BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Amyotrophic lateral sclerosis, juga dikenal sebagai penyakit motor neuron, penyakit Lou Gehrig atau penyakit Charcot, yaitu gangguan pada orang dewasa, ditandai dengan degenerasi terutama pada bagian atas dan neuron motorik yang lebih rendah, dan juga terjadi degenerasi sensorik, ekstrapiramidal dan serat otonom dan saluran. (Christine, 2006)
Di seluruh dunia, ALS dialami oleh 1 dari 3 orang per 100.000. Di Eropa, insiden tahunan adalah 2,16 per 100 ribu orang/tahun. Di Indonesia, belum ada data pasti. Rasio pria:wanita adalah 1,5:1, pada ALS familial rasio ini hampir sama. Sekitar 5-10% kasus ALS diwariskan. Pada ALS tipe familial, usia terbanyak adlaah 47-52 tahun. Pada ALS tipe sporadic, usia terbanyak adalah 58-63 tahun.
Kematian dapat terjadi dalam rentang waktu 3-5 tahun setelah diagnosis. Hanya 1 dari 4 penderita ALS yang dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun setelah diagnosis. Sebagian besar penderita ALS meninggal dunia karena gagal napas (respiratory failure), rata-rata 3 tahun atau sekitar 2-4 tahun setelah onset, beberapa penderita dapat bertahan hidup hingga satu dasawarsa atau lebih.
Riluzole (Rilutek), anti glutamat, adalah obat pertama yang dikembangkan untuk mengobati ALS. Ini menghambat pelepasan presinaptik dari asam glutamat dalam SSP dan melindungi neuron terhadap excitotoxicity asam glutamat. Status nutrisi penderita ALS juga perlu dievaluasi, mengingat sering terjadi disfagia, hipermetabolisme, serta beragam penyakit. Tatalaksanan nutrisi seperti diet, strategi menelan, kemungkinan dipasang selang makanan langsung ke lambung, dan suplementasi berupa vitamin dan mineral.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ?
2. Bagaimana etiopatogenesis pada Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ? 3. Bagaimana patofisiologi dari Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada penderota Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ?
5. Bagaimana kriteria diagnostik pada penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ?
8. Bagaimana prognosis pada penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ? 9. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Amyotrophic lateral
sclerosis (ALS) ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk menangani kasus Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) ?
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan peran sebagai perawat dalam pencegahan dan penanganan masalah Amyotrophic lateral sclerosis (ALS). B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi dari Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
2. Mengetahui dan memahami etiopatogenesis Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
5. Mengetahui dan memahami kriteria diagnostic pada Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan oleh penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
8. Mengetahui dan memahami prognosis pada penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
9. Mengetahui dan memahami komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
10. Memahami dan mampu mempraktikkan asuhan keperawatan yang tepat untuk penderita Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
1.4 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Amyotrophic lateral sclerosis, juga dikenal sebagai penyakit motor neuron, penyakit Lou Gehrig atau penyakit Charcot, yaitu gangguan pada orang dewasa, ditandai dengan degenerasi terutama pada bagian atas dan neuron motorik yang lebih rendah, dan juga terjadi degenerasi sensorik, ekstrapiramidal dan serat otonom dan saluran. (Christine, 2006)
Amiotropik Lateral Sklerosis (ALS) adalah penyakit pada neuron motorik yang paling banyak terjadi. ALS adalah gangguan paralitik fatal, bergantung pada usia yang disebut juga sebagai penyakit Charcot atau penyakit lou Gehrig. Onsetnya biasa pada usia pertengahan. ALS lebih sering menyerang pria dari pada wanita.
2.2 Etiopatogenesis Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyebab pasti ALS belum diketahui. Terdapat beragam hipotesis tentang etiologi yang masih kontroversial: merokok sigaret, diet tinggi lemak atau tinggi glutamat. Faktor lingkungan intoksikasi timah dan merkuri juga diduga sebagai penyebab ALS. Asumsi ini bermula dari tingginya insiden ALS di pulau Guam pada tahun 1945. Begitu pula kondisi eksitotoksik asam-asam amino, terutama glutamat, sempat diduga kuat menyebabkan ALS. Hipotesis ini memerlukan riset lanjutan, mengingat beberapa paparan lingkungan dapat mengubah genetik programming melalui mekanisme epigenetik.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada ALS terjadi karena degenerasi neuron motorik akibat apoptosis, yang dipicu oleh stres oksidatif dan disfungsi mitokondria. Disfungsi kemampuan sel-sel saraf untuk mengendalikan stres oksidatif juga terjadi pada ALS familial yang disebabkan karena mutasi gen yang mengkode cytosolic antioxidant enzyme copper/zinc superoxide dismutase (SOD1). Neuroinflamasi jelas berperan pada ALS. Sitokin proinflamasi yang meningkat pada neuron-neuron motorik berdegenerasi juga memicu inflamasi mikroglia. Pada ALS sporadis, terjadi akumulasi proses neurodegeneratif yang kompleks.
ubiquitin telah teridentifikasi sebagai TDP-43 (protein yang dijumpai pada HIV). Mutasi pada gen TDP-43 (TARDBP) telah teridentifikasi sebagai penyebab ALS tipe sporadik dan familial. Identifikasi TDP-43 penting di dalam menegakkan diagnosis postmortem ALS.
