• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Saku untuk Kebebasan Beragama MEMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Buku Saku untuk Kebebasan Beragama MEMAH"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Saku untuk Kebebasan Beragama

MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting Opinion)

PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA

Tim Penulis :

Siti Aminah Uli Parulian Sihombing

The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Freedom House

© 2010

(2)

MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting opinion) PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA

Tim Penulis

Siti Aminah

Uli Parulian Sihombing

Penerbit

The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) Jl. Tebet Timur I No. 4, Jakarta Selatan Phone : 021-93821173, Fax : 021- 8356641 Email : Indonesia_lrc@yahoo.com Website : www.mitrahukum.org Cetakan pertama © 2011

ISBN :

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang

Isi diluar tanggung jawab Percetakan

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar

Bagian Pertama

Sekilas UU Penodaan Agama

Bagian Kedua

Permohonan Uji Materiil UU Penodaan Agama

Bagian Ketiga

Perbedaan Pendapat (Dissenting opinion) Pu-tusan Uji Materiil UU Penodaan Agama

Daftar Alamat

Tentang ILRC

Tentang Freedom House

v

1

11

29

51

54

(4)
(5)

Kata Pengantar

T

he Indonesian Legal Resource Center (ILRC) bek-erja sama dengan Freedom House menyusun buku saku penjelasan dissenting opinion /penda-pat berbeda dari Hakim Maria Farida dalam kasus hak uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuan pe-nyusunan buku saku ini adalah untuk memudahkan mahasiswa/mahasiswi yang menjadi tenaga paralegal memahami pendapat berbeda dari Hakim Maria Far-ida dalam kasus tersebut. Selama ini, dissenting opinion

(6)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

utuh. Padahal dissenting opinion pun merupakan satu kesatuan dengan putusan itu sendiri.

Sebenarnya dissenting opinion Hakim Maria Farida tidak sekedar menolak eksistensi UU Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/Penodaan Agama, tetapi lebih jauh dari itu. Menurut Hakim Ma-ria Farida, UU Penodaan Agama telah menciptakan diskriminasi, terbukti di Departemen Agama (Depag) hanya ada perwakilan enam agama resmi saja (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu). Kemudian, UU Penodaan Agama tersebut telah “me-maksa” kelompok penghayat untuk “menundukkan diri” terhadap agama-agama yang diakui oleh negara. Untuk itu, memang perlu “membongkar” pemikiran Hakim Maria Farida. Dissenting opinion Hakim Maria Farida diharapkan jadi tonggak sejarah dan menjadi dokumen penting untuk kebebasan beragama, toler-ansi dan pluralisme di tanah air.

Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 10 Januari 2011

The Indonesian Legal Resource Center (ILRC)

Uli Parulian Sihombing

(7)

Bagian Pertama

Sekilas UU Penodaan Agama

Apa yang dimaksud dengan UU No.1/Pnps /1965 ?

(8)

Presi-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

den Sebagai Undang-Undang. Berdasarkan UU No 5 Tahun 1969 maka Penpres Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Peno-daan Agama ditetapkan sebagai suatu UU dan dis-ebut UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama sebagai suatu UU.

Apa latar belakang lahirnya UU Pencegahan/ Penodaan Agama ?

(9)

3 B a g i a n Pe r t a m a S e k i l a s U U Pe n c e g a h a n / p e n o d a a n A g a m a

tas.

Penpres ini merupakan bagian dari gagasan Nasa-kom Presiden Soekarno untuk memobilisasi kekua-tan-kekuatan nasionalisme, agama dan komunisme demi meningkatkan kekuatan politiknya. Konigurasi politik pada era demokrasi terpimpin yang otoriter, sentralistik dan terpusat di tangan Presiden Soeka-rno telah menyebabkan produk-produk hukum yang diciptakan pada masa tersebut juga bersifat oto-riter dan sentralistik, tidak terkecuali UU Penodaan Agama.

Apa isi UU Pencegahan/Penodaan Agama ?

UU Penodaan Agama sendiri terdiri dari empat pasal. Yaitu :

Pasal 1 berbunyi :

1. “Setiap orang dilarang dengan sen-gaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indone-sia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu”.

(10)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

menceritakan,menganjurkan atau mengusa-•

hakan dukungan umum untuk melakukan

penafsiran yang menyimpang dari

pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indone-sia;

menceritakan, menganjurkan atau mengusa-•

hakan dukungan umum melakukan kegia-tan-kegiatan keagamaan yang menyim-pang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia;

2. Pasal 2 ayat (1) selengkapnya berbunyi “Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan per-buatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Men-teri Agama, MenMen-teri/Jaksa Agung dan MenMen-teri Dalam Negeri.” Dan Pasal 2 ayat (2) “Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan me-nyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Or-ganisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/ Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.”

(11)

5 B a g i a n Pe r t a m a S e k i l a s U U Pe n c e g a h a n / p e n o d a a n A g a m a

terhadap orang, Organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”

4. Pasal 4 berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melaku-kan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusu-han, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.”

