• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Particle Swarm Optimization-Dempster Shafer untuk Diagnosa Indikasi Penyakit pada Budidaya Ikan Gurami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Metode Particle Swarm Optimization-Dempster Shafer untuk Diagnosa Indikasi Penyakit pada Budidaya Ikan Gurami"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

503

Implementasi Metode

Particle Swarm Optimization-Dempster Shafer

untuk

Diagnosa Indikasi Penyakit pada Budidaya Ikan Gurami

Faris Dinar Wahyu Gunawan1, Edy Santoso2, Lailil Muflikhah3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1farisdinar61@gmail.com, 2edy144 @ub.ac.id, 3lailil@ub.ac.id

Abstrak

Pengetahuan pembudidaya akan jenis penyakit yang dapat menyerang pada ikan gurami pada saat budidaya sangat kecil. Prediksi indikasi penyakit pada budidaya ikan gurami adalah suatu hal yang penting terhadap keberhasilan budidaya. Dempster shafer adalah salah satu teknik dari kecerdasan buatan yang digunakan untuk memprediksi berdasarkan fakta-fakta yang saling berkaitan. Dempster shafer metode yang sering digunakan karena tergolong algoritma yang mudah untuk diimplementasikan. Namun, kinerja dempster shafer sangat tergentung pada pakar yang mempunyai kaitan dengan permasalahan. Sehingga, jika terdapat fakta baru harus konsultasi dahulu kepada pakar. Selain itu,

Dempster shafer tidak menjamin hasil prediksi yang spesifik karena fakta yang saling berkaitan sering kali bersifat umum. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan metode Particle Swarm Optmization. Particle Swarm Optimization mengeksplorasi ruang pencarian untuk menemukan nilai densitas awal berdasarkan nilai cost partikel. Nilai cost dirancang untuk memininimalkan jarak nilai random dengan nilai bobot sehingga semakin kecil mendekati 0 nilai cost semakin besar peluang partikel sebagai solusi. Dimana metode Particle Swarm Optimization digunakan untuk membangkitkan nilai densitas dan DempsterShafer sebagai pengambil kesimpulan indikasi penyakit. Pada penelitian ini menggunakan hybrid Particle Swarm Optmization-Dempster Shafer untuk diagnosa indikasi penyakit pada budidaya ikan gurami. Hasil yang didapat dari hasil keluaran sistem dengan pakar mencapai hasil 86,5%.

Kata Kunci : Diagnosa, Optimasi, Particle Swarm Optimization, Dempster Shafer, Penyakit Ikan Gurami

Abstract

Knowledge of fish breeders of the type of disease that can attack on gouramy fish at the time of cultivation is very small. Prediction indication of disease on gourami fish is an important thing to the succes of cultivation. Prediction of disease obtained from the facts that exist in the cultivation process. Dempster shafer is one of the techniques of artificial intelligence used to predict based on interrelated facts. Dempster shafer method is often used because it is quite easy to implement algorithm. However, the performance of dempster shafer is very dependent on the girlfriend who has a connection with the problem. So, if there is a new fact must first consult to experts. In addition, Dempster shafer does not guarantee specific prediction results because interrelated facts are often general. One approach that can be used to overcome this problem is to apply Particle Swarm Optmization method. Particle Swarm Optimization explores the search space to find initial density values based on particle cost values. . Where the Particle Swarm Optimization method is used to generate density values, and Dempster Shafer as a conclusion of disease indication. In this study using hybrid Particle Swarm Optmization-Dempster Shafer for diagnosis of disease indication on gouramy fish culture. The results obtained from the output of the system with experts achieve 86,5% results.

Keyword : Diagnosis, Optimation, Particle Swarm Optimization, Dempster Shafer, Gourami Fish Disease

1. PENDAHULUAN

Budidaya ikan gurami adalah proses awal yang dilakukan oleh pembudidaya yang di awali mulai proses pembenihan sampai pembesaran

(2)

untuk mengenal dan menanggulangi penyakit ikan, konsep kolam, seleksi benih, kualitas air dan lebih-lebih pengetahuan tentang peyakit ikan gurami(Elfani, 2013).

