• Tidak ada hasil yang ditemukan

Classroom Meeting sebagai Alternatif Model Pembelajaran dan Pelaksanaannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Classroom Meeting sebagai Alternatif Model Pembelajaran dan Pelaksanaannya"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Classroom Meeting sebagai Alternatif Model Pembelajaran dan

Pelaksanaannya

E. Sulyati, Dra., M.Pd.

Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris STBA Sebelas April Sumedang

E-mail : e_suly@yahoo.com

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang

“Teaching is guiding and facilitating learning, enabling the learner learns, setting the conditions for learning “(Brown, 1993:7). Dari pernyataan tersebut tampak bahwa tugas

pengajar adalah menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif. Kondisi ini akan tercipta bila pengajar mampu mengelola dengan baik seluruh komponen pembelajaran yang terlibat, termasuk pembelajar. Pengajar hendaknya memahami benar siapa pembelajarnya, karakteristiknya, masalah yang dihadapinya dan bagaimana mengatasinya. Pada dasarnya pembelajaran akan berjalan dengan lancar apabila semua komponen pembelajaran siap untuk melaksanakan pembelajaran dengan penuh tanggung jawab termasuk kondisi fisik dan mental pembelajarnya itu sendiri. Kesehatan mental pembelajar merupakan salah hal yang sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk itu pengajar harus berupaya sedemikian rupa agar kesehatan mental pembelajar tetap terjaga.

Di sisi lain pengajar seringkali kebingungan menghadapi kenyatan peserta didik dengan beragam permasalahan. Permasalahan ini timbul baik dari segi internal seperti usia, motivasi, personalitas, kondisi perkembangan psikologis anak itu sendiri maupun segi eksternal seperti sosiokultural dan sosioekonomi.

Dengan demikian, wawasan yang luas dan pengetahuan pengajar mengenai beragam model pembelajaran dalam mengatasi masalah yang dialami pembelajar tampaknya merupakan satu keharusan. Classroom meeting model merupakan salah satu alternatif model yang dapat digunakan pengajar dalam mengatasi masalah yang berkait dengan kesehatan mental pembelajar.

2. Rumusan dan Batasan Masalah

Fokus pembahasan tulisan ini diarahkan pada classroom meeting model. Dua topik utama yang dibahas dalam tulisan ini yakni seperti apakah deskripsi umum classroom

meeting model dan bagaimana pelaksanaannya.

Pada bagian pertama dibahas konsep umum model, asumsi dan tujuan model, syarat dan ciri-ciri model, syarat dan peran pengajar, manfaat, dan bentuk-bentuk pertemuan. Pada bagian kedua dibahas pengaturan posisi duduk dan tahap-tahap pelaksanaan model.

3. Tujuan dan Manfaat

Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan secara umum classroom meeting model dan pelaksanaanya. Tulisan ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bagi penulis maupun pembaca khususnya

(2)

B. Deskripsi Umum Classroom Meeting Model 1. Konsep Model

Classroom Meeting Model atau model pertemuan kelas berangkat dari teori

psikoterapi yang dikembangkan oleh William Glasser, yakni terapi Realitas (Reality

Therapy). Menurut Glasser, Terapi Realitas merupakan suatu sistem yang memusatkan

perhatian pada perilaku masa kini; dan terapis berperan sebagai pengajar dan model yang mempertentangkan klien dengan menggunakan cara-cara yang dapat membantunya menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan dasarnya tanpa merugikan dirinya ataupun orang lain. Menurut teori ini, terdapat hubungan antara kesehatan mental seorang pembelajar dengan proses mengajar. Bagaimana kaitan kesehatan mental dengan proses mengajar? Hal tersebut mengandung implikasi bahwa proses belajar mengajar merupakan wahana untuk mengembangkan kesehatan mental para pembelajar. Kondisi mental sehat atau menurut istilah Sikun Pribadi Kondisi Psikohigiene merupakan salah satu aspek tujuan umum pendiddikan.