Pasal ini merupakan kriminalisasi bagi setiap orang yang dengan sengaja di muka umum men-geluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, peny-alahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 4 ini selanjutnya ditambahkan dalam KUHP menjadi Pasal 156a dibawah Bab V yang men-gatur tentang Kejahatan terhadap Ketertiban Umum.

Permasalahan apa sajakah yang timbul dari UU ini ?

(12)

Penod-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

aan Agama, yaitu :

1. Negara melakukan intervensi terhadap hak

kebebasan beragama/keyakinan. UU ini

memberi kewenangan penuh kepada negara melalui Departemen Agama untuk : 1) tukan “pokok-pokok ajaran agama” ; 2) menen-tukan mana penafsiran agama yang dianggap “menyimpang dari pokok-pokok ajaran” agama dan mana yang tidak; 3) jika diperlukan, melaku-kan penyelidimelaku-kan terhadap aliran-aliran yang di-duga melakukan penyimpangan, dan menindak mereka. Dua kewenangan terakhir dilaksanakan oleh Bakor Pakem. Padahal dalam konteks hak kebebasan beragama/berkeyakinan merupakan wilayah internum dari setiap individu, yang tidak seorangpun dan siapapun-termasuk negara- yang dapat mengintervensinya.

2. Bersifat diskriminatif. Dalam penjelasan Pasal

(13)

7 B a g i a n Pe r t a m a S e k i l a s U U Pe n c e g a h a n / p e n o d a a n A g a m a

tentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain. Penjelasan ini selanjutnya ditafsirkan bahwa 6 (enam) agama tersebut sebagai agama yang diakui dan menda-patkan perlindungan dari penyalahgunaan dan penodaan agama, mendapat fasilitas-fasilitas dari negara dan menjadi kerangka berpikir dalam pe-nyelenggaraan negara. Ketentuan ini merupakan bentuk pengutamaan terhadap 6 agama dan men-gakibatkan diskriminasi terhadap agama-agama selainnya.

3. Pemaksaan Agama/Keyakinan. Dalam

(14)

Ke-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

beradaannya tidak merupakan agama, dan untuk pembinaannya dilakukan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru dan penganutnya

diarahkan untuk memeluk salah satu agama yang diakui oleh negara.

4. Digunakan untuk mengkriminalkan

penda-pat/ekpresi yang berbeda. Pasal-pasal yang

terdapat dalam UU Penodaan Agama, khusus-nya pasal 4, dalam praktekkhusus-nya digunakan secara sewenang-wenang untuk mengkriminalkan ses-eorang yang memberikan kritik, otokritik, penaf-siran maupun kebebasan berekpresi seseorang.

Apa dampak pemberlakuan UU Pencegahan/ Penodaan Agama ?

Pelanggaran Hak Sipil dan Politik dan Hak 1.

Ekonomi, Sosial dan Budaya

(15)

9 B a g i a n Pe r t a m a S e k i l a s U U Pe n c e g a h a n / p e n o d a a n A g a m a

agama. Bagi yang tidak menundukkan diri, maka mereka kehilangan haknya untuk mendapatkan identitas seperti KTP, dan dilarang untuk me-nyatakan agamanya dalam surat-surat resmi. De-mikian halnya perkawinan yang dilangsungkan menurut keyakinan atau adat tidak dianggap sah. Sehingga selanjutnya kelahiran anak-anak diang-gap sebagai anak luar kawin, dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Hal ini membawa akibat tidak dipenuhinya hak-hak yang lain, seperti pendidikan, kesehatan, kesem-patan kerja yang sama, kesemkesem-patan menduduki jabatan-jabatan publik, maupun pemakaman se-suai agamanya.

2. Kriminalisasi Perbedaan Keyakinan dan atau Penafsiran

(16)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

(17)

Bagian Kedua

Permohonan Uji Materiil

UU Penodaan Agama

Siapa yang mengajukan uji materiil UU Penod-aan Agama ?

(18)

Indo-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

nesia (YLBHI), Imparsial, Setara Institute, Demos, Elsam, Desantara, dan Perhimpunan Bantuan Hu-kum Indonesia (PBHI).

Apa latar belakang dilakukannya uji materiil UU Penodaan Agama ?

(19)

1 3 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

dan peraturan perundang-undangan pasca amande-men konstitusi.

Apa yang diuji dalam permohonan uji materiil ?

Uji Materiil diajukan terhadap lima norma yang terda-pat dalam Pasal 1-4 UU Penodaan Agama untuk diuji dengan sembilan norma dalam UUD 1945 yaitu : 1. Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah Negara

Hukum

2. Pasal 27 ayat (1) : Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah-an dpemerintah-an wajib menjunjung hukum dpemerintah-an pemerin-tahan itu dengan tidak ada kecualinya

3. Pasal 28D ayat (1) : Setiap orang berhak atas pen-gakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

4. Pasal 28E ayat (1) : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memi-lih pendidikan dan pengajaran, memimemi-lih peker-jaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

5. Pasal 28E ayat (2) : Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(20)

kebe-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

basan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

7. Pasal 28I ayat (1) : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbu-dak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manu-sia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

8. Pasal 28I ayat (2) : Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

9. Pasal 29 ayat (2) : Negara menjamin kemerdeka-an tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamkemerdeka-anya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Alasan-alasan apa yang diajukan dalam uji ma-teril tersebut ?

