• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA TERH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA TERH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Oleh: Tri Retnosari

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak 1959 kapal-kapal niaga Belanda mulai berdagang di Banten dan Sunda Kelapa (Poesponegoro, 2010: 29). Belanda membuat suatu kongsi dagang yang disebut Verenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC melaksanakan sistem perdagangan kemitraan (partersip).

Pada 1799 VOC dibubarkan oleh pemerintahan Belanda. Pembubaran tersebut dikarenakan VOC dinilai tidak lagi mengguntungkan. Sejak saat itu kepulauan Indonesia berada dibawah kekuasaan Belanda. Kekuasaan Belanda di Indonesia dipimpin oleh Herman Willem Daendels. Pada masa pemerintahannya banyak menimbulkan kontroversi.

Pada masa pemerintahannya Daendels menjadikan bupati dijadikan pegawai pemerintahan Belanda dan diberi pangkat sesuai ketentuan kepegawaian Belanda. Selain hal tersebut dalam bidang peradilan Daendels membagi tiga jenis peradilan yaitu, peradilan untuk orang Eropa, pribumi, dan timur asing. Daendels juga melakukan pemberantasan korupsi besar-besaran tanpa padang bulu termasuk kepada orang Eropa. Tetapi pada akhir pemerintahannya diketahui bahwa Daendels sendiri juga melakukan korupsi besar-besaran. Hal ini membuktikan bahwa budaya korupsi telah membudaya sejak zaman kolonial Belanda dan makin menjamur pada masa kini.

Dalam bidang pertahanan Daendels membangun jalan raya Anyer-Panarukan, mendirikan pabrik senjata dan memperbanyak tentara. Dalam bidang ekonomi Daendels membentuk badan pengawas keuangan negara, mengeluarkan uang kertas, mengadakan preanger stesel yaitu penanaman wajib kopi bagi rakyat Priangan dan sekitarnya.

(2)

kejam orang-orang pribumi, raja-raja Indonesia, dan bahkan orang Eropa sendiri membencinya karena perilakunya yang semena-mena.

Kemudian pada 1811 Daendels ditarik kembali ke Belanda dan digantikan oleh Jansens. Pada masa pemerintahannya Jansens banyak mendapat kesulitan karena dampak dari perilaku Daendels sebelumnya. Jansens bertugas untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Tetapi karena Jansens dipercaya dapat mempertahankan Indonesia dari serangan Inggris. Hal itu merupakan suatu tugas yang sangat berat sebab hubungan antara Belanda dengan raja-raja Indonesia sangat buruk yang disebabkan oleh perilaku Daendels, kas negara kosong, dan tidak memungkinkan meminta bantuan orang Eropa, selain itu keadaan tentara yang sangat memprihatinkan.

Jansens harus mempertahankan Indonesia (Jawa) deengan segala keterbatasan tersebut dan harus menerima semua resiko dari perbuatan Daendels. Sementara itu tentara Inggris semakin dekat. Pada 4 Agustus 1811 tentara Inggris menyerang dan Jansens menyerah di Tuntang, Salatiga. Penyerangan Inggris ini dibantu oleh raja-raja yang dulu diperlakukan Daaendels dengan kejam.

Setelah rekapitulasi Tuntang (1811) berkuasa kerajaan Inggris yang berlangsung singkat dibawah kepemimpinan Thomas Stamford Raffles. Dalam pemerintahannya Raffles bertugas memperbaiki kehidupan rakyatnya. Raffles berpandangan bahwa masyarakat di Pulau Jawa harus dirubah. Ia mengubah hubungan politik dan ekonomi dalam sistem politik tradisional dengan menghapus penyerahan wajib hasil penanaman dan kerja wajib bagi para bupati (Poesponegoro, 2010: 2).

Pada masa pemerintahannya Raffles menerapkan sistem sewa tanah

(land rent). Semua tanah dianggap milik negara, sehingga jika rakyat menggunakan tanah harus membayar sewa kepada pemerintah. Sistem ini dinilai gagal karena masyarakat Jawa menganut feodalisme yang sangat kental. Selain itu pemerintahan Raffles yang teramat singkat juga dinilai menjadi penyebab kegagalan sistem ini. Pada 1814 Inggris kalah oleh Belanda tetapi penyerahan kekuasaan Indonesia (Jawa) baru dilakukan pada 1816.

