BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
A.Pengertian dan Fungsi Pengangkutan
Istilah “pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti
“mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.12 Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari
tempat asal ke tempat tujuan.13
Menurut Sinta Uli pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu
mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.
Selain itu beberapa sarjana juga memberikan pendapat mengenai
pengertian dari pengangkutan, antara lain :
14
Menurut Abdulkadir Muhammad “Pengangkutan meliputi tiga dimensi
pokok yaitu : Pengangkutan sebagai usaha (business) ; Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) ; Pengangkutan sebagai proses (process)”.15
HMN Purwosutjipto mendefinisikan, pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkutdengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan
12
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal 3
13
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, dan Djohari Santoso, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 195
14
Sinta Uli, op. cit, hal. 20
15
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.16
Menurut M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya, selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat
asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri.17
Menurut R. Soekardono, pengangkutan berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien, adapun
proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.18
Sedangkan menurut Hasim Purba pengertian pengangkutan adalah
kegiatan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan
menggunakan alat angkutan.19
Dari berbagai definisi mengenai pengertian pengangkutan yang telah
diuraikan tersebut maka menurut penulis pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut untuk
16
HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3 cet. ke 12, Djambatan, Jakarta, 2000 hal 1
17
M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hal 3
18
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 2001, hal. 5
19
menyelenggarakan pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke
tempat tujuan dengan selamat dimana pihak yang diangkut melakukan sejumlah pembayaran sebagai biaya pengangkutan orang dan/atau barang tersebut. Dengan
adanya proses pengangkutan maka akan meningkatkan nilai guna dari suatu barang dan juga nilai efisien bagi orang-orang yang memanfaatkan proses pengangkutan tersebut yang mana merupakan salah satu dari fungsi
pengangkutan. Sejalan dengan itu menurut HMN Purwosutjipto, fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke
tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.20 Secara umum dapat dikatakan bahwa pengangkutan berfungsi untuk mendukung kegiatan masyarakat disegala bidang kehidupan baik bidang perdagangan, politik,
sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Tanpa ada pengangkutan tentunya kegiatan masyarakat terhambat karena nilai daya guna dari suatu barang/orang tidak dapat dimaksimalkan. Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapai dicapainya
fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa21
1. Alat angkutan itu sendiri (operating facilities) :
Setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat
pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau
20
HMN Purwosutjipto, op. cit, hal 1
21
pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang
diangkut.
2. Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way)
Fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, peraiaran/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka
proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar. 3. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities)
Tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan
dimulai.
Dalam pengangkutan juga memiliki asas-asas yang merupakan landasan
filosofis yang dibagi atas dua macam yaitu yang bersifat publik dan yang bersifat perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan ,
pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang
hanya berlaku dan berguna bagi kedua belah pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang.22
Asas hukum publik menurut Abdulkadir Muhammad adalah23
1. Asas manfaat
:
22
Abdulkadir Muhammad, op. cit, hal 12
23
2. Asas adil dan merata
3. Asas kepentingan umum 4. Asas keterpaduan
5. Asas tegaknya hukum 6. Asas percaya diri
7. Asas keselamatan penumpang
8. Asas berwawasan lingkungan hidup 9. Asas kedaulatan negara
10.Asas kebangsaan
Sedangkan asas hukum perdata menurut Abdulkadir Muhammad yaitu24 1. Asas perjanjian
:
2. Asas koordinatif 3. Asas campuran
4. Asas retensi
5. Asas pembuktian dengan dokumen
B.Prinsip Dasar dan Jenis-Jenis Pengangkutan
Dalam sistem pengangkutan, selain mempunyai asas sebagai landasan filosofis juga mengenal prinsip dasar tanggung jawab dalam kegiatan
pengangkutan. Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawab yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena
praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability).
24
Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab
karena kesalahan dan karena praduga.25
1. Tanggung jawab karena kesalahan
Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutann harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian
wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut dalam pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Indonesia tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis
pengangkutan.
2. Tanggung jawab karena praduga
Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia akan
dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kesalahan, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu
untuk menghindari kerugian, atau perisitiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian
25
yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut. Prinsip ini
hanya dijumpai dalam Undang-Undang Pelayaran Indonesia.
3. Tanggung jawab mutlak
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa harusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak
mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun yang
menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat : “Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena perisitiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.26
Namun akhir-akhir ini muncul satu lagi jenis pengangkutan yang mulai
masuk dalam pembagian umum jenis-jenis pengangkutan tersebut yaitu pengangkutan pipa. Pengangkutan pipa biasanya untuk mengangkut hasil minyak,
Pengangkutan secara umum terbagi atas tiga jenis yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut dan pengangkutan udara. Pembagian tersebut lebih mengacu kepada dimana pengangkutan itu dilakukan. Pengangkutan darat terdiri
atas pengangkutan jalan raya, pengangkutan kereta api dan pengangkutan perairan yang ada di darat. Pengangkutan laut yaitu pengangkutan yang dilakukan di
perairan laut. Pengangkutan udara yaitu pengangkutan yang dilakukan diatas udara (terbang) menggunakan alat angkutan udara seperti pesawat.