Apabila proses mengajar dipandang sebagai suatu strategi fundamental untuk mencapai tujuan pendidikan, maka proses mengajar harus memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan mental. Ini berarti bahwa mengajar mempunyai fungsi: terapeutik (Penyembuhan), preventif (Pencegahan), dan preservatif (Memelihara) dan tidak semata-mata berfungsi informatif. Joyce dan weil (1980 : 215-216) berpendapat bahwa : The model

is specifically desidned to help individuals understand them selves and take responsibility for their own development.... The Classroom Meeling Model is thus primarily a nurturant model. Model

ini dirancang khusus untuk membantu pembelajar memahami dirinya sendiri dan bertanggung jawab terhadap perkembangan diri masing-masing. Model Pertemuan Kelas pada dasarnya adalah model nurturan (memelihara).

Kunci keberhasilan proses belajar mengajar model ini adalah pada sikap dan perilaku pengajar terhadap pembelajar. Pengajar harus menghindarkan sikap judgemental (menghakimi) terhadap gagasan-gagasan pembelajar. Dalam model ini tidak ditonjolkan orientasi ke arah penguasaan prinsip, hukum-hukum atau materi pelajaran, tetapi lebih menekankan kepada penciptaan dan pengembangan kondisi nurturani yang akan mendasari perkembangan akademis.

Secara lebih terperinci Gordon dan Bruch dalam Teacher Effectiveness Training (1974:24) mengemukakan aspek-aspek yang perlu dikembangkan dalam situasi hubungan pengajar-pengajar atau pembelajar-pembelajar untuk mencapai kondisi mental sehat adalah sebagai berikut: 1) keterbukaan, yaitu keadaan yang memungkinkan pembelajar bersikap terus terang dan jujur terhadap lainnya; 2) sikap memelihara, yaitu sikap menghargai satu sama lain; 3) rasa saling bergantung; 4) separatenes, yang memungkinkan setiap pribadi mengembangkan keunikan, kreativitas, dan individualitas; dan bahwa tidak ada kebutuhan yang terpenuhi dengan mengorbankan kebutuhan orang lain.

Sisi lain dari model pertemuan kelas, yang juga merupakan dimensi kesehatan mental, ialah kemampuan mengambil kesepakatan dan memenuhinya. Kemampuan tersebut berkaitan dengan kemampuan individu untuk hidup di dalam keragaman, contohnya sikap toleransi, saling menghargai, disiplin, dan tanggung jawab.

(3)

Joyce dan Weil mengemukakan asumsi-asumsi dasar tentang teori Classroom

Meeting Model yang dilandasi oleh terapi realitas dari William Glasser. Dua asumsi dasar

Terapi Realitas menurut Glasser adalah sebagai berikut.

a. Manusia itu memiliki kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan cinta dan harga diri di dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Individu memiliki masalah disebabkan dia gagal memenuhi kebutuhan tersebut. Sejak lahir sampai tua manusia memiliki kebutuhan mencintai dan dicintai. Dalam kegiatan kelas, cinta ini berwujud dalam bentuk tanggung jawab sosial untuk membantu dan memelihara perkembangan pembelajar. Keberhasilan sekolah diatandai dengan terciptanya hubungan yang hangat dan konstruktif. Untuk mencapai perasaan diri berharga, kita harus memelihara kepuasan berperilaku menurut ukuran tertentu. Untuk itu, kita harus mengoreksi diri apabila berbuat salah dan mengahrgai diri sendiri apabila berbuat benar.

b. Adanya kesepakatan berbuat dan mengubah perilaku. Terapi realitas tidak selesai pada tahap terbentuknya wawasan untuk mengubah perilaku, tetapi lebih ditekankan kepada apa yang diperbuat.

Tujuan model Pertemuan Kelas didasarkan pada tujuan Terapi Realitas, yakni kecakapan memenuhi kesepakatan mengubah perilaku untuk memenuhi kebutuhan emosional terhadap harga diri, cinta, dan identitas. Selanjutnya akan ditingkatkan harga diri individu melalui disiplin dan keterikatan dengan orang lain dalam pola hubungan cinta.

3. Syarat dan Ciri-ciri Model

Ada tiga syarat umum Terapi Realitas, yaitu : a. Adanya keterlibatan peribadi yang intensif;

b. Menghadapi kenyataan dan menolak perilaku yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;

c. Belajar cara-cara yang lebih baik untuk berperilaku.