Penelitian tentang metode Dempster-shafer

telah banyak dilakukan dengan objek yang berbeda-beda. Pada penelitian berjudul “Skin Diseases Expert System using Dempster-Shafer Theory”, teori Dempster-shafer digunakan untuk mendeteksi penyakit kulit. Pada penelitian tersebut menghasilkan hasil deteksi penyakit pada kuliat manusia lebih akurat dibandingkan dengan metode yang lainnya(Andino & hasan, 2013). Selanjutnya Pada penelitian berjudul “Multi-stream speech recognition based on Dempster–Shafer combination rule”, Dempster-shafer digunakan untuk mendeteksi pengenalan suara(Fabio Valente, 2010). Pada penelitian tersebut menghasilkan pengenalan suara lebih akurat dibandingkan metode sejenis lainya Metode Dempster-Shafer dipilih karena algoritma ini sangat sensitif terhadap inisialisasi nilai densitas. Nilai densitas adalah ukuran untuk suatu tingkat kepercayaan terhadap suatu peristiwa. Nilai densitas didapat dari seorang ahli (pakar) dibidangnya misalkan dokter penyakit jantung, ahli hukum dsb. Sehingga jika ada penambahan fakta baru harus konsultasi ke ahli untuk mendapatkan nilai densitas baru. Tentu hal ini akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dalam ilmu komputer ada metode yang mampu menutupi kelemahan metode

Dempster Shafer dengan membangkitkan nilai secara acak dengan nilai evaluasi sebagai acuannya yaitu metode Particle Swarm Optimization. Dengan nilai Dempster Shafer

yang diperoleh dari perhitungan Particle Swarm Optimization mampu memberikan nilai densitas yang sebelumnya tergantung kepada ahli dapat dioptimasi mendekati nilai maksimum atau mungkin lebih baik sehingga ketergantungan terhadap para ahli dapat diminimalkan.

Kajian dari beberapa penelitian diatas menunjukan bahwa algoritma Particle Swarm Optimization dapat mengoptimasi nilai densitas awal pada algoritma Dempster Shafer. Selain itu penggabungan dua metode dapat meningkatkan kinerja algoritma untuk menemukan hasil optimum dalam penambahan fakta baru dan

meminimalkan ketergantungan metode

Dempster Shafer terhadap seorang ahli.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, penulis mengajukan penelitian dengan judul “Implementasi Metode Particle Swarm Optimization-Dempster Shafer

Untuk Diagnosa Indikasi Penyakit Pada Budidaya Ikan Gurami”. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih bagi pemula tentang budidaya ikan gurami dan mengetahui jenis penyakit dari ikan gurami melalui gejala atau fakta dalam proses budidaya sendiri. 1.Berdasarkan permasalahan diatas didapatkan rumusan masalah yaitu bagaimana mengimplementasikan Hybrid Particle Swarm Optimization dan Dempster Shafer Untuk Diagnosa Indikasi Penyakit Pada Budidaya Ikan Gurami dan bagaiamana tingkat akurasi metode

Particle Swarm Optimization dan Dempster Shafer Untuk Diagnosa Indikasi Penyakit Pada Budidaya Ikan Gurami

2. LANDASAN PUSTAKA

2.1 Dempster Shafer

Metode Dempster-Shafer adalah teori matematika untuk pembuktian berdasarkan suatu fungsi kepercayaan dan pemikiran yang masuk akal. Teori ini dapat menggabungkan potongan informasi yang terpisah atau bukti

dengan tingkat keyakinan untuk

mengkalkulasikan kemungkinan dari suatu peristiwa-peristiwa (Wahyuni dan Prijodiprojo, 2013). Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan

evidence (fakta) dalam mendukung suatu himpunan bagian. Nilai evidence biasa disebut nilai densitas yang menunjukan seberapa besar kepercayaan terhadap suatu peristiwa yang nilainya 0 sampai dengan 1. Belief jika bernilai 0 (nol) maka mengindikasikan bahwa tidak ada

evidence, dan jika bernilai 1 maka menunjukkan adanya kepastian. Menurut (Latifa Oukhellou, 2010), persamaan 2.1 merupakan fungsi Belief.

sedangkan Plausibility (Pls) adalah suatu tingkat ketidakpercayaan dari evidence dinotasikan pada persamaan 2.2

kita yakin akan X’ maka dapat dikatakan Belief

(3)

= 0 (Latifa Oukhellou, 2010). Plausibility akan mengurangi tingkat kepercayaan dari evidence. Pada teori Dempster-Shafer juga dikenal adanya

frame of discernment yang dinotasikan dengan . FOD ini merupakan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesis sehingga sering disebut dengan environment (Latifa Oukhellou, 2010), dimana:

FOD atau environment

n

1.... elemen/unsur bagian dalam

environment.

