• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM P"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

Tugas Kuliah

ANALISIS PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh:

Dodi Ilham

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membincangkan pendidikan berarti membincangkan masalah diri

manusia sendiri sebagai makhluk Tuhan yang dipersiapkan untuk menjadi

khalifah-Nya di muka bumi dalam kerangka mengabdi kepada-Nya.

Pendidikan Islam dikaitkan dengan konsepsi kejadian manusia yang dari

sejak awal kejadiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna yang

dibekali potensi hidayah akal dan ilmu, maka itu merupakan proses panjang

yang tidak berkesudahan sehingga siap untuk memikul amanat Tuhan dan

(2)

2

pendidikan Islam yang muncul selalu complicate serumit persoalan manusia

itu sendiri.1

Pendidikan Islam dan eksistensinya sebagai komponen pembangunan

bangsa, khususnya di Indonesia, memainkan peran yang sangat besar dan ini

berlangsung sejak jauh sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia. Hal ini

dapat dilihat praktik pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam

melalui lembaga-lembaga pendidikan tradisional seperti majelis taklim. Forum

pengajian, surau, masjid dan pesantren-pesantren yang berkembang subur

dan eksis hingga sekarang. Bahkan setelah kemerdekaan penyelenggaraan

pendidikan Islam semakin memperoleh pengakuan dan payung yuridisnya

dengan adanya berbagai produk perundang-undangan tentang pendidikan

nasional.

Namun meskipun demikian, Pendidikan Islam hingga kini boleh

dikatakan masih saja berada dalam posisi problematik antara 'determinisme

historis' dan 'realisme praktis'. Di satu sisi pendidikan Islam belum

sepenuhnya bisa keluar dari idealisme kejayaan pemikiran dan peradaban

Islam masa lampau yang hegomonik; sementara di sisi lain, ia juga 'dipaksa'

untuk mau menerima tuntutan-tuntutan masa kini, khususnya yang datang

dari Barat, dengan orientasi yang sangat praktis. Dalam dataran historis

1Problematika pendidikan Islam pada dasarnya dimulai dari pengertian pendidikan,

(3)

3

empiris, kenyataan tersebut acap kali menimbulkan dualisme dan polarisasi

sistem pendidikan di tengah-tengah masyarakat muslim sehingga agenda

transfomasi sosial yang digulirkan seakan berfungsi hanya sekedar 'tambal

sulam' saja. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di satu sisi kita

masih saja mendapatkan tampilan 'sistem pendidikan Islam' yang sangat

tradisional karena tetap memakai 'baju lama'2

Dalam proses sejarah selanjutnya, Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa pemerintah akan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Sejumlah kebijakan dalam dunia pendidikan pun kemudian dikeluarkan oleh pemerintah. Ada yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan ada pula yang kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (sebelumnya bernama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan). Sebagai bentuk kebijakan baru menyikapi kebijakan pendidikan pada era orde baru, lahirlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 yang merupakan salah satu produk undang-undang tentang pendidikan sebagai pengganti dari undang-undang sebelumnya. Undang-undang tersebut diikuti oleh seperangkat Peraturan Pemerintah (PP) sebagai kebijakan yang mengatur pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, ataupun tentang pendidikan luar bisa dan pendidikan luar sekolah, dan sebagainya. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989

2Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural

(4)

4

akhirnya disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.3

Karena itu, sangat perlu untuk memahami sekaligus menganalisis pendidikan Islam dalam UU Sisdiknas No 20/2003 sehingga, diharapkan dapat ditemukan signifikansi (magza) yang relevan terkait dengan konsep pendidikan Islam dalam UU Sisdiknas No 20/2003 yang sesuai dengan konteks kekinian.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah di dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kaitan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional? 2. Bagaimana analisis pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakekat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional

Awalnya, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 lahir melalui perdebatan sengit. Bahkan unjuk rasa sampai ancaman disintegrasi ikut

(5)

5

mewarnai proses lahirnya Undang-Undang ini. Singkat kata, Undang-Undang ini menjelang kelahirannya ada dalam situasi yang dilematis.4

4Kritik tajam terhadap Undang-Undang ini (saat itu masih RUU) dapat dicatat antara lain

(6)

6

Sementara pada sisi lain, Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai jawaban legal formal terhadap krisis pendidikan yang telah menggurita dalam tubuh bangsa Indonesia. Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2003, Megawati Sukarno Putri, Presien RI saat itu misalnya menegaskan, kegagalan dan kekurangberhasilan yang terjadi selama ini merupakan cerminan dari kegagalan dalam membentuk mental dan karakter sebagai bangsa yang sedang membangun. Semua itu bagaikan bermuara pada kesimpulan tentang tipisnya etika kita dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau disimak ujung dari semua itu seakan-akan berhenti pada ungkapan tentang gagalnya sistem pendidikan nasional kita. Kesadaran akan adanya kegagalan dalam dunia pendidikan ini ditandai dengan tuntutan reformasi yang beriringan dengan tuntutan reformasi pada bidang kehidupan lainnya. Bahkan di kawasan Asia, Indonesia di nilai sebagai negara yang paling ketinggalan (least well-educated country) dalam pendidikan baik dari budgeting, out put, maupun manjerial. Dalam konteks reformasi pendidikan inilah sesungguhnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 ini lahir.5

