• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pendidikan and Pendidikan Indone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Pendidikan and Pendidikan Indone"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Pendidikan &

Pendidikan Indonesia dari Jaman ke Jaman

1. Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kolonial, Pergerakan Kemerdekaan dan Penjajahan Jepang

A. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Portugis

Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka juga menyebarkan agama Nasrani (Khatolik). Waktu orang-orang Portugis datang ke Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaris, yang diberi tugas untuk menyebarkan agama Khatolik di kalangan penduduk Indonesia. Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, yang dianggap sebagai peletak batu pertama Khatolik di Indonesia. Franciscus Xaverius berpendapat bahwa untuk memperluas penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah.

Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum.

Karena sering timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku. Missi ini adalah missi negara, artinya para missionaris mendapat jaminan hidup dari negara. Maka

jatuhnya negara mengakibatkan hilangnya tenaga missi itu, sehingga usaha-usaha pendidikan terpaksa harus dihentikan.

B. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Belanda

(2)

1. Ambon

Sekolah pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607. Pelajaran yang diberikan berupa membaca, menulis dan sembahyang. Sebagai gurunya maka diangkat orang Belanda, yang mendapat upah ₣18 tiap bulan. Kelak dikirimkan beberapa orang anak kepala-kepala di Ambon ke negeri Belanda, untuk mendapat pendidikan guru. Sekembalinya ke tanah air, mereka diangkat sebagai guru.

Sebagai bahasa pengantar mula-mula ditetapkan bahasa Belanda. Karena timbul berbagai kesulitan, maka akhirnya ditetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa sekolah dan gereja. Sekolah ini mempunyai 30-40 orang murid. Murid-murid ini tidak tetap mengunjungi sekolah, karena disamping belajar di sekolah, mereka juga harus membantu orang tuanya bekerja di kebun atau di rumah. Untuk menghindari hal ini

maka diadakan peraturan, bahwa tiap-tiap murid diberikan 1 pon beras tiap hari. Pada tahun 1627 di Ambon sudah ada 16 sekolah dan di pulau-pulau sekitarnya ada 18

buah. Jumlah murid seluruhnya 1300 orang.

Pengajaran sekolah di luar Ambon dan Maluku juga hanya terbatas di daerah-daerah yang telah terkena pengaruh Khatolik. Daerah-daerah-daerah yang tidak “di Nasranikan” oleh Portugis dibiarkannya saja.

2. Jawa

Hubungan antara Kompeni dengan rakyat di Pulau Jawa tidak serapat di Maluku. Ini disebabkan oleh 2 hal:

 Rakyat di pulau Jawa sedikit sekali menghasilkan rempah-rempah untuk keperluan pasar dunia. Untuk mendapatkan rempah-rempah itu VOC tidak perlu berhubungan langsung dengan rakyat, sudah cukup bila berhubungan dengan kepala-kepala saja.

 Rakyat di Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Agama Khatolik tidak masuk ke pulau Jawa. Jadi tidak ada alasan bagi Kompeni untuk mempengaruhi rakyat di Pulau Jawa.

Karena dua alasan itulah, maka di Pulau Jawa tidak ada susunan persekolahan dan gereja yang seluas di Maluku.

(3)

Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan. Inipun tidak mengherankan, kerena pengajaran Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh pendidikan kejuruan, baru muncul dalam abad ke-19.

3. Pengaruh Aufklarung dalam Bidang Pendidikan Yang dikehendaki oleh Aufklarung adalah:

1. “Pencerahan” menghendaki agar manusia dibebaskan dari absolutisme negara dan mengharapkan agar kebebasan, terutama kebebasan ekonomi, dapat menghasilkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi seluruh umat manusia. 2. Pendidikan hendaknya dapat membebaskan manusia. Pengajaran harus lepas

dari pengaruh gereja, yang telah mengikatnya berabad-abad lamanya.