Selanjutnya syarat umum Terapi Realitas dijabarkan lebih terinci berikut ini.

a. Realitas

Kualitas realitas merupakan suatu tolak ukur penting dalam menentukan patokan perilaku. Suatu tindakan dikatakan realitas atau tidak, dilihat dari segi pertimbangan perbedaan dan konsekuensi yang muncul dari tindakan tersebut. Penilaian perilaku individu dikaitkan dengan konsekuensinya, baik terhadap dirinya maupun orang lain.

b. Tanggung Jawab

Tanggung Jawab merupakan indikator perilaku pemenuhan kebutuhan terhadap harga diri. Tanggung jawab diartikan oleh Glasser sebagai kecakapan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan berbuat sesuatu dengan tidak merampas hak orang lain. Tanggung jawab juga menyangkut kemampuan untuk memenuhi kesepakatan yang telah dibuat.

c. Moralitas

Glasser menganggap bahwa individu itu harus berbuat dalam cara yang benar agar memperoleh harga diri. Ini berarti bahwa individu itu harus memelihara perangkat patokan berperilaku.

d. Keterlibatan

Kunci keberhasilan dalam terapi Realitas ialah keterlibatan, kasih sayang orang tua, atau keterlibatan pribadi pengajar. Keterlibatan emosional merupakan suatu kombinasi

(4)

pengajar secara Terbuka, mendiskusikan perilaku-perilaku pribadi atau akademik tanpa disertai sikap judgemental.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipaparkan beberapa ciri Model Pertemuan Kelas yang melandaskan diri pada Terapi Realitas, sebagai berikut.

1) Materi pembahasan berasal dari lingkungan pembelajar atau masalah-masalah yang

sedang dihadapi pembelajar.

2) Terjadi diskusi yang terbuka dan hangat antara pembelajar dengan pembelajar dan

antara pembelajar dengan pengajar.

3) Peserta, terutama pengajar/terapis, tidak bersifat judgemental.

4) Diskusi diarahkan pada upaya mencari pemecahan masalah secara bersama-sama,

bukannya untuk mencari-cari kesalahan orang lain.

5) Pada akhirnya akan disepakati suatu keputusan bersama secara bertanggung jawab. 4. Syarat dan peran Pengajar

a. Syarat Pengajar

Dalam melaksanakan Model Pertemuan Kelas ,dibutuhkan seorang pengajar/terapis yang memiliki kemampuan yang baik. Persyaratan yang harus dipenuhi pengajar tersebut berdasarkan prinsip-prinsip berikut :

1) Prinsip keterlibatan, pengajar harus mampu mengembangkan bentuk hubungan yang bersifat terbuka, hangat, pribadi, menarik, dan sensitif;

2) Prinsip tidak judgemental, pengajar harus mampu mendorong pembelajar untuk mengambil tanggung jawab mendiagnosis perilakunya sendiri dan menolak perilaku yang tidak bisa dipertanggungjawabkan;

3) Prinsip keterlibatan kelompok, pengajar harus mampu memotivasi seluruh anggota kelompok untuk aktif berbicara kemudian secara keseluruhan mengidentifikasi, memilih, menaati alternatif perilaku yang telah disepakati.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendukung optimal bagi strategi pertemuan kelas ialah pengajar yang memiliki kehangatan pribadi dan keterampilan dalam melakukan hubungan antarpribadi. Pengajar harus mampu menciptakan iklim terbuka dan tidak defensif dan mengendalikan kelompok untuk menilai perilaku, mengambil kesepakatan, dan melakukan tindak lanjut untuk menilai efektivitas perilaku baru.

b. Peranan Pengajar

Dalam Model Pertemuan Kelas Pengajar berperan untuk :

1) Memotivasi dan merangsang pembelajar untuk berani mengungkkapan masalah; 2) Mengarahkan pembicaraan pada permasalahan;

3) Menjaga suasana diskusi agar hubungan antar pribadi tetap terjalin dengan baik. 5. Manfaat Model Pertemuan Kelas

Manfaat yang dapat diperoleh pembelajar dari Model Pertemuan Kelas antara lain : a. Pembelajar mempunyai kemampuan menilai dan mengoreksi perilaku dirinya

sendiri;

b. Melatih kedisiplinan diri sebab apa yang telah diputuskan dalam diskusi harus dipatuhi dan dilaksanakan bersama-sama;

c. Melatih sikap tenggang rasa/toleransi atas sikap dan pendapat orang lain; d. Melatih kemampuan mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya.