Environment mengandung elemen-elemen yang menggambarkan kemungkinan sebagai jawaban dan hanya ada satu yang akan sesuai dengan jawaban yang dibutuhkan namun tidak menutup kemungkinan semuanya atau ada 2 elemen sebagai jawaban.

Misalkan : {A,B,C,D,E} dengan

A = Ikan sehat

B = Terserang Bercak merah C = Terserang Sirip Putih D = Terserang Mata Belo E = Terserang Cacing insang

Kemungkinan ini dalam teori Dempster-Shafer disebut dengan power set dan dinotasikan dengan P (), setiap elemen dalam power set ini memiliki nilai interval antara 0 sampai 1 (Siahaan, 2015). sehingga dapat persamaan 2.4.

adalah 0,7 sedangkan disBelief air keruh adalah 0,3. dalam teori Dempster-Shafer, disBelief

dalam environment biasanya dinotasikan m(). Sedangkan mass function (m) dalam teori

Dempster-Shafer adalah tingkat kepercayaan dari suatu evidence, sering disebut dengan

evidencemeasure sehingga dinotasikan dengan (m). Sebagai contoh pada aplikasi sistem pakar dalam satu penyakit terdapat sejumlah evidence

yang akan digunakan pada faktor ketidakpastian dalam pengambilan keputusan untuk diagnosa

suatu penyakit. Untuk mengatasi sejumlah

evidence tersebut pada teori Dempster-Shafer

menggunakan aturan yang lebih dikenal dengan

Dempster’s Rule of Combination dengan persamaan 5 (Latifa Oukhellou, 2010)

secara umum formulasi untuk Dempster’s Rule

of Combination

dimana: k = Jumlah evidential conflict.

Menurut (Latifa Oukhellou, 2010) besarnya jumlah evidential conflict (k) dirumuskan pada persamaan 7:

sehingga bila persamaan (2.6) disubstitusikan ke persamaan (2.7) akan menjadi

2.2 Particle Swarm Optimization

Langkah pertama adalah pembangkitan partikel, dimana pada tahap ini dibangkitkan nilai random sesuai dengan permasalahan masing-masing. Nilai random ini yang nantinya akan menjadi kandidat solusi dari algortima ini seiring pembaruan iterasi.

Langkah kedua adalah posisi 𝑥𝑘𝑖, dan kecepatan 𝑣𝑘𝑖 dari kumpulan partikel

dibangkitkan secara random (rand)

menggunakan batas atas (xmax) dan batas bawah (xmin) seperti yang ditunjukkan pada persamaan 9 dan 10.

(4)

𝑣0𝑖 = 𝑥𝑚𝑖𝑛 + 𝑟𝑎𝑛𝑑(𝑥𝑚𝑎𝑥− 𝑥𝑚𝑖𝑛) (10)

Langkah selanjutnya adalah Update velocity (kecepatan) untuk semua partikel pada waktu k+1 menggunakan nilai cost posisi partikel saat ini pada saat waktu ke k. Dalam penelitian ini, nilai cost digunakan untuk meminimalkan jarak solusi dengan bobot. Bobot merupakan nilai paling optimum yang di dapat dari hasil wawancara terhadap pakar. Jarak yang paling optimum adalah jumlah partikel yang mendekati 0(nol) namun tidak menutup kemungkinan hasil yang didapat bernilai 0(nol) seiring dengan Update kecepatan dan posisi. Solusi yang di maksud adalah nilai partikel atau kandidat solusi yang di bangkitkan secara acak 0(nol) sampai 1. Persamaan 11 mencari nilai cost

sebagai berikut:

NilaiCost=

(∑𝑛𝑗=1𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑖𝑎𝑝 𝑃𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙) −

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 (11) Dari nilai cost dapat ditentukan partikel yang memiliki nilai global terbaik (global best) pada

swarm saat ini, dan juga posisi terbaik dari tiap partikel pada semua waktu yang sekarang dan sebelumnya. Perumusan Update velocity juga menggunakan beberapa parameter random. Perumusan Update velocity dapat dilihat pada persamaan 12 sebagai berikut (Valle, 2008).