(3)

Penjajahan Belanda di Indonesia terutama di pulau Jawa memberikan dampak yang cukup besar bagi pemerintahan Indonesia. Penjajahan Belanda tidak semata-mata hanya menguntungkan pihak Belanda saja. Meskipun pada masa penjajahan tersebut banyak dijumpai penderitaan rakyat tapi tidak dapat dipugkiri bahwa penjajahan Belanda di Indonesia juga membawa dampak yang cukup menguntungkan Indonesia. Seperti dalam bidang ekonomi.

Dalam pemerintahan Van de Bosch menerapkan kebijakan tanam paksa

(cultuurstelsel) dalam kebijakan tersebut sekilas memang terlihat bahwa rakyat sangat menderita karena kebijakan tersebut. Tetapi kebijakan tersebut juga menguntungkan Indonesia, yaitu rakyat mengetahui tanaman yang laku di pasaran Eropa. Dalam makalah ini akan dibahas dampak kebijakan pemerintahan kolonial Belanda terhadap perekonomian Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah umum pada makalah ini adalah bagaimana dampak kebijakan pemerintah Belanda terhadap perekonomian Indonesia. Selanjutnya masalah khusus yang akan dibahas dalam makalah ini adalah

1) Bagaimana dampak cultuurstelsel terhadap perkonomian Indonesia?

2) Bagaimana dampak kebijakan penanaman modal oleh pemerintahan kolonial terhadap perekonomian Indonesia?

2. PEMBAHASAN

2.1 Dampak Kebijakan Cultuurstesel terhadap Perekonomian Indonesia Pada tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda mengangkat gubernur Jendral Johanes van den Bosch yang bertugas untuk meningkatkan produksi ekspor yang sempat terhenti selama sistem pajak tanah berlangsung. Untuk memenuhi tugasnya tersebut van den Bosch membuat kebijakan cultuurstesel

(tanam paksa). Kebijakan ini dibuat karena terjadi peperangan baik di Belanda maupun perlawanan rakyat yang berada di Indonesia. Hal ini mengakibatkan kas negara kosong.

(4)

Ketentuan-ketentuan pokok sistem Tanam Paksa yang tertera dalam

Stadsblad (lembar kerja negara) tahun 1834 no 22 berbunyi sebagai berikut: 1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka

menyediakan sebagian tanah milik mereka untuk penanaman dagangan yang akan dijual di Eropa.

2. Bagian pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melabihi seperlima tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.

3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.

4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.

5. Tanaman dagang yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat.

6. Panen tanaman yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan rakyat.

7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka dibawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan dari pembajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya (Poesponegoro, 2010b: 355).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut tampaknya pelaksanaan tanam paksa ini tidak memberatkan rakyat sama sekali. Tetapi pada kenyataannya semua perjanjian tersebut hanyalah sebuah perjanjian tanpa pelaksaan. Dalam pelaksaan tanam paksa yang terjadi seringkali menyimpang dari aturan-aturan yang dibuat. Hal tersebut membuat rakyat sangat menderita.

(5)

Ketentuan bahwa waktu yang digunakan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi waktu menanam padi. Pada pelaksanaannya petani dipaksa untuk penanaman paksa lebih lama daripada waktu penanaman padi. Akibatnya tanaman padi tak terurus, hal ini menyebabkan gagalnya panen padi. Upah yang mereka terima juga sangat sedikit. Hal ini akan berdampak pada kelaparan penduduk.

Tanah yang digunakan dalam tanam paksa seringkali melebihi dari seperlima dari tanah penduduk. Namun tanah pertanian yang digunakan untuk menanam tanaman perdagangan jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan tanah pertanian yang tidak digunakan untuk tanam paksa. Misalnya pada tahun 1845 penanaman paksa dijalankan di tanah seluas 86.000 atau seperdelapan belas dari seluruh tanah pertanian di Jawa pada waktu itu (Poesponegoro. 2010b: 358).

Pajak tanah yang ditetapkan pemerintah kolonial masa itu sangat tinggi. Hal itu membuat rakyat semakin merasa kesulitan. Meskipun tanah yang digunakan untuk penanaman paksa dibebaskan dari pajak. Tetapi hal ini tidak banyak membantu sebab jika dibandingkan tanah yang digunakan untuk tanam paksa jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan seluruh luas tanah pertanian di Jawa.

