpora dijabat oleh Andi Alfian

Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi. (sumber : http://kompas.com)

Anggaran awal pembangunan adalah Rp 125 Miliar namun dalam

perjalanannya membengkak menjadi Rp 2,5 Triliun, menurut Nazaruddin, Anas

yang pada waktu itu merupakan Ketua Fraksi Demokrat di DPR turut terlibat

dalam proyek dengan melakukan serangkaian pertemuan yang dihadiri oleh

Kepala Badan Pertanahan (BPN) Joyo Winoto terkait sertifikat tanah Hambalang.

Hal ini juga diakui oleh anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat

Ignatius Mulyono, diduga Anas Urbaningrum bersama M.Nazaruddin, Angelina

Sondakh, dan teman dekat Anas, Mahfud Suroso, mengatur pemenangan tender

proyek Hambalang sehingga memenangkan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya

dengan sistem kerja sama operasi, kedua Perusahaan BUMN ini kemudian

menunjuk 17 perusaahan lain sebagai subkontraktor proyek, salah satunya adalah

PT Dutasari Citralaras yang memperoleh pekerjan senilai Rp 63 Miliar,

perusaahan ini dipimpin oleh Mahfud Suroso dan di Komisarisi oleh Athiyyah

Laila istri Anas.

Selain itu pengembangan dari KPK, PT Adhi Karya menggelontorkan dan

(3)

proyek Hambalang. Sebagian uang tersebut Rp 6,925 miliar berasal dari PT

Wijaya Karya, dari total uang Rp 14,601 Miliar itu, sebagian diberikan kepada

Anas Rp 2,221 miliar untuk membantu pencalonannya sebagai Ketua unum dalam

kongres Partai Demokrat tahun 2010, dan sebagian lainnya dibagikan kepada

anggota DPR lainnya. Dalam persidangan Nazaruddin terungkap bahwa anas juga

menerima Toyota Harrier dan Toyota Alphard (Sumber: Khaerudin. 11 Januari

2014. Perjalanan panjang Anas. Kompas,).

Hingga pada jumat tanggal 22 Februri 2013 Anas Urbaningrum resmi

dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dan proyek-proyek

lainnya, dan sehari setelahnya Sabtu 23 Februari 2013 Anas resmi menyatakan

pengunduran dirinya sebagai Ketua umum Partai Demokrat. Setelah mangkir dari

2 kali pemanggilan pemerikasaan 10 Februari 2014 kasus ini memasuki babak

baru dengan ditahannya Anas Urbaningrum sebagai tersangka di tahanan KPK.

Dalam Perjalanan kasus ini kita “dibumbui” oleh petarungan wacana oleh

Anas dan SBY, saat itu sekitar awal bulan Februari 2013 Saiful Mudjani Reaserch

and Consulting mencatat berdasarkan hasil survey yang dilakukan tingkat keterpilihan atau elektabilitas Partai Demokrat menyentuh angka 8,3 persen, hal

ini terjadi karena pemberitaan yang marak tentang kasus korupsi yang diduga

dilakukan oknum-oknum dari partai Demokrat termasuk Anas Urbaningrum yang

pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Umum PD. Sejumlah politisi Demokrat

menyampaikan sinyal agar Anas mundur agar elektabilitas partai tidak terus

menurun dan meminta Yudhoyono turun tangan, maka pada hari Jumat tanggal 8

Februari 2013 melalui rapat tertutup di Cikeas, Bogor, Ketua Dewan Pembina

Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih Partai Demokrat

melalui Majelis Tinggi, sehingga seluruh mekanisme partai harus melalui Majelis

Tinggi yang dipimpin oleh Yudhoyono, juga ia menyatakan melalui konfrensi

press yang diadakan setelah rapat, agar Anas Urbaningrum fokus menghadapi kasus hukum yang ditangani KPK (Sumber : SBY kuasai penuh Demokrat. 9 Februari 2013. Kompas)

Menarik untuk disimak melalui pernyataan Yudhoyono ini adalah pada

saat itu Anas Urbaningrum tidak memiliki status hukum apapun di KPK, palu

(4)

pernyataan SBY ini, apakah opini-opini yang berkembang di media yang

menyebabkan Yudhoyono menyatakan hal ini, ataukah Yudhoyono mengetahui

yang tidak diketahui orang lain dan mengapa harus orang Presiden yang harus

turun tangan langsung menyelesaikan konflik partainya, apakah pengaruh Anas

begitu kuat di Demokrat, tidak ada yang tahu. Ditempat terpisah Anas menyatakan

soal turunnya elektabilitas Demokrat, Anas meminta jangan mencari kambing

hitam.