Alasan-alasan yang diajukan para pemohon adalah se-bagai berikut:

(21)

1 5 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

keyakinan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun.

2. UU Penodaan Agama khususnya Pasal 1 menun-jukkan adanya pembedaan dan/atau penguta-maan terhadap enam agama antara lain: Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu, dibandingkan dengan agama-agama atau aliran keyakinan lainnya. Hal mana merupakan bentuk kebijakan diskriminatif yang dilarang. 3. Substansi Pasal 1 yang bertentangan dengan UUD

1945, dengan sendirinya hukum proseduralnya yang terdapat dalam Pasal 2 Ayat (2), menjadi bertentangan pula. Pasal 2 ayat (2) bertentangan dengan prinsip negara hukum karena prosedur pembubaran organisasi dimaksud bertentangan dengan prinsip toleransi, keragaman, dan pe-mikiran terbuka. Proses pembubaran organisasi dan pelarangan organisasi, seharusnya dilakukan melalui proses peradilan yang adil, independen, dan terbuka, dengan mempertimbangkan hak atas kebebasan beragama, keragaman dan toler-ansi;

(22)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

agama yang dilindungi, penghayat kepercayaan, dan kelompok atau aliran minoritas dalam kee-nam agama tersebut.

5. Pasal 4 huruf a yang kemudian ditambahkan menjadi Pasal 156 a KUHP dinilai bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama/berkeyaki-nan. Perumusan Pasal 4 huruf a membuat pelak-sanaannya mengharuskan diambilnya satu tafsir tertentu dalam agama tertentu untuk menjadi batasan permusuhan, penyalahgunaan dan pe-nodaan terhadap agama. Berpihaknya negara/ pemerintah kepada salah satu tafsir tertentu ada-lah diskriminasi terhadap aliran/tafsir lain yang hidup pula di Indonesia.

Apa yang dituntut dari uji materiil UU Penodaan Agama ?

(23)

1 7 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Bagaimana proses persidangan uji materiil UU Penodaan Agama ?

Uji materiil UU Penodaan Agama mengacu ke-pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06/ PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Maka berdasarkan pera-turan tersebut, proses persidangan JR UU Penodaan Agama, mendengarkan keterangan dari Presiden/ Pemerintah, DPR RI, Saksi, Ahli dan Pihak Terkait. Proses persidangan ini berlangsung selama 3 bulan dengan menghadirkan 3 orang saksi, 33 orang ahli dan 24 pihak terkait.

Apa pendapat ahli terhadap UU Penodaan Agama ?

(24)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Umumnya Ahli-Ahli yang diajukan oleh pemerintah dan pihak terkait memilliki argumen yang sebangun untuk menyatakan bahwa UU Penodaan Agama tidak diskriminatif, melindungi minoritas, sehingga masih bermanfaat dan harus dipertahankan. Namun, mer-eka tidak memiliki pendapat yang sama mengenai agama resmi atau agama yang diakui. Ada yang me-nyatakan UU penodaan agama melindungi semua agama dan bahkan kepercayaan, ada yang menyatakan bahwa hanya enam agama yang diakui dan dilindungi di Indonesia.

MK sendiri mengundang empat belas ahli dengan berbagai keahlian. Seluruh ahli berpendapat bahwa UU Penodaan Agama memiliki masalah. Lima orang dengan tegas meminta dicabut, dan enam orang men-gusulkan untuk direvisi. Meskipun tidak ada Ahli dari Mahkamah Konstitusi yang dengan jelas mengatakan bahwa UU tidak bermasalah, ada dua Ahli yang ber-pendapat UU Penodaan Agama layak untuk dipertah-ankan.

Apa masalah UU Penodaan Agama menurut para ahli ?

(25)

1 9 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Nama Ahli MK Masalah UU No.1/PNPS/1965 Prof. Dr. Andi

Hamzah

1. Pasal 1 dan 2 UU a quo sifatnya ad-ministrasi, tapi pasal 3 ada sanksi pidana 5 tahun. Kalau administrasi harusnya 1 tahun kurungan atau denda.

2. Pasal 1, 2, 3 UU a quo multitafsir, tidak memenuhi syarat nullum crimen sine lega scripta.

Dr. Eddy OS Hiariej

1. Dalam prakteknya, UU a quo selalu digunakan untuk mengadili pemikiran. Praktek itu bertentang dengan postulat hukum: cogitationis poenam nemo partitur, 2. Penghayat keyakinan tidak bisa dijerat atau dihukum

Prof.Dr.Azyumardi Azra

1. Negara tidak boleh ikut campur soal tafsir

2. UU a quo tidak sesuai dengan zaman. 3. Pasal yang inkonstitusional misalnya pasal 4b UU a quo.

(26)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Dr. Fx Mudji Sutrisno

1. Sebenarnya masyarakat kultural saling menghormati satu sama lain terhadap adanya perbedaan, namun adanya hu-kum akan meniadakan hak-hak lain atau kebebasan yang ada di dalam masyarakat tersebut.

