• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asal masalah dalam hukum waris 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asal masalah dalam hukum waris 1"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

AT-TAKHARUJ

Diajukan untuk memenuhi Tugas mata Kuliah Fiqih Mawarist

Semester Genap STEI Tazkia Bogor

Dosen :Ust.Muhammad Isa

Disusun Oleh:

Muhammad Faizal Rachman.

Firdaus Qolyubi.

Lalu Rahadian Syamsu.

Yusep Supriatna.

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI) TAZKIA

Sentul CityTlp. (0251) 421076-421077 Bogor

(2)

DAFTAR ISI

BAB I

...3

PENDAHULUAN

...3

A. Asal Masalah dalam Hukum Waris...3

BAB II

...5

PEMBAHASAN

...5

A. Cara-Cara Pembagian Harta Waris...5

B. Beberapa Contoh Latihan dan Penyelasaian...6

C. Tash-hih Terhadap Asal Masalah...7

D. Persoalan-Persoalan yang Berhubungan dengan Asal Masalah...8

1. Masalah ‘Adilah...8

2. Masalah ‘ailah...8

3. Masalah Qashirah...9

E. Cara Melakukan Tash-hih...9

BAB III

...12

PENUTUP

...12

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Asal Masalah dalam Hukum Waris

Asal masalah (ash al-mas’alah) dalam hukum waris adalah bilangan yang paling sedikit atau kecil yang bisa diambil darinya, bagian para ahli waris secara benar tanpa ada bilangan pecahan, dan besarnya bagian itu berbeda sesuai dengan perbedaan para ahli waris yang ada. Jika ahli waris hanya satu oarang, dari kelompok mana pun, tidak perlu lagi mengeluarkan asal masalah, karena tidak ada orang lain yang bersamanya untuk mengambil harta waris.

Apabila ahli waris tersebut lebih dari satu dan semuanya menjadi ‘ashabah, asal masalahnya adalah jumlah dari para ahli waris-jika semuanya laki-laki. Dengan ungkapan lain, jika semuanya menjadi ‘ashabah bin-nafsi. Contohnya, jika seseorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris: 4 orang orang anak laki-laki atau 4 orang saudara, maka asal masalahnya sudah jelas, yaitu 4, sesuai jumlahnya.

Apabila ahli waris itu laki-laki dan perempuan, seperti anak laki-laki dan perempuan atau seperti saudara laki-laki dan perempuan, asal masalahnya adalah jumlah perempuan ditambah dau kali jumlah laki-laki. Contoh, jika seseorang wafat meninggalkan seorang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan, maka asal masalahnya adalah 5, di mana anak lakilaki mendapatkan dua bagian dan setiap anak perempuan mendapatkan satu bagian.

Apabila seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: 3 orang saudara laki-laki dan 3 orang saudara perempuan sebapak, asal masalahnya adalah 9, setiap saudaa laki-laki mendapatkan dua bagian dan setiap anak perempuan mendapatka satu bagian.

(4)

Jika ash-habul furudh lebih dari satu, baik ada ;ashabah ataupun tidak, asal masalahnya adalah bilangan yang sama dan mudah, diantara bilangan-bilangan yang ada, baik bilangan tersebut mutamatsilah, mutadakhilah, mutawafiqah, atau mutabayinah.

Misalnya, apabila seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: suami, kakek, dan ibu, maka bagian dari setiap ahli waris tersebut adalah: suami setengah, kakek seperenam, dan ibu sepertiga. Asal masalah untuk kasus ini adalah 6, karena itu merupaka bilangan yang bisa dibagi dengan pecahan lainnya, dan dapat dikalikan dengan bagian setiap ahli waris untuk mendapatkan bilangan yang benar. Dengan demikian, bagian suami 3, bagian kakek 1, dan bagian ibu 2.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara-Cara Pembagian Harta Waris

Jika kita ingin membagi harta waris kepada orang-orang yang berhak setelah membayar lunas utang dan laksanakan wasiat si mayit, yang tidak lebih dari sepertiga harta kita harus mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan warisan. Kalau diketahui ada orang yang dilarang atau terhalang menerima warisan (mahjub), kita wajib menelitinya.