Haidar Putra Daulay menyatakan bahwa setidaknya ada tiga hal yang terkait dengan pendidikan Islam dalam UU No 20/2003, yaitu:

5Terdapat banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu. Sedikitnya isu-isu sentral

reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal, yaitu 1) pendidikan agama sebagai basis pendidikan nasional, 2) pemerataan kesempatan pendidikan, 3) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan 4) efisiensi menajemen pendidikan. Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun menjelang disahkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU Sisdiknas sebelumnya – seperti ramai diberitakan oleh media massa - seluruh persoalan pendidikan yang rumit didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama kurang lebih dua tahun itu, semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal “yang berpihak“ terhadap pendidikan agama. Bahkan polemik ini sudah jauh melampaui diskusi-diskusi kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam ranah politik dan sentimen agama.

(7)

7

“Pertama, kelembagaan formal, nonformal, dan informal didudukkannya lembaga madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang diakui keberadaannya setara dengan lembaga pendidikan sekolah. Kedua, pendidikan Islam sebagai mata pelajaran yaitu pelajaran agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Ketiga, pendidikan Islam sebagai nilai, terdapat seperangkat nilai-nilai islami dalam sistem pendidikan nasional.”6

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah “keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Sementara itu, tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh undang-undang ini adalah “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatrif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.7

Salah satu instrumen yang bisa diharapkan untuk mewujudkan tujuan di atas adalah pendidikan Islam sebagai suatu “sistem” pendidikan tertua di Tanah Air.

Sejarah memberi informasi bahwa apa yang kini dicapai sebagai bentuk dan sistem pendidikan nasional, sebagaimana berlaku dalam kehidupan masyarakat, merupakan hasil komulatif perjuangan yang terus-menerus dari para tokoh dan pejuang pendidikan negeri ini. Namun, tanpa mengurangi penghargaan akan jasa para pendahulu tersebut, masih disaksikan kenyataan bahwa sistem pendidikan yang ada,

6Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah implementasi dari amanat

Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13 yang mengamanatkan bahwa : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Lihat, Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 9.

(8)

8

sampai saat ini masih menampakkan berbagai permasalahan yang memerlukan penanganan dengan segera.

Permasalahan tersebut dapat dipetakan dalam empat persoalan.8Pertama,

dikotomi ilmu pengetahuan hingga memunculkan masalah islamisasi ilmu pengetahuan (pendidikan). Problem ini sebenarnya telah ada sejak zaman kolonial Belanda, tetapi problem ini masih berkembang hingga sekarang. Hal ini setidaknya dapat dilacak dari kajian-kajian kependidikan Islam, baik melalui kegiatan seminar maupun buku-buku ilmiah.

Problem kedua adalah kualitas pendidikan agama Islam di sekolah dan perguruan tinggi umum. Pada prinsipnya, problem ini menyangkut masalah internal dan eksternal dari pendidikan agama Islam. Aspek internal yang dimaksud berkaitan dengn sisi pendidikan agama sebagai program pendidikan, terutama dari segi orientasinya yang lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoretis keagamaan yang bersifat kognitif semata serta amalan-amalan ibadah praktis, serta lebih berorientasi pada belajar tentang agama. Juga yang termasuk dalam aspek ini adalah kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta

didik. Aspek lainnya adalah sempitnya pemahaman guru/dosen agama terhadap esensi ajaran Islam, perancangan dan penyusunan materi pendidikan agama Islam yang kurang tepat, metodologinya yang konvensional-tradisional, dan sebagainya.

Sementara itu, aspek eksternalnya berupa berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya kritik ilmu pengetahuan

8Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h.

(9)

9

(scientific criticism) terhadap penjelasan ajaran agama yang bersifat konservatif-tradisional, tekstual, dan skripturalistik. Termasuk juga di dalamnya, era globalisasi, perubahan sosial-ekonomi dan budaya dengan segala dampaknya.

