31 3.1. Kerangka Pemikiran
Manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang penting terhadap keberhasilan audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Program pengembangan SDM yang cermat dan terarah dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja SDM, dalam hal ini adalah auditor BPK, sehingga mampu melaksanakan seluruh tanggung jawabnya.
Peningkatan kinerja pegawai akan meningkatkan kinerja lembaga secara keseluruhan. Kinerja itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai pegawai persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Auditor yang memiliki kualifikasi tinggi serta kompetensi yang sesuai dengan penempatan pada pekerjaan atau jabatannya, mampu menghasilkan tingkat keberhasilan kinerja yang tinggi.
Penelitian dikhususkan dalam melihat kompetensi dari auditor di BPK. Auditor BPK harus memiliki kompetensi yang sesuai untuk melakukan pekerjaannya agar mampu menghasilkan kinerja yang baik. Kompetensi yang dimiliki oleh auditor harus dikelola dengan baik untuk menghasilkan kinerja berbasis kompetensi sehingga BPK memiliki sumber daya manusia khususnya auditor yang berkualitas. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), yang antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan pertimbangan penting dalam penataan pegawai negeri sipil (PNS) (Moeheriono, 2007). Manajemen sumber daya aparatur Negara harus berbasis kompetensi, yang mencakup pada semua aspek dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia, yang meliputi antara lain: rekrutmen, seleksi, pengangkatan, penempatan, pelatihan dan pengembangan pegawai.
Standar Kompetensi Perilaku ini berlaku umum bagi seluruh pegawai BPK sesuai dengan posisi dalam Keluarga Jabatannya masing-masing.
Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa, secara khusus, disusun dan diperuntukkan bagi pemeriksa guna mendukung pelaksanaan tugas pemeriksaan yang berbeda dengan pelaksanaan tugas-tugas lain yang ada di BPK. Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa, secara khusus, disusun dan diperuntukkan bagi pemeriksa guna mendukung pelaksanaan tugas pemeriksaan yang berbeda dengan pelaksanaan tugas-tugas lain yang ada di BPK. Dasar hukum yang melandasi Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK adalah Surat Keputusan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 7/K/I-XIII/12/2010 tanggal 17 Desember 2010 tentang Rencana Strategis BPK 2011-201, Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor 456/K/X-XIII.2/12/2009 tanggal 14 Desember 2009 tentang Human Resources
Management Plan dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 2 September 2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian
3.2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Sumber asli disini diartikan sebagai sumber pertama dari mana data tersebut diperoleh meliputi wawancara langsung dengan auditor mengenai kompetensi, keahlian teknik kerja, kinerja dan masalah-masalah yang sering terjadi pada saat proses audit
Peningkatan Kinerja Berbasis Kompetensi Auditor di BPK Hubungan Kompetensi dengan
Kinerja
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Visi, Misi dan Tujuan
5. Bekerja dengan Orang Lain
6. Bekerja Melalui Orang Lain Kompetensi Teknis:
1. Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara 2. Entitas Pemeriksaan
3. Teknik Pemeriksa
4. Komunikasi dalam
Pemeriksaan
Sumber Daya Manusia Berkualitas
dan kuisioner penilaian keahlian kerja berisi daftar pertanyaan kepada pihak-pihak terkait yang berkaitan dengan kompetensi.
Data Sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Peneliti menggunakan data statistik hasil riset dari data dan informasi internal BPK.
3.3.Pengambilan Sampel dan Analisis Data
Ukuran minimum sampel yang diambil sebagai responden untuk kuesioner, ditentukan berdasarkan pendapat Slovin yang dikutip oleh Umar (2004) didapat menggunakan rumus:
n = ukuran sampel N = ukuran populasi
E = persen kelonggaran katidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir
Setiap jawaban yang didapat dari para responden selanjutnya akan dihitung dan ditentukan skornya dengan Skala Likert pada 5 (lima) tingkat. Kelima penilaian tersebut masing-masing diberikan skor, penjelasan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Skala Pengukuran Likert untuk Kompetensi
Skor Keterangan Interpretasi Pelaksanaan
1 Sangat Tidak Setuju Sangat Tidak Baik 2 Tidak Setuju Tidak Baik
3 Cukup Setuju Cukup Baik
4 Setuju Baik
5 Sangat Setuju Sangat Baik
Tabel 6 . Skala Pengukuran Likert untuk Kinerja
Skor Keterangan Interpretasi Pelaksanaan
1 Tidak Pernah Sangat Tidak Baik
2 Pernah Tidak Baik
3 Kadang Cukup Baik
4 Sering Baik
Setelah jumlah sampel ditentukan, selanjutnya pengambilan sampel akan dilakukan secara non-probabilitas. Menggunakan cara ini, semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel karena misalnya ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi. Cara pengambilan sampel yang digunakan dengan cara ini adalah
Convinience Sampling (Umar, 2005). Convinience Sampling adalah teknik
penentuan sampel yang dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih auditor yang mereka temui.