Penemuan mutasi patogenik pada TARDBP mengimplikasikan TDP-43 sebagai mediator aktif neurodegenerasi pada proteinopati TDP-43, termasuk ALS. Hal lain yang menarik, terjadi kehilangan selektif EAAT 2, astrocyte-selective glutamate transporter, di bagian motor cortex dan spinal cord penderita yang meninggal dunia karena ALS.
2.3 Patofisiologi Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Jalur molekuler yang tepat menyebabkan degenerasi motor neuron dalam ALS tidak diketahui, tetapi seperti penyakit neurodegenerative lain, kemungkinan untuk menjadi interaksi yang lebih kompleks antara mekanisme patogenik selular ini termasuk:
1. Faktor Genetik
ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga ada kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walaupun hanya 2% pasien penderita ALS memiliki mutasi pada SOD1, penemuan mutasi ini merupakan hal penting pada penelitian ALS karena memungkinkan penelitian berbasis molekular dalam patogenesis ALS. SOD1 adalah enzim yang memerlukan tembaga, dan mengkatalisasi konversi radikal superoksida yang bersifat toksik menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Atom tembaga memediasi proses katalisis yang terjadi. SOD1 juga memiliki kemampuan prooksidasi, termasuk peroksidasi, pembentukan hidroksil radikal, dan nitrasi tirosin. Mutasi pada SOD1 yang mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan akumulasi superoksida yang bersifat toksik. Hipotesis penurunan fungsi sebagai penyebab penyakit ternyata tidak terbukti karena ekspresi berlebihan dari SOD1 yang termutasi (dimana alanin mensubstitusi glisin pada posisi 93 SOD1 (G93A) menyebabkan penyakit pada saraf motorik walaupun adanya peningkatan aktivitas SOD1. Oleh karena itu, mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan toksisitas yang mengganggu fungsi, bukan karena penurunan aktivitas SOD1.
2. Excitotoxicity
masuknya kalsium ke dalam neuron besar, yang menyebabkan terbentuknya oksida nitrat yang meningkat dan dengan demikian terjadi kematian neuronal. Tingkat glutamat dalam CSF meningkat pada beberapa pasien dengan ALS . Elevasi ini telah dikaitkan dengan hilangnya sel transporter asam amino rangsang glial EAAT2. 3. Stres Oksidatif
Stress oksidatif telah beberapa lama dikaitkan dengan neurodegenaratif dan diketahui bahawa akumulasi reactive oxygen species (ROS) menyebabkan kematian sel. Seperti mutasi pada enzim superoxide dismutase anti-oksidan 1 (SOD1) gen dapat menyebabkan ALS, ada ketertarikan yang signifikan dalam mekanisme yang mendasari proses neurodegenerative di ALS. Hipotesis ini didukung oleh temuan dan perubahan biokimia yang mencerminkan kerusakan radikal bebas dan metabolism radikal bebas yang abnormal dalam jaringan sampel CSF dan pasca mortem pasien ALS.
4. Disfungsi mitokondria
Kelainan morfologi mitokondria dan biokimia telah dilaporkan pada pasien ALS. Mitokondria dari pasien ALS menunjukkan tingkat kalsium tinggi dan penurunan aktivitas rantai pernapasan kompleks I dan IV, yang melibatkan ketidakmampuan metabolism energy.
5. Gangguan transportasi aksonal
Akson motor neuron dapat mencapai hingga satu meter panjangnya pada manusia, dan mengandalkan sistem transportasi intraseluler yang efisien. Sistem ini terdiri dari sistem transportasi anterograde (lambat dan cepat) dan retrograde, dan bergantung pada molekul 'motor', kompleks kinesin protein (untuk anterograde) dan kompleks dynein-dynactin (untuk retrograde). Pada pasien dengan ALS ditemuka mutasi pada gen kinesin yang diketahui menyebbakan penyakit saraf motoric neurodegenerative pada manusia seperti paraplegia spastik turun temurun dan penyakit Tipe 2A Charcot-Marie-Tooth. Mutasi di kompleks dynactin menyebabkan gangguan motor neuron yang lebih rendah dengan kelumpuhan pita suara pada manusia.
6. Agregasi neurofilamen
7. Agregasi protein
Inklusi Intra-sitoplasma adalah ciri dari ALS sporadis dan familial. Namun, masih belum jelas, apakah pembentukkan agregat langsung menyebabkan toksisitas selular dan memiliki peran kunci dalam pathogenesis. Jika agregat, mungkin terlibat oleh produk dari proses neurodegenerasi, atau jika pembentukan agregat mungkin benar-benar menjadi proses yang menguntungkan dengan menjadi bagian dari mekanisme pertahanan untuk mengurangi konsentrasi intraseluler dari racun protein.