3. Selain itu “pencerahan” mengemukakan juga pentingnya penerangan

(pengajaran) bagi rakyat umum. Hal ini merupakan reaksi terhadap usaha-usaha gereja, yang hanya memperhatikan anggota-anggotanya saja. Maka diusahakan, agar ilmu pengetahuan bisa tersebar seluas-luasnya. Hal ini mendapat dorongan kuat dari Revolusi Perancis, yang diantaranya menghasilkan pengajaran percuma bagi semua warga negara.

4. Pengaruh Aufklarung di Indonesia Usaha Daendels

Daendels, yang pada tahun 1808 menjadi Gubernur Jenderal, mendapat perintah dari Raja Lodewijk Napoleon untuk meringankan nasib budak-budak serta orang Bumiputera dan melenyapkan perbudakan. Sejarah membuktikan, bahwa usaha Daendels kurang berhasil, bahkan ia membuat peraturan baru, yang

menambah penderitaan rakyat, yakni kerja rodi.

Bentuk baru dalam lapangan pengajaran terjadi pada pemerintahan

Daendels. Ia menaruh perhatian pada pengajaran bagi rakyat. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa dibawah ini :

- Pada tahun 1808 ia memberi perintah kepada bupati-bupati di Jawa agar pengajaran tersebar di kalangan rakyat dan tiap distrik mempunyai sekolah. Perintah ini tak sempat dijalankan, karena 3 tahun kemudian pemerintahan jatuh ke tangan Inggris.

(4)

gurunya ialah para dokter yang ada di Batavia. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Melayu.

- Sebagai usaha untuk “memajukan tari-tarian rakyat” dan menjauhkan bangsa Indonesia dari semangat kepahlawanan, maka pada tahun 1809 di Cirebon didirikan sekolah Ronggeng. Sekolah itu menjadi tanggungan Sultan. Lama belajar 4 tahun, yang diajarkan, selain menari dan menyanyi, juga membaca dan menulis.

Usaha Raffles

Kalau Daendels hanya memperhatikan penyebaran pengajaran saja, kurang pada ilmu pengetahuan, maka Raffles sebaliknya. Pengajaran rakyat dibiarkan, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan mendapat perhatian sepenuhnya. Perhatian banyak ditujukan pada bangunan-bangunan Hindu di pulau Jawa, seperti tampak dalam bukunya History of Java. Pada waktu yang bersamaan Marsden menulis Sejarah Sumatera, Kamus Melayu dan tata-bahasa Melayu. Raffles selanjutnya menyokong penyelidikan Horsfield di bidang Botani dan memerintahkan Colin Mackenzie untuk menyelidiki kedudukan hak milik tanah di Pulau Jawa.

5. Tanam Paksa dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia

Dengan diangkatnya Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal kita memasuki masa baru pendidikan di Indonesia. Ia mendapat tugas, agar daerah jajahan disulap menjadi daerah yang memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah Cultuurstelsel atau tanam paksa. Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stelsel pembangunan ekonomi (Bagi Belanda) dibutuhkan tenaga-tenaga “ahli” yang banyak. Maka mulai terasa kebutuhan akan sekolah yang harus menghasilkan buruh pegawai. Tetapi

karena adanya kesulitan keuangan untuk Indonesia, pendirian sekolah itu terbatas sekali, meskipun hasil tanam paksa terus mengalir ke negeri Belanda dengan derasnya.

(5)

sekolah untuk anak Belanda. Dan yang memasuki sekolah itu masih terbatas pada anak-anak bangsawan saja, anak rakyat jelata tidak diperkenankan.

Pada saat itu pendidikan lebih berkembang di luar Jawa. Hal ini karena sekolah di luar Jawa didirikan oleh badan-badan Kristen yang memberikan pendidikan berdasarkan agama.