3.3.1 Uji Validitas
Uji Validitas dilakukan agar kuisioner mampu memperoleh informasi yang relevan dengan cukup tinggi kesahihannya. Uji tersebut berfungsi untuk menunjukkan sampai dimana ketepatan dan kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya.dimana ketepatan dan kecermatan alat ukur melakukan fungsi pengukurannya.
Kuesioner yang telah diisi oleh responden selanjutnya harus melalui uji validitas untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan atau pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan tersebut berupa pernyataan yang pada umumnya mendukung suatu kelompok dalam variabel tertentu.
Nilai validitas terhadap suatu butir pertanyaan atau pernyataan dapat diketahui dengan melihat dari output SPSS (Statistic Program adn Solution Services) yang terdapat dalam tabel dengan judul
Item-Total Statistics. Masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan
dapat dinilai kevalidannya dengan melihat nilai yang dihasilkan dalam kolom Corrected Item-Total Correlation. Pertanyaan atau pernyataan yang dikatakan valid adalah butir pertanyaan atau pernyataan yang memiliki nilai r-hitung yang terdapat pada kolom
Langkah-langkah untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut (Umar, 2003):
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur
2. Melakukan uji coba pengukur tersebut kepada sejumlah responden.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban
4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan/pernyataan dengan skor total. Nilai korelasi dapat diketahui dengan menggunakan korelasi product moment. Rumus dari korelasi product moment yang digunakan yaitu:
R = Angka korelasi
Xi = Skor masing – masing pernyataan ke-i Y = Skor total
n = Jumlah responden
Kesahihan uji validitas apabila nilai r hitung > r tabel yaitu lebih besar dari 0,361. Pengujian ini dapat dilakukan melalui Software Microsoft Excell.
3.3.2 Hasil Uji Reliabilitas
r11 = Reliabilitas instrumen k = Banyak butir pernyataan σ t² = Varian total
∑σ b² = Jumlah varian pernyataan
Rumus varian dapat diperoleh dari rumus :
n = Jumlah responden
Xi = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor – nomor butir pernyataan.
Reliabilitas dapat dikatakan baik apabila memiliki nilai Cronbach
Alpha lebih dari 0,6, jika alat ukur atau kuesioner terbukti lebih dari
0,6 maka kuesioner dapat diandalkan sebagai alat ukur penelitian. Menurut George (2003) nilai alpha yang dihasilkan dari pengujian reliabilitas suatu instrumen penelitian dapat dibagi berdasarkan beberapa klasifikasi (Tabel 4).