8. Disfungsi inflamasi dan kontribusi sel non-syaraf
Meskipun ALS bukan gangguan autoimunitas primer atau disregulasi imun, ada bukti yang cukup bahwa proses inflamasi dan sel non-syaraf mungkin memainkan peranan dalam pathogenesis ALS. Aktivasi sel microglial dandendritik patologi tekemuka di ALS manusia dan tikus transgenic SOD 1. Non-sel saraf diaktifkan yang akan menghasilkan sitokin inflamasi seperti interleukin, COX-2, TNFa dan MCP-1, dan bukti upregulation ditemukan dalam CSF atau spesimen sumsum tulang belakang pasien ALS atau dalam model in vitro.
9. Defisit dalam faktor-faktor neurotropik dan disfungsi jalur sinyal
Penurunan tingkat faktor neutropik (misalnya CTNF, BDNF,GDNF, dan IGF1) telah diamati pada pasien ALS pasca mortem dan di dalam model in vitro. Pada manusia, tiga mutasi pada gen VEGF yang ditemukan terkait dengan peningkatan resiko mengembangkan ALS sporadis, meskipun mata analisis ini oleh ditulis dengan kegagalan untuk menunjukkan hubungan antara haplotype VEGF dan meningkatkan resiko ALS pada manusi. Proses akhir dari kematian sel neuron dalam ALS diduga mirip jalur kematian Selterprogram (apoptosis). Penanda biokimis apoptosis terdeteksi dalam tahap terminal pasien ALS.
2.4 Manifestasi klinis Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Skerosis lateral amiotropik melibatakan degenerasi sel tanduk anterior dan traktus kortiko spinal. Akibatnya terjadi manifestasi klinis neuron motorik bawah meliputi Kelemahan, Atrofi, Kram, dan Fasikulasi( kedutan yang tidak teratur pada serat atau berkas otot).
Klien tetap waspasa dan utuh secara mental selama perjalanan penyakit. Perkembangan penyakit ini berlangsung tanpa henti. Kematian biasanya terjadi akibat pneumonia yang disebabkan oleh gangguan pernapasan dalam dua sampai lima tahun.
Kelemahan biasanya dimulai dari ekstremitas atas dan secara progresif menyebar ke lengan atas dan bahu, serta kemudian otot-otor leher dan tenggorokan. Batang tubuh dan ekstremitas bawah biasanya tidak terpengaruh sampai tahap terakhir penyakit, jika otot-otot interkostal dan diafragma terpengaruh, pernapasan menjadi dangkal dan batuk tidak efektif. Kognisi dan sfingter usus dan kandung kemih tetap dalam kondisi yang baik, bahkan ketika klien benar-benar lemah. Dalam beberapa kasus kelemahan dimulai dibatang otak dan menyebabkan masalah berbicara dan menelan, hal ini disebut dengan ALS bulbar.
Secara klinis, ALS dapat diketahui dari adanya gangguan LMN (lower motor neuron) berupa: kelemahan, otot mengecil (wasting), kedutan (fasciculation) dan gangguan UMN (upper motor neuron) berupa: refleks tendon hiperaktif, tanda Hoff mann, tanda Babinski, atau klonus di anggota gerak yang sama. ALS dimulai dengan fasikulasi, kelemahan ekstremitas, salah bicara (keseleo lidah). Pada akhirnya, ALS mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan otot yang diperlukan untuk bergerak, berbicara, makan, dan bernafas. (Jokelainen, 1997)
Kondisi sistem saraf penderita (neurological status) dapat dinilai dengan kuesioner revised ALS Functional Rating Scale (ALSFRS-r). Disfungsi kognitif dialami oleh 20–50% penderita ALS, dan 3–15% berkembang menjadi dementia yang dikategorikan sebagai frontotemporal lobar degeneration (FTLD). (Abrahams, dkk, 1996)
Kesulitan berbicara, seperti: pola bicara abnormal atau perlahan, perkataan menyatu/kacau (slurring of words), perubahan suara, serak/parau (hoarseness). Berat badan turun. Potret klinis gangguan pernafasan pada penderita ALS terdiri dari beberapa tanda dan gejala seperti: bernafas cepat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, pergerakan abdomen yang berlawanan (paradox), berkurangnya gerakan dada, batuk encer atau melemah, berkeringat, takikardi, penurunan berat badan, bingung (confusion), halusinasi, pusing atau sensasi berputar (dizziness), papilloedema (jarang), pingsan (syncope), mulut kering. Gejala lain, seperti: sesak nafas saat beraktivitas atau berbicara, orthopnoea, sering terbangun di malam hari, mengantuk berlebihan dan lelah di siang hari, sulit membersihkan sekresi, nyeri kepala di pagi hari, nocturia, depresi, selera makan berkurang bahkan hilang, konsentrasi dan/atau memori berkurang.(Leigh, dkk, 2003)
2.5 Kriteria Diagnostik Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Diagnosis ALS memerlukan adanya:
1. Tanda-tanda
LMN (termasuk gambaran EMG di otot yang tidak terpengaruh secara klinis).