Babak kedua dalam konflik ini terjadi tepat sehari setelah SBY mengambil

alih Partai Demokrat, Sabtu 9 Februari 2013 Draf Surat Perintah Penyidikan

(Sprindik) KPK bocor di media, draf ini berisi surat perintah penyidikan Anas

Urbaningrum terkait kasus Hambalang, yang menarik adalah surat penyidikan ini

bocor tepat sehari setelah Yudhoyono miminta Anas fokus kepada kasus

hukumnya, dokumen itu ibarat mengkonfirmasi isu penetapan Anas Urbningrum

sebagai tersangka, hingga pada akhirnya tanggal 22 Februari 2013 Anas

Urbaningrum resmi dijadikan tersangka oleh KPK. Dalam konfrensi press yang digelar sehari setelah penetapannya menjadi tersangka Anas Urbaningrum

menyatakan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, ia

menambahkan, “Hari ini saya nyatakan, ini baru sebuah awal dari

langkah-langkah besar. Hari ini saya nyatakan bahwa ini baru halaman pertama. Masih

banyak halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama. Ini bukan

tutup buku, tetapi pembukaan buku halaman pertama.” Sebuah Stetment yang sarat makna dan penuh muatan politis (Sumber: Anas Urbaningrum Mundur dan Pertanyakan Etika Politik Partai. 24 Februari 2013. Kompas)

Secara tersirat Penulis berpendapat peryataan ini mengindikasikan

perlawanan, juga tantangan dan acaman terhadap Partai Demokrat terkhusus

kepada pak SBY, saat itu media mewacanakan Anas akan buka-bukaan soal kasus

korupsi yang ada ditubuh partainya dan kasus korupsi yang melibatkan

orang-orang besar di Negeri ini, jika kita runut dari belakang alasan ini bukan tanpa

sebab, Anas yang waktu itu merupakan seorang anggota komisioner KPU di tahun

2004 yang memenangkan SBY sebagai Presiden, kemudian SBY merekrut Anas

untuk bergabung menjadi kader Partai Demokrat, di Demokrat karier Anas gilang

(5)

mempunyai kartu truf atau info yang sangat rahasia tentang SBY, tentang kasus-kasus korupsi dan skandal yang terjadi di Republik ini seperti kasus-kasus Century,

Hambalang dan lain-lain.

Setelah sempat menghilang dari media pada bulan September tepatnya

tanggal 15 September 2013 Anas Urbaningrum mendirikan PPI (Persatuan

Pergerakan Indonesia), menurut juru bicara PPI Ma'mun Murod Al Barbasy, PPI

didirikan sebagai gerkan tandingan dari sebuah sistem yang dirasakan semakin

diskriminatif, baik dalam hal hukum, politik dan lainnya, maka PPI akan melawan

melalui konteks itu menurutnya. Pendirian PPI ini ditanggapi serius oleh Partai

Demokrat dengan mencopot Gede Pasek Suardika dari Ketua Komisi III DPR dan

Saan Mustopa Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR, mereka adalah loyalis

Anas yang datang menghadiri deklarasi PPI di rumah Anas, pencopotan ini

menurut rumornya adalah bentuk ketidaksukaan Partai Demokrat terhadap PPI

dan terhadap Anas, tapi Ketua Harian Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan

mengatakan, pencopotan Gede Pasek Suardika dan Saan Mustopa merupakan

bentuk penerapan disiplin partai, ia juga menambahkan pencopotan itu telah

disetujui oleh Ketua Umun Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Media

saat itu mewacanakan kejanggalan dalam pencopotan kedua loyalis Anas ini,

mengapa pencopotan terjadi setelah deklarasi PPI, apakah ini sebagai bentuk

ancaman dari SBY kepada siapa saja anggota Partai Demokrat yang pro Anas,

apakah dengan mendirikan PPI, Anas, ingin kasusnya menjadi perlawanan Politik

dan bukan perlawanan Hukum (Sumber: Loyalis Anas Dicopot. 19 September 2014. Kompas)

Babak baru pada “perang Bintang” ini terjadi pada Jumat kramat 10

Januari 2014 dengan resmi ditahannya Anas Urbaningrum di Rumah Tahanan

Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Gedung KPK, setelah 2 kali mangkir dari

pemanggilan pemerikasaan KPK akirnya Anas datang ke KPK pukul 13:35 dan

setalah 4 jam pemerikasaan Anas keluar dari Gedung KPK mengenakan rompi

orange bertuliskan tahanan KPK, sebelum masuk kedalam mobil tahanan Anas

mengatakan “Di atas segalanya, saya berterima kasih yang besar kepada Pak SBY.