𝑣𝑘+1𝑖 = 𝜔 ∗ 𝑣

𝑘𝑖 + 𝑐1∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ 𝑝𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖−

𝑥𝑘𝑖 + 𝑐2∗ 𝑟𝑎𝑛𝑑 ∗ 𝑔𝑏𝑒𝑠𝑡− 𝑥𝑘𝑖 (12)

Di mana :

𝑣𝑘𝑖 = kecepatan patikel i pada iterasi k

𝜔 = inertia (fungsi pemberat)

c1 = self confidence c2 = swarm confidence rand = nilai acak antara 0 dan 1

𝑥𝑘𝑖 = posisi partikel i pada iterasi k

𝑝𝑏𝑒𝑠𝑡𝑖 = posisi terbaik dari partikel i

𝑔𝑏𝑒𝑠𝑡 = nilai 𝑝𝑏𝑒𝑠𝑡 terbaik dari swarm.

Pada setiap iterasi, nilai fungsi pemberat (inertia) di-Update melalui persamaan 13 (Omizegba & Adebayo, 2009).

𝜔 = 𝜔𝑚𝑎𝑥−𝜔𝑚𝑎𝑥𝑖𝑡𝑒𝑟−𝜔𝑚𝑎𝑥𝑚𝑖𝑛𝑥 𝑖𝑡𝑒𝑟 (13)

di mana :

𝜔𝑚𝑎𝑥 = nilai pemberat (inertia) awal.

𝜔𝑚𝑖𝑛 = nilai pemberat (inertia) akhir.

𝑖𝑡𝑒𝑟𝑚𝑎𝑥 = jumlah iterasi maksimum.

iter = jumlah iterasi terakhir.

Langkah terakhir adalah Update posisi tiap partikel. Dengan adanya perubahan kecepatan, maka posisi partikel juga akan berubah pada tiap

iterasi yang dapat dicari melalui persamaan 3.4 (Omizegba & Adebayo, 2009)

𝑥𝑘+1𝑖 = 𝑥𝑘𝑖 + 𝑣𝑘+1𝑖 (14)

di mana :

𝑥𝑘+1𝑖 = posisi partikel saat ini

𝑥𝑘𝑖 = posisi partikel sebelumnya

𝑣𝑘+1𝑖 = kecepatan partikel saat ini.

Tiga langkah yang telah dipaparkan tersebut akan diulang sampai kriteria

kekonvergenan terpenuhi. Kriteria

kekonvergenan sangat penting dalam

menghindari penambahan nilai evaluasi setelah solusi optimum didapatkan. Namun kriteria kekonvergenan tidak selalu mutlak diperlukan. Penetapan jumlah iterasi maksimal juga dapat digunakan sebagai stopping condition dari sebuah algoritma (Omizegba & Adebayo, 2009). Dalam penelitian ini stopping condition yang digunakan adalah jumlah iterasi maksimal sehingga algortima tidak akan berhenti sebelum jumlah iterasi selesai.

2.3 Hybrid Particle Swarm Optimization Dempster Shafer

Algoritme Particle swarm optimization

sendiri digunakan untuk membangkitkan nilai densitas yang akan digunakan oleh Dempster Shafer. Berikut tahadapan algoritme Particle Swarm Optimization dan Dempster Shafer. Langkah Particle swarm optimization- Dempster Shafer ditunjukkan pada Gambar 1.

Dimana pada langkah awal pada metode

Particle swarm optimization diawali dengan proses inisialisasi partikel dimana nilai partikel dibangkitkan secara acak, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai cost, interval, personal best, global best hingga iterasi terakhir. Setelah didapatkan nilai global best pada iterasi terakhir

selanjutnya dilakukan perhitungan

(5)

Gambar 1.Diagram alir Siklus Algoritme Particle Swarm Optimization dan Dempster-Shafer.