(5)

6. Bentuk-bentuk Meeting

Dilihat dari fokus pembicaraan dalam Model Pertemuan Kelas, Joyce dan weil (1972 : 227-228) membedakan tiga tipe pertemuan dalam Classroom Meeting Model.

a. The Social-Problem-Soiving meeting

Pertemuan pemecahan masalah sosial fokusnya terarah pada masalah perilaku dan sosial. Dalam pertemuan kelas tipe ini pembelajar berupaya mengembangkan tanggung jawab untuk belajar dan berperilaku dengan jalan memecahkan masalah mereka di dalam kelas. Orientasi pertemuan selalu ke arah positif, dalam arti mengarah kepada pemecahan masalah dan bukan hanya sekedar mencari-cari kesalahan.

b. The Open-ended Meeting

Dahlan (1990 : 109) mengunakan sebutan Pertemuan terbuka untuk pertemuan tipe kedua ini. Dalam tipe ini pembelajar memikirkan dan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan mereka. Dalam pertemuan tipe ini sering kali pembelajar sendiri berinisiatif memulai diskusi dengan menampilkan sesuatu yang mereka lihat atau baca.

c. The Education-Diagnostic Meeting

Dahlan (1990 : 109) menggunakan sebutan Pertemuan Terarah-Terbuka untuk tipe ketiga ini, yaitu pertemuan yang bersifat terbuka. Tetapi terarah kepada apa yang sedang dipelajari dikelas. Petemuan ini tidak bertujuan untuk menilai pembelajar, tetapi untuk mengungkapkan apa-apa yang mereka ketahui dan yang tidak The leader should not

incorporate value judgemen into the discussion. The students should feel free to voice their opinions and conclusions any way they see fit” (glasser dalam Joyce dan Weil, 1972:228)

Dalam strategi pertemuan kelas, perbedaan antara masalah pribadi dan akademik menjadi kabur/tipis. Suasana seperti ini muncul karena terjadinya tukar perasaan dan pendapat secara jujur, tidak bersifat kompetitif, memikirkan dan mengajukan pertanyaan yang bersifat faktual, pembelajar berinisiatif untuk diskusi, dan terjadinya respon-respon yang tidak evaluatif.

C. Pelaksanaan Classroom Meeting Model 1. Pengaturan Posisi Duduk

Memang tidak ada keharusan tersendiri dalam hal pengaturan posisi duduk dalam model pertemuan kelas. Akan tetapi menyarahkan pengaturan tempat duduk lingkaran. Hal tersebut dilandasi oleh konsep berpikir berikut.

a. Dalam posisi duduk melingkar tercipta suatu hubungan yang tidak terputus antara satu dengan yang lain;

b. Dalam posisi ini tercipta kesan semua sederajat.

Oleh karena itu, model pertemuan kelas akan efektif apabila dilakukan oleh maksimal 15 orang. Peserta yang terlalu banyak akan membuatnya menjadi tidak efektif.

2. Tahap-Tahap Pelaksanaan Model

Classroom Meeting model mencakup enam tahap kegiatan, yaitu memantapkan iklim

yang mengandung keterlibatan, menyajikan masalah untuk didiskusikan, mengembangkan pertimbangan nilai pribadi, mengidentisifikasikan alternatif tindakan,

(6)

a. Tahap Pertama, menciptakan iklim yang mengandung keterlibatan merupakan syarat

dalam strategi pertemuan kelas. Iklim yang mengandung keterlibatan merupakan iklim yang hangat, bersifat pribadi, memperdulikan masalah hubungan. Iklim tersebut mengemukakan perasaan dan pendapat tanpa merasa terancam, dan mereka diterima dalam kelompok tanpa perasaan takut, atau dinilai.

b. Tahap Kedua, Penyajian masalah diskusi bisa dilakukan oleh pengajar maupun

pembelajar. Penyajian masalah ini bisa dalam bentuk mempertentangkan situasi atau pertanyaan sederhana. Setelah masalah itu diberikan pembelajar langsung mengidentisifikasikan: (a) konsekuensi jika situasi berlangsung terus, dan (b) norma sosial yang mengendalikan situasi.

c. Tahap Ketiga, bertujuan agar pembelajar membuat pertimbangan pribadi terhadap

perilaku mereka sendiri. Untuk dapat melakukan tindakan ini, mereka harus mengidentisifikasikan nilai-nilai yang ada di balik perilaku mereka dan apa yang diidentisifikasikan itu merupakan norma sosial; dan selanjutnya mengarah kepada pemilihan antara perilaku dan nilai-nilai yang ditemukan.

d. Tahap Keempat, pembelajar mengidentisifikasikan alternatif perilaku dan tindakan atas

masalah.

e. Tahap Kelima, yaitu merupakan kesepakatan bersama untuk melaksanakan perilaku

terpilih.

f. Tahap Kelima, pengajar meminta pembelajar menilai efektifitas perilaku baru dan

memperkuatnya bagi tindakan mendatang.

