hari menggunakan ilmu matematika. Dengan adanya matematika manusia dapat
menyelesaikan permasalahan yang bersifat matematis. Pemecahan masalah
merupakan proses bagaimana mengatasi suatu persoalan atau pertanyaan yang
bersifat menantang dan tidak dapat diselesaikan oleh prosedur rutin yang sudah
biasa dilakukan (Nazwandi, 2010: 21). Pemecahan masalah bertujuan untuk
menemukan jalan keluar dari kesulitan dan mencapai tujuan yang ingin dicapai
(Offirston, 2012: 14). Keterampilan pemecahan masalah matematika menuntut
siswa untuk aktif dalam pembelajaran, mampu berpikir analitik, kritis, logis,
kreatif dan mampu mengkonstruksi pengetahuan yang didapatnya sendiri,
sehingga pengetahuan dan keterampilanya dapat digunakan dan diaplikasikan
dalam pemecahan masalah sehari-hari (Gd Gunantara et.al, 2016: 8-9).
Guru dalam paradigma pendidikan berperan sebagai fasilitator dan harus
mampu memfasilitasi siswa untuk membangun pengetahuan sendiri dan
memperoleh keterampilan-keterampilan yang bisa membuatnya memecahkan
masalah. Keterampilan dalam memecahkan permasalahan yang bersifat matematis
tersebut dapat dilatih dari sekolah dasar. Dengan adanya pembelajaran
matematika pada sekolah dasar, diharapkan siswa dapat melatih kemampuannya
dalam memecahkan masalah. Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika
yaitu siswa mampu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika dan
menafsirkan solusi (Yustinus, 2017: 5-6).
Pemecahan masalah dalam matematika sangat penting, karena
keterampilan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar seseorang dalam
menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan pemikiran kritis, logis, dan
sistematis (Cahirani, 2012: 7, 63). Tetapi dilain pihak kemampuan siswa dalam
pemecahan masalah dinilai masih rendah. Selama ini terbentuk kesan bahwa
banyak siswa yang kurang menyukai pembelajaran matematika. Matematika
sering dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang diminati.
Metode pembelajaran yang diterapkan di Indonesia mengalami perubahan,
saat ini menggunakan metode pembelajaran dari Kurikulum 2013. Matematika
dalam Kurikulum 2013 merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri namun
penilaian matematika dalam Kurikulum 2013 merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan peserta didik secara sistematis dan
berkesinambungan. Penilaian lebih ditekankan pada aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan.
Penerapan Kurikulum 2013 sudah terlaksana di SD Negeri 01 Wonokerso.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 1 September 2017
dikelas IV SD Negeri 01 Wonokerso Temanggung tahun pelajaran 2017/2018,
peran guru dalam proses pembelajaran di sekolah tersebut sudah berjalan dengan
baik dalam cara mengajar dan menyampaikan materi. Dalam pelaksanaan
mengajar dan sistem penugasan sudah sesuai dengan RPP yang dibuat oleh guru.
Namun kegiatan pembelajaran khususnya matematika di SD Negeri 01
Wonokerso ternyata belum maksimal. Guru pada saat pembelajaran masih
menggunakan metode ceramah, hal ini terbukti ketika peneliti melihat kondisi
nyata di kelas. Ketika peneliti bertanya kepada guru mengenai pembelajaran
matematika di kelas IV guru menjawab bahwa ketika guru mengajar media yang
sering digunakan adalah gambar, selebihnya guru jarang menampilkan media atau
alat peraga secara nyata dari hasil karyanya atau benda di sekitarnya.
Guru dalam mengelola kelas sudah dikatakan baik karena sudah
menerapkan literasi, selain itu ketika siswa gaduh guru mampu mengatasi dengan
baik dan tegas. Namun guru dalam meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah belum maksimal, karena guru belum mampu menciptakan sesuatu yang
baru, menarik dan menyenangkan dalam pembelajaran. Hal ini terbukti bahwa
masih terdapat siswa yang belum memahami dan dapat menyelesaikan soal
matematika. Ketika siswa diberi soal hanya ada beberapa siswa yang memahami
kelas IV SD Negeri 01 Wonokerso, ternyata masih banyak siswa yang nilainya
kurang dari KKM. 16 siswa atau 51,14% dari jumlah siswa 28 mendapatkan nilai
dibawah KKM yaitu kurang dari 70, Sedangkan sebanyak 12 siswa atau 42,86%
mendapat nilai diatas KKM.
Berdasarkan permasalahan yang muncul, pada proses hasil belajar
Matematika, siswa dituntut untuk memliki keterampilan dalam pemecahan
masalah. Siswa dapat memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah apabila
indikator pemecahan masalah matematika berdasarkan teori Polya dicapai oleh
siswa yaitu: (1) siswa dapat memahami soal, (2) siswa dapat merencanakana
penyelesaian, (3) siswa dapat menyelesaikan masalah, (4) siswa dapat melakukan
pengecekan kembali (Nuralam, 2009: 56).
Alternatif yang dapat menciptakan keterampilan pemecahan masalah yaitu
pembelajaran menggunakan Problem Based Learning (PBL). Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa dalam
Kurikulum 2013 mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam (5M)
Mengamati, Menanya, Mengumpulkan data, Mengasosiasi dan Menyimpulkan
selama proses pembelajaran (Kemendikbud 2013: 3-4). Intinya ciri khas dari
pembelajaran Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific.
Pendekatan scientific menjadikan siswa lebih aktif dan tidak membosankan, siswa
dapat mengonstruksi pengetahuan melalui fakta, penyelidikan yang ditemukan
dilapangan. Siswa didorong untuk observasi, bertanya, bernalar dan
mempresentasikan hal yang dipelajari dari pengalaman langsung atau fenomena
alam (Kemendikbud, 2013: 203, 212). Model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) adalah salah satu model pembelajaran scientific yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran pemecahan masalah matematika.
Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran berbasis masalah
yang dapat membantu peserta didik mengembangkan keterampilan mengatasi
masalah dan berpikir serta menjadi pembelajar yang mandiri (Arends, 2007: 108).
Problem Based Learning (PBL) lebih menekankan siswa untuk berfikir
betul-betul dan dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok yang sistematis,
berfikirnya secara berkesinambungan (Rusman 2014: 229). Masalah yang
digunakan sebagai fokus pembelajaran sehingga memberikan pengalaman belajar
kepada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, mampu membuat
hipotesis, melakukan percobaan, penyelidikan, mengumpulkan data, berdiskusi,
mempresentasikan, membuat laporan dan membuat kesimpulan. Keadaan tersebut
menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa.
Pengaruh Problem Based Learning (PBL) dari penelitian sebelumnya
seperti yang dilakukan oleh Gd.Gunantara et.al (2014: 9) yang menyatakan bahwa
Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah pada mata pelajaran matematika serta meningkatkan kemandirian dalam
berfikir menganalisa permasalahan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Marliah
(2016: 18) menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah
matematika. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Indriawati et.al (2013:
60) menyatakan bahwa Problem Based Learning dapat meningkatkan
pengembangan keterampilan pemecahan masalah dan kualitas pembelajaran
matematika.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memerlukan sebuah
media yang dapat mendukung kegiatan proses belajar dan juga dengan adanya
interaksi antara teman sebaya untuk memecahkan masalah dapat meningkatkan
keterampilan sekaligus kerjasama siswa dalam memecahkan masalah. Adanya
interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi
merupakan salah satu teori dari Problem Based Learning(PBL) yaitu teori belajar
kognitif (Trianto, 2009: 81). Salah satu media yang dapat digunakan adalah media
kotak hitam putih. Kotak hitam putih adalah media yang terbuat dari papan
dengan alas hitam putih dan setiap kotak hitam ataupun putih terdapat masalah
yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok. Permainan kotak hitam putih ini
dilakukan dengan cara menjalankan bundaran kecil di atas kotak dengan berjalan
maju atau menyamping, namun tidak boleh mundur sesuai dengan poin yang
permaianan dan mampu memecahkan masalah maka kelompok itu menang.
Permainan kotak hitam putih digunakan untuk menciptakan pembelajaran yang
aktif dan tidak membosankan. Kelebihan dari permaianan kotak hitam putih
adalah siswa terlibat langsung dalam penyelesaian masalah yang diberikan oleh
guru, sehingga siswa mudah memahami materi yang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk meningkatkan
hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah matematika melalui Problem
Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih siswa kelas IV SD N 01
Wonokerso.
1.2Identifikasi Masalah
Ditinjau dari latar belakang yang disusun, maka masalah yang muncul
pada saat proses pembelajaran matematika diantaranya, pembelajaran yang
berlangsung masih berpusat pada guru yang mengakibatkan kurangnya
kesempatan siswa untuk aktif dalam memecahkan permasalahan pada mata
pelajaran matematika dan guru hanya menggunakan media yang ada dikelas yaitu
gambar sehingga pembelajaran kurang memberikan pengalaman yang nyata
kepada peserta didik yang mengakibatkan hasil dan prestasi yang belum
memuaskan. Hal ini terlihat dari kelas IV dengan jumlah siswa 28 anak dan hanya
12 siswa (42, 86) yang sudah tuntas KKM, sedangkan 16 siswa (51,14%) masih
belum tuntas KKM.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis merencanakan untuk
menerapkan pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL)
berbantuan kotak hitam putih dalam pembelajaran matematika. Karena model
pembelajaran berbasis masalah ini dapat meningkatkan siswa untuk berinisiatif,
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, fokus kebermakna, mengembangkan
keterampilan berkelompok dan interpersonal, mengembangkan sikap motivasi dan
menumbuhkan sikap siswa sebagai fasilitator. Dengan demikian hasil belajar dan
keterampilan pemecahan masalah matematika akan meningkat. Proses
pembelajaran juga akan bermakna karena peserta didik terlibat langsung dalam
1.3Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih
pada siswa kelas IV SD Negeri 01 Wonokerso?
2. Apakah penerapan model Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak
hitam putih dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 01
Wonokerso?
3. Apakah penerapan Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam
putih dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika
siswa kelas IV SD Negeri 01 Wonokerso?
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran dengan
menerapkan Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam
putih siswa kelas IV SD Negeri 01 Wonokerso
2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 01
Wonokerso dengan menerapkan Problem Based Learning (PBL)
berbantuan kotak hitam putih
3. Untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika siswa
kelas IV SD Negeri 01 Wonokerso dengan menerapkan Problem Based
Learning(PBL) berbantuan kotak hitam putih
1.5Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat bagi peneliti dapat di
peroleh secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat peneliti adalah
sebagai berikut:
1.5.1Manfaat Teoretis
Manfaat penelitian ini adalah peneliti sangat diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmu yang positif dan bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan, khusunya mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih terhadap hasil
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Bagi guru: Memberi pertimbangan dalam mendesain pembelajaran dengan
Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih yang dapat
meningkatkan hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah
matematika.
b. Bagi siswa: Mendorong siswa belajar melalui Problem Based Learning
(PBL) berbantuan kotak hitam putih dapat meningkatkan hasil belajar dan
keterampilan pemecahan masalah matematika.
c. Bagi sekolah: Memberi pertimbangan sekolah untuk memperbaiki
pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)