Problem ketiga menyangkut upaya membangun pendidikan Islam secara terpadu untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sampai saat ini, boleh dikatakan bahwa dalam sistem pendidikan Islam yang dilaksanakan baik secara vertikal maupun horizontal kurang terjadi perpaduan. Dalam konteks ini, menurut Daulay, perlu ditinjau dari dua sudut, yaitu landasan filosofi dan metodologi.9

Problem keempat menyangkut penggalian konsep pemikiran filosofis pendidikan Islam serta pemikiran tokoh-tokoh pendidikan Islam mulai priode klasik hingga priode modern, dari dalam ataupun luar negeri. Kajian dalam hal ini banyak dilakukan oleh para mahasiswa S2 dan S3 UIN/IAIN/STAIN atau PTIS yang mengambil konsentrasi pendidikan Islam. Dari berbagai karya tentang pendidikan Islam, menurut Azyumardi Azra, menunjukkan bahwa pola kajian pemikiran dan teori kependidikan Islam di Indonesia memiliki beberapa kecenderungan, yaitu:10

1. Mendekatinya dengan sangat doktrinal, normatif, dan idealistik, yang kadang-kadang mengaburkan kaitan atau konteksnya dengan pendidikan Islam itu sendiri;

2. Mengadopsi filsafat, pemikiran dan teori kependidikan Barat tanpa kritisme yang memadai, bahkan hampir terjadi pengambilan mentah-mentah;

3. Memberi legitimasi terhadap pemikiran dan filsafat pendidikan Barat dengan ayat al-Quran dan hadis tertentu, sehingga yang menjadi titik-tolak adalah

9Haidar Putra Daulay, op. cit., h. 114.

10Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru

(10)

10

pemikiran kependidikan Barat (bukan pemikiran kependidikan Islam), yang belum tentu kontekstual dan relevan dengan pemikiran kependidikan Islam; 4. Pemikiran kependidikan Islam atau yang relevan dengannya yang

dikembangkan para ulama, pemikir, dan filosof muslim, sedikit sekali diungkap dan dibahas.

B. Analisis Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional

Apabila dicermati, dari keempat katagorisasi problem pendidikan Islam seperti yang diuraikan di atas, masalah integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional, secara implisit, masuk dalam kategori pertama, yakni problem dikotomi ilmu pengetahuan. Telah disinggung di muka bahwa pendidikan Islam yang telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional tersebut, baik secara eksplisit maupun implisit.

(11)

11

ketertinggalan dari masyarakat sendiri disertai problem-problem yang telah dipaparkan di atas.11

Implikasi yang bisa muncul dari dikotomi sistem pendidikan adalah timbulnya kesenjangan antara sumber ilmu, antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Dalam buku Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik, Kertanegara mengomentari hal itu sebagai berikut:

Para pendukung ilmu-ilmu agama hanya menganggap valid sumber ilahi dalam bentuk kitab suci dan tradisi kenabian dan menolak sumber-sumber non-skriptual sebagai sumber otoritatif untuk menjelaskan kebenaran sejati. Di pihak lain, ilmuwan-ilmuwan sekuler hanya menganggap valid informasi yang diperoleh melalui pengamatan inderawi.12

Oleh karena itu, integrasi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional merupakan bagian dari problem-problem tersebut. Menurut hemat pemakalah, pendekatan yang dilakukan hendaknya bersifat integratif. Sehubungan dengan itu, Depertemen Agama (sekarang Kementerian Agama) yang berdiri pada 3 Januari 1946 secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Orientasi usahanya dalam bidang pendidikan Islam bertumpu pada aspirasi umat Islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah, di samping pada pengembangan madrasah. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah memberikan kesempatan untuk masuknya pengajaran agama di sekolah-sekolah, di samping mengakui sekolah agama (madrasah, yang diakui oleh

11Haidar Putra Daulay, op.cit., h. 11-12.

12Mulyadhi Kertanegara, Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Artasy

(12)

12

Menteri Agama) sebagai lembaga penyelenggara wajib belajar. Ketetapan (Tap) MPRS Nomor 2 Tahun 1960 menetapkan pemberian pelajaran agama pada semua tingkat pendidikan, mulai sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, di samping pengakuan bahwa pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang otonom di bawah pembinaan Departemen Agama.13

Tap MPRS Nomor 27 Tahun 1966 menetapkan bahwa agama, pendidikan, dan kebudayaan adalah unsur mutlak dalam nation and caracter building, sekaligus menetapkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran pokok dan wajib diikuti oleh setiap peserta didik sesuai dengan agama masing-masing. Akhirnya, Tap MPR Nomor 2 Tahun 1988 tentang Asas Tunggal yang menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, lebih memantapkan usaha masuknya lembaga pendidikan keagamaan (pesantren dan madrasah) dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, lebih memantapkan pula usaha pengintegrasian pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional.14

Segala peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah—yang tampaknya mengarah kepada usaha integrasi tersebut— merupakan persiapan untuk menyusun dan mewujudkan undang-undang tentang “satu sistem pendidikan dan pengajaran nasional”, sebagaimana yang dikehendaki

13Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 sebagai Undang-Undang pertama yang mengatur

pendidikan nasional tidak memberikan tempat bagi pendidikan keagamaan. Pun terhadap pendidikan agama yang saat itu diistilahkan dengan pengajaran agama Undang-Undang ini cenderung bersikap liberal dengan menyerahkan keikutsertaan siswa dalam pengajaran kepada keinginan dan persetujuan orang tua. Namun demikian, Undang-Undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri yang mengatur pendidikan agama ini. Secara sederhana sikap pemerintah saat itu dapat disimpulkan sebagai tidak memihak dan tidak menunjukkan concern yang tinggi terhadap pendidikan agama. Haidar Putra Daulay, op.cit., h. vi.