D. Kesimpulan

Dari pembahasan masalah di atas, penulis dapat mengambil beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Classroom teaching model merupakan salah satu model pengelolaan aktivitas pembelajaran yang didasarkan pada teori terapi realitas yang dikemukakan Glesser. Berkait dengan classroom meeting model ini, dapat dikemukakan hal-hal berikut:

a. Model ini berasumsi bahwa manusia memiliki kebutuhan asasi berupa kebutuhan cinta, dan harga diri serta adanya kesepakatan berbuat dan mengubah perilaku. Tujuannya, memenuhi kesepakatan mengubah perilaku untuk memenuhi kebutuhan emosional berupa harga diri, cinta, dan identitas.

b. Ada tiga syarat umum clasroom meeting model yakni keterlibatan pribadi yang intensif, menghadapi kenyataan, dan belajar berperilaku lebih baik. Ketiga syarat tersebut dijabarkan menjadi realitas, tanggung jawab, moralitas, dan keterlibatan. Ciri dari model ini adalah materi yang dibahas berasal dari lingkungan pembelajar,terjadi diskusi dua multi-arah, tidak bersifat judgemental, diarahkan pada upaya mencari solusi, dan kesepakatan bersama yang bertanggung jawab. c. Syarat yang harus dipenuhi pengajar dalam pelaksanaan model ini adalah

pengajar yang bersifat terbuka, hangat, menarik, dan sensitif, mampu memotivasi pembelajar untuk bertanggung jawab, dan mampu mengaktifkan seluruh pembelajar. Dalam model ini pengajar berperan sebagai motivator, pengarah, dan pemelihara suasana.

d. Manfaat yang diperoleh pembelajar dari model ini adalah mereka mempunyai kemampuan menilai dan mengoreksi diri,melatih disipilin, melatih sikap toleransi, dan melatih kemampuan mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya.

(7)

e. Bentuk classroom meeting model terdiri dari the social-problem-solving meeting, the

open-ended meeting, dan the education-diagnostic meeting.

2. Dalam pelaksanaan classroom meeting model ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni pengaturan tempat duduk dan tahapannya.

a. Posisi duduk diupayakan melingkar dengan jumlah peserta maksimal 15 orang. b. Pelaksanaan model ini terdiri dari enam tahap yakni penciptaan iklim yang

memperlihatkan keterlibatan, penyajian masalah, pengidentifikasian nilai, pengidentifikasian alternatif perilaku, pembuatan kesepakatan untuk melaksanakan perilaku terpilih, dan penilaian efektivitas perilaku baru.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. Douglas. 1993. Principles of Language Learning and Teacing. Englewood Clifs Dahlan, M.D., Dkk. 1990. Model-Model mengajar. Bandung : CV Diponegoro.

Roestiyah, N.K. 1989. Strategi Belajar Mengajar .Jakarta : Bina Aksara.

Joyce, Bruce, and Marsha Well. 1972. Model Of Teaching Frist Edition. New Jarsey : Prentice Hall Inc.

Joyce, Bruce, and Marsha Well. 1980. Model of teaching : Second Edition. New Jarsey : Prentice Hall Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan menulis teks negosiasi siswa

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan menulis teks eksplanasi siswa

Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran role playing pada mata pelajaran merencanakan dan mengelola pertemuan/rapat kelas XI AP SMK Negeri 1 Medan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara khusus penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap strategi pembelajaran biologi

Disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif siswa di kelas yang menggunakan strategi peta konsep yang berbasis card sort lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan peta konsep

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan dapat disimpulkan melalui

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas eskperimen dengan penggunaan model pembelajaran Auditory, Intelectually, and Repetition memiliki nilai hasil belajar

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara khusus penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap strategi pembelajaran biologi