3. IMPLEMENTASI

Implementasi berisi tampilan user interface yang terdapat pada menu dalam sistem diagnosa indikasi penyakit pada budidaya ikan gurami.

3.1 Implementasi Pilih Fakta

Proses pemilihan fakta dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pilih Fakta Ikan Gurami

Pada menu pilih fakta user dapat menginputkan atau memilih fakta berdasarkan gejala dan kondisi ikan selama proses budidaya. Pada menu pilih fakta terdapat 6 parameter dan 40 fakta. Yang selanjutnya dilakukan proses

perhitungan setelah pemilihan fakta.

3.2 Implementasi Tambah Fakta

Implementasi tambah fakta dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tambah Fakta Ikan Gurami

Pada Menu Tambah Fakta admin dapat menambahkan fakta dan parameter sesuai dengan data yang didapatkan. Admin dapat melakukan pengisian nilai densitas yang didapatkan dari pakar atau expert yang selanjutnya akan dilakukan perhitungan oleh metode Particle Swarm Optimization dan

Dempster Shafer.

3.3 Implementasi Hasil Indikasi

Proses implementasi hasil indikasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Indikasi

Pada menu hasil indikasi merupakan hasl kesimpulan sistem berupa indikasi penyakit yang terdapat pada ikan gurami berdasarkan pemilihan fakta yang telah di inputkan. Pada menu Hasil Indikasi juga berisi perhitungan

(6)

4. PENGUJIAN

4.1 Pengujian Interval Kecepatan

Pengujian interval kecepatan partikel bertujuan untuk mengetahui interval kecepatan partikel yang sesuai sehingga dapat menghasilkan solusi penyelesaian yang optimum. Interval kecepatan dievaluasi berdasarkan nilai cost terbaik dalam swarm. PSO merupakan algortima stokastis sehingga akan menghasilkan hasil berbeda setiap kali program dijalankan (Mahmudy 2015), karenanya untuk memperoleh rata-rata nilai keseluruhan, dilakukan percobaan sebanyak 10 kali untuk setiap interval kecepatan partikel. Pada percobaan ini evaluasi pertama (evaluasi 1) adalah nilai cost yang dinyatakan baik dalam satu partikel mendekati 0 (nol) dan nilai partikel melebihi 1 (satu). Jika semakin mendekati 0 (nol) dan tidak melebihi 1 maka besar interval kecepatan akan dinyatakan baik. Presentasi pada pengujian ini lebih banyak pada nilai partikel yang tidak melebihi 1. Besar interval kecepatan adalah 50% sampai dengan 0.05% dari interval posisi partikel.

4.2 Pengujian Bobot Inersia

bobot inersia bertujuan untuk mengetahui kombinasi bobot inersia maksimal (W_max) dan bobot inersia minimal (W_min) yang tepat guna memperoleh nilai cost yang optimal. Nilai bobot inersia maksimal yang digunakan adalah 0.9, 0.8, dan 0.4 sedangkan nilai bobot inersia minimal yang digunakan adalah 0.2, 0.3, 0.4. kombinasi bobot inersia maksimal dan minimal dievaluasi berdasarkan rata rata nilai cost terbaik. Untuk memperoleh rata-rata nilai secara keseluruhan, dilakukan percobaan sebanyak 10 kali untuk tiap kombinasi bobot inersia.

4.3 Pengujian Ukuran Swarm

Pengujian swarm dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi yang dibutuhkan untuk memperoleh nilai cost terbaik. Jumlah partikel dalam swarm yang digunakan adalah kelipatan 5. Ukuran swarm optimum dievaluasi berdasarkan nilai rata-rata cost terbaik. Particle Swarm Optimization merupakan algoritma stokastis sehingga akan menghasilkan hasil berbeda setiap kali program dijalankan (Mahmudy, 2015) karenanya dalam percobaan dilakukan sebanyak 10 kali untuk setiap ukuran swarm.

