• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Teori dan Pendekatan Arkeologi de

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Relasi Teori dan Pendekatan Arkeologi de"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Relasi Teori dan Pendekatan Arkeologi dengan Pembabakan

Masa Prasejarah menurut Para Ahli

Oleh: Peniel Chandra

JURUSAN ARKEOLOGI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

Pembagian Masa Prasejarah

1. Berdasarkan Teknologinya menurut C.J. Thomsen

Christian Jurgensen Thomsen (29 Desember 1788 – 21 Mei 1865) adalah seorang

antiquarian (ahli barang-barang antik) asal Denmark. Thomsen terlahir di keluarga pedagang

kaya, sejak kecil ia sudah berurusan dengan benda-benda yang memiliki gaya yang

berbeda-beda dan ia mulai sadar akan adanya perubahan gaya pada suatu benda karena waktu yang

terus berjalan.

Pada tahun 1816, ia menjadi kepala Museum Nasional Denmark dan sejak saat itulah ia

mulai memilah-milah temuan-temuan yang ada di sana berdasarkan teknologinya. Teorinya

yang sangat terkenal hingga saat ini adalah tentang sistem tiga zaman (three age system).

Sistem tiga zaman dicetuskan pertama kali oleh Thomsen pada tahun 1836. Thomsen

membagi masa prasejarah menjadi tiga zaman karena pada saat itu, belum ada

pengklasifikasian temuan yang jelas dan sesuai yang ia telah simpulkan bahwa gaya

teknologi pada temuan berbeda satu dengan yang lain karena masanya berbeda pula.

Menurut Thomsen, masa prasejarah dibedakan menjadi tiga zaman yaitu, Zaman Batu,

Zaman Perunggu, dan Zaman Besi. Zaman Batu merupakan masa prasejarah dimana

teknologi yang digunakan sebagian besar masih menggunakan batu, disamping mereka

menggunakan tulang dan kayu. Pada tahun 1865, Zaman Batu milik Thomsen kemudian

dikembangkan oleh arkeolog asal Inggris bernama Sir John Lubbock, yang menambahkan

Periode Paleolitikum (Batu Tua) dan Neolitikum (Batu Muda). Kemudian, seorang

antropolog perancis bernama J. Allen Brown mengatakan bahwa ada rentang waktu yang

panjang dari Paleolitikum ke Neolitikum dan proses waktu yang membuat gaya teknologi

berubah, dalam artian memiliki ciri kedua teknologi dari dua periode yang di ajukan oleh

Lubbock. Maka dari itu, di antara Periode Paleolitikum dan Neolitikum, ada periode yang

disebut sebagai Periode Peralihan yaitu Periode Mesolitikum (Batu Madya).

Untuk lebih jelasnya, lihat pada tabel di bawah ini.

Zaman Periode Teknologi

Zaman Batu

Paleolitikum

Teknologi yang mereka gunakan masih menggunakan batu, tulang hewan, dan kayu sebagai bahan dasarnya, bentuknya masih kasar dan ukurannya agak besar. Alat-alat yang dihasilkan antara lain, kapak genggam dan kapak perimbas.

Mesolitikum

(3)

Neolitikum

Teknologi yang digunakan disesuaikan dengan tata cara hidup mereka. Pada zaman ini, tembikar sudah ditemukan. Alat-alat yang terbuat dari batu antara lain, kapak lonjong dan kapak persegi.

Zaman perunggu

Tembaga Teknologi yang digunakan terbuat dari tembaga, seperti kapak corong.

Perunggu

Teknologi yang digunakan terbuat dari perunggu, seperti kapak corong dan nekara perunggu. Peralatan ini berhubungan dengan religi.

Zaman Besi

Besi merupakan bahan dasar dari teknologi yang digunakan pada zaman ini. Biasanya, peralatan yang dihasilkan pada zaman ini berhubungan dengan peralatan perang, seperti pedang, tameng, baju zirah, dll.

Thomsen melihat masa prasejarah dengan kacamata orang Eropa yang tinggalan

arkeologisnya sangat jelas perbedaanya, sehingga masa prasejarah menurut Thomsen

dibedakan berdasarkan teknologinya. Jika di Eropa memiliki batas-batas yang jelas,

bagaimanakah dengan Indonesia?

2. Berdasarkan Sosial Ekonominya menurut R.P. Soejono

Raden Pandji Soejono (27 November 1926 – 16 Mei 2011) merupakan seorang arkeolog asal Indonesia yang bergelar ―Bapak Prasejarah Indonesia‖. Berkat kegigihannya, arkeologi Indonesia yang pada awalnya berciri amatiran menjadi satu cabang ilmu pengetahuan dalam

kegiatan yang diatur sesuai standar internasional. Berkat kegigihanya pula, arkeologi

Indonesia menjadi nasionalistik dan mandiri. Lembaga yang (pernah) dipimpinnya pun, Pusat

Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) menjadi pusat penelitian yang disegani di

dunia internasional.