Penyimpangan lain juga terjadi dalam hal penyerahan hasil panen. Penyerahan hasil panen yang melebihi ketentuan tidak dikembalikan lagi kepada rakyat. Hal itu disebabkan adanya ketentuan bahwa pegawai dan kepala rakyat memperoleh presentase dari tanaman dagangan (cultuurprocenten) sehingga makin tinggi ekspor tanaman yang diwajibkan maka makin tinggi jumlah pendapatan yang mereka dapatkan dari cultuulprocenten. Oleh sebab itu para pegawai menuntut rakyat agar bekerja lebih keras agar mereka mendapatkan pendapatan yang besar.

(6)

berbanding terbalik dengan kondisi rakyat di pulau Jawa. Masyarakat yang berada di pulau Jawa sebagian besar kelaparan karena tidak adanya waktu untuk menanam padi, waktu mereka dihabiskan dengan mengurus dan merawat tanaman di kebun pemerintah.

Dibalik kepahitan yang dialami masyarakat pada masa itu, terdapat dampak positif dari sistem tanam paksa ini. Dampak ini mungkin tidak begitu tampak jika dibandingkan dengan penderitaan masyarakat masa itu.

Masyarakat mengenal tanaman yang laku di pasaran Eropa karena adanya sistem tanam paksa ini. Sebelum adanya sistem tanam paksa ini masyarakat tidak mengetahui bahwa kopi, teh, nila, tebu (gula), lada, dan tembakau merupakan komoditas ekspor untuk Eropa. Selain itu, masyarakat mengenal sistem penanaman dari tanaman komoditi ekspor tersebut.

Sistem tanam paksa ini menimbulkan suatu lapangan pekerjaan baru bagi para petani yang tidak mempunyai tanah. Petani yang tidak mempunyai tanah diwajibkan di perkebunan-perkebunan pemerintah. Hal ini tentunya mengurangi penganguran pada masa itu mengingat seluruh rakyat diwajibkan untuk bekerja untuk pemerintah. Meskipun dalam prakteknya semua kerja yang dibutuhkan dilakukan dengan sistem kerja paksa.

Dalam tanam paksa ini menimbulkan dikenalnya uang hampir di seluruh kehidupan masyarakat. Kehidupan perekonomian desa yang semula masih tradisional, secara berangsur-angsur berkenalan dengan ekonomi uang melalui komersialisasi produksi pertanian dan pasaran kerja (Wibowo, 2014). Sistem paksa telah menandai perkembangan perkonomian tradisional menjadi ekonomi pasar. Peredaran uang tersebut masuk melalui sitem pembayaran upah tanaman dan pembayaran sewa tanah kepada petani.

(7)

2.2 Dampak Kebijakan Penanaman Modal oleh Pemerintah Belanda terhadap Perekonomian Indonesia

Setelah sistem tanam paksa dihapuskan, perekonomian negeri jajahan Belanda mulai mengenal modal-modal swasta. Modal-modal tersebut berasal dari Belanda, Cina, Inggris, dan Amerika. Pada awalnya modal-modal itu kebanyakan ditanamkan pada sektor perkebunan. Hal itu dikarenakan sistem tanam paksa yang sebelumnya dilakukan telah membuktikan bahwa Indonesia (Hindia Belanda) tanah Indonesia cukup subur sehingga cocok untuk perkebunan.

Potensi di bidang ekonomi Indonesia sangat menjanjikan sehingga menarik inversor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Perkebunan asing mulai membuka perkebunan asing terutama diluar pulau Jawa. Setelah itu muncul perusahaan-perusahaan swasta yang mendirikan perusahaan-perusahaan mulai dari perbankan, pertambangan hingga perdagangan.

Pada 1902 keuntungan dalam produksi gula dalam konferensi Brussels mendorong mengalirnya modal asing dari Belanda, Amerika, Jepang, dan negara Eropa lainnya. Ketika permintaan karet dunia melonjak Indonesia yang mempunyai lahan yang luas dan cocok untuk penanaman menjadi potensi pengaliran modal asing.