2. Tanda-tanda UMN.
3. Perkembangan gejala dan tanda klinis. Diagnosis ALS didukung oleh: a. Fasikulasi pada satu bagian atau lebih.
b. Perubahan neurogenik pada EMG.
c. Konduksi nervus sensoris dan motoris normal. d. Ketiadaan conduction block.
2.6 Pemeriksaan Penunjang Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan untuk diperiksa pada dugaan ALS, antara lain: (1) darah [laju endap darah, C-reactive protein, screening hematologi, SGOT, SGPT, LDH, hormon TSH, FT4, FT3, vitamin B12 dan folat, serum protein elektroforesis, serum imunoelektroforesis, creatine kinase, kreatinin, elektrolit (Na+, K+, Cl-, Ca2+, PO43-), glukosa], (2) neurofi siologi (EMG, kecepatan konduksi saraf), (3) radiologi [MRI/CAT (kepala/servikal, torakal, lumbal), rontgen dada].(Andersen, dkk, 2005)
IgG, serologi (Borrelia, virus), antibodi gangliosida. (3)Pemeriksaan urin: kadmium, timah (sekresi 24 jam), raksa, mangan, imunoelektroforesis urin. (4) Pemeriksaan neurofi siologi, seperti: MEP. Pemeriksaan elektrodiagnostik berkontribusi terhadap ketepatan diagnosis. (5) Pemeriksaan radiologi, seperti: mammography. (6) Biopsi; otot, saraf, sumsum tulang, limfonodi. Tidak ada abnormalitas laboratorium yang patognomonik untuk ALS. Diagnosis klinis sebaiknya dikonfirmasikan dengan EMG yang menunjukkan bukti active denervation pada sekurangnya tiga anggota gerak. Kecepatan konduksi saraf normal atau hampir normal. Protein cairan serebrospinal meningkat di atas 50 mg/ dL pada 30% penderita dan di atas 75 mg/dL pada 10% penderita; angka yang lebih tinggi dapat dijumpai pada kasus monoclonal gammopathy atau limfoma. Gammopathy dijumpai pada 5-10% penderita dengan metode sensitif, seperti: immunofi xation electrophoresis. Untuk kepentingan riset, dapat diperiksa IgG antibodies against light (NFL) and medium (NFM) subunits dari neurofi lamen menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) dari contoh serum dan cerebrospinal fluid (CSF) penderita ALS. Dijumpai peningkatan kadar serum anti-NFL. OX40 (CD134) adalah sitokin anggota keluarga reseptor TNF (tumor necrosis factor) dan diekspresikan secara selektif pada limfosit T yang teraktivasi. Penurunan kadar serum soluble OX40 (sOX40) pada penderita ALS membuktikan bahwa sitokin ini berperan pada perjalanan penyakit (pathomechanisms) ALS. (Izecka, 2012).
2.7 Penatalaksanaan Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Riluzole (Rilutek), anti glutamat, adalah obat pertama yang dikembangkan untuk mengobati ALS. Ini menghambat pelepasan presinaptik dari asam glutamat dalam SSP dan melindungi neuron terhadap excitotoxicity asam glutamat. obat oral ini diberikan tanpa makanan pada waktu yang sama setiap hari. Klien dipantau secara teratur untuk fungsi hati, hitung darah, kimia darah, dan alkali fosfatase. Direkomendasikan riluzole (suatu antagonis glutamat) 50 mg dua kali sehari, dengan pemantauan teratur. Pemberian 100 mg riluzole oral setiap hari setelah 18 bulan memperpanjang harapan hidup penderita ALS sekitar tiga bulan.
Status nutrisi penderita ALS juga perlu dievaluasi, mengingat sering terjadi disfagia, hipermetabolisme, serta beragam penyakit. Tatalaksanan nutrisi seperti diet, strategi menelan, kemungkinan dipasang selang makanan langsung ke lambung, dan suplementasi berupa vitamin dan mineral.
Terapi Recombinant human insulin-like growth factor (rhIGF-I) – protein manusia yang dimodifikasi secara genetik diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat kelangsungan hidup neuron motorik pada ALS. Diberikan setiap hari melalui injeksi subkutan.
