• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa."

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMAN 1 Wonosari dan SMAN 2 Playen di Kabupaten Gunungkidul

Dila Putri Lestari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi peserta didik; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi (kejujuran) peserta didik; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan korelasional di 3 SMA Negeri jurusan ilmu-ilmu sosial kelas 12 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini sebanyak 368 responden dengan jumlah sampel sebanyak 198 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik pengumpulan data adalah menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson.

(2)

ix

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING MATERIALS BASED ON CURRICULUM 2013 WITH THE COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND

STUDENT LEARNING INTEREST

A survey on twelve grade social students of SMAN 1 Wonosari and SMAN 2 Playen in Gunungkidul Regency

Dila Putri Lestari Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in the accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) the fulfillment level of contextual learning in the accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) the fulfillment level of contextual learning in the accounting materials based on 2013 curriculum and student learning interest.

This research is a correlation study. It was conducted in the twelfth grade students who studied in 2 different state high schools. It was conducted in January 2016. The population of this research were 368 respondents and the samples were 198. The sampling technique was a cluster sampling, and questionnaire was used as a collecting data technique. The data were analyzed by applying a correlation of Product Moment Pearson.

The result shows that: 1) there is a positive correlation between the fulfillment level contextual learning in the accounting based on 2013 curriculum and communication skills (pearson correlation = (+)0,650; the Sig. (1-tailed)= 0,000<

(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMAN 1 Wonosari dan SMAN 2 Playen di Kabupaten Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Disusun oleh : DILA PUTRI LESTARI

NIM 121334039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARAMA

(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMAN 1 Wonosari dan SMAN 2 Playen di Kabupaten Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Disusun oleh : DILA PUTRI LESTARI

NIM 121334039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARAMA

(5)

Wonosari dan SMAN 2 Playen di

(6)

Yogyakarta,24

tas Keguman dan llmu Fendidikan

(7)

iv

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Terima kasih Tuhan atas segala berkat dan kelancaran yang Tuhan berikan sehingga Dila bisa menyelesaikan skripsi dengan baik. 

Bapak dan ibu

Bapak ku Sugiman dan ibuku Mujirahayu tercinta, terima kasih atas nasehat-nasehat dan doa yang diberikan sehingga saya bisa selalu ingat tanggung jawab Dila untuk

segera menyelesaikan skripsi ini.  Kakak-kakakku dan ponakanku

Mbak Kaming, Mas Widi, dan Mas Endra terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan dan untuk Joshua sama Noel terima kasih sudah menghibur tante selama

pengerjaan skripsi ini.  Dosen-dosenku

Terima kasih selama 4 tahun membimbingku dengan sabar, dan terima kasih untuk dosen pembimbingku Bu Premastuti atas segala nasehat, bantuan, dukungan, serta kesabaran yang diberikan kepadaku sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik 

Sahabat-sahabatku Sisri thegeng

Vena, Vidia, Ella, Helen, Natal, Gisel, Sisca, Mitha, Siwi, dan Puspa terima kasih atas segala doa, dukungan, bantuan, nasehat-nasehat yang diberikan yang bisa

membuat aku jadi lebih semangat dalam pengerjaan skripsi ini. 

Sahabat-sahabatku kelas A&B

Terimakasih atas segala doa, dukungan, bantuan yang diberikan kepadaku.  Kupersembahkan karya ini untuk Almamaterku

(8)

iv

“My strength is not for beating you but for making you better”

(Aprilia Wittaningsih)

Percaya akan kekuatanmu akan membawamu menjadi pribadi

yang matang

(9)
(10)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: DilaPutri Irstari

NomorMahasiswa :121334O39

Demi pengembangan

ilmu

pengetahua4 saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBI]NGAI\I

TINGKAT

PEMBELAJARAN

KONTEKSTUAL

PADA

MATERI AKI'NTANSI

BERDASARKAhI

IffRIIruLUM

2013 DENGAhI

KETERAMPILAIY

BERKOMT'I\IIKASI,

INTEGRITAS

PRIBADI,

DAN MINAT BELAJAR SISWA bessrta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian,

saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpano mengalihkan dalam b€nhft media lain" mengelolanya dalam bentuk

pangkalan

data

mendisEibusikan secara terbatas, dan mempubtrikasikannya di

internet atau media lain untuk kepentingpn akademis tanpa perlu meminta

ljin

daxi saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis.