(13)

13

oleh Pasal 31 UUD 1945, seperti disinggung pada bagian awal makalah ini. Dengan disahkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional15 yang “lebih dikukuhkan” oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 (juga tentang Sistem Pendidikan Nasional), usaha integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional mendapatkan dasar hukumnya yang mantap.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tersebut dalam Bab VI Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan pada bagian ke Sembilan Pendidikan Keagamaan Pasal 30 isinya adalah:16

1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamnya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

3. Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, informal dan nonformal.

4. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.

15Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun

1989 sebagai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional “jilid dua” yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam Undang-Undang yang muncul 39 tahun kemudian dari Undang-Undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan.

(14)

14

5. Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,2,3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.

Menurut analisis pemakalah, dapat dikatakan bahwa: implikasi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 terhadap sistem pendidikan Islam, secara konseptual memberikan landasan kuat dalam mengembangkan dan memberdayakan sistem pendidikan Islam dengan prinsip demokrasi, desentralisasi, pemerataan/keadilan, mutu dan relevansi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga terwujud akuntabilitas pendidikan yang mandiri menuju keunggulan. Implikasi tersebut mengindikasikan upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam baik kandungan, proses maupun manajemen.17 Upaya ini dilakukan dalam kerangka mewujudkan akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara Indonesia

17Konsep yang ditawarkan dan sekaligus sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang

(15)

15

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, pemakalah menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam realitas sejarahnya, baik masa-masa prakemerdekaan maupun awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah memberikan perhatian dan pengakuan yang relatif tinggi terhadap sumbangan besar pendidikan Islam dalam upaya mendidik dan mencerdaskan bangsa. Diskursus pengembangan pendidikan Islam yang menjadi perhatian para pengembang dan pemikirnya, agaknya semakin memperkaya khazanah pemikiran tentang pengembangan pendidikan Islam di Indonesia sekaligus lebih mengokohkan eksistensi bangunan pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu yang bersdiri sendiri. 2. Lahirnya sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai follow up

(16)

16

pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional. Khusus dengan disahkanya UU Nomor 2 Tahun 1989 dan UU Nomor 20 Tahun 2003, integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional mendapatkan dasar hukum yang mantap, baik dari aspek kelembagaan maupun isi kurikulumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002. A.M. Saefuddin (et.al.), Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi dalam

“Konsep Pendidikan Agama sebuah Pendekatan Integratif-Inovatif” Cet. I; Bandung: Mizan, 1987.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru

Jakarta: Logos, 1999.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan

Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan dalam “Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional” Jakarta: tp., 2006.

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pelembagaan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum, hingga Strategi Pembelajaran

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009.

(17)

17

Referensi

Dokumen terkait

Tekanan darah pada perempuan yang telah mengalami.. menopause mengalami

Perancangan jaringan distribusi di Komplek Batununggal Indah Bandung dengan 280 pelanggan ini menggunakan metode two stage 1:4 pada ODC 1:8 pada ODP, dengan metode ini

luas. 21 Metode PQ4R merupakan metode yang digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka baca dan dapat.. membantu proses belajar mengajar di kelas

Dar i r umah pot ong hewan, sebanyak 44 sampel hat i dar i 44 ekor hewan sapi dan ker bau yang nampak sehat akan di uj i kadar kandungan t oksi nnya... Dal am eval uasi uj i ELI SA

Penambahan infrastruktur yang digunakan perlu memperhatikan spesifikasi hardware dan kapasitas memori yang terdapat pada perusahaan tersebut, agar lalu-lintas transmisi data

Implementasi pembiasaan salat duha dlam rangka pembinaan akhlak siswa di SMPN 1 Patrol Kecamatan Patrol Kabupaten Indramayu. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

pengelola program siaran radio suara aceh/ Purwana Yoga Swara/ saat ini/ program acara yang. dimiliki/ oleh radio suara aceh/ lebih terfokus/ pada public service// Radio ini/

Rancang Bangun Miniatur Security Ruangan Menggunakan Pintu Otomatis Berbasis Mikrokontroler AVR ATMega8535.. Skripsi.Universitas Sumatera Utara