Tindakan nonfarmakologi seperti terapi fisik, massage, perubahan posisi, dan aktivitas pengalihan dapat membantu mengontrol rasa sakit. Perawatan kulit meminimalkan kejadian tekanan ulkus. Terapi rehabilitasi, termasuk fisik, pekerjaan, dan terapi bicara, memungkinkan pasien untuk memaksimalkan fungsi dan kontrol selama mungkin. Terapi juga dapat menurunkan kejadian komplikasi seperti aspirasi, jatuh, dan kontraktur. (Linda, 2007)
2.8 Prognosis Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyakit ini cepat progresif dan saat ini belum ada obat dikenal. Otot melemah dan atrofi, kelumpuhan juga berkembang. Seiring dengan waktu, otot-otot pernafasan menjadi terlibat. Pada awalnya menghasilkan pertukaran udara yang buruk, meningkatkan risiko untuk infeksi pernapasan, seperti pneumonia. Akhirnya, kompromi pernafasan dapat menyebabkan kematian akibat gagal pernafasan. (Mary, 2007)
2.9 Komplikasi Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) a. Sistem muskuloskeletal :
1. Paralysis
2. Hilangnya kemampuan untuk melakukan ADL 3. Total imobilitas
4. Aspirasi
5. Hilangnya komunikasi verbal b. Sistem respirasi :
1. Pneumonia 2. Gagal napas 3. Emboli pulmonal 4. Atelektasis
c. efek nutrisi : malnutrisi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian
Data subjektif :
a. Pasien menyatakan bahwa ia mempunyak kesulitan berbicara b. Pasien mengeluh susah tidur pada malam hari akibat kecemasan c. Pasien menjelaskan kesulitan berjalan Selma 3 bulan yang lalu Data Objektif
a. Tanda Vital
Pola napas,pengkajian pernapasan lengkap, oksimetri nadi, gas darah arteri (GDA)
b. Radiografi dada c. Nilai lab (kadar CPK)
d. Uji hasil saraf (CT scan, elektromiogram(EMG), pemeriksaan konduksi saraf
e. Hasil uji cairan serebrospinal (kadar protein) f. Cara berjalan
g. Reflek dan kekuatan ektremitas h. Perilaku, mood
i. Kemampan untuk ADL j. Bicara menelan
3.2 Analisa data
No. Data Etiologi Masalah keperawatan
1. DS:
1. Klien mengatakan 3 hari ini sulit untuk bernapa
2. Pasien juga mengatakan bahwa klien seorang
Ketidakefektifan pola napas
2. DS:
1. Klien mengatakan sulit menelan
Diet tinggi lemak dan glutamat
Stres oksidatif + disfungsi mitokondria
Gangguan otot pada wajah selain sulit menelan juga sulit untuk berbicara DO: suara serak parau
Diet tinggi lemak dan glutamat
Stres oksidatif + disfungsi mitokondria
Gangguan otot pada wajah
Terganggunya neuron motorik pada lidah
Gangguan komunikasi verbal
4. DS:
1. Pasien mengatakan sulit saat menaiki anak tangga
2. Sulit mengangkat tangan
DO:
-Rokok
Stres oksidatif + disfungsi mitokondria
Gangguan mobilitas fisik
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Dx : ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan otot pernapasan
Intervensi Kriteria Hasil
Kaji kemampuan ventilasi 1. Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
2. Bunyi nafas terdengar jelas
3. Respirator terpasang dengan optimal. Kaji kualitas frekuensi dan kedalaman
pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman (duduk)
Observasi tanda – tanda vital
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d disfagia akibat gangguan saraf kranial
Intervensi Kriteria Hasil
Jelaskan tentang perlunya konsumsi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan cairan yang adekuat
1. Peningkatan BB jenis makanan yang sesuai bagi klien
Anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan
Rencanakan makanan yang lembut atau bubur bagi klien
Dorong dan bantu klien untuk menjaga kebersihan mulut yang baik
3. Gangguan komunikasi verbal b.d disatria, sekunder akibat ataksia otot bicara
Intervensi Kriteria Hasil
Identifikasi metode untuk penyampaian kebutuhan dasar
1. Klien mengungkapkan berkurangnya frustasi dalam berkomunikasi
2. Klien menggunakan metode alternative sesuai indikasi
Kurangi kebisingan
Janganlah mengubah pembicaraan dan pesan anda karena pemahaman klien tidak terganggu; bicara pada tingkat dewasa
Dorong klien untuk membuat upaya nyata untuk melambatkan bicaranya dan mengeraskan suaranya
Minta klien untuk mengulang kata yang tidak jelas; observasi isyarat nonverbal untuk membantu pemahaman.
Jika klien mengalami kelelahan, tanyakan pertanyaan yang memerlukan jawaban pendek
Jika pembicaraan tidak dapat dipahami, ajarkan klien untuk menggunakan gerak tubuh, menulis pesan dan melakukan komunikasi dengan menggunakan kartu Tingkatkan kontinuitas perawatan untuk mengurangi frustasi
Observasi tanda frustasi atau menarik diri Tulis metode komunikasi yang digunakan Catat tindakan tertentu yang mengganggu komunikasi
Lakukan pendidikan kesehatan dan rujukan, sesuai indikasi.