Mudah-mudahan peristiwa ini punya arti, punya makna, dan jadi hadiah Tahun

(6)

peryataan Anas ini dapat dimaknai sebagai kode perlawan dan ancaman terhadap

Pak SBY, apakah benar Anas mempunyai kart truf yang dapat membongkar semua kasus korupsi dan skandal dan bahkan dapat melibatkan orang besar di

Republik ini seperti Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.

Media adalah medan diskusi publik si mana masing-masing kelompok

sosial saling bertarung, saling menyajikan perspektif untuk memberikan makna

dalam suatu persoalan, tetapi media itu sendiri bukanlah saluran/entitas yang

bebas, namun media adalah alat dari kelompok dominan untuk menyebarluaskan

gagasannya, mengontrol kelompok lain, kelompok dominan memiliki akses untuk

mempengaruhi dan memaknai sebuah peristiwa berdasarkan pandangan mereka

dalam hal ini kelompok dominan bukan saja menanfaatkan media untuk

memapankan kekuasaannya tetapi mereka juga memarjinalkan atau meminggirkan

posisi kelompok yang tidak dominan (Eriyanto 2001: 48).

Media bukanlah entitas yang netral tempat berbagai kepentingan dan

pemaknaan dari berbagai kelompok mendapatkan perlakukan yang sama, media

adalah instrumen ideologi, suatu sumber kekuasaan yang hegemonistik, ia

mempertahankan kekuasaan kelompok dominan melalui seperangkat alat

kebahasaan (ideologi), dalam hal ini media menjadi subjek yang mengkonstruksi

realitas berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri kepada masyarakat,

sehingga realitas yang ditampilkan adalah realitas yang semu dan telah terdistorsi,

hal ini terjadi karena adanya tekanan dari kekuatan yang mendominasi struktur

ruang redaksi sebuah media dan adanya kekuatan ideologi yang akhirnya

memaksa media tersebut memaknai, memahami dan memposisikan dirinya atas

realitas yang ada di sekelilingnya. Satu peristiwa tunggal pun akan sangat berbeda

pemberitaan dan isinya antar media yang satu dan media yang lainnya, baik itu

dari titik perhatian yang berbeda dan pemilihan kata yang berbeda dan lain

sebagainya, sungguh hal sangat menyadarkan kita tentang bagaimana berita yang

kita baca, kita dengar dan kita lihat setiap hari itu telah melalui proses konstruksi.

Selain itu media juga dapat menjadi sumber legitimasi, di mana lewat

media mereka yang berkuasa dapat memupuk kekuasaan agar tampak absah,

benar dan agar masyarakat memandang bahwa suatu kondisi memang seharusnya

(7)

yang terus-menerus yang diantaranya dilakukan lewat pemberitaan, sehingga

khayalak tanpa sadar telah terbentuk kesadarannya tanpa paksa, hal ini lah yang

dimaksudkan Althusser sebagai Ideological state aparatus, mempertahankan kekuasaan melalui cara yang persuasif dengan menggunakan ideologi sebagi

senjatanya, sehingga berita tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang bias dan

telah terdistorsi namun ideologilah yang menentukan bagaimana fakta itu

dipahami, fakta mana yang diambil dan fakta mana yang dibuang oleh redaksi,

dan hal ini adalah konsekuensi dari ideologi (Eriyanto 2001:107).