Dalam komposisi penanaman modal Belanda menempati urutan pertama. Skala investasinya merentang mulai dari usaha kecil hingga usaha menengah keatas. Urutan kedua merupakan perusahaan milik kelompok kaum Cina. Urutan selanjutnya merupakan perusahaan gabungan antara pengusaha yang berasal dari Inggris dan Amerika. Jerman juga ikut dalam penanaman modal di Hindia Belanda, pada umumnya inverstasinya bergabung dengan bangsa-bangsa Eropa lain. Selanjutnya investasi diramaikan oleh investasi Jepang karena adanya restorasi Meiji (Poesponegoro, 2010a: 169).

Situasi moneter Hindia Belanda menjelang Perang Dunia II mulai menunjukkan adanya inflasi mata uang. Kemerosotan nilai gulden pada 1920 hanya menjadi nilainya pada tahun 1913. Keadaan tersebut mengguntungkan⅓

usaha perkebunan bahwa permintaan terhadap komoditas impor berkurang sehingga menyebabkan bertambahnya komoditas ekspor. Hal tersebut tentunya berpengaruh terhadap aliran penanaman modal asing di Hindia Belanda.

Perkembangan penanaman modal asing setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Perkembangan Nilai Investasi Asing di Hindia Belanda 1925-1939

(8)

1925 33 1930 73 1935 5

1926 19 1931 41 1936 7

1927 14 1932 37 1937 14

1928 42 2933 59 1938 7

1929 24 1934 99 1939 10

Sumber: Sejarah Nasional Inndonesia jilid V hlm 170

Dalam tabel diatas diketahui bahwa aliran modal asing tidak terpengaruh oleh inflasi pada 1930-an. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya penurunan yang cukup signifikan pada tingkat investasi pada kurun waktu tersebut.

Penanaman modal asing di bidanng perbankan selalu didukung oleh sistem perbankan masing-masing. Penanaman modal dari Belanda didukung oleh perbankan Belanda, Amerika didukung oleh perbankan Amerika, Inggris oleh Inggris dan seterusnya.

Pada 1923 investasi dalam perkebunan berjumlah 2.650 juta Gulden, diantaranya 1900 juta dari Belanda, 300 juta dari Inggris, dan 250 juta dari Cina. Setelah itu menyusul modal Belgia, Amerika Serikat, Perancis, dan Jepang. Kemudian pada 1936 jumlah penanaman modal Amerika Serikat mencapai 175 juta Gulden dan penanaman modal patungan Inggris dan Belanda di bidang perminyakan mencapai 400 juta Gulden (Poesponegoro, 2010a: 172).

Penyebaran penanaman modal asing di Indonesia pada tahun 1929, dapat dilihat pada tabel dibawah ini (dalam jutaan Gulden):

Daerah Belanda Inggris Amerika Serikat Lainnya Total

Jawa 1.118 142 - 72 1.332

Sumatra Timur 361 125 53 104 643

Sumatra Selatan 57 11 - 22 90

Total 1.536 278 53 198 2.066

Sumber: Sejarah Nasional Indonesia jilid V hlm172

Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pulau Jawa masih merupakan sasaran utama penanaman modal pada masa itu. Kemudian disusul oleh Sumatra Timur dan Sumatra Selatan. Modal asing juga masih didominasi oleh Belanda.

(9)

Tahun Belanda Inggris Amerika Serikat Lainnya Total

1913 110 57 17 23 207

1924 242 80 41 76 439

1929 361 125 53 104 643

Sumber: Sejarah Nasional Indonesia jilid V hlm 172

Pada perkembangannya penanaman modal asing terus mengalami peningatan yang cukup signifikan. Modal asing terbesar masih dipegang oleh pemerintah kolonial Belanda. Inggris dan Amerika Serikat menempati urutan kedua dan ketiga.

Pada saat pecahnya Perang Dunia II Belanda mempunyai investasi langsung sekitar 63%, Inggris 14%, Cina 11%, dan Amerika Serikat 7%. Perkembangan penanaman modal di Hindia Belanda cukup baik. Potensi Sumber daya alam, tenaga kerja, dan sistem ekonomi yang terbuka menjadi daya tarik para investor asing untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda.