Ketika itu karena banyak dibutuhkan tenaga-tenaga rendahan yang paham bahasa Belanda, didirikanlah sekolah istimewa yang mengajarkan bahasa Belanda. Sekolah itu kita dapati di Ambon, Depok dan Magelang. Di samping itu, di Bandung, Magelang, Probolinggo dan Manado dibuka sekolah untuk anak-anak bangsawan yang dididik untuk menjadi pamong praja Indonesia. Di sekolah-sekolah “menak” itu juga diajarkan bahasa Belanda. Pada tahun 1892 ada dua macam sekolah rendah,

yaitu:

1. Sekolah Kelas Dua untuk anak rakyat biasa. Lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang diberikan ialah berhitung, menulis dan membaca.

2. Sekolah Kelas Satu untuk anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Lama pendidikan pada mulanya 4 tahun, kemudian dijadikan 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Pelajaran yang diberikan ialah ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan ilmu mengukur tanah. Pelajaran diberikan dalam bahasa Melayu dan Belanda. Sekolah inil kemudian menjadi HIS (Hollands Inlandse School) yang menghasilkan pegawai-pegawai untuk pemerintahan kolonial. Perubahan besar terjadi di bidang pendidikan ini menyebabkan antara lain sekolah “menak” dirasa tidak perlu lagi. Tahun 1895, Sekolah Kelas Dua dijadikan sekolah 4 tahun dan tahun 1905 dijadikan 5 tahun. Selain itu di Jawa ada sekolah yang didirikan masyarakat sendiri yang memberikan pelajaran dasar seperti: membaca, meulis dan berhitung. Van Heutz (1904) memperbaiki sekolah itu dan menjadikannya 3 tahun dengan nama Sekolah Desa. Tahun 1938, jumlah Sekolah Desa itu ada 1700 buah, tersebar di seluruh Indonesia, dengan jumlah guru 32.000 orang dan murid 1.750.000 orang.

6. Penyelenggaraan Sekolah-Sekolah Bumiputera Sesudah 1850

(6)

Sekolah Kelas Satu juga mengalami perubahan, dan sejak tahun 1914 disebut HIS (Hollands Inlandse School). Untuk anak-anak Indonesia lulusan HIS juga dibuka beberapa buah MULO (sekarang SMP), lama pelajaran pada teorinya adalah 3 tahun, tapi pada prakteknya 4 tahun. Lulusan MULO dapat menyambung pelajarannya ke AMS (sekarang SMA). Dari AMS yang mampu dapat melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Tinggi di Jawa atau Universitas di Belanda.

Tahun 1922, AMS untuk pertama kali menghasilkan lulusannya dan karena itu pada tahun 1924 di Jakarta dibuka Sekolah Tinggi Kehakiman (Rechts Hoge Schooll) yang mulanya adalah Rechtsschol (Sekolah Hakim), yang menyiapkan tenaga-tenaga untuk kantor-kantor pengadilan negeri, seperti jaksa dan griffier. Lama pendidikan 6 tahun dan dibuka pada tahun 1909.

Selama PD I (1914-1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga insinyur. Karena itu atas usaha direksi perkebunan dan perusahaan Belanda, pada tahun 1918 di

Bandung didirikan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch Indie (Lembaga Kerajaan untuk Pengajaran Tinggi Teknik di Hindia Belanda) yang membuka Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik). Di Jakarta pada tahun 1927 dibuka Geneeskindige Hooge School (Sekolah Dokter) yang pada tahun 1902 sekolah itu bernama School tot Opleiding Voor Inlandsche Artsen

(Sekolah Dokter Bumiputera), lama pendidikan 10 tahun. Untuk praktikum maka didirikan sebuah rumah sakit yang dinamakan CBZ (sekarang RS Cipto Mangunkusumo).

7. Pergerakkan Kemerdekaan

Dengan bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik pandai yang mendapat pendidikan Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat kolonial. Pendidikan menimbulkan keinsyafan nasional dan keinsyafan bernegara. Dengan alat dan senjata yang dipelajarinya dari Barat sendiri, yaitu organisasi rakyat cara modern, lengkap dengan susunan pengurus pusat dan cabang di daerah-daerah. Pergerakan ini dicetuskan kaum cerdik pandai, sebagian besar keturunan kaum bangsawan.