Kiprah R.P. Soejono di bidang arkeologi prasejarah dimulai tahun 1950, ketika empat

mahasiswa Universitas Indonesia membuat kesepakatan. Soekmono dan Satyawati

Soelaiman, dua dari empat mahasiswa pertama jurusan sejarah kuno dan ilmu purbakala,

memilih bidang klasik (masa Hindu-Buddha). Boechari memilih bidang epigrafi (ilmu

tentang prasasti). Soejono sendiri memilih bidang prasejarah.

Tiga bidang yang dirintis tahun 1950 itu menonjol dalam pengkajian arkeologi di

Indonesia, khususnya masalah kepurbakalaan yang ditangani ahli-ahli Indonesia. Menyusul

kemudian Uka Tjandrasasmita yang mengambil spesialisasi bidang Islam. Empat bidang

berdasarkan periodesasi itu—prasejarah, klasik, Islam, dan epigrafi—tetap bertahan hingga

(4)

Mulanya, Soejono mengambil jurusan sejarah. Karena dianggap kurang cocok, dia pindah

ke arkeologi. Tentang arkeologi, dia mengutip cendekiawan Denmark, Worsaae. Bangsa yang

menghargai dirinya sendiri dan kemerdekaannya tidak mungkin puas dengan hanya

memandang kepada masa kininya. Dia harus memberikan perhatian kepada masa-masa

lampaunya.

Soejono pernah menjabat Kepala Puslit Arkenas periode 1977-1987. Saat itu Puslit

Arkenas menjadi bagian dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun saat ini Puslit

Arkenas masuk ke dalam Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Namanya pun

diembel-embeli Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas). Soejono tidak setuju dengan hal tersebut. Arkeologi di Indonesia dipandangnya sudah ‖mati suri‖. Akibatnya menurut Soejono, penelitian tidak lagi seramai tahun-tahun 80-an. Arkeologi disempitkan dalam sisi manajemen, sedangkan ilmunya tidak. Mengembangkan

dan memperkenalkan kekayaan alam dan manusia Indonesia memang perlu, tetapi yang tidak

kalah penting adalah isi, ilmu yang menjadi sarana dan fondasi awal mula suatu masyarakat

modern Indonesia.

Menjawab pertanyaan sebelumnya tentang masa prasejarah di Indonesia, Soejono sangat

berbeda dengan Thomsen yang mengklasifikasikan masa prasejarah berdasarkan

teknologinya, tetapi Soejono lebih mengarah ke Sosial Ekonomi dalam masyarakat. Beliau

berpendapat bahwa teknologi prasejarah di Indonesia sangat berbeda dengan yang ada di

Eropa. Secara teknologi, masa prasejarah Indonesia tidak memiliki rentang waktu yang jelas

karena teknologi yang ada di Periode Paleolitikum masih digunakan hingga Periode

Mesolitikum. Akan tetapi, dilihat dari Sosial Ekonominya, Soejono dapat membagi masa

prasejarah menjadi empat periode yaitu, Periode Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Tingkat Sederhana, Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut, Bercocok Tanam,

dan Perundagian.

Untuk lebih jelasnya, lihat pada tabel di bawah ini.

Periode Kehidupan

Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Berburu dan mengumpulkan makanan secara sederhana, nomaden (berpindah-pindah).

Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Masih sama dengan di atas, hanya saja kehidupan pada masa ini sudah dimungkinkan untuk tinggal menetap.

Bercocok Tanam

(5)

mereka menetap adalah sampah kerang-kerangan (kjokkenmodinger).

Perundagian

Pada masa ini, masyarakat sudah mengenal sistem irigasi dan sistem pemerintah hirarki (kerajaan). Pada masa ini, sistem religi sudah berkembang. Sistem religi yang dianut pada masa perundagian adalah Animisme dan Dinamisme.

3. Berdasarkan Skala Masyarakatnya Menurut Elman R. Service

Elman Rogers Service (18 Mei 1915 – 14 November 1996) adalah seorang antropolog

budaya asal Amerika Serikat. Beliau memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1941 dari

University of Michigan. Dia mendapatkan gelar Ph.D. untuk Ilmu Antropologi dari

Universitas Columbia pada tahun 1951 dan mengajar di sana 1949-1953. Kemudian, Service

kembali ke University of Michigan untuk mengajar dari tahun 1953 sampai 1969. Dia

kemudian mengajar di University of California di Santa Barbara 1969-1985, kemudian

setelah itu, ia pensiun.