4.4 Pengujian Jumlah Iterasi

Pengujian jumlah iterasi dilakukan untuk mengetahui jumlah iterasi yang tepat untuk memperoleh nilai cost terbaik yaitu mendekati nilai 0 (nol). Jumlah iterasi yang digunakan adalah kelipatan 10. PSO merupakan algortima skokatis sehingga akan menghasilkan hasil yang berbeda setiap kali program dijalankan

(Mahmudy, 2015), karenanya untuk

memperoleh rata-rata nilai keseluruhan, dilakukan percobaan sebanyak 10 kali setiap jumlah iterasi.

4.5 Pengujian Koefisien Akselerasi

Pengujian koefisien akselerasi dilakukan untuk mengetahui kombinasi koefisien akselerasi 1 dan koefisien akselerasi 2 terbaik guna memperoleh nilai cost terbaik yang mendekati 0 (nol). Karena particle swarm optimization akan menghasilkan hasil yang berbeda setiap dijalankan maka dibutuhkan percobaan 10 kali untuk setiap kombinasi koefisien akselerasi.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasann dari Implementasi Algoritma

Particle Swarm Optimization-Demster Shafer

Untuk Diagnosa Indikasi Penyakit Pada Budidaya Ikan Gurami maka diperoleh kesimpulan :

(7)

dibangkitkan atau nilai tetap 0. Selama proses optimasi kecepatan partikel dan posisi partikel selalu diperbarui. Solusi penyelesaian berupa nilai densitas optimum yang merupakan posisi terbaik yang pernah dicapai partikel pada iterasi tertentu. Posisi terbaik yang pernah dicapai tersebut yang dijadikan sebagai inisialisasi awal pada algoritma Dempster Shafer untuk proses lebih lanjut sehingga menghasilkan keluaran berupa indikasi penyakit pada ikan gurami. 2. Berdasarkan uji coba sistem yang hasilnya

dibandingkan dari pakar maka didapat hasil rata-rata akurasi sistem sebesar 86,5% yang dilakukan sebanyak 10 kali dengan pemilihan kombinasi fakta sebanyak 20.

DAFTAR PUSTAKA

Eka, M. 2016. Hybrid Particle Swarm Optimization dan K-Means untuk Clustering Data Penentuan UKT. Maselano, A. 2013. Dempster Shafer untuk

diagnosa penyakit pada serangga. Mulia, DS. 2010. Isolasi, karakterisasi, dan

Mentifikasi Bakteri Aeromons sp.

Penyakit Mofile Aeromonas

Septicemia(&IAS) Pada Gurami . Muzakir, I. 2014. Peningkatan algoritme

Backpropagation dengan seleksi fitur

Particle Swarm Optimization dalam prediksi pelanggan telekomunikasi yang hilang.

Rosidah,. 2014. Potensi Ekstrak daun jambu bji

sebagai antibakterial untuk

menanggulangi penyakit ikan gurami. Wahyuni, EG. 2012. Prototype sistem pakar

untuk mendeteksi penderita jantung koroner dengan menggunakan metode fitur Particle Swarm Optimization

dalam prediksi pelanggan

Gambar

Gambar 1. Diagram alir Siklus Algoritme Particle Swarm Optimization dan Dempster-Shafer

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komposisi tubuh (air, protein dan lemak tubuh) domba lokal jantan yang diberi pakan hijauan dan pakan tambahan dengan tata

‘Beberapa Aspek Intransitif Terpilah pada Bahasa-Bahasa Nusantara: Sebuah Analisis Leksikal-Fungsional’ dalam Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono Pereksa Bahasa

Hal ini mungkin terjadi dikarenakan dengan adanya knowledge management , setiap pengetahuan yang ada di dalam perusahaan telah dikelola dengan baik

Pengaruh pemberian kombinasi konsentrasi ekstrak daun kelor ( Moringa oleifera ) dengan pupuk walne dalam media kultur terhadap laju pertumbuhan dan kandungan karotenoid

Analisis deskriptif, data yang diolah yaitu data pretest dan posttest murid kelas V yang diterapkan dengan menggunakan media kartu hitung pada pembelajaran matematika

Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan  pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun

memiliki Competitive advantage. Sebuah lembaga pendidikan harus berusaha mencapai keunggulan memberikan layanan prima dengan superior customer service dan menghasilkan

Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memberikan peluang untuk pengungkapan informasi kesehatan guna memenuhi permintaan aparatur penegak