(7)

8. Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Jepang

Zaman penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942 – 17 Agustus 1945). Karena Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan perang.

Yang terpenting bagi kita di zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan Belanda diikuti pula tumbangnya sistem pendidikan kolonial yang pincang. Karena pemerintahan militer Jepang menginternir banyak orang Belanda, maka

sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas ikut lenyap. Tinggal susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah rendah seperti

Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) yang memberikan pendidikan selama 6 tahun, sekolah menengah yang dibuka ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko

(perempuan) yang lama pendidikannya selama 3 tahun. Selain sekolah menengah, banyak pula didirikan sekolah kejuruan, yang terbanyak ialah sekolah guru. Jepang menganggap sekolah guru penting sekali, karena sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar untuk memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.

2. Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi

A. Zaman Kemerdekaan

Upaya pemerintahan Indonesia di bidang pendidikan awal kemerdekaan ialah mengangkat tokoh pendidik yang telah berjasa pada masa kolonial seperti Ki Hadjar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van Phuysen.

(8)

B. Zaman Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk pimpinan pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya.

Dalam Pelita I inilah pendidikan dapat diperkembangkan menurut satu rencana yang sesuai dengan keuangan negara. Keuangan negara agak membengkak waktu harga minyak mentah meloncat dari harga $3 menjadi $12 per barrel. Hal ini memungkinkan didirikannya SD Inpres (Instruksi Presiden) mengangkat guru-guru dan mencetak buku pelajaran. Sebagai hasil Pelita I dalam bidang pendidikan telah ditatar lebih dari 10.000 orang guru. Telah dibagikan lebih dari 63,5 juta buku SD kelas I, telah dibangun 6000 buah gedung SD, telah diangkat 57.740 orang guru terutama guru SD, serta dibangun 5

Proyek Pusat Latihan Teknik yaitu di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang.

C. Zaman Reformasi

Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan, antara lain:

1. Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.

2. Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.

Kemudian setelah Megawati turun dari jabatannya dan digantikan Susilo Bambang Yudhoyono, UU No. 20/2003 masih tetap berlaku, namun pada masa SBY juga ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan UU tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum ini berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. KTSP

(9)

1. Untuk pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2. Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3. Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

3. Pemikiran Tokoh-Tokoh Pendidikan Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi

A. Ki Hadjar Dewantara

Bila bicara tentang sejarah pemikiran pendidikan di Indonesia, maka orang akan sulit untuk memisahkan dari nama besar Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara pulang ke Tanah Air pada tahun 1918 setelah menempuh studinya di Belanda. Empat tahun ke-mudian, tokoh yang tak bisa menyelesaikan pendidikan kedokteran di STOVIA karena sakit ini baru bisa mewujudkan semua gagasannya tentang dunia pendidikan dengan men-dirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa pada 3 Juli 1932 di Yogyakarta.

Perguruan bercorak nasional ini sangat menekankan rasa kebangsaan agar siswa mencintai bangsa dan tanah air, sehingga tergerak untuk berjuang meraih kemerdekaan. Dari tahun ke tahun, Taman Siswa terus menggeliat. Jumlah muridnya terus bertambah. Artinya, semakin banyak pula rakyat Indonesia yang pikirannya terbuka. Melihat kiprah Ki Hadjar Dewantara yang terus berkembang, pemerintah kolonial Belanda kembali resah. Jalan pintas diambil: Taman Siswa mesti diberangus. Caranya, dengan menerbitkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932. Namun, berkat kegigihan Ki Hadjar Dewan-tara, bukannya Taman Siswa yang bubar, melainkan justru ordonansi itulah yang akhirnya dicabut. Ketika Jepang masuk menggantikan pemerintahan Hindia Belanda 1942, Ki Hadjar Dewantara tak henti berjuang lewat politik dan pendidikan. Bersama beberapa tokoh nasional pada saat itu, Ki Hadjar duduk sebagai salah seorang pimpinan Putera. Dedikasi panjangnya terhadap dunia pendidikan mengantarkan Ki Hadjar menjadi

(10)

handayani (guru hanya membimbing dari belakang dan mengingatkan jika tindakan siswa membahayakan), ing madya mangun karsa (membangkitkan semangat dan memberikan motivasi), dan ing ngarsa sung tulada (selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapan).