Ajarkan teknik komunikasi dan pendekatan repetetif pada orang terdekat klien
4. Perubahan mobilitas fsik b.d kelemahan dan kerusakan muskuler sekunder terhadap kerusakan neuromuscular
Intervensi Kriteria Hasil
Kaji dan catat tingkat fungsi motoric 1. Klien dapat memepertahankan semua rentang gerak pada anggota gerak yang sakit
2. Fungsi motorik dapat dipertahankan 3. Klien dapat memperagakan
penggunaan bantuan alat Konsulkan pada ahli fisioterapi untuk
menetapkan program latihan yang sesuai Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif setiap 4 jam pada semua ekstremitas
Balikan setiap 2 jam sampai 4 jam bila pasien menjalani tirah baring
Berikan dorongan untuk ambulasi sesuai toleransi
Hindari latihan yang menegangkan
Berikan atau lakukan terapi fisik sesuai pesan : latihan masase dan peregangan Pertahankan waktu istirahat yang telah direncanakan
Tes kekuatan muskuler dari semua ekstremitas setiap 4 jam dan jika perlu
3.4 Evaluasi
1. Pola nafas klien dapat kembali seperti normal 2. Pasien tidak mengalami kesulitan saat bernapas
3. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi, tidak mengalami kesulitan dalam menelan makanan, BB klien tidak mengalami penurunan
4. Klien dapat berkomunikasi dengan baik
BAB IV STUDY CASE
4.1 Study case ALS
Seorang laki-laki, usia 50 tahun, datang ke RS dengan keluhan mengalami kelemahan pada tangan. Hasil anamnesa didapatkan: kelemahan dialami sejak 1 bulan yang lalu, tangan kanan tidak kuat mengangkat benda, sering terbangun saat malam hari. Hasil pemeriksaan fisik: RR: 23 x/ mnt, N: 130 x/ mnt, TD: 125/80 mmHg, BB saat ini: 65 kg, BB sebelum sakit 70 kg, TB: 170 cm, sulit menelan, napsu makan turun, tangan kanan atropi, kekuatan otot
Pertanyaan:
1. Sebutkan dan jelaskan etiologi dari kasus di atas!
2. Sebutkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan dari kasus diatas! 3. Jelaskan penatalaksanaan dari kasus di atas!
4. Bagaimana asuhan keperawatan dari kasus di atas? 4.2 Etiologi
Ditinjau dari kasus diatas, Tn.Y mengalami ALS yang disebabkan oleh degenerasi neuron yang penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, apoptosis, strees oksidatif atau penyebab lain yang memicu terjadinya neurodegeneratif sehingga menyebakan kelemahan pada ekstremitas kanan Tn.Y
4.3 Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan untuk diperiksa pada dugaan ALS, antara lain:
(1) darah [laju endap darah, C-reactive protein, screening hematologi, SGOT, SGPT, LDH, hormon TSH, FT4, FT3, vitamin B12 dan folat, serum protein elektroforesis, serum imunoelektroforesis, creatine kinase, kreatinin, elektrolit (Na+, K+, Cl-, Ca2+, PO43-), glukosa],
(2) neurofi siologi (EMG, kecepatan konduksi saraf),
(3) radiologi [MRI/CAT (kepala/servikal, torakal, lumbal), rontgen dada] 4.4 Penatalaksanaan
1. Pemberian Riluzole (Rilutek), anti glutamat, merupakan obat pertama yang dikembangkan untuk mengobati ALS
2. Tatalaksanan nutrisi seperti diet, strategi menelan, kemungkinan dipasang selang makanan langsung ke lambung, dan suplementasi berupa vitamin dan mineral.
3. Medikasi sitomatis untuk mengatasi spastisitas yang mengganggu aktivitas harian yaitu pemberian baclofen atau diazepam.
4. Terapi Recombinant human insulin-like growth factor (rhIGF-I) – protein manusia yang dimodifikasi secara genetik diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat kelangsungan hidup neuron motorik pada ALS
5. Tindakan nonfarmakologi seperti terapi fisik, massage, perubahan posisi, dan aktivitas pengalihan dapat membantu mengontrol rasa sakit.
