Page 30 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012
PEMBUATAN BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG
KELAPA SAWIT (TKKS) DENGAN
METODE HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI
Yuni Astuti Ningsih
*, Kartini Rahmi Lubis, Rosdiana Moeksin
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Abstrak
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah perkebunan yang belum banyak dimanfaatkan secara luas. Salah satu pemanfaatan TKKS yang belum mendapat perhatian khusus adalah pengolahannya menjadi bioetanol. TKKS memiliki kandungan lignoselulosa yang cukup tinggi. Metode untuk mendegradasi lignin dari TKKS yaitu menggunakan larutan NaOH (4%) dan dilanjutkan dengan hidrolisis asam menggunakan larutan H2SO4 (2-5%) . Fermentasi dilakukan dengan menggunakan
saccharomyses cerevisiae. Kadar bioetanol tertinggi yang dihasilkan sebesar 9,698%.
Kata kunci : Bioetanol, Hidrolisis Asam, Fermentasi, Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
Abstract
Oil palm empty fruit bunches (TKKS) is waste oil that has not been widely utilized. One of TKKS utilization that has not received special attention is the processing to bioethanol. TKKS have a fairly high content of lignocelluloses. The method of degrade lignin from TKKS using NaOH solution (4%) followed by acid hydrolysis using a solution of H2SO4 (2-5%). It was fermented with saccharomyses cerevisiae. Bioethanol produced the highest levels of 9.698%.
Keywords: acid hydrolysis, bioethanol, fermentation, palm empty fruit bunches (TKKS)
1. PENDAHULUAN
Semakin menipisnya persediaan minyak dunia menyebabkan kelangkaan bahan bakar berupa bensin dan minyak tanah. Hal ini berimbas pada semakin melambungnya harga kedua bahan bakar tersebut. Pemerintah pun telah melakukan berbagai macam upaya salah satunya dengan menggalakkan penggunaan bahan bakar nabati berupa bioetanol dari singkong untuk mengatasi kelangkaan bensin.. Saat ini, banyak dikembangkan bahan bakar nabati berupa bioetanol yang berasal dari singkong. Namun seiring berjalannya waktu ternyata solusi tersebut menimbulkan masalah.
Bioetanol mengundang pro dan kontra karena bioetanol tersebut berbahan baku bahan pangan (singkong) dikhawatirkan akan terjadi persaingan antara kebutuhan bahan bakar dan bahan pangan. Maka dari itu perlu dikembangkan bahan bakar alternatif sumber
bioetanol dari bahan non-pangan agar kepentingannya tidak bertolak belakang dengan kebutuhan pangan. Selain bahan berpati, bahan lain yang juga tepat untuk pembuatan bioetanol adalah bahan berselulosa. Contoh bahan berselulosa adalah jerami, tongkol jagung, rumput – rumputan, ampas tebu dan tandan kosong kelapa sawit.
Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 31 menghasilkan rendemen yang cukup besar
sehingga harga jual bioetanol yang dihasilkan dapat lebih murah.
Bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu biofuel
yang hadir sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Bahan baku yang dapat dibuat bioetanol diantaranya:
1. Bahan yang mengandung glukosa
Bahan ini ada pada tetes tebu / molasse, nira aren, nira kelapa, nira tebu, sari buah-buahan dan lain-lain.
2. Bahan yang mengandung pati / karbohidrat Bahan ini terdapat pada umbi-umbian seperti sagu, singkong, ketela, gaplek, ubi jalar, talas, ganyong, jagung dan lain-lain.
3. Bahan yang mengandung selulosa
Selulosa terdapat dalam serat seperti serat kayu, serat tandan kosong kelapa sawit, serat pisang, serat nanas, ampas tebu dan lain-lain (UKM, 2009).
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit. Tandan kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung 62 – 70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum termanfaatkan secara optimal (Naibaho, 1998).
Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan baku bioetanol. Hal ini karena tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung selulosa yang dapat dihirolisis menjadi glukosa kemudidifermentasi menjadi bioetanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan kelapa sawit sebagai prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol (Aryafatta, 2008).
Pretreatment Lignoselulosa
Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula.
Jika tidak dipretreatment terlebih dahulu, lignoselulosa sulit untuk dihidrolisis karena lignin sangat kuat melindungi selulosa sehingga sangat sulit melakukan hidrolisis sebelum memecah pelindung lignin. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Isroi, 2008).
Hidrolisis
Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya.
Hidrolisis selulosa menjadi glukosa dapat dilakukan menggunakan cara kimiawi dan hayati. Hidrolisis dengan cara kimiawi menggunakan asam kuat, sedangkan dengan cara hayati menggunakan enzim murni atau mikro organisme penghasil enzim selulase. Kendala yang dihadapi yaitu rendahnya laju hidrolisis karena adanya kandungan lignin dalam bahan lignoselulosa. Oleh karena itu dilakukan proses delignifikasi sebelum dihidrolisis.
Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Isroi, 2008).
Fermentasi Alkohol
Fermentasi alkohol adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dan keadaan anaerob (Proscott dan Dunn, 1959).
Reaksinya adalah :
C
6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2
Secara ringkas seluruh rangkaian reaksi yang terjadi adalah hidrolisis pati atau polisakarida menjadi maltose (disakarida) kemudian hidrolisis menjadi glukosa dan selanjutnya diubah menjadi alkohol dan gas karbondioksida oleh
Saccharomyyces cereviceae (Winarno & Fardiaz, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain :
Page 32 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Suhu
Konsentrasi ragi
2. METODOLOGI
Bahan-bahan yang digunakan Tandan Kosong Kelapa Sawit Saccharomyces Cerevisiae (ragi roti) Aquadest
Larutan NaOH (4%) Larutan H2SO4
(Variasi konsentrasi 2%, 3%, 4%, dan 5%)
Alat-alat yang Digunakan Neraca analitis Gelas Ukur Erlenmeyer Pengaduk
Indicator universal Autoklaf
Seperangkat Alat Destilasi Piknometer
Oven Selang
Alumunium foil
Prosedur Penelitian
a. Pretreatment Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS)
Memotong TKKS lalu dikeringkan di panas matahari dan oven.
Menggiling / menghaluskan TKKS sampai ukuran tertentu.
Menimbang 20 gram TKKS, memasukkan kedalam erlemeyer 500 ml.
Menambahkan 100 ml NaOH 4% dan menutup rapat erlenmeyer dengan gabus kemudian dipanaskan dalam autoclave pada suhu 121 oC selama 60 menit. Lalu campuran didinginkan pada suhu kamar Memisahkan fase airnya sehingga tersisa
fase seluligninnya.
b. Proses Hidrolisis
Menyiapkan larutan untuk menghidrolisis TKKS yaitu solvent sebanyak 120 ml per sampelnya. Solvent berupa H2O yang ditambahkan dengan larutan H2SO4 dengan variasi konsentrasi 2%, 3%, 4%, dan 5%.
Hasil pretreatment tadi dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan larutan H2SO4 encer yang telah disiapkan sebelumnya.
Solvent dicampurkan ke dalam setiap sampel sambil diaduk rata dengan pengaduk selama 1 menit. Beri label pada setiap sampelnya
Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu 121oC selama 30 menit sampai berbentuk bubur. Setelah itu campuran didinginkan pada suhu kamar.
c. Proses Fermentasi
Alat – alat yang digunakan pada proses fermentasi disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit agar tidak ada mikroba lain karena kesterilan akan mempengaruhi fermentasi.
Setelah keluar dari autoklaf, alat – alat tersebut didinginkan.
Timbang sebanyak 2,4 gram ragi roti (Yaest
Saccaromyces Cerevisiae).
Masukkan ragi roti ke dalam bubur TKKS yang sudah dihidrolisis tadi. Lalu diaduk lebih kurang 5 menit sampai homogen. Ukur pH larutan ( pH 4-5)
Setelah itu menghubungkan erlemeyer 500 ml yang berisi bubur TKKS tersebut dengan selang karet dan ujung selang dimasukkan kedalam air agar tidak terjadi kontak langsung dengan udara.
Selanjutnya larutan difermentasikan selama 1 hari, 3 hari, 5 hari, dan 7 hari (sesuai dengan perlakuan).
Selanjutnya memisahkan larutan dengan bubur TKKS sehingga diperoleh cairan alkohol + air.
d. Proses Destilasi
Siapkan 1 set peralatan destilasi. Lalu rangkai dan nyalakan peralatan destilasi dengan benar.
Masukkan campuran alkohol-air ke dalam labu, kemudian pasang labu tersebut pada alat destilasi yang telah disediakan.
Atur temperaturnya 78-80oC.
Proses destilasi dilakukan selama 1,5 jam-2 jam sampai etanol tidak menetes lagi. Destilat (etanol) yang dihasilkan lalu
Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Page 33
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Densitas Pada Berbagai Variasi Konsentrasi Asam
Gambar 2 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Pada Berbagai Variasi Konsentrasi Asam
Gambar 1 merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara densitas etanol dengan waktu fermentasi. Sedangkan gambar 2 menunjukkan hubungan antara kadar etanol yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi. Gambar 1 berbanding terbalik dengan gambar 2. Semakin rendah atau kecil densitas etanol yang dihasilkan, maka semakin besar kadar etanol yang dihasilkan.
Jumlah asam sulfat yang ditambahkan pada hidrolisis asam bervariasi, yaitu : 2%, 3%, 4%, dan 5%. Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol pada berbagai variasi konsentasi asam sulfat. Kadar
etanol yang paling tinggi adalah sebesar 9,698% yaitu pada hari kelima dengan volume penambahan asam sulfat sebesar 2% dengan densitas etanol sesuai gambar 1 yaitu 16,4144 gr/ml.