B. Mohammad Natsir

Mohammad Natsir berpandangan bahwa kemunduran dan kemajuan sangat tergantung pada ada atau tidaknya sifat-sifat dan bibit-bibit kesanggupan suatu umat untuk menjadikan mereka layak atau tidak menduduki tempat yang mulia di dunia ini yang bergantung kepada pendidikan yang diterima oleh seseorang. Beliau berpandangan bahwa untuk mewujudkan sifat-sifat kemampuan itu serta dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia umat Islam, harus melalui jalur pendidikan.

Di sinilah muncul keinginan beliau untuk mendirikan sebuah institusi pendidikan Islam, yang lebih dikenal dengan Pendis. Mohammad Natsir menyadari bahwa untuk

mengubah pemikiran pelajar-pelajar Islam tidak hanya cukup dengan mengemukakan pe-mikiran melalui penulisan saja, tetapi harus berperan lebih dari itu. Beliau melangkah dengan mendirikan sebuah sistem pendidikan yang terpadu, yang menyatukan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.

Dia berpandangan bahwa melalui pendidikan yang terpadu itu akan menjadikan anak didiknya sebagai intelek yang ulama dan ulama yang intelek. Menurut K.H Rusyad Nurdin, salah seorang murid Pendis angkatan pertama, tujuan pendidikan Pendis ialah “mencari alternatif dari sistem pendidikan kolonial yaitu sistem pendidikan yang menitikberatkan kepada pembentukan pribadi yang berdaya fikir berkesinambungan dengan hati nuraninya, seimbang daya cipta dan taat tawakalnya kepada Allah SWT”

(Mohammad Noer, 2007).

Setelah beberapa tahun mengendalikan Pendis, Mohammad Natsir kian mengenal bidang pendidikan. Pada tahun 1934 dan tahun-tahun berikutnya beliau mulai me-ngemukakan gagasannya melalui beberapa tulisan dan ceramah. Hal ini bisa kita baca dalam bukunya Capita Selekta.

C. Muhammad Syafei

(11)

dipecahkan setelah berada di tengah-tengah masyarakat Belanda. Ternyata bahwa faktor alam dan lingkungan masyarakat mempengaruhi jiwa manusia.

Jelas kiranya bahwa nasionalisme Muhammad Syafei adalah nasionalisme pragmatis berdasarkan agama, yaitu nasionalisme yang tertuju membangun bangsa melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Muhammad Syafei menyatakan bahwa Tuhan tidak sia-sia menciptakan manusia dan alam lainnya. Tiap-tiapnya mesti berguna, kalau tidak berguna hal itu disebabkan karena kita tidak pandai menggunakannya.

Selain itu, pandangan pendidikan Muhammad Syafei menyarankan kesempurnaan hidup lahir dan batin harus selalu diperbaharui. Hal ini terungkap dalam pemikiran G. Revesz seperti yang dikutip oleh Syafei: “bahwa lapangan pendidikan mesti berubah

menurut zamannya, seandainya orang masih beranggapan, bahwa susunan pendidikan dan pengajaran yang berlaku sekarang adalah sebaik-baiknya dan tidak akan diubah lagi, maka

orang atau lembaga yang berpendirian dan berpikir demikian telah jauh menyimpang dari kebenaran.”