2. Istilah menyimpang adalah istilah orang dalam (intern agama), sementara bagi orang di luar intern agama, disebut berbeda.

3. Tugas negara paling pokok adalah pada wilayah publik,menjaga ketertiban dan melindungi tiap warga Negara untuk melaksanakan hak kebebasan beragamanya.

Ulil Abshar Ab-dalla

1. Posisi negara harus netral, tidak bisa masuk soal tafsir.

2. Perbedaan tafsir bukan penodaan agama.

3. Pokok-pokok ajaran berbeda-beda. 4. Istilah “pokok-pokok ajaran agama” di UU a quo ambigu.

(27)

2 1 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Emha Ainun Nadjib

1. UU a quo tidak soleh, banyak mund-haratnya.

2. Tafsir tidak bisa dipaksakan. 3. Pluralisme adalah sifat Tuhan, tidak bisa dipaksakan untuk seragam. 4. Pokok-pokok ajaran beda. 5. Toleransi dan saling menyayangi. Dr. Siti Zuhro UU a quo memberi peluang untuk

dis-kriminasi & pembatasan hak memeluk agama. Juga bukti tidak dijaminnya masyarakat yang plural dan pengakuan status kelompok minoritas.

Prof.Dr.Jalaludin Rakhmat

1. UU a quo seringkali dipergunakan oleh yang berkuasa

2. UU a quo cenderung merugikan kaum minoritas

Prof. Dr. Ahmad Fedyani S.

1. Masyarakat hidup dalam masa yang berbeda dengan masa pembentukan UU a quo

(28)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra

1. UU a quo tidak sempurna karena tidak sesuai dengan UU 10/2004. 2. Norma hukum ada di penjelasan, harusnya ada di pasal.

3. Kepentingan Negara bukan menilai benar tidaknya agama, tapi menjaga ketertiban umum dan harmoni dalam masyarakat

Dr. Moeslim Ab-durrahman

1. Pokok-pokok ajaran berbeda-beda. 2. Perbedaan tafsir harus dihormati. 3. Seseorang di hadapan Negara harus setara, meskipun di hadapan Tuhan berbeda-beda.

4. Beriman atau tidak bukan urusan Negara.

Tauik Ismail UU a quo sebagai pagar sudah usang, ayo kita perbaiki bersama-sama. Prof. Dr.

Komar-uddin Hidayat

(29)

2 3 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Djohan Effendi 1. UU a quo menjadi pengakuan 6 agama resmi dan acapkali memakan korban (Kurdi, Baha’i).

2. Tafsir adalah bagian dari kebebasan-beragama/berkeyakinan dan boleh disampaikan ke publik.

3. Masalah keyakinan adalah otoritas Tuhan YME.

4. Negara dan aparatnya tidak boleh bertindak melebihi Tuhan sendiri. S. A. E. Nababan 1. Perbedaan dan perkembangan tafsir

adalah lumrah.

2. Negara tidak perlu mengatur masalah penafsiran.

3. Depag tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan menilai pokok-pokok ajaran agama.

4. Ada ketidak jelasan Istilah (seolah-olah perbedaan tafsir itu sama dengan penodaan agama).

(30)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Garin Nugroho 1. UU ini tidak mendorong masyarakat berubah positif.

2. Kata-kata dalam pasal-pasal UU a quo tidak memberi kepastian hukum sehingga mengakibatkan korban. 3. Secara yuridis munculnya UU a quo hanya berlaku tepat untuk saat itu, tidak tepat untuk saat ini.

Siapa yang hadir sebagai pihak terkait ?

Selama proses persidangan, terdapat 24 (dua puluh empat) Pihak Terkait yang menyampaikan keteran-gannya. Dari 24 pihak, hanya Himpunan Penghayat Dan Kepercayaan (HPK), Badan Kerjasama Organ-isasi-Organiasi Kepercayaan (BKOK) yang hak dan/ atau kewenangannya terpengaruh oleh pokok permo-honan, karena penghayat telah menjadi korban. Se-dangkan pihak terkait tidak langsung pada persidan-gan, dapat dikategorikan sebagai berikut :

(31)

2 5 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

BI, Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan)

b. Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai

ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau ke-wenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduli-annya yang tinggi terhadap permohonan dimak-sud: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muham-madiyah), Persatuan Islam (Persis), DPP Partai Persatuan Pembangunan, Yayasan Irena Center, DPP Ittihadul Muballighin, Badan Silaturrahmi Ulama Madura (BASHRA), Front Pembela Is-lam, Forum Umat IsIs-lam, Hizbut Tahrir Indone-sia (HTI), Al-Irsyad Islamiyah

Bagaimana dengan pendapat dari pihak-pihak terkait dalam uji materiil UU Penodaan Agama?

