IDENTIFIKASI CENDAWAN MIKORIZA PADA RIZOSPER TIGA VARIETAS PADI LOKAL KALIMANTAN BARAT
Ari Sunandar
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Pontianak
arisunandar031@gmail.com
ABSTRAK
Produktivitas padi di lahan gambut belum maksimal. Kemasaman gambut yang tinggi dan ketersediaan hara yang rendah menyebabkan produksi pertanian di lahan gambut sangat rendah. Penggunaan cendawan mikoriza merupkan salah satu solusi untuk mengatasi kurangnya ketersediaan hara bagi tumbuhan di lahan masam (gambut). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi cendawan mikoriza yang bersimbiosis dengan tanaman padi varietas lokal yang dibudidayakan di Kalimantan Barat. Identifikasi cendawan mikroriza yang bersimbiosis dengan tanaman padi varietas lokal yang dibudidayakan di Kalimantan Barat telah dilakukan untuk mengetahui genus cendawan mikoriza yang bersimbiosis dengan padi siam ketupat (Oryza sativa Var Siam Ketupat) dan padi ketumbar (Oryza sativa Var Ketumbar). Hasil pengamatan spora yang didapatkan dari contoh tanah pada rhizosfer padi ketumbar yaituGlomussp-1, Glomussp-2,Glomussp-3 sedangkan genus CMA pada padi siam ketupat yaituAcaulosporasp. Pengetahuan tentang genus CMA yang bersimbiosis dengan padi varietas lokal Kalimantan Barat dapat diaplikasikan sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan menjaga ketahanan pangan di Kalimantan Barat.
Kata kunci : Cendawan mikoriza arbuskular, Kalimantan Barat, Padi
ABSTRAK
Rice productivity in peatlands is not maximized. Peat with high acidity and low nutrient availability caused agricultural production on peatlands is very low. The use of mycorrhizal fungi is one solution to overcome the lack of availability of nutrients for plants in acidic soil (peat). The aim of this study was to identify the mycorrhizal fungi symbiosis with the rice plant local varieties cultivated in West Kalimantan. Mycorrhizal fungi symbiotic identification with local varieties of rice plants cultivated in West Kalimantan had been conducted to determine the genus mycorrhizal fungi symbiotic with siam ketupat cultivar (Oryza sativa Var Siam Ketupat) and ketumbar cultivar (Oryza sativa Var Ketumbar). The observation of spores obtained from rice rhizosphere soil samples in ketumbar cultivar are Glomus sp-1, Glomus sp-2, Glomus sp-3 while genus CMA in siam ketupat cultivar is Acaulospora sp. Knowledge of the genus mycorrhizal fungi symbiotic with the West Kalimantan local rice varieties can be applied as a biological fertilizer to increase the productivity of rice crops and ensure food security in West Kalimantan.
Pendahuluan
Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tanah dengan karakteristik
asam (gambut). Kalimantan Barat merupakan propinsi yang memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia yaitu
seluas 4,61 juta ha. Tanah masam didefinisikan sebagai tanah yang mengandung konsentrasi relatif H+ yang tinggi.
Pada pH di bawah tiga, H+menjadi toksik sedangkan pada pH di bawah lima terjadi toksisitas Al, defisiensi Ca, Mg, dan
K (Marschner, 1991). Pada daerah Kalimantan Barat penyebaran gambut umumnya di daerah rawa pantai, seperti pada
pantai Kab. Ketapang, Kab. Pontianak, Kodya Pontianak sampai ke utara Kab Sambas. Pemanfaatan gambut yang
cukup intensif dilakukan penduduk di kab Pontianak, yaitu daerah Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Ambawang dan
disekitar kota Pontianak. Pada daerah yang padat peduduknya seperti disekitar kota Pontianak, lahan gambut
dimanfaatkan untuk pertanian hortikultura, sayur-sayuran dan lidah buaya. Pada daerah Kakap dan Rasau Jaya petani
menggunakan tanah gambut untuk tanaman padi, palawija dan kebun kelapa.
Produktivitas padi sebagai salah satu tanaman yang di budidayakan di lahan gambut belum maksimal.
Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan ketidaktersediaan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo bagi
tumbuhan. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur mikro yang seringkali sangat kurang (Wong et al. 1986, dalam
Mutalib et al.1991).Kemasaman gambut yang tinggi dan ketersediaan hara serta kejenuhan basa (KB) yang rendah
menyebabkan produksi pertanian di lahan gambut sangat rendah.