Tabel 7. Hasil Uji Klasifikasi nilai alpha Klasifikaasi Nilai
Alpha
Kesimpulan
α > 0,9 Sempurna (excellent) α > 0,8 Baik (good)
α > 0,7 Dapat diterima (acceptable) α > 0,6 Diragukan (questionable) α > 0,5 Lemah (poor) α > 0,5 Tidak dapat diterima
(unacceptable) Sumber: George (2003)
3.3.3 Analisis Persepsi/Skor Modus
respondennya, sehingga diperoleh suatu nilai skor rataan yang berada pada skala 1 s/d 5 (Umar, 2003). Cara menghitung Skor Rataan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
x = Skor rataan terbobot
ƒi = Frekuensi pada kategori ke – i
wi = Bobot untuk kategori ke – i (1, 2,3,4, dan 5)
Hasil dari nilai skor rataan kemudian ditentukan rentang skala (1 s/d 5), yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
m = Jumlah alternatif jawaban tiap item
0,8 = Nilai maksimum dalam rentang Skala Likert yang digunakan Dimana : 1 x 1,8 = Sangat Tidak baik (STS)
1,8 x 2,6 = Tidak baik (TS) 2,6 x 3,4 = Cukup baik (CS) 3,4 x 4,2 = Baik (S)
4,2 x 5 = Sangat baik (SS) 3.3.4 Asosiasi Chi-Square
Uji Chi-Square merupakan salah satu uji statistik non
parametrik. Uji Chi-Square digunakan untuk menguji apakah ada hubungan antara beberapa variabel. Dalam penelitian ini, dilakukan
Uji Chi-Square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
kompetensi dan kinerja karyawan dengan karakteristik karyawan seperti lama bekerja, tingkat pendidikan, dan lama bekerja. Prosedur
Uji Chi-Square ( ) adalah sebagai berikut:
1. Rumuskan Hipotesa:
H1 = kedua variabel saling berhubungan 2. Tentukan kategori yang akan diuji 3. Tentukan level signifikansi
Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 (0,5%) karena angka ini dinilai cukup ketat untuk mewakili hubungan antara dua variabel dan merupakan tingkat signifikansi yang sudah sering digunakan dalam penelitian ilmu sosial.
4. Buat tabel kontingensi dari alternatif atau kategori populasi. 5. Hitung harga Chi-Square ( ) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: = Chi-Square
= frekuensi hasil observasi = frekuensi yang diharapkan
6. Tentukan daerah-daerah penolakan hipotesis dengan mencari harga Chi-Square pada tabel distribusi Chi-Square, pada level signifikansi yang telah ditentukan dengan degree of freedom. df = (r-1) (k-1), yaitu: tabel, df = (r-1) (k-1).
7. Terima H0 jika: < tabel, df = (r-1) (k-1)
Tolak H0, tolak H1 jika: > tabel, df = (r-1) (k-1) 8. Rumusan kesimpulan.
3.3.5 Korelasi Rank Spearman
Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan suatu variable dengan variable lain (Umar, 2003). Berikut langkah proses penggunaan korelasi Rank Spearman menurut:
1. Menentukan hipotesis
H0 : tidak ada hubungan antar kedua komponen
H1 : ada hubungan yang berarti antara kedua komponen Dimana : H0 = Hipotesis observasi
Ttabel α = 0,05
Menguji hubungan hipotesis nol (H0) menggunakan kriteria: Tolak H0 : Jika nilai peluang < tingkat signifikansi
Tolak H1 : Jika nilai peluang > tingkat signifikansi 2. Lakukan statistik hitung
Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rs = koefisien korelasi Rank Spearman
n = Jumlah pasangan pengamatan antara satu peubah terhadap peubah lainya
di2 = selisih antara Rank bagi X dan Y
Besarnya nilai terletak antara -1 < rs < 1 , yang artinya : rs = 1, hubungan X dan Y sempurna positif, mendekati 1 :
hubungan sangat kaut dan positif
rs = -1, hubungan X dan Y sempurna negatif
rs = 0, hubungan X dan Y sangat lemah dan tidak ada hubungan
3. Lakukan statistik tabel
Tentukan statistik hitung dengan menggunakan tabel Rank
Spearman, kemudian bandingkan antara nilai rhitung dengan
rtabel
4. Simpulkan
Jika nilaihitung < nilaitabel, maka tolak H0 dan simpulkan bahwa ada hubungan yang berarti dari dua variabel tersebut di atas.
Nilai Rank Spearman akan berada pada selang -1 hingga +1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah pengaruh. Skala hubungan kedua peubah berdasarkan pada batasan champion dapat dijelaskan sebagai berikut:
0,21 – 0,40 : berarti korelasi memiliki keeratan lemah antara peubah X dengan peubah Y
0,41 – 0,70 : berarti korelasi memiliki keeratan kuat antara peubah X dengan peubah Y
0,71 – 0,90 : berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat antara peubah X dengan peubah Y
0,91 – 0,99 : berarti korelasi memiliki keeratan sangat kuat sekali antara peubah X dengan peubah Y 1 : korelasi sempurna