(11)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMAN 1 Wonosari dan SMAN 2 Playen di Kabupaten Gunungkidul

Dila Putri Lestari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi peserta didik; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi (kejujuran) peserta didik; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan korelasional di 3 SMA Negeri jurusan ilmu-ilmu sosial kelas 12 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini sebanyak 368 responden dengan jumlah sampel sebanyak 198 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik pengumpulan data adalah menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson.

(12)

ix ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING MATERIALS BASED ON

CURRICULUM 2013 WITH THE COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A survey on twelve grade social students of SMAN 1 Wonosari and SMAN 2 Playen in Gunungkidul Regency

Dila Putri Lestari Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in the accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) the fulfillment level of contextual learning in the accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) the fulfillment level of contextual learning in the accounting materials based on 2013 curriculum and student learning interest.

This research is a correlation study. It was conducted in the twelfth grade students who studied in 2 different state high schools. It was conducted in January 2016. The population of this research were 368 respondents and the samples were 198. The sampling technique was a cluster sampling, and questionnaire was used as a collecting data technique. The data were analyzed by applying a correlation of Product Moment Pearson.

(13)

vii

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 Dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa” dapat penulis selesaikan dengan baik. skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Dengan demikian, penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M. Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M. Si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

4. Ibu Natalina Premastuti B., S.Pd.,M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi in;

(14)

viii

tambahan pengetahuan, dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan. 6. Ibu Theresia Aris Sudarsilah selaku staf secretariat Program Studi Pendidikan

Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah membantu dalam kelancaran proses belajar dan adsministrasi selama ini; 7. Orang tua saya Bapak Sugiman dan ibu Mujirahayu, Mbak Kaming, Mas

Widi dan Mas Endra, kedua keponakan saya Joshua dan Noel, dan semua orang yang telah memberikan dukungan, bantuan, semangat, dan kasih sayang kepada saya;

8. Seluruh mahasiswa angkatan 2012 yang menjadi teman seperjuang untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan;

9. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan dukungan, doa, motivasi, dan semangat ( Vena, Vidia, Ella, Gisel, Mitha, Helen, Siska, Natal, Siwi, Puspa); 10. Sedulur payung yang selalu memberi bantuan dan dukungan ( Ella, Sopi,

Boru, Sisil, Beta, Helen, Gisel, Adis, Nopi);

11. Para siswa kelas XII IIS SMA N 1 Wonosari dan SMA N 2 Playen di Kabupaten Gunungkidul yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan skripi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

(15)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

(16)

xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Kurikulum 2013 ... 12

B. Pembelajaran Kontekstual ... 18

C. Keterampilan Berkomunikasi ... 34

D. Integritas Pribadi (Kejujuran) ... 44

E. Minat Belajar ... 52

F. Kerangka Berpikir ... 59

G. Paradigma ... 61

H. Hipotesis ... 62

BAB III METODE PENELITIAN ... 64

A. Jenis Penelitian ... 64

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 65

(17)

xiii

E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran ... 68

F. Teknik Pengumpulan Data ... 76

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 76

H. Teknik Analisis Data ... 89

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 96

A. SMA N 1 WONOSARI ... 96

1. Alamat Sekolah ... 96

2. Sejarah Sekolah ... 96

3. Visi dan Misi Sekolah ... 97

4. Fasilitas Sekolah ... 99

5. Daftar Guru ... 99

B. SMA N 2 PLAYEN ... 99

1. Alamat Sekolah ... 99

2. Sejarah Sekolah ... 99

3. Visi dan Misi Sekolah ... 101

4. Daftar Guru ... 102

BAB V PEMBAHASAN ... 103

A. Deskripsi Data ... 103

(18)

xiv

C. Pengujian Hipotesis ... 111

D. Pembahasan ... 118

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Keterbatasan ... 127

C. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(19)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 66

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Responden ... 67

Tabel 3.3 Operasional Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 68

Tabel 3.4 Operasional Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 71

Tabel 3.5 Operasional Variabel Integritas Pribadi ... 72

Tabel 3.6 Operasional Variabel Minat Belajar Siswa ... 73

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi ... 78

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 79

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 81

(20)

xvi

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Variabel Integritas

Pribadi ... 83

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Siswa ... 84

Tabel 3.13 Tingkat Koefisien Reliabilitas ... 86

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Reliabilitas Pembelajaran Kontekstual ... 87

Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Keterampilan Berkomunikasi ... 87

Tabel 3.16 Hasil Pengujian Reliabilitas Integritas Pribadi ... 88

Tabel 3.17 Hasil Pengujian Reliabilitas Minat Belajar ... 88

Tabel 3.18 PAP Tipe II ... 90

Tabel 3.19 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 93

Tabel 4.1 Daftar Fasilitas Sekolah ... 99

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa ... 103

Tabel 5.2 Status Sekolah ... 104

(21)

xvii

Tabel 5.4 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Tingkat Pembelajaran