Dengan mengambil kasus Anas vs SBY inilah menjadi menarik untuk

diteliti bagaimana media membangun opini dan keberpihahakannya, bagaimana

media merepresentasikan realitas yang ada dalam kasus ini, karena seperti yang

kita tahu bahasa dan wacana dalam konteks ini selain dari bentuk pendefinisian

dari realitas, ia juga adalah sebuah arena pertarungan sosial dalam

memperebutkan dan memperjuangkan makna yang pada akhirnya dipandang

benar dan lebih dapat diterima dan bagaimana institusi yang dalam hal ini adalah

media massa menjelaskan peristiwa tersebut kepada masyarakat. Penelitian ini

menfokuskan pada penyajian teks, seperti apa teks-teks yang disajikan, bagaimana

media menyajikan fakta yang ditemukan dilapangan menjadi sebuah berita yang

terdiri dari beberapa teks dan bagaimana representasi ideologi yang ditrampilkan

media dalam teks-teks yang di produksi, media yang dipilih oleh peneliti adalah

koran kompas yang membuat pemberitaan konflik Anas dan SBY.

Harian kompas dipilih sebagai subjek penelitian karena Kompas

merupakan koran Nasional yang telah mapan secara ekonomi dan memiliki

pembaca yang tersebar luas di Nusantara, belum lagi Koran Kompas termasuk

media yang profesional, idealis dan memiliki oplah yang besar pula. Pisau bedah

analisis yang peneliti gunakan adalah analisis wacana model Theo van Leeuwen

pada level mikro, karena teori ini memusatkan bahasa sebagai pencerminan dari

ideologi, sehingga dengan mempelajari bahasa yang tercermin dalam teks,

ideologi dapat terbongkar. Titik perhatian van Leeuwen terutama didasarkan pada

bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial digambarkan dalam teks. Apakah ada

(8)

teks. Penggambaran itu sendiri mencerminkan bagaimana pertarungan sosial yang

terjadi.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti

mengajukan perumusan masalah sebagi berikut:

“Bagaimana teks-teks pertarungan wacana antara Anas vs SBY disajikan dan

bagaimana representasi ideologi media dalam teks-teks yang berkaitan dengan

konflik ini ditampilkan dalam Harian Kompas?”

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar

penelitian lebih fokus terhadap permasalahan yang sedang diteliti, maka perlu

dibuat pembatasan permasalahan sebagai berikut :

1. Penelitan hanya dilakukan dalam Harian Kompas.

2. Penelitian hanya dilakukan pada pemberitaan mengenai konflik yang

terjadi antara Anas Urbaningrum dan Susilo Bambang Yudhoyono.

3. Penelitian dilakukan pada Harian Kompas yang terbit 5 Februari 2013- 17

Januari 2014.

4. Penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana teks-teks pertarungan

wacana antara Anas vs SBY disajikan di Harian Kompas dan bagaimana representasi ideologi yang ditampilkan media dalam teks-teks yang

(9)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk melihat bagaimana teks-teks pertarungan wacana antara Anas

Urbaningrum Anas Urbaningrum vs Susilo Bambang Yudhoyono disajikan di Harian Kompas

2. Untuk melihat bagaimana representasi ideologi yang ditampilkan Harian

Kompas dalam teks-teks yang berkaitan dengan konflik ini.

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas atau

menambah khasanah penelitian komunikasi dan menambah pengetahuan

dan pengalaman ilmu mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Secara teoritis, untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama

mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU serta

menambah wawasan peneliti secara khusus mengenai analisis teks berita

menggunakan analisis wacana.

3. Secara praktis, diharapkan penelitian ini menjadi masukan dan memotivasi

siapa saja yang tertarik pada penelitian yang dikaitkan dengan isi media

dan masyarakat, memberikan masukan kepada bidang yang bergerak

Referensi

Dokumen terkait

variabel yang ada dalam penelitian ini, yaitu gaya berpikir dan coping strategy. sebagai variabel independen dan resiliensi sebagai

Bedhaya, ditilik dari asal mulanya memiliki ciri khas yang berbeda dengan jenis tari yang lain, hal tersebut dikarenakan adanya unsur mistik dalam setiap proses

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Laba Akuntansi, dan Komponen Arus Kas Terhadap

[r]

Jenis yang Memiliki INP Tertinggi Pada Hutan Lindung.

BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan dipaparkan tentang penyajian dan analisis data yang merupakan jawaban dari rumusan masalah tetang

Penulis berharap agar hasil dari penelitian ini dapat menambah pemahaman dalam memperkaya pengetahuan yang berhubungan tentang sejauh mana pengaruh kepemilikan institusional,

Wenceslaus (2015) alifanya utafiti kuhusu athari ya lugha ya Kijita katika kujifunza Kiswahili. Alijikita kuangalia athari ya lugha ya Kijita zinazowafanya wanafunzi