Penggunaan cendawan mikoriza arbuskul (CMA) merupkan salah satu solusi untuk mengatasi kurangnya
ketersediaan hara bagi tumbuhan di lahan masam (gambut). Clark (1997) mengemukakan bahwa toleransi dan
kemampuan tanaman tumbuh pada tanah masam kemungkinan disebabkan simbiosis dengan CMA. Cumming & Ning
(2003) mengemukakan bahwa simbiosis CMA dengan Andropogon virginicus, L. Berperan penting dalam resistensi
spesies ini terhadap Al. Pengaruh ini terutama terlihat pada serapan hara P walaupun kolonisasi CMA juga dikenal dapat
meningkatkan serapan Cu, dan Zn. Selain itu, CMA mereduksi akumulasi elemen lain seperti Al, Fe, dan Mn yang
menjadi masalah pada tanah masam.
CMA memiliki keragaman yang cukup tinggi dan berperan dalam mempertahankan keragaman tumbuhan
serta pemeliharaan ekosistem, namun penelitian keragaman CMA di Indonesia masih terbatas. Identifikasi CMA yang
bersimbiosis dengan tanaman padi varietas lokal yang dibudidayakan di Kalimantan Barat perlu dilakukan untuk
mengetahui genus CMA yang bersimbiosis dengan padi. Pengetahuan tentang genus CMA yang bersimbiosis dengan
padi varietas lokal Kalimantan Barat dapat diaplikasikan sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan produktivitas
tanaman padi dan menjaga ketahanan pangan di Kalimantan Barat.
Metode
Isolasi spora dilakukan dengan menggunakan metode saring tuang basah dan dilanjutkan dengan metode
sentrifugasi (Brundrett et al. 1994). Sebanyak 100 g tanah dari rizosper padi varietas siam ketupat dan ketumbar
disuspensikan dalam 1000 ml air, didiamkan selama beberapa detik, lalu disaring dengan menggunakan saringan
bertingkat dengan pori berukuran 500, 250, 90, dan 63 μ m. Hasil penyaringan tiap-tiap ukuran saringan disentrifus
dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan ke dalam 50% (b/v)
sukrosa kemudian disentrifus selama 1 menit pada 2000 rpm. Supernatan dituangkan ke dalam saringan 63 μ m dan
sukrosa dibilas dengan air kemudian spora hasil penyaringan dikumpulkan dalam cawan petri untuk diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 40 kali dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan pada bentuk spora, warna,
Hasil
Hasil pengamatan spora yang didapatkan dari contoh tanah pada rhizosfer padi ketumbar dan padi siam
ketupat terdapat perbedaan jenis mikorhiza untuk setiap varietas padi (Tabel 1). Jenis varietas padi juga mempengaruhi
jumlah jenis mikorhiza yang bersimbiosis. Padi varietas ketumbar bersimbiosis dengan tiga tipe mikorhiza sedangkan
padi varietas siam ketupat bersimbiosis dengan satu tipe mikorhiza (Tabel 1). Pada saat penelitian ini, padi varietas
sayak sudah tidak dibudidayakan oleh petani.
Tabel 1. Karakterisasi tipe spora mikorhiza pada rhizosfer dua varietas padi
Varietas Padi Tipe Spora Karakteristik
Ketumbar
Glomussp-1 Spora bulat, berwarna krem pucat, dinding spora terdiri atas dua lapis
Glomussp-2 Spora bulat, berwarna kuning pucat, dinding spora terdiri atas empat lapis, terdapat "halo"
Cendawan mikoriza pada umumnya membentukresting sporedalam tanah baik secara tunggal, ataupun dalam
bentuk sporocarp sebelum berinteraksi dengan akar suatu inang, oleh karena itu untuk mendapatkan spora mikoriza
dapat dilakukan dengan penyaringan tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tipe sporaGlomus sp berasosiasi
dengan padi varietas ketumbar danAcaulosporasp berasosiasi dengan varietas padi siam ketupat (Table 1).
GenusGlomus dicirikan dengan bentuk globos, subglobos, ovoid, atau obovoid dengan dinding spora terdiri
atas lebih dari satu lapis (Brundrettet al.1994). Warna spora genusGlomus sangat bervariasi dari kuning kecoklatan,
coklat kekuningan, coklat muda, hingga coklat tua kehitaman. Menurut (Sastrahidayat, 2011) genus Glomus memiliki
cairan minyak pada spora masak. Warna spora mulai kuning, jingga kecoklatan, merah tua, hingga merah kecoklatan.
GenusAcaulosporamemilikisacculeyang berbentuk globos, subglobos, atau iregular dengan warna transparan, kuning,
merah muda transparan, hingga putih (INVAM, 2016).