26
gas bumi dan hasil tambang bersifat cair. Pipa-pipa tersebut tertanam dibawah
tanah dan ada juga yang melewati perairan darat maupun laut.
Sedangkan menurut Hasnil Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis,
yaitu27
1. Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri, :
a. Pengangkutan Darat
Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara,
yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan
kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di
satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.
b. Pengangkutan Laut
Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai
sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi
sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu:
27
2. Ruang lingkup angkutan laut luar negeri.
Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam,
sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.
c. Pengangkutan Udara
International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi
internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara
diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang.
Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman
dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di
dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara,
maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket
pengangkutan udara telah berlaku.
HMN. Purwosutjipto membedakan jenis-jenis pengangkutan menjadi empat kelompok yaitu: pengangkutan darat, pengangkutan laut, pengangkutan
udara, dan pengangkutan perairan darat.28
28
HMN Purwosutjipto, op. cit, hal 2-3
pengangkutan perairan darat, pengangkutan dengan kendaraan bermotor dan
kereta api dan pengangkutan di laut.29 Sedangkan menurut Hasim Purba membedakan jenis-jenis pengangkutan itu sebagai berikut30
1. Pengangkutan di darat yang terdiri dari
:
a. Pengangkutan dengan kendaraan bermotor b. Pengangkutan dengan kereta api
c. Pengangkutan dengan tenaga hewan 2. Pengangkutan di perairan yang terdiri dari
a. Pengangkutan di laut
b. Pengangkutan di sungai dan danau c. Pengangkutan penyeberangan
3. Pengangkutan udara
Sebagaimana dijelaskan bahwa pengangkutan terdiri dari berbagai jenis,
maka tentunya dalam pelaksanaan pengangkutan terdiri dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam pengangkutan tersebut. Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan
kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.
Adapun pihak-pihak dalam pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad
yaitu sebagai berikut31
1. Pengangkut
:
29
Hasim Purba, op. cit, hal 9
30
Ibid, hal 9-10
31
Berkewajiban utama menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas
biaya pengangkutan.
2. Pengirim
Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan barangnya.
3. Penumpang
Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.
Sedangkan menurut Hasim Purba, harus dilihat antara pernjanjian pengangkutan barang dan perjanjian pengangkutan penumpang. Dalam perjanjian
pengangkutan barang para pihak terkait bisa terdiri dari32
1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas pembayaran tarif
angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.
:
2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah
disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimnya.
3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan), yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai
pihak yang menerima barang yang diangkut ditempat tujuan.
32
Sedangkan dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak
yang terkait adalah33
1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban
memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.
:
2. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berhak
mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.
Menurut Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur yaitu : pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri.34
Menurut HMN Purwosutjipto pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan,
dimaksudkan juga ia memberikan muatan.35
C.PERATURAN HUKUM MENGENAI PENGANGKUTAN DI
INDONESIA
Sistem pengangkutan yang sedemikian kompleks menuntut adanya pengaturan hukum mengenai pengangkutan itu sendiri. Sumber-sumber hukum
33
Hasim Purba, op. cit, hal 12-13
34
Ibid, hal 11-12
35
pengangkutan di Indonesia terdiri dari undang-undnag pengangkutan,
perjanjian-perjanjian pengangkutan, konvensi internasional mengenai pengangkutan dan juga kebiasaan-kebiasaan yang ada dan berlaku dalam sistem pengangkutan di
Indonesia. Hukum mengenai pengangkutan di Indonesia itu sendiri sudah banyak berkembang sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang hingga saat ini.
Adapun peraturan hukum mengenai pengangkutan yang berlaku sekarang
ini adalah :
1. Pengangkutan Darat yaitu :
a. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan b. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan
c. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
d. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
e. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan
f. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran lalu Lintas dan Angkutan Jalan
g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu Buku I, Bab V, bagian
2 dan 3, mulai Pasal 90 sampai dengan Pasal 98.
h. Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
j. Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian
2. Pengangkutan Perairan yaitu :
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
b. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan c. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
d. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
f. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian Carter Kapal”, Bab V A tentang “Pengangkutan Barang-Barang”, Bab V B tentang “Pengangkutan Barang”
3. Pengangkutan Udara, yaitu :
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 88 Tahun 2013 tentang Jaringan