(32)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

(33)

2 7 B a g i a n Ke d u a Pe r m o h o n a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Sependapat Dengan Pemohon

Persekutuan Gereja-Gereja Indo-nesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan (BKOK), Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) dan Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan)

Revisi Forum Komunikasi Kerukunan

(34)
(35)

Bagian Ketiga

Perbedaan Pendapat

(Dissenting

Opinion)

Putusan MK tentang Uji

Materiil UU Penodaan Agama

Setelah melalui proses persidangan marathon sela-ma 3 bulan, MK memutuskan menolak keseluruhan permohonan uji materiil UU Penodaan Agama. MK

(36)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

menarik kesimpulan bahwa dalil-dalil yang diajukan pemohon, baik dalam pengujian formil maupun materiil, tidak beralasan hukum. Namun, keputusan tersebut tidaklah bulat, Hakim Harjono memberikan alasan berbeda (concurring opinion) dan Hakim Maria Farida Indarti menyampaikan pendapat berbeda (dis-senting opinion).

Apa yang dimaksud dengan alasan berbeda (con-curring opinion) ?

Concurring opinion adalah pendapat/putusan yang ditu-lis oleh seorang hakim atau lebih yang setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim yang suatu perkara, namun memiliki alasan yang berbeda.

Apa alasan berbeda (concurring opinion) dari

Hakim Konstitusi Harjono ?

(37)

3 1 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Agama dicabut maka akan terdapat ke-vakum-an hu-kum yaitu ketiadaan aturan yang dapat menimbulkan akibat sosial yang luas. Meskipun akibat itu sendiri dapat diatasi dengan aturan hukum yang ada, namun untuk melakukan hal yang demikian akan memerlu-kan social cost yang tinggi. Harjono berpendapat bah-wa untuk sementara bah-waktu UU perlu dipertahankan, sambil menunggu revisi UU Penodaan Agama selesai dilakukan.

Apa yang dimaksud dengan memberikan penda-pat berbeda berpendapenda-pat (dissenting opinion) ?

(38)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Apa pendapat berbeda (dissenting opinion) Ha-kim Konstitusi Maria Farida Indrati ?

Hakim Maria Farida Indrati memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam uji materiil UU Pe-nodaan Agama, sebagai berikut :

Dalam suatu negara yang berdasar atas hukum

(39)

3 3 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

(40)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Ketetapan MPRS Nomor XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS Nomor XIX/MPRS/1966. Berdasarkan kedua Ketetapan MPRS tersebut dibentuklah Undang-Undang No-mor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Seba-gai Undang-Undang (Lembaran Negara Repub-lik Indonesia Tahun 1969 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2900).

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Pres-iden dan Peraturan PresPres-iden Sebagai Undang-Un-dang tersebut dirumuskan sebagai berikut: “Terhi-tung sejak disahkannya Undang-Undang ini, menyatakan Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden sebagaimana termaksud dalam Lampiran IIA dan IIB Undang-Undang ini, sebagai Undang-Undang dengan ketentuan, bahwa materi Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden tersebut dita-mpung atau dijadikan bahan bagi penyusunan Undang-Undang yang baru”.

(41)

3 5 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

piran IIA dinyatakan sebagai Undang-Undang dengan ketentuan bahwa materi Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden tersebut ditampung dan dituangkan dalam Undang-Undang baru sebagai penyem-purnaan, perubahan atau penambahan dari materi yang diatur dalam Undang-Undang terdahulu”.

Selain iu, dalam Penjelasan Umum Undang-Un-dang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presi-den sebagai Undang-Undang, dirumuskan seba-gai berikut: “... 2. Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden sebagaimana termaksud dalam Lampiran IIA dan IIB juga dinyatakan sebagai Undang-Undang, dengan ketentuan bahwa harus

di-adakan perbaikan/penyempurnaan dalam arti,

bahwa materi dari pada Penetapan-penetapan Presiden dan Peraturan-peraturan Presiden tersebut ditampung atau dijadikan bahan bagi penyusunan Undang-Undang yang baru”

(42)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Agama sebagai suatu Undang-Undang, sehingga sejak saat itu Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama disebut Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Pe-nyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama seba-gai suatu Undang-Undang (yang biasa disebut dengan Undang-Undang Kondisional). Sebagai suatu peraturan yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Presiden maka Peneta-pan Presiden yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor: 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama adalah peraturan yang sah dan mempunyai daya laku (validity) mengikat umum. Namun de-mikian, karena Undang-Undang a quo pada saat ini dimohonkan pengujiannya ke Mahkamah Konsti-tusi, maka saya mengajukan pendapat yang berbe-da (dissenting opinion) terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

(43)

3 7 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

lihan Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan) yang menyatakan bahwa, “Segala peraturan perun-dang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Namun demikian, oleh karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang san-gat mendasar, terutama dalam pensan-gaturan tentang hak-hak asasi manusia, khususnya yang tertuang dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, secara mate-rial isi atau substansi Undang-Undang a quo perlu diajukan beberapa pendapat. Sehubungan dengan permohonan pengujian terhadap Undang-Undang

a quo perlu dikemukakan pasal-pasal yang langsung berkaitan, yaitu Pasal 28E, Pasal 28I, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang masing-masing dirumuskan sebagai berikut:

Pasal 28E:

“(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini

kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

(44)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, ber-kumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Pasal 28I:

“(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,

hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2) ....dst.”