Kontekstual ... 105

Tabel 5.5 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Keterampilan

Berkomunikasi ... 106

Tabel 5.6 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Integritas Pribadi ... 107

Tabel 5.7 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Minat Belajar ... 108

Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Variabel Pembelajaran Kontekstual

Dengan Keterampilan Berkomunikasi ... 109

Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Variabel Pembelajaran Kontekstual

Dengan Integritas Pribadi ... 110

Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Variabel Pembelajaran Kontekstual

Dengan Minat Belajar ... 110

Tabel 5.11 Hasil Uji Korelasi Hubungan Tingkat Keterlaksanaan

Pembelajaran Kontekstual Dengan Keterampilan Berkomunikasi ... 112

Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Hubungan Tingkat Keterlaksanaan

(22)

xviii

Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Hubungan Tingkat Keterlaksanaan

(23)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Instrumen Penelitian ... 134

Lampiran II Data Dinas ... 145

Lampiran III Data Induk Penelitian ... 147

Lampiran IV Tabel r ... 172

Lampiran V Uji Validitas ... 176

Lampiran VI Uji Reliabilitas ... 180

Lampiran VII Uji Normalitas ... 184

Lampiran VIII Uji Hipotesis ... 185

Lampiran IX Perhitungan PAP II ... 187

Lampiran X Surat Ijin Dekan ... 190

(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses pembentukan dan pengembangan potensi menjadi sebuah kompetensi, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah perjalanan kreatif yang menghantarkan kita menuju pengenalan dan pembentukan jati diri. Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Butir 1 menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Pendidikan memerlukan kurikulum

yang dapat digunakan sebagai dasar proses pembelajaran dan strategi di dalam mengembangan kurikulum pendidikan yang diharapkan mampu membentuk pribadi siswa yang cerdas secara intelektual dan berkarakter.

(25)

Pembangunan (PPSP), 1975 Kurikulum Sekolah Dasar, 1984 Kurikulum 1984, 1994 Kurikulum 1994, 1997 revisi Kurikulum 1994, 2004 rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan saat ini akan diperbaharui menjadi kurikulum 2013. Pada saat ini, dunia pendidikan digencarkan tentang penerapan kurikulum 2013.

Lahirnya kurikulum 2013 dilandasi berbagai fenomena di masyarakat, diantaranya: kemajuan teknologi informasi, masalah globalisasi, merosotnya moral di kalangan pelajar seperti perkelahian pelajar, narkoba, kecurangan saat ujian. Persepsi masyarakat menganggap pendidikan terlalu menitikberatkan aspek kognitif. Selain itu, kurangnya muatan pendidikan karakter siswa, hal-hal tersebut menjadi faktor utama munculnya kurikulum 2013.

(26)

dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke Kurikulum 2013 diharapkan dapat menjawab tantangan-tantangan abad 21. Dalam mengahadapi tantangan abad 21 maka kurikulum 2013 harus mampu membangun keterampilan siswa, salah satunya yaitu keterampilan berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi sangat dibutuhkan oleh siswa guna menghasilkan pribadi yang mampu berkomunikasi atau bekerja sama dengan teman sebayanya di saat di dalam kelas maupun luar sekolah, dan tidak hanya keterampilan tetapi siswa juga harus di bekali dengan membangun karakter, karakter menjadi dasar perilaku siswa di masa depan yang menjadikan siswa manusia yang jujur dalam segala hal. Membangun keterampilan berkomunikasi dan nilai kejujuran juga harus diimbangi dengan minat siswa di dalam kegiatan belajar supaya siswa merasa nyaman dan senang, sehingga dalam membangun keterampilan dan menumbuhkan sifat kejujuran dapat berjalan dengan baik.

(27)

diri dalam menyampaikan ide atau gagasannya di depan orang lain. Dengan pendekatan saintifik guru dapat melatih atau membangun karakter kejujuran atau integritas pribadi siswa dengan meminta bukti atau keterangan yang menunjukkan bahwa pekerjaan yang dibuat adalah karya siswa itu sendiri. Dengan demikian, siswa akan terus berusaha mencari tahu sendiri tanpa mencontek pekerjaan teman.

Kurikulum 2013 juga memiliki tujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan dan menyenangkan. Dalam mencapai tujuan tersebut, melalui pendekatan saintifik guru dapat menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan sehingga pada saat kegiatan belajar mengajar siswa tidak merasa bosan tetapi merasa senang dan bersemangat. Minat siswa bisa berkembang apabila pendekatan saintifik dapat berjalan dengan baik.