Satu jenis cendawan mikoriza dapat menginfeksi lebih dari satu jenis akar, demikian juga sebaliknya satu jenis
tanaman dapat mengalami lebih dari satu jenis infeksi cendawan mikoriza. Tabel 1 menunjukkan padi varietas ketumbar
mengalami infeksi akar oleh tiga jenis cendawan mikoriza. Sedangkan pada padi varietas siam ketupat hanya terdapat
satu jenis cendawan mikoriza.
Bentuk spora dan jenis yang ditemukan pada masing-masing rizosfer padi varietas ketumbar dan siam ketupat
terdapat variasi. Keadaan ini menunjukkan adanya keanekaragaman cendawan mikoriza pada masing-masing rizosfer.
Satu individu tanaman dapat berasosiasi dengan lebih dari satu mikrobion, sedangkan satu mikrobion dapat berasosiasi
Table 1 menunjukkan bahwa adanya pengaruh jenis varietas tanaman terhadap jenis spora cendawan mikoriza
yang ditemukan. Cendawan mikoriza bersifat musiman, sehingga keberadaannya ditentukan oleh musim. Faktor iklim
mempengaruhi spora mikoriza untuk membentuk spora. Pada musim kemarau mikoriza aktif untuk membentuk spora
baru dan sebaliknya pada musim hujan sporulasi berkurang. pembentukan spora baru berkurang ketika kelembaban
tanah tinggi, akan tetapi kemampuan untuk berkolonisasi dengan tanaman inang meningkat. Sebaliknya pada kondisi
kering pembentukan spora baru atau sporulasi akan meningkat sehingga persentase kolonisasi menurun (Goltapehet al.
2008). Pada musim panas jumlah spora tertinggi, demikian halnya pada tanaman yang telah tua jumlah spora juga tinggi
(Siradz & Kabirun, 2007).
Perkembangan cendawan mikoriza diawali sejak berada di dalam tanah dalam bentuk spora hingga dapat
menginfeksi akar tanaman. Intensitas infeksi spora mikoriza dipengaruhi oleh) faktor lingkungan tanah yang meliputi
faktor abiotik yang terdiri dari konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah, dan penggunaan
pupuk/pestisida serta faktor biotik yang terdiri dari interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran
tanaman inang dan kompetisi antar cendawan mikoriza) (Solaiman & Hirata, 1995).
Kesimpulan
Hasil identifikasi dari sampel tanah rhizosfer dua varietas padi ditemukan tiga tipe spora mikoriza yang berosisiasi
dengan padi varietas ketumbar dan satu tipe mikoriza yang berasosiasi dengan padi varietas siam ketupat. Padi varietas
ketumbar berasosiasi dengan Glomus sp-1, Glomus sp-2, dan Glomus sp-3 sedangkan padi varietas siam ketupat
berasosiasi denganAcaulosporasp.Varietas padi juga menetukan tipe spora yang berasosiasi.
Referensi
Brundrett M, Bougher N, Dell B, Groove T, Malajczuk N. 1994. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Wembley: CSI RO Centre for mediterranean Agriculture Research.
Clark, R.B. 1997. Arbuscular mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and host plant growth and mineral acquisition at low pH.Plant Soil,192:15-22.
Cumming J.R., J. Ning. 2003. Arbuscular mycorrhizal fungi enhance aluminium resistance of broomsedge (Andropogon virginicus, L.).J Exp Bot,54:1447-1459.
Goltapeh EM, YR Danesh, R Prasad, A Varma. 2008. Mycorrhizal fungi: what we Know and what should we know? In: Mycorrhiza, State of the Art, Genetics and Molecular Biology, Eco-Function, Biotechnology, Eco-Physiology, Structure and Systematics. A Varma (Ed.) 3thEdition. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 3-27.
[INVAM] International Collection of Arbuscular and Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal. 2016. Classification. [terhubung berkala]. http://invam.caf.wvu.edu/fungi/taxonomy.
Marschner, H. 1991.Mineral Nutrition of Higher Plants. San Diego, Acad. Press.
Mutalib,A.A.,J.S., Lim, M.H, Wong, L. K. 1991. Prociding of the International Symposium on Tropical Peatland. Kuching, MARDI and Dep. Of Agriculture, Serawak Malaysia, 6-10 May 1991
Nuhamara, S.T, Hadi S dan Bimaatmadja EI. 1985. Suspected ectomycorrhizal fungi commonly associated with dipterocarp spesies. Dalam:Proceeding of 6th North American Conference on Mycorrhizae. Pam Henderson R, Linderman G, Perry DA, Trappe JM dan Molina R (eds)Bend, Oregon, 439.
Siradz S.A., Kabirun S. 2007. Pengembangan Lahan Marginal Pesisir Pantai Dengan Bioteknologi Masukan Rendah. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 7(2): 82-92.