Pasal 29:

“(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

(45)

3 9 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

jaminan konstitusional itu dijamin pula dalam Un-dang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratiikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratiikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Secara yuridis jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam rezim hukum di Indonesia dinyatakan den-gan landasan yang sangat kuat, sehingga denden-gan demikian negara Republik Indonesia juga memi-liki tanggung jawab dan kewajiban konstitusional untuk menjamin terpenuhinya hak-hak tersebut, khususnya hak setiap orang terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.

(46)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

kebebasan internal ini tidak dapat diintervensi oleh negara. Kebebasan eksternal (forum externum) ada-lah kebebasan seseorang untuk mengekspresikan, mengomunikasikan, atau memanifestasikan eksis-tensi spiritual yang diyakininya itu kepada publik dan membela keyakinannya Sehubungan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang dimohonkan pengujiannya ke Mahkamah, yaitu, Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4, saya mengajukan pendapat sebagaimana tertuang dalam uraian di bawah ini, berdasarkan rumusan pasal-pasal beserta penjela-sannya sebagai berikut:

A. Pendapat terhadap Pasal 1:

Pasal 1 Undang-Undang a quo menetapkan bah-wa, “Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan keg-iatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu”.

(47)

4 1 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

(48)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

B. Pendapat terhadap Pasal 2:

Pasal 2 Undang-Undang a quo menetapkan bah-wa:

“(1) Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputu-san bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilaku-kan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organ-isasi itu dan menyatakan organorgan-isasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.”

(49)

4 3 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

kan sebagai organisasi atau aliran terlarang dengan aki-batakibatnya (jo Pasal 169 KUHP).”

Dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang a quo dan Penjelasannya terdapat perbedaan dari segi adressat

(subjek) norma yang dituju. Dalam Pasal 2 ayat (1) yang menjadi adressat (subjek) norma adalah “Ba-rangsiapa ...” yang di dalam ragam bahasa perun-dang-undangan biasanya dimaknai dengan setiap orang atau badan hukum (korporasi), sedangkan pada ayat (2) yang menjadi adressat (subjek) norma adalah “Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan”.

Apabila rumusan Pasal 2 tersebut dihubungkan dengan Penjelasan pasalnya maka yang menjadi

adressat (subjek) norma adalah “orang-orang ataupun penganut-penganut sesuatu aliran kepercayaan maupun anggota atau anggota Pengurus Organisasi atau aliran terlarang”.

(50)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Pengurus Organisasi, atau aliran terlarang terse-but? Sehubungan dengan permasalahan ini, apak-ah negara dapat ikut campur di dalamnya dengan memberikan perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jak-sa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, atau pem-bubarannya oleh Presiden?

C. Pendapat terhadap Pasal 3:

Pasal 3 Undang-Undang a quo menetapkan bah-wa, “Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Men-teri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indone-sia menurut ketentuan dalam Pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1, maka orang, penga-nut, anggota dan/atau anggota Pengurus Organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana pen-jara selama-lamanya lima tahun”.

(51)

4 5 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

dimana mudah dibedakan siapa pengurus dan siapa ang-gotanya, maka mengenai aliran-aliran kepercayaan, hanya penganutnya yang masih terus melakukan pelanggaran da-pat dikenakan pidana, sedang pemuka aliran sendiri yang menghentikan kegiatannya tidak dapat dituntut. Mengin-gat sifat idiil dari tindak pidana dalam pasal ini, maka ancaman pidana 5 tahun dirasa sudah wajar”.

Dari rumusan Pasal 3 Undang-Undang a quo dan Penjelasannya juga terdapat perbedaan dari segi

adressat (subjek) norma yang dituju. Dalam Pasal 3 yang menjadi adressat norma, yang dapat dijatuhi pidana penjara lima tahun adalah ”orang, penganut, organisasi atau aliran kepercayaan” sedangkan dalam Penjelasannya yang dapat dikenakan pidana adalah

“penganut aliran kepercayaan saja”.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 Undang-Undang a quo dan Penjelasan-nya, memang beralasan apabila beberapa orang perorangan dan beberapa lembaga yang berg-erak dalam bidang advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan mempermasalahkan eksistensi Undang-Undang a quo. Saya sependapat dengan Pemohon bahwa eksistensi Undang-Undang a quo

(52)

men-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

imbulkan berbagai permasalahan. Walupun dalam Undang-Undang a quo tidak menyebutkan adanya enam agama yang “diakui” oleh negara, namun di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan telah terbukti bahwa yang diberikan jaminan dan perlindungan serta bantuan-bantuan hanya kee-nam agama tersebut, hal ini terjadi misalnya dalam penerbitan Kartu Tanda Penduduk, penerbitan Kartu Kematian, atau dalam pelaksanaan dan pen-catatan perkawinan.

(53)

4 7 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

langsung memahami eksistensi spiritual mereka, oleh karena biasanya eksistensi spiritual mereka dikemas dan dilaksanakan dalam bahasa-bahasa daerah setempat.