Orang yang dilarang menerima warisan itu dianggap tidak ada dan orang yang terhalang (mahjub) harus disebutkan apa penyebabnya yang menghalanginya. Kemudian, jika ahli warisnya hanya satu orang, ia boleh mengambil seluruh harta waris itu, baik sebagi ash-habul furudh, ‘ashabah, maupun sebagai dzawi al-arhm (orang yang memiliki hubungan keluarga). Namun, apabila jumlah ahli waris lebih dari satu, kita harus mengikuti langkah-langkah berikut ini.

Pertama, menentukan bagian-bagian ash-habul furudh jika mereka ada.

Kedua, menjelaskan asal masalah, sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi.

Ketiga, menentukan bagian setiap ahli waris. Jika ahli waris itu ash-habul furudh,

bagian mereka adalah hasil dari perkalian asal masalah dengan bilangan-bilangan pecahan yang menjadi bagian setiap ahli waris, apabila ahli waris itu ;ashabah, harta waris yang menjadi bagiannya adalah sisa setelah dikurangi bagian ash-habul furudh jika dia sendiri dan dari pembagian hasil sisa jika mereka lebih dari satu.

Keempat, harta waris dibagi berdasarkan asal masalah, jika sepadan, dan berdasarkan

‘aul, jika masalahnya ‘aul, ataupun berdasarkan seluruh bagian, jika masalahnya ar-radd,

maka hasilnya adalah kadar satu bagian dari harta waris.

Kelima, apabila kita telah mengetahui bagian untuk setiap ahli waris dan kadar satu bagian dari harta waris, tinggal kita kalikan kadar bagian itu dengan jumlah bagian ahli waris, dan hasilnya menjadi bagian untuk setiap ahli waris.

(6)

Untuk mengetahui bagian setiap ahli waris yang menjadi ‘ashabah, kita harus membagi warisan itu berdasarkan asal masalah. Dari hasil pembagian itu, laki-laki mendapatkan bagian sebesar dua kali bagian perempuan.

B. Beberapa Contoh Latihan dan Penyelasaian

Contoh pertama. Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris; seorang istri, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, dan paman. Ia meninggalkan warisan sebanyak 48 hektare tanah.

Ahli Waris Istri Saudara Perempuan

Dilihat dari pecahan-pecahan yang ada (1/4, 1/2, dan 1/6) kita bisa mendapatkan bilangan yang sama, yakni 12. Dengan demikian, asal masalah adalah 12.

Jumlah bagian ash-habul furud , yakni 3+6+2=11

Dari jumlah itu, paman mendapatkan sisa, yakni 12-11=1

Kadar satu bagian: 48 : 12 = 4 hektare

Harta warisan yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut

 Istri : 3 x 4 = 12 hektare

 Saudara perempuan sekandung `: 6 x 4 = 24 hektare

 Saudara perempuan sebapak : 2 x 4 = 8 hektare

 Paman : 1 x 4 = 4 hektare

(7)

Contoh kedua. Seorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang suami, cucu perempuan dari anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki yang kafir, kakek, saudara kandung, saudara sebapak, dan paman kandung. Dia meninggalkan warisan sebesar 24.000 riyal (Rp53.520.000,00)

Penyelesaian. Dalam kasus ini, cucu laki-laki dari anak laki-laki yang kafir tidak mendapatkan warisan dan dianggap tidak ada sama sekali. Sementara itu, saudara sebapak serta paman kandung terhalang oleh saudara kandung.

Ahli Waris Suami Cucu

perempuan dari

Dasar Pembagian ¼ karena ada keturunan

Dilihat dari pecahan-pecahan yang ada (1/4, ½, dan 1/6) kita bisa mendapatkan bilangan yang sama, yakni 12. Dengan demikian, asal masalahnya adalah 12.

Bagian ahli waris ¼ x 12 = 3 ½ x 12 = 6 1/6 x 12 = 2

12-(3+6+2)=1

Kadar satu bagian: 24.000 : 12 = 2.000 riyal

Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagi berikut :

 Suami : 3 x 2.000 = 6.000 riyal

 Cucu perempuan dari anak laki-laki : 6 x 2.000 = 12.000 riyal

 Kakek : 2 x 2.000 = 4.000 riyal

 Bagian saudara kandung : 1 x 2.000 = 2.000 riyal

(8)

Terkadang, membagikan harta waris dengan cara yang telah kami paparkan di atas, terjadi pembagian yang tidak benar, yakni satu kelompok dari ahli waris tidak mendapatkan bagian secara genap. Misalnya, seorang wafat, meninggalkan ahli waris: istri, anak perempuan, dan dua saudara perempuan sekandung. Dalam kasus ini, istri mendapatkan seperdelapan sebagai bagian tetap, anak perempuan mendapatkan setengah sebagai bagian tetap (fardh) pula, dan dua saudara perempuan sekandung mendapatkan sisa sebagai

‘ashabah.