Keterbukaan sistem investasi ini menyebabkan ketergantungan yang makin besar terhadap pasar dunia. Hal ini menyebabkan Hindia Belanda menjadi target eksploitasi negara-negara imperialis dan kapitalis yang sedang menanamkan cengkeramannya dalam ekonomi dunia.

3. SIMPULAN

Dari uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa, kebijakan pemerintahan kolonial Belanda memberikan dampak di bidang eknomi bagi Indonesia (Hindia Belanda) khususnya di bidang ekonomi.

Sistem tanam paksa yang dicetuskan oleh van de Bosch memberikan dampak yang cukup besar. Kelaparan yang terjadi di wilayah Cirebon cukup menjadi contoh betapa menderitanya rakyat Indonesia masa itu. Tanam paksa ini sangat menguntungkan pihak Belanda. Hal itu terbukti pada kas negara yang pada awalnya kosong, berkat tanam paksa tersebut terisi penuh, hutang-hutang Belandapun telah dilunasi. Pemerintah hidup bergelmpangan kemewahan.

(10)

pekerjaan, meskipun dalam hal ini tidak semua masyarakat yang bekerja untuk Belanda mendapatkan upah yang sesuai, karena pekerjaan dalam pengertian ini lebih menekankan pada kerja paksa. Selain itu dampak lain yang dirasakan Indonesia yaitu dikenalnya uang dihampir seluruh lapisan masyarakat. Hal in terjadi karena pemerintah Belanda membayar upah pekerjanya dengan uang, sehingga masyarakat mengenal adanya uang.

Kebijakan pemerintah Belanda selanjutnya menyebabkan adanya aliran modal asing yang cukup besar. Aliran modal ini menyebar di seluruh bidang terutama di bidang perkebunan. Para investor asing melihat Indonesia mempunyai potensi hebat terutama di bidang perkebunan. Hal itu telah terbukti dengan adanya kebijakan cultuurstelsel yang dapat membuat Belanda untung besar. Selain itu, investor asing uga melihat adanya tenaga kerja yang melimpah di Indonesia. Kebijaan perekonomian yang terbuka juga menjadi daya tarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tetapi keterbukaan iklim investasi tersebut menyebabkan ketergantungan yang besar terhadap pasaran dunia. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi target eksploitasi dari negara kapitalis dan imperialis yang mencoba menanamkan cengkeramannya dalam ekonomi dunia. DAFTAR RUJUKAN

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010a. Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010b. Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Geertz, Clifford. 1963. Agricultural Involution. California: University of California Press.

Wibowo, Guntur Arie. 2014. Sistem Tanam Paksa dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Perdesaan (online) (http://www.unsam.ac.id/2014/10/sistem-tanam-paksa-dan-dampaknya-terhadap-masyarakat-perdesaan.html)

(11)

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH BELANDA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Bahasa Indonesia Keilmuan

yang dibina oleh Bapak Musthofa Kamal, S.Pd. M.Sn. Ibu Frida Siswiyanti, S.Pd

oleh Tri Retnosari (140732602907)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan rumusan masalah yang sebelumnya, untuk itu peneliti ingin mengetahui pengelolaan kredit modal kerja rekening koran (R/C terbatas) yang digunakan

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek antiinflamasi dari ekstrak etanol rimpang temu putih pada tikus yang diinduksi

Bahan pelumas semi padat seperti minyak gemuk biasanya digunakan untuk bantalan putaran rendah dan yang padat seperti grafit dan molybdenum biasanya digunakan pada temperatur

TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp.. Rincian harta kekayaan dalam lembar ini merupakan dokumen yang dicetak secara otomatis dari elhkpn.kpk.go.id. Seluruh data dan informasi

Mestinya kata dia, pihak sekolah harus mencari so- lusi lain untuk membuat efek jera bagi siswa yang tidak hadir bukan memberlakukan denda.. “Aturan itu

Misalkan dan ingin bekerja sama untuk menyusun ulang rahasia yang telah dipecah, maka setiap pasangan nilai yang diberikan akan diverifikasi mengenai

Dalam menganalisis kinerja keuangan Koperasi Simpan Pinjam Berkat. Laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan neraca dan laporan rugi

1) Penggabungan tiga macam Bantuan Luar Negeri. Berbagai modal bantuan yaitu pinjaman yen, hibah dan kerjasama teknis dikelola oleh JICA untuk mendukung perbaikan kebijakan dan