Berdasarkan hal tersebut, Syafei menyimpulkan bahwa kesempurnaan lahir dan batin berbentuk manusia yang aktif kreatif. Dengan kata lain, manusia yang sempurna lahir dan batin ialah manusia yang memenuhi aspek-aspek jiwa dan hati yang terlatih serta otak yang berisi pengetahuan sehingga menjadi manusia yang aktif kreatif dalam menghadapi lingkungan dan perubahan masyarakat.

D. Pada Masa Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono

Disusunlah rencana pengajaran dengan konsep Sapta Usaha Tama :  Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K.  Meningkatkan seni dan olahraga.

 Mengharuskan usaha halaman.  Mengharuskan penabungan.

 Mengharuskan usaha-usaha kooperasi.  Mengadakan kelas masyarakat.

 Membentuk regu kerja dikalangan SLTP/SLTA dan Universitas. Kemudian konsep ini disusul dengan sistem Pancawardhana :

 Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional / internasional / keagamaan.  Perkembangan intelegensi.

 Perkembangan rasa artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin.  Perkembangan keprigelan (Kerajinan Tangan).

(12)

Perkembangan sistem Pancawardhana ini akhirnya menimbulkan rasa curiga dan ketidakpuasan. Oleh sebab itu, kemudian menyusul sistem Panca Cinta:

 Cinta Nusa dan Bangsa  Cinta Ilmu Pengetahuan

 Cinta Kerja dan Rakyat yang bekerja

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman (Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Sejarah UGM). Mohammad Natsir dan Sejarah Pemikiran Pendidikan.

(http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=16750:m-natsir-dan-sejarah-pemikiran-pendidikan&catid=11:opini&Itemid=187, diakses 2 Maret 2013) Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: PSNP. Choto, Aan. 2010. Landasan Historis Kependidikan di Indonesia

(http://aanchoto.com/category/pendidikan/landasan historis kependidikan di Indonesia:html, di akses 6 maret 2011)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Djumhur dan Danasuparta. 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu.

Ki Hajar Dewantara dan Muhammad Syafei (http://imaliaditapa.blogspot.com/2011/12/kihajar-dewantara-dan-muhammad-syafei.html, diakses 9 Maret 2013)

M. Said. 1985. Mendidik dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Dian Rakyat. Pidata, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Rukiati Enung K dan Hikmawayi Henti. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.

Bandung: CV Pustaka Setia.

Suyanto dan Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Tim Dosen IKIP Bandung. 1983. Dasar-Dasar Kependidikan. IKIP Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Widyastuti. 2010. Landasan Sejarah Pendidikan.

(http://widyastuti2406.wordpress.com/Landasan sejarah Pendidikan:html, diakses 6 Maret 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa pendidikan yang dibuka di Palembang pada jaman Jepang tidak banyak, dimana sekolah-sekolah di jaman Belanda yang

Dengan telah ditetapkannya ide besar tentang yayasan sebagai lembaga wakaf, lembaga pendidikan yang akan dibuka adalah sekolah berasrama ( boarding school ) selama enam

Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah unit kegiatan pendidikan yang berlangsung selama tiga tahun termasuk sekolah menengah keagamaan dan pendidikan khusus

DIREKATORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DENGAN BANK RAKYAT INDONESIA. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal

8 laki-laki dan sebelas (11) orang jumlah perempuan, adapun Kriteria Ketuntasan Maksimal (KKM) yang diterapkan di Sekolah Menengah Atas Prasetya Kota Gorontalo

Maksud pemerintah untuk memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia tidak tercapai, karena sekolah-sekolah bumi putra kelas II merupakan lembaga yang mahal

Pada peringkat Sekolah Menengah Rendah, isi kandungan pendidikan Sejarah memberi tumpuan kepada pemahaman yang menyeluruh dan memberikan suatu gambaran jelas tentang sejarah

Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah unit kegiatan pendidikan yang berlangsung selama tiga tahun termasuk sekolah menengah keagamaan dan pendidikan khusus