Asal masalah kasus tersebut adalah 8. Dengan demikian, istri mendapatkan satu bagian, anak perempuan mendapatkan 4 bagian, dan saudara perempuan sekandung mendapatkan 3 bagian sisa. Dengan demikian, bagian sisa untuk ‘ashabah (2 saudara perempuan sekandung) tidak mungkin dapat dibagi,karena tiga tidak dapat dibagi 2 dengan hasil genap, tanpa sisa pecahan. Karena itu, kita harus menggenapkan bagiannya yang benar atau tidak ada pecahan yang tersisa. Inilah yang disebut dengan at-tash-hih (penyelesaian) dalam ilmu faraidh.

D. Persoalan-Persoalan yang Berhubungan dengan Asal Masalah

1. Masalah ‘Adilah

Masalah ‘adilah adalah masalah dimana bagian ash-habul furudh dan asal masalahnya sama. Setiap ash-habul furudh dapat mengambil bagiannya secara genap atau utuh tanpa ada penambahan atau pengurangan. Jika ada pembaggian yang kurang dari asal masalah, tetapi ada ‘ashabah yang mengambil sisanya, maka masalah ini juga termasuk dalam ‘adilah.

Pada masalah ‘adilah, terkadang, seluruh orang yang berhak mendapatkan warisan adalah ash-habul furudh, dimana bagian mereka mencakup seluruh warisan. Hal ini dapat dilihat dalam kasus ahli waris suami dan saudara perempuan kandung, di mana setiap mereka mendapatkan bagian satu per dua dengan asal masalah 2. Dengan demikian, suami mendapatkan satu bagian dan saudara perempuan kandung mendapatkan 1 bagian. Disini terlihat bahwa jumlah pembagian (1+1) sam dengan asal masalah.

Apabila asal masalahnya kurang dan di sana masih ada ‘ashabah yang seharusnya mendapatkan sisa, hal ini pun termasuk dalam masalah ‘adilah. Misalnya, seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: suami, saudara perempuan kandung, dan dua cucu perempuan dari anak laki-laki. Asal masalah dalam kasus ini adalah 12, dengan perincian: suami mendapatkan seperempat, dua cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan dua per tiga, dan saudara perempuan kandung mendapatkan sisa (‘ashabah). Dengan demikian, suami mendapatkan tiga bagian, dua cucu perempuan mendapatkan 8 bagian, dan saudara perempuan kandung mendapatkan 1 bagian.

(9)

Masalah ‘ailah adalah masalah dimana bagian ash-habul furudh lebih besar dari asal masalah yang ada. Dinamakan ‘ailah karena ada penambahan atau pengurangan pada bagian tersebut. Oleh karena itu, salah satu makana ‘aul adalah kelebihan atau kekurangan. Misalnya, seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: suami dan 3 saudara perempuan kandung. Dalam kasus ini, suami mendapatkan bagian setengah dan tiga saudara perempuan sekandung mendapatkan dua per tiga. Asal masalah dalam kasus ini adalah 6, sedangkan jumlah hasil pembagiannya adalah 7. Dengan demikian, masalah itu disebut sebagai masalah

‘ailah.

3. Masalah Qashirah

Masalah qhasirah adalah masalah dimana al-furudh (bagian tetap) kurang dari asal masalah dan tidak ada ‘ashabah yang berhak mengambil sisa warisan setelah pembagian hak

ash-habul furudh. Contohnya , seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: dua saudara seibu dan nenek. Asal masalah dalam kasus ini adalah 6. Perinciannya, nenek mendapatkan seper enam atau satu bagian, dan dua saudara seibu mendapatkan sepertiga atau dua bagian. Dalama masalah ini, jumlah hasil pembagian menimbulkan asal masalah baru sebagai

ikhtishar (jalan ringkas).

E. Cara Melakukan Tash-hih

Tash-hih dapat dilakukan dengan mengalikan asal masalah, ‘aul, atau apapun yang mungkin bisa dikembalikan kepadanya (aar-radd) dengan bilangan yang lebih besar, agar hasil perkalian itu menjadi bagian yang benar. Dengan demikian, asal masalahnya berpindah dari angka yang pertama ke angka yang baru setelah dilakukan tash-hih. Berikut ini beberapa contoh tentang hal tersebut.