Pada dosis asam sulfat yang semakin pekat, maka akan semakin memicu terbetuknya inhibitor yang bersifat racun. Glukosa akan terdegdradasi membentuk hydroxymethylfurfural dan bereaksi lebih lanjut membentuk asam fosmiat. Sedangkan akibat dari degdradasi lignin akan terbentuk senyawa-senyawa fenol (Palmqvit and Hahn-Hagerdal., 2000). Sehingga kaadar etanol yang paling tinggi terbentuk pada saat konsentrasi asam sulfat yang paling encer karena sedikit mengandung senyawa-senyawa inhibitor seperi asam formiat dan phenol monomer.
Dari gambar 2 terlihat semakin lama waktu fermentasi, maka kadar etanol juga akan mengalami kenaikan. Akan tetapi setelah hari kelima, kadar etanol pada masing-masing sampel akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena proses fermentasi telah mencapai optimum pada waktu 5 hari., kadar etanol akan mengalami penurunan setelah melewati waktu optimumnya.
Gambar 3 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Glukosa Pada Berbagai Variasi Konsentrasi Asam
Page 34 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 18, Januari 2012 Sel khamir optimum menghasilkan
etanol pada hari kelima dengan penambahan asam sulfat sebesar 2% yaitu 9,698% kadar etanol. Besarnya kadar etanol yang dihasilkan berbanding terbalik dengan sisa gula reduksi. Semakin tinggi kadar etanol maka semakin sedikit gula reduksi yang tersisa. Karena, selama proses fermentasi gula diubah menjadi etanol dengan bantuan ragi.
Akan tetapi, setelah hari kelima penurunan kadar gula tidak diikuti dengan peningkatan kadar etanol karena gula digunakan sel khamir untuk mempertahankan hidup. Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi.
4. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Untuk rentang waktu fermentasi sampai 5 hari, semakin sedikit konsentrasi asam yang digunakan, maka kadar bioetanol yang dihasikan semakin tinggi.
2. Kadar bioetanol yang dihasilkan semakin tinggi sampai 5 hari waktu fermentasi, setelah melewati waktu 5 hari kadar bioetanol yang dihasilkan semakin menurun.
3. Kondisi penelitian terbaik adalah pada saat penambahan konsentrasi asam sebesar 2% dan waktu fermentasi 5 hari, dengan kadar bioetanol yang dihasilkan 9,698 %.
DAFTAR PUSTAKA
...,2009. Bioetanol Sebagai Energi Alternatif
Yang Kompetitif. Online di
http://skadrongautama.blogspot.com. Diakses 10 Februari 2011.
..., 2008. Reaksi fermentasi. Online di www.risvank.com/reaksi bioatanol. Diakses 22 Februari 2011.
..., 2005. Metode Destilasi Bioetanol. Online di http: //community.um.ac. id /showthread.php. Diakses 22 Februari 2010.
Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan. 1979.
Farmakop Indonesia. Edisi ketiga. Kopri Sub Unit Direktorat Jenderal Departemen Kesehatan RI.
Fauzi, Yan. Iman Satyawibawa. 2004. Kelapa Sawit edisi revisi. Penebar Swadaya: Jakarta.
Isroi. 2008. Potensi Biomassa Lignoselulosa di Indonesia Sebagai Bahan Baku Bioetanol: Tandan Kosong Kelapa Sawit. Online di http://isro.wordpress.com. Diakses 16 Februari 2011.
Isroi. 2008. Hidrolisi Asam Tandan Kosong
Kelapa Sawit. Online di
http://isro.wordpress.com. Diakses 16 Februari 2011.
Isroi. 2008. Produksi Bioetanol Berbahan Baku Biomassa Berligniselulosa. Online di http://isro.wordpress.com. Diakses 16 Februari 2011.
Kumar, P., Barrett, D.M., Delwiche, M.J., and Stroeve, P. 2009. Methods for Pretreatment of Lignocellulosic Biomass for Efficient Hydrolysis and Biofuel Production, Ind. Eng. Chem. Res., 48(8), 3713-3729.
Muljono, Judoamidjojo, Darwis, Aziz, A., dan Gumbira, E. 2002. Teknologi Fermentasi. Rajawali pers: Jakarta.
Prawita, Dewi. 2008. Mengolah Limbah Sawit Menjadi Bioetanol dan Kompos. Online di http://blogs.unpad.ac.id. Diakses 13 Februari 2011.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1984.
Prosedur analisa untuk bahan makanan dan pertanian. Edisi ketiga. Liberty: Yogyakarta.
Sun, Y., dan Cheng, J., 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review. Bioresource Technology 83, 1 – 11.
UKM, B. 2009. Bahan Bakar Nabati (Bioetanol).