Elman Service meneliti etnologi, evolusi budaya, dan teori dan metode dalam etnologi di

Amerika Latin. Ia belajar evolusi budaya di Paraguay dan belajar budaya di Amerika Latin

dan Karibia. Dalam studinya, ia menghasilkan teori tentang sistem sosial dan munculnya

negara sebagai suatu sistem organisasi politik. Elman Service mengklasifikasikan evolusi

sosial menjadi empat tingkatan organisasi politik yaitu, Bands, Tribes, Chiefdom, dan State.

Untuk lebih jelasnya, lihat pada tabel di bawah ini.

Jenis Kelompok Ciri-ciri dan Skala Masyarakatnya

Bands Jumlahnya kurang dari 100 orang, hidupnya nomaden dan sumber makanannya berasal dari lingkungan tempat tinggalnya, sistem pemerintahan tidak formal, dalam satu kelompok masih memiliki hubungan kekeluargaan.

Tribes Sudah berkembang dari kehidupan yang sebelumnya. Jenis kelompok ini sudah mengenal sistem bercocok tanam dan beternak. Jumlahnya lebih banyak dari bands tetapi kurang dari 1000 orang. Sudah mengenal sistem religi. Pemimpin biasanya seorang yang paling kaya diantara kelompoknya.

Chiefdom Pada masa ini merupakan awal dari sistem kerajaan yang turun temurun (feodal) dimana kelompok mempunyai pemimpin yang memiliki kekuasaan mutlak, ikatan gen, dan prestisenya sehingga rakyatnya memberi upeti kepada si pemimpin. Sudah ada pengklasifikasian masyarakat berdasarkan umur, keturunan, dan prestisenya. Jumlah masyarakat pada jenis ini berkisar antara 5000-20.000.

(6)

Pendekatan-Pendekatan Arkeologi menurut Brian M. Fagan

Fagan membagi pendekatan-pendekatan arkeologi menjadi empat yaitu, Budaya,

Struktural, Ekologi, dan Evolusi. Pendekatan secara material budaya menjelaskan bahwa

arkeologi melihat dari sudut pandang perbedaan budaya. Hampir sama dengan pendekatan

material budaya, pendekatan struktural melihat dari struktur masyarakat, dalam artian ada

suatu ciri dalam tinggalan arkeologis dilihat dari tingkat kasta dalam masyarakat.

Pendekatan Ekologi mengkaitkan manusia dengan lingkungannya. Ekosistem mereka

melibatkan lingkungan alam dan lingkungan sosial. Penyesuaian lingkungan dengan cara

hidup mereka menghasilkan bentuk kebudayaan yang memiliki ciri. Contohnya, rumah adat

yang menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

Pendekatan Evolusi dikembangkan dari teori kebudayaan abad XIX. Pendekatan ini

melihat dari proses evolusi yang panjang. Akibat adanya proses yang panjang menyebabkan

adanya perubahan kebudayaan di dua tempat yang berbeda walau berada dalam satu waktu.

Teori-Teori Umum dalam Arkeologi Berburu-Mengumpulkan Makanan

1. Teori-Teori yang Menganggap Manusia Masih Primitif

Inti dari teori ini, beberapa pakar setuju kalau pada masa awal peradaban, manusia

memiliki pemikiran yang masih sederahana. Tingkat kecerdasannya masih pada tingkatan

evolusi yang paling rendah dan ada kemungkinan untuk punah.

2. Teori-Teori Ekologi

Ahli-ahli arkeologi dan antropologi yang membantah teori manusia masih primitif

mengatakan bahwa manusia sudah bisa memilih tempat untuk berteduh yang dekat dengan

sumber makanan. Artinya, manusia sudah berpikir untuk mencari tempat bermukim yang

baik dan kaya dengan sumber makanan.

3. Teori-Teori yang Menganggap Kehidupan Masyarakat Sudah Optimal

Dalam teori ini, masyarakat sudah mencari sumber makanan secara optimal. Ada

pengklasifikasian makanan pada masa itu dan sudah ada kemungkinan manusia untuk tinggal

menetap karena pemikiran manusia sudah maju untuk mengelola sumber makanan secara

(7)

Domestifikasi 1. Teori Oasis

Teori Oasis dicetuskan oleh Raphael Pumpelly pada tahun 1908, kemudian di

kembangkan oleh Vere Gordon Childe pada tahun 1928. Teori ini menyatakan bahwa

naiknya suhu bumi menyebabkan kekeringan dibeberapa daerah. Manusia pada saat itu harus

berhubungan dengan hewan-hewan disekitarnya dan menyebabkan domestifikasi hewan

seiring berjalannya proses bercocok tanam. Namun, saat ini teori ini memiliki kelemahan

karena banyak arkeolog berpendapat bahwa pada masa bercocok tanam, iklim tidak kering,

melainkan basah.