Contoh pertama. Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang istri, bapak, anak perempuan, dan anak laki-laki.ia meninggalkan warisan sebesar 210 hektare tanah.

Penyelesaian

Ahli Waris Istri Bapak Anak

Perempuan

1/8x24=3 1/6x24=4 Sisanya adalah 17, untuk anak laki-laki dan perempuan. Karena sisa tidak dapat dibagi, sehingga menghasilkan pembagian yang genap, asal masalahnya di tash-hih

(10)

Bagian setelah

di tash-hih 3x3=9 4x3=12 (72-(9+12))=51) untuk anak laki-laki (2/3x51=34),untuk anak perempuan (1/3x51=17)

Kadar satu bagian: 216 : 72 =3

Harta warisan yang diperoleh setiap ahli waris adalah.

 Istri : 3x9=27 hektare  Bapak : 3x12=36 hektare  Anak laki-laki : 3x34=102 hektare  Anak perempuan : 3x17=51 hektare

Contoh kedua.

Seorang wafat, meninggalkan ahli waris: seorang suami dan 5 saudara perempuan kandung. Ia meninggalkan warisan senilai 35.000 riyal.

Penyelesaian

Ahli waris Suami 5 saudara perempuan

kandung Dapat diperhatikan disini bahwa 4 adalah bagian saudara perempuan kandung yang tidak bisa dibagi 5 (jumlah saudara perempuan kandung). Dalam kasus ini,

tash-hih harus dilakukan, yakni mengalikan 5 (jumlah saudara perempuan kandung) dengan ‘aulnya, yaitu 7. Dengan demikian, asal masalahnya setelah

di-tashih menjadi 5 x 7 = 35 Bagian setelah

di-tashihkan 3 x 5 = 15 4 x 5 = 20

Kadar satu bagian :

35.000 : 35 = 1.000 riyal

Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut :

(11)

 (Rp44.600.000,00) o Satu orang saudara perempuan: 20.000 : 5 = 4.000 riyal

 (Rp.89.200.000,00)

Contoh ketiga :

Seseorang wafat, meninggalkan ahli waris : seorang ibu, saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan seibu. Ia meninggalkan warisan 60 hektare tanah.

Penyelesaian

Ahli waris Ibu Saudara perempuan

kandung

Saudara perempuan seibu

Dasar pembagian 1/6 ½ 1/6

Asal masalahnya adalah 6

Bagian ahli waris 1/6 x 6 ½ x 6 = 3 1/6 x 6 = 1

Berdasarkan cara menghitung di atas diketahui bahwa jumlah hasil pembagian lebih kecil dari asal masalah, yakni 5 (dari 1 + 3 + 1).

Karena tidak ada ahli waris yang lain, asal masalahnya diturunkan menjadi 5. Angka 5 inilah yang akan dijadikan pembagi untuk penentuan kadar bagian.

Kadar satu bagian : 60:5 = 12

Harta waris yang diperoleh setiap ahli waris adalah sebagai berikut :

- Ibu : 1 x 12 = 12 hektare

(12)

BAB III

(13)

REFERENSI

1. Al-Quran’ dan As-sunnah.

Referensi

Dokumen terkait

Selain pada suhu kamar, perlakuan juga dilakukan pada suhu dingin, pada perlakuan daging dengan jus nanas pada suhu dingin selama 30

[r]

Dengan adanya TAP MPR Nomor XVII tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia, maka hak pemajuan dan perlindungan keberadaan masyarakat hukum adat termasuk di dalamnya tanah ulayat

Syarat ini terkait dengan para pihak yang berakad, objek akad dan upah. syarat sah ijārah diantaranya sebagai berikut:.. 1) Adanya unsur kerelaan dari kedua belah pihak yang

Annisa Prima Exacta. Respons Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Veteran Bangun Nusantara dalam Menyelesaikan Soal Logika Berdasar Taksonomi SOLO. Pembimbing

23 PEMANFAATAN PROGRAM GEOGEBRA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII. Adi

Penelitian yang dilakukan Johanneke Casper (2001) mengenai alih bicara ( turn-taking ) dalam bahasa Belanda, menyatakan bahwa berdasarkan analisis data yang dilakukan,

Praktik Pengalaman Lapangan adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri Semarang, sebagai pelatihan untuk