(28)

langkah-langkahnya siswa dituntut mampu dalam mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan, hal tersebut dapat tercapai apabila siswa mengalami sendiri sehingga siswa akan menjadi lebih memahami materi yang diterimanya.

(29)

Tumbuhnya integritas pribadi (kejujuran) siswa sangatlah bermanfaat dalam pembangunan karakter siswa. Dengan pembelajaran kontekstual melalui salah satu komponen utamanya yaitu menemukan atau inquiry. Komponen ini diharapkan pengetahuan yang didapatkan oleh siswa tidak hanya sekedar mengingat saja melainkan hasil dari menemukan sendiri, sehingga siswa mampu memahami pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Misalkan guru memberikan tugas kepada siswa tentang jurnal pengeluaran kas, pada tugas ini siswa diminta untuk mempresentasikan. Pada tugas ini siswa akan mencari tahu hal-hal apa saja yang berhubungan dengan jurnal pengeluaran kas melalui internet, buku, atau datang ke toko yang mempunyai data keuangan, sehingga siswa mampu menjelaskan dengan detail dan apa adanya tanpa ada kebohongan di dalam penyampaiannya. Dengan demikian, pembelajaran yang mengacu pada salah satu komponen utama pembelajaran kontekstual yaitu menemukan atau inquiry, maka dapat menumbuhkan atau membangun karakter siswa yaitu kejujuran.

(30)

yang diterapkan oleh guru tersebut akan menumbuhkan kegairahan siswa terhadap materi yang diajarkan dan mencari jawaban apabila ada tugas atau hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi. Tumbuhnya kegairahan siswa maka akan menumbuhkan minat siswa pada materi akuntansi. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual dapat menumbuhkan minat belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan judul penelitian Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa”.

B. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti membatasi ruang lingkup masalah yaitu: Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

(31)

2. Apakah ada hubungan yang positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi (kejujuran) siswa?

3. Apakah ada hubungan yang positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang ingin di capai penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa

2. Untuk mengetahui hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi (kejujuran) siswa

(32)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperluas pengetahuan di bidang akuntansi terutama dalam bidang pendidikan yang terkait dengan hubungan antara minat belajar siswa, integritas pribadi (kejujuran), dan keterampilan berkomunikasi dengan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual. Wawasan pengetahuan ini juga dapat menjadi wacana pengetahuan bagi mahasiswa di lingkungan pendidikan, khususnya bidang pendidikan akuntansi dalam mempelajari akuntansi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Manfaat praktis 1) Bagi Mahasiswa

Penelitian ini merupakan penelitian yang dikhususkan mempelajari hubungan antara keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa dengan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual. Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa sebagai wahana penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah dan dapat memperbanyak ilmu pengetahuan yang didapat sehingga dapat menjadi bekal dimasa depan.

(33)

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan akan pentingnya hubungan antara minat belajar siswa, integritas pribadi (kejujuran), dan keterampilan berkomunikasi dengan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual serta dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas lulusan yang dicetak oleh SMA N 1 Wonosari dan SMA N 2 Playen.

3) Bagi Siswa

Penelitian ini dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui dan menyampaikan pendapatnya mengenai apa yang mereka rasakan. Bagaimana hubungan antara minat belajar siswa, integritas pribadi (kejujuran), dan keterampilan berkomunikasi dengan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual. Apakah terdapat hubungannya antara ketiga variabel tersebut dengan pembelajaran kontekstual atau hanya ada beberapa variabel yang mempunyai hubungan atau bahkan tidak ada hubungannya sama sekali antara tiga variabel tersebut dengan pembelajaran kontekstual.

4) Bagi Guru

(34)

minat belajar siswa, integritas pribadi (kejujuran), dan keterampilan berkomunikasi dengan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual. Dengan demikian, maka diharapkan para guru untuk terus meningkatkan kompetensinya yang telah diprasyaratkan. Karena guru merupakan faktor penentu dalam kemajuan pendidikan bangsa agar dapat tercipta gerenasi penerus bangsa yang berkualitas.

5) Bagi Peneliti Selanjutnya

(35)

12

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Kurikulum 2013

Perkembangan zaman yang semakin pesat sehingga bangsa ini harus cepat tanggap untuk tanggap untuk menyesuaikan diri supaya tidak tertinggal terlalu jauh dengan bangsa-bangsa lain. Melalui Kemendikbud pemerintah berusaha untuk menyusun, mengembangkan, dan menetapkan sebuah kurikulum yang berlaku pada tahun pelajaran 2013/2014. Kurikulum ini baru diperkenalkan oleh pemerintah dengan sebutan kurikulum 2013.