4.5 Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama : Tn.Y b. Umur : 50 tahun c. Jenis kelamin : Laki- laki d. Pekerjaan : pensiunan e. alamat : Surabaya 2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit a. Keluhan Utama :
keluhan mengalami kelemahan pada tangan b. Riwayat penyakit sekarang
Kelemahan dialami sejak 1 bulan yang lalu, tangan kanan tidak kuat mengangkat benda, sering terbangun saat malam hari , pasaien mengalami kesulitan menelan , napsu makan menurun , tangan kanan menjadi atropi dan tidak ada kekuatan otot
c. Riwayat Penyakit Dahulu: -4.6 Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesan status gizi kurang dari kebutuahan
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6
Otot Kulit : Turgor kulit baik
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya Normal, reflek kornea Normal
Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen
-/-Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-Mulut : Bibir kering, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1
tenang
Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kaku kuduk (-) meningeal sign (-)
Dada :
I : Normochest, dinding dada simetris
P : Fremitus taktil kanan=kiri, ekspansi dinding dada simetris P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (+) ekstermitas dextra sinistra superior inferior, capillary refill <2detik, akral hangat (+)
Status Psikiatrik
Tingkah Laku : Normal Perasaan Hati : Normal Orientasi : Normal Kecerdasan : Normal Daya Ingat : Normal Status Neurologis
Sikap Tubuh : Lurus dan simetri Gerakan Abnormal : (-)
Kepala : Normocephal
N.I Daya Penghidu Normal/Normal
N.II
Daya Penglihatan Normal/Normal Penglihatan Warna Normal/Normal
Lapang Pandang Normal/Normal
N.III
Ptosis
-/-Gerakan mata ke medial Normal/Normal Gerakan mata ke atas Normal/Normal Gerakan mata ke bawah Normal/Normal
Ukuran Pupil + (3 mm) + (3mm)
Reflek cahaya Langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen
-/-N.IV
Gerakan mata ke lateral bawah +/+
Strabismus konvergen
-/-Menggigit Normal/Normal
Membuka mulut Normal/Normal
N.V
Sensibilitas muka Normal/Normal
Reflek kornea + +
Trismus
-/-N.VI Gerakan mata ke lateral bawah +/+
Strabismus konvergen
-/-N.VII Kedipan mata Normal/Normal
Tabel 1. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Lipatan nasolabial Simetris/simetris
Mengerutkan dahi Normal/Normal
Menutup mata Normal/Normal
Meringis Normal/Normal
Menggembungkan pipi Normal/Normal Daya kecap lidah 2/3 depan Normal/Normal
N.VIII
Mendengar suara berbisik +/+
Mendengar detik arloji +/+
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Schawabach Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan
N.IX
Arkus Faring Normal/Normal
Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal/Normal
Reflek muntah +
Sengau +
Tersedak +
N.X
Denyut nadi 90x/mnt regular
Arkus Faring Simetris/simetris
Bersuara Normal/Normal
Menelan Normal/Normal
N.XI
Memalingkan kepala
-/-Sikap bahu Normal/Normal
Mengangkat bahu
-/-Trofi otot bahu atrofi/atrofi
N.XII Sikap Lidah Normal/Normal
Artikulasi Normal/Normal
Trofi otot lidah Eutrofi/Eutrofi
Fasikulasi Lidah +
Sensibilitas : (+) normal
Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal
Refleks Patologis : Babinsky (+/+), Chaddock (+/+), Gordon (+/+), Oppenheim (+/+), Gonda (+/+), Schaefer (+/+), Hoffman Trommer (+/+).
4.7 Analisa data
No. Data Etiologi Masalah keperawatan
1. DS : -DO :
1. RR: 23 x/ mnt 2. N: 130 x/mnt 3. TD: 125/80 mmHg,
Rokok
Stres oksidatif + disfungsi mitokondria
2. DS : napsu makan turun, DO :
1. BB saat ini: 65 kg, BB sebelum sakit 70 kg
2. TB: 170 cm 3. Sulit menelan
Rokok
Stres oksidatif + disfungsi mitokondria
Gangguan otot pada wajah
Terganggunya neuron
motorik pada lidah adekuat mengangkat benda
2. Tangan kanan atropi 3. Kekuatan otot : 2
Rokok
Stres oksidatif + disfungsi mitokondria
Gangguan mobilitas fisik
4.8 Intervensi Keperawatan
1. Dx : Ketidakefektifan pola nafas (00032) ditandai dengan ketidaknormalan pola nafas b/d kelemahan otot pernapasan
Domain : activity/rest Class :Cardiovascular/Pulmonary Responses
NOC NIC
1. Rate respirasi kembali normal (041501) 2. Ritme respirasi normal (041502)
3. Inspirasi yang dalam saat bernafas (041503)
1. Posisikan klien dengan nyaman (duduk)
2. Bersihkan sekresi mulut, hidung, dan trakea
3. Atur peralatan oksigen yang di atur dengan sistem humidifier (pelembapan)
4. Pantau liter aliran oksigen
terpasang dengan baik atau belum
6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan klien
7. Secara berkala pemeriksa perangkat pengiriman oksigen untuk memastikan bahwa konsentrasi oksigen yang diberikan tepat
8. Monitor tekanan darah, nadi, temperatur, dan status respirasi 9. Monitor rate dan ritme respirasi 10. Monitor pulse oxymetry