D. Pendapat terhadap Pasal 4:

Pasal 4 Undang-Undang a quo menetapkan bahwa,

“Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156a

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum menge-luarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgu-naan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.

(54)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

dikesampingkan, oleh karena pada saat terben-tuknya Undang-Undang a quo memang belum ter-dapat pedoman yang mengatur tentang hal terse-but. Walaupun rumusan dalam Pasal 156a tersebut bukanlah merupakan delik materiil, namun karena pasal tersebut ditempatkan di antara Pasal 156 dan Pasal 157 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang termasuk dalam “haatzaai artikelen”) maka ketentuan dalam pasal a quo dalam pelaksanaannya lebih sering diterapkan secara sewenang-wenang.

Kesimpulan:

Berdasarkan uraian di atas, maka saya berpenda-pat bahwa terhadap Undang- Undang Nomor 1/ PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terdapat beberapa permasalahan yang mendasar antara lain:

Bahwa Undang-Undang

1. a quo merupakan

(55)

4 9 B a g i a n Ke t i g a Pe r b e d a a n Pe n d a p a t Pu t u s a n M K Te n t a n g U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

Bahwa dengan pembentukan Undang-Undang 2.

Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Ber-bagai Penetapan Presiden dan Peraturan Pres-iden Sebagai Undang-Undang, yang merupa-kan perintah dari Ketetapan MPRS Nomor XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kem-bali Produk-Produk Legislatif Negara Di Luar Produk MPRS Yang Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS Nomor XIX/ MPRS/1966, maka pelaksanaan dari perintah kedua Ketetapan MPRS dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang, khususnya dalam Pasal 2 dan Penjelasannya sudah ber-langsung selama 40 (empat puluh) tahun. Bahwa dengan terjadinya berbagai permasala-3.

(56)

permoho-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

nan para Pemohon seharusnya dikabulkan.

Apakah dissenting opinion mengikat secara hu-kum ?

(57)

DAFTAR ALAMAT

1. KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANU-SIA (KOMNAS HAM)

Jl. Latuharhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat Telp/Fax: 021 - 3925 230021 - 3925 227 Emaik: info@komnas.go.id

2. OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (ORI)

Jl. Ir. H. Djuanda No. 36 Jakarta Pusat Telp : +62 21 351 0071

3. GERAKAN ANTI DISKRIMINASI (GANDI)

Jl. Mandala Raya 24 Tomang Jakarta 11440 T : 021-68700570

F : 021 – 5673869

Email :gandi_ancyahoo.com,

(58)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

4. LBH JAKARTA

Jl.Diponegoro No. 74 Jakarta

Telp/Fax: 021-3145518/ 021-3912377

5. INDONESIAN CONFERENCE ON RE-LIGION AND PEACE (ICRP).

Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta 10520

Telepon: 021-42802349 / 42802350 Fax: 021-4227243

Email: icrp@cbn.net.id Website: www.icrp-online.org

6. ALIANSI NASIONAL BHINEKA TUNG-GAL IKA (ANBTI)

Jl.Tebet Barat Dalam Vii No.19, Jakarta Telp/Fax :021-8312771

7. BADAN KOORDINASI ORGANISASI KEPERCAYAAN (BKOK)

Jl.Wastukancana No. 33 Bandung T :022-4265318

8. HIMPUNAN PENGHAYAT KEPER-CAYAAN THD TUHAN YANG MAHA ESA (HPK)

(59)

5 3 D a f t a r A l a m a t

9. THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC)

Jl.Tebet Timur I No.4, Tebet Jakarta Selatan Telp : 021-93821173, Fax : 021-8356641 Email : Indonesia_lrc@yahoo.com Website : www.mitrahukum.org

10. HUMAN RIGHTS WORKING GROUP

Jiwasraya Building Lobby Floor

Jl. R.P Soeroso No 41 Gondangdia, Menteng Jakarta 10350

Email : hrwg@hrwg.org,

(60)

THE INDONESIAN LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC)

MITRA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN HUKUM INDONESIA

Pada masa transisi menuju demokrasi, Indonesia menghadapi masalah tingginya tingkat korupsi, min-imnya jaminan hak azasi manusia (HAM), dan lemah-nya penegakan hukum. Dalam penegakan hukum, selain produk legislasi dan struktur aparat penegak hukum di butuhkan pula budaya hukum yang kuat di masyarakat. Namun, faktanya kesadaran hak di ting-kat masyarating-kat sipil masih lemah, begitu juga dengan kapasitas untuk mengakses hak tersebut.

Peran Perguruan Tinggi khususnya fakultas hukum sebagai bagian dari masyarakat sipil menjadi

(61)

5 5 P ro f i l I L R C

ing untuk menyediakan lulusan fakultas hukum hu-kum yang berkualitas yang akan mengambil bagian di berbagai profesi, seperti birokrasi, institusi-institusi negara, peradilan, akademisi dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Perguruan Tinggi mempunyai posisi yang legitimate untuk memimpin pembaharuan hukum. Di dalam hal ini, kami memandang pendidikan hu-kum mempunyai peranan penting untk membangun budaya hukum dan kesadaran hak masyarakat sipil.