2. Teori Sisi Bukit

Teori ini diusulkan oleh Robert Braidwood pada tahun 1948 yang memperlihatkan bahwa

pertanian dimulai pada sisi-sisi bukit dan pegunungan Taurus Zagros, di mana iklim tidak

kering seperti yang Childe katakan dan tanah yang subur didukung berbagai tumbuhan dan

hewan yang bisa didomestikasi.

3. Teori Demografi

Teori-teori demografi diusulkan oleh Carl Sauer dan diadaptasi oleh Lewis Binford dan

Kent Flannery yang mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup terjadi karena adanya

kepadatan penduduk. Proses pemenuhan kebutuhan makin kompleks seiring bertambahnya

populasi dalam suatu wilayah.

4. Teori Overpopulation

Pada awalnya, masyarakat yang nomaden sudah bertambah jumlahnya dan mereka sudah

berpikir bahwa mereka harus tinggal menetap. Menurut Cohen, proses domestikasi terjadi

karena bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang banyak menyebabkan

pemenuhan kebutuhan bertambah.

5. Teori Koevolusioner

Teori ini mengatakan bahwa proses domestikasi merupakan hasil dari evolusi dan interaksi

antara manusia, hewan, dan habitatnya. Manusia sudah mampu membagi lokasi-lokasi

sekitarnya berdasarkan hasil interaksi. Teori ini di cetuskan oleh David Rindos.

6. Hipotesis tentang Irigasi

Teori ini berkaitan pertambahan jumlah penduduk. Disini, Wafftaggel lebih melihat proses

dari chiefdom ke state. Wafftagel melihat bahwa chiefdom memiliki kecenderungan untuk

berubah menjadi state dikarenakan sistem pengelolaan irigasi yang baik sehingga daerah

(8)

7. Hipotesis tentang Perang dan Batas Wilayah

Hipotesis ini mengatakan bahwa peperangan merupakan suatu cara singkat dari chiefdom

menuju ke jenjang berikutnya (state). Peperangan merupakan cara paksa untuk merebut suatu

wilayah sehingga terjadi pertambahan penduduk. Daerah yang sudah dikalahkan dalam

perang akan dibatasi wilayahnya.

Relasi Antara Pendekatan dan Teori Arkeologi dengan Pembagian Masa Prasejarah menurut Para Ahli.

Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode pustaka, kami menyimpulkan bahwa ada

keterkaitan antara pendekatan dan teori arkeologi dengan pembagian masa prasejarah

menurut para ahli. Berikut akan diuraikan dalam tabel dibawah ini.

P

C.J. Thomsen R.P. Soejono Elman Service Teori Pendekatan

Batu

Neolithik Bercocok Tanam Tribes Teori Oasis Teori Sisi Bukit

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Basid, Abdul. 2011. R.P. Soejono, Bapak Prasejarah Indonesia. (blogspot.penapagi.com; diakses di Makasaar, 27 Mei 2013; Pukul 22.10 WITA)

Colin, dkk. 1991. Archaeology Theories, Methods, and Practice. London: Thames and Hudson Ltd. Sumantri, Iwan. 2004. Kepingan Mozaik Sejarah Budaya Sulawesi Selatan. Makassar: Penerbit Ininnawa. Susanto, Djuliuanto. 2011. Tokoh Arkeologi: Prof. DR. R.P. Soejono. (blogspot.majalaharkeologi.com;

Referensi

Dokumen terkait

Desa mencari penghasilan dengan mengelola lingkungan hidup untuk pemasukan desa yang dapat dimanfaatkan oleh pembangunan desa. Tanah kas desa, tanah sitisoro (tanah disewakan

Bullish Reversal : Pergerakan yang mengindikasikan Downtrend sebelumnya berubah menjadi Uptrend Bearish Reversal : Pergerakan yang mengindikasikan Uptrend sebelumnya berubah

(1) Seksi Penataan, Penyuluhan dan Pemeliharaan Kawasan Permukiman mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan perencanaan fasilitas

Kawasan Situs Ratu Boko terletak di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, yaitu sebelah timur dari Provinsi Daerah Istimewa

Ketebalan chip merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan pulp sebagaimana diharapkan, larutan pemasak akan menyerap kedalam chip dari segala arah dengan kecepatan

Hasil dari penelitian bisa digunakan bagi pemegang saham sebagai tambahan informasi mengenai pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap pembayaran dividen tunai yang dilakukan

Peserta AMSA Youth Project Medical Olympiad and Public Poster Competition 2017 (Public Poster Competition) akan mengikuti perlombaan poster publik yang terbagi menjadi babak

untuk mendukung teknologi VLAN maka di perlukan Switch yang mendukung VLAN dan konsep Trunk sebgai Backbone antar VLAN.maka di pilih Mikrotik Type CRS untuk mendukung konsep di