11. Monitor untuk pola pernapasan yang abnormal
2. Dx : ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan (00002) b/d kelemahan otot yang diperlukan untuk menelan b.d ketidak mampuan untuk menelan makanan
Domain : nutrition Class : ingestion
NOC NIC
1. Intake makanan adekuat (100401) 2. Intake nutrisi terpenuhi (100405) 3. BB kembali normal (100402)
4. Tidak mengalami ketidaknyamanan saat menelan
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk kemajuan diet secepatnya tanpa adanya komplikasi
2. Bekerja sama dengan ahli diet, tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, yang sesuai
3. Perkembangan diet dari makanan cair, lembut, regular maupun diet spesial sebagai toleransi untuk orang dewasa atau anak-anak 4. Pantau makanan/ cairan yang
tertelan dan menghitung asupan kalori harian
bicara untuk menginstruksikan keluarga pasien tentang latihan menelan
7. Jelaskan alasan dari rejimen menelan kepada pasien / keluarga
8. Tentukan kemampuan pasien untuk memusatkan perhatian pada belajar makan dan tugas menelan
9. Membantu pasien untuk posisi kepala fleksi ke depan dalam persiapan untuk menelan ("dagu tuck")
10. Kolaborasi dengan dokter tentang kebuthan suplemen makanan seperti NGT/TPN sehingga intake cairan yang adequat dapat dipertahankan. 11. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Dx : gangguan mobilitas fisik (00085) b/d penurunan keterampilan motorik kasar b/d penurunan kekuatan otot
Domain : Activity/Rest Class : Activity/Exercise
NOC NIC
1. Muscle movement normal (020803) 2. Body positioning performance (020802)
1. Berkolaborasi dengan terapis fisik, pekerjaan, dan rekreasi dalam mengembangkan dan melaksanakan program latihan, yang sesuai
2. Konsultasikan terapi fisik untuk menentukan posisi yang optimal bagi pasien selama latihan dan jumlah pengulangan untuk setiap pola gerakan
untuk kinerja yang benar 5. Evaluasi kemajuan pasien
terhadap peningkatan / pemulihan gerakan tubuh dan fungsi
6. Pantau otot, gerakan motorik, gaya berjalan, dan
proprioception
7. Mendukung bagian tubuh yang terkena kelemahan
4.9 Evaluasi
1. Pola nafas klien dapat kembali seperti normal 2. Pasien tidak mengalami kesulitan saat bernapas
3. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi, tidak mengalami kesulitan dalam menelan makanan, BB klien tidak mengalami penurunan
BAB V KESIMPULAN
Amyotrophic lateral sclerosis, juga dikenal sebagai penyakit motor neuron, penyakit Lou Gehrig atau penyakit Charcot, yaitu gangguan pada orang dewasa, ditandai dengan degenerasi terutama pada bagian atas dan neuron motorik yang lebih rendah, dan juga terjadi degenerasi sensorik, ekstrapiramidal dan serat otonom dan saluran. (Christine, 2006)
Penyebab pasti ALS belum diketahui. Terdapat beragam hipotesis tentang etiologi yang masih kontroversial. Beberapa studi menunjukkan bahwa pada ALS terjadi karena degenerasi neuron motorik akibat apoptosis, yang dipicu oleh stres oksidatif dan disfungsi mitokondria. Sedangkan apabila ditinjau dari kasus yang telah disebutkan diatas, klien mengalami ALS yang disebabkan oleh degenerasi neuron yang penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, apoptosis, strees oksidatif atau penyebab lain yang memicu terjadinya neurodegeneratif sehingga menyebakan kelemahan pada ekstremitas kanan klien.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan untuk diperiksa pada dugaan ALS, antara lain: (1) darah [laju endap darah, C-reactive protein, screening hematologi, SGOT, SGPT, LDH, hormon TSH, FT4, FT3, vitamin B12 dan folat, serum protein elektroforesis, serum imunoelektroforesis, creatine kinase, kreatinin, elektrolit (Na+, K+, Cl-, Ca2+, PO43-), glukosa], (2) neurofi siologi (EMG, kecepatan konduksi saraf), (3) radiologi [MRI/CAT (kepala/servikal, torakal, lumbal), rontgen dada]
Manifestasi neuron motorik atas meliputi Spastisitas dan Hiperefleksia. Keterlibatan traktur kortikolubar menyebabkan disfagia ( kesulitan menelan )dan disartia ( bicara cadel ). Klien ini beresiko mengalami asupan kalori dan asupan cairan yang kurang optimal serta memburuknya atrofi otot , kelemahan, dan kelelahan. Pada kasus di atas ditemukan beberapa manifestasi yang dialami oleh klien, yaitu kelemahan yang dialami sejak 1 bulan yang lalu, tangan kanan tidak kuat mengangkat benda, sering terbangun saat malam hari, sulit menelan, napsu makan turun, tangan kanan atropi, dan kekuatan otot menurun.
WOC ALS
Rokok
Stres oksidatif Disfungsi mitokondria
apoptosis sel
degenerasi neuron motorik
ALS Familial ALS Sporadik
otot pernapasan otot pada wajah Otot volunter
Ketidakmampuan
Sesak napas Penumpukan
sekret Sulit bicara/ keseleo lidah
sulit menelan
Ketidakefektifan
pola napas Bersihan jalan napas tidak an nutrisi: kurang dari kebutuhan Diet tinggi lemak