Pendirian The Indonesia Legal Resource Center (ILRC) merupakan bagian keprihatinan atas pendidi-kan hukum yang tidak responsif terhadap permasalahan keadilan sosial. Pendidikan hukum cenderung mem-buat lulusan fakultas hukum menjadi proit lawyer dan mengabaikan pemasalahan keadilan sosial. Walaupun Perguruan Tinggi mempunyai instrumen/institusi un-tuk menyediakan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk masyarakat miskin, tetapi mereka melakukan-nya untuk maksud-maksud yang berbeda.

(62)

Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

3) Ketika pendidikan hukum di masyarakat sedang berkonlik oleh karena perbedaan norma antara hu -kum yang hidup di masyarakat dan hu-kum negara. Karena masalah tersebut, maka ILRC bermaksud un-tuk mengambil bagian di dalam reformasi pendidikan hukum.

Visi

Memajukan HAM dan keadilan sosial di dalam pen-didikan hukum

Misi

Menjembatani jarak antara Perguruan Tinggi 1.

dengan dinamika sosial;

Mereformasi pendidikan hukum untuk mem-2.

perkuat perspektif keadilan sosial;

Mendorong Perguruan Tinggi dan organisasi-or-3.

(63)

5 7 P ro f i l I L R C

STRUKTUR DAN PERSONAL

Para Pendiri/Anggota Pengurus

Ketua : Dadang Trisasongko Sekretaris : Renata Arianingtyas Bendahara : Soni Setyana

Anggota :

Profesor Mohammad Zaidun, SH, MSi 1.

Prof. Emiritus Drs. Soetandyo Wignyosoebroto, 2.

MPA

Uli Parulian Sihombing 3.

EKSEKUTIF

Direktur : Uli Parulian Sihombing Peneliti : Fultoni, Siti Aminah,

(64)

Freedom House is an independent watchdog orga-nization that supports the expansion of freedom around the world. Freedom House supports demo-cratic change, monitors freedom, and advocates for democracy and human rights. We support nonviolent civic initiatives in societies where freedom is denied or under threat and we stand in opposition to ideas and forces that challenge the right of all people to be free. Freedom House functions as a catalyst for freedom, democracy and the rule of law through its analysis, advocacy and action.

Analysis The foundation of Freedom •

House’s work is its analysis. We evaluate the components of freedom and leverage our analytical work to strengthen our advocacy and action efforts. Freedom House’s

(65)

5 9 P ro f i l F re e d o m H o u s e

ous research methodology has earned the organization a reputation as the leading source of information on the state of free-dom worldwide. Learn more about Freefree-dom House publications .

Advocacy Freedom House ampliies the •

voices of those ighting for freedom in re -pressive societies. We press the United States, other governments, international institutions and regional bodies to adopt consistent poli-cies that advance human rights and democ-racy around the world.

Action We work directly with democracy and •

human rights advocates in their own coun-tries and regions. These reformers include human rights defenders, civil society lead-ers and memblead-ers of the media. Freedom House’s programs provide these advocates with resources that include training, expert advice, grants and exchange opportunities.

(66)

-Pu t u s a n U j i M a t e r i i l U U Pe n o d a a n A g a m a

ter World War II, Freedom House turned its focus to the struggle against Communism and other threats to freedom irrespective of ideology and embraced the organization’s mission to expand freedom worldwide and strengthen human rights and civil liberties in the United States.

Freedom House is led by David Kramer, the orga-nization’s executive director. The daily work of the organization is conducted by its approximately 150 staff members in Washington, New York, its Euro-pean ofice in Budapest and other ofices around the world.

The organization’s Board of Trustees, which includes Democrats, Republicans and Independents, is com-posed of a mix of business and labor leaders, former senior government oficials, scholars and journalists who agree that the promotion of democracy and human rights abroad is vital to America’s interests abroad and to international peace.

Contact

1301 Connecticut Ave. NW, Floor 6 Washington D.C. 20036. T

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran problem posing merupakan pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan hasil belajar bahasa

Kebebasan beragama sebagaimana dimaksud dalam pasal 28E terkait dengan Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, bahwa kebebasan dalam memeluk agama dan beribadah menurut

(1) Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan atas seluruh hasil

Secara umum, pelatihan berjalan dengan baik, and berdasarkan hasil tes, kemampuan mendengarkan mayoritas subjek (73%) berada pada level rata-rata dan 100%

Untuk tidak meluasnya permasalahan, penulis membatasi permasalahannya hanya pada tataran sintaksis dan tipe slogan iklan bir yang muncul di dunia maya saja,

bahwa sehubungan dengan kebijakan pemerintah terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disesuaikan perkembangan situasi harga minyak bumi internasional yang

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan

tentang Penetapan Persentase pembagian Hasil Penerimaan Pajak Rokok Untuk Pemerintah Daerah Dalam Provinsi Bengzs5h5 kulu Tahun 20216. Mengingat :1 Undang-Undang Nomor 9