1. Pengertian Kurikulum 2013

Kurikulum menurut (Fadlillah,2014: 16) merupakan sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil dan tidaknya sebuah pendidikan tergantung pada kurikulum yang diterapkan, dengan perkembangan zaman maka diperlukan adanya pembaharuan kurikulum yang mampu menjawab tantangan-tantangan globalisasi. Kurikulum adalah ujung tombak bagi terlaksananya kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum mustahil pendidikan akan dapat berjalan dengan baik, efektif, dan efisien sesuai dengan yang diharapkan.

(36)

berjalan dengan baik, efektif, dan efisien sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Hosnan (2014:34), pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan. Dalam pendekatan saintifik siswa diharapkan dapat mencari tahu pembelajaran dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

(37)

2. Indikator-indikator

Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 juga dapat dilihat dari indikator-indikator perubahan Mulyasa (2013: 11), sebagai berikut:

a. Adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif, dan mandiri untuk menjawab tantangan abad 21

b. Adanya peningkatan mutu pembelajaran guna menunjang prestasi dan kualitas siswa

c. Adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber belajar

d. Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi masyarakat

e. Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah dalam menunjang kualitas siswa

f. Tumbuhnya sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara utuh di kalangan siswa yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari g. Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan (PAKEM) sehingga siswa tidak merasa bosan h. Terciptanya iklim yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga

(38)

3. Keunggulan dan kelemahan kurikulum 2013

Kurikulum 2013 pada dasarnya memberikan pengalaman kepada siswa dan dalam memperoleh pengalaman tersebut harus menggunakan metode ilmiah secara mandiri. Kurikulum 2013 mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014 pada sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah, maupun sekolah yang siap melaksanakannya. Terdapat beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan kurikulum 2013, yaitu keunggulan dan kekurangannya (Kurniasih, 2014: 40), yaitu sebagai berikut:

Keunggulan dan kekurangan kurikulum 2013

a. Kelebihan kurikulum 2013

1) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah 2) Adanya penilaian dari semua aspek

3) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua program studi

4) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional

(39)

6) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara proporsional

7) Mengaharuskan adanya remediasi secara berkala

8) Sifat pembelajaran sangat kontekstual, sehingga siswa mampu memahami materi yang diberikan oleh guru.

b. Kekurangan kurikulum 2013

1) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa dan beranggapan guru hanya mendampingi, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru

2) Banyak guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013

3) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan saintifik

4) Kurangnya keterampilan guru dalam merancang RPP 5) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.

4. Tujuan dan fungsi kurikulum 2013

(40)

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Tujuan kurikulum 2013, secara khusus diuraikan menurut (Fadlillah, 2014: 25) sebagai berikut:

a) Meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan hard skill dan soft skill melalui kemampuan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan dalam rangka menghadapi tantangan global yang terus berkembang

b) Membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif, dan inovatif sebagai modal pembangunan bangsa dan negara Indonesia

c) Meringankan tenaga pendidik dalam penyampaian materi dan menyiapkan administrasi mengajar

d) Meningkatkan peran serta pemerintah pusat dan daerah serta warga masyarakat secara seimbang dalam menentukan dan mengendalikan kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidik

(41)

B. Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, maka keterlaksanaan berarti sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Di dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi siswa. Dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi diri siswa (fisik dan non fisik) dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan di masa yang akan datang (life skill).

(42)

melihat berbagai potensi yang ada pada masyarakat yang bisa didayagunakan sebagai sumber belajar dengan ini dapat menjadi penghubung antara sekolah dengan lingkungannya. Ketiga, guru harus dapat mengembangkan iklim pembelajaran yang demokratis dan terbuka melalui pembelajaran terpadu, partisipatif, dan sebagainya. Keempat, pembelajaran yang penekanannya pada masalah-masalah

aktual yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat sekitar. Kelima, guru harus dapat mengembangkan

suatu model pembelajaran yaitu “moving class” yang diperuntukan

untuk setiap bidang studi, dan kelas merupakan laboratorium untuk masing-masing bidang studi sehingga dalam satu kelas sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dalam pembelajaran serta siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.

Pembelajaran berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif. Siswa

berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual (CTL) Contextual Teaching and Learning yang merupakan konsep belajar yang beranggapan

bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara

ilmiah, yang berarti belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja”

(43)

“mengetahuinya”. Pembelajaran kontekstual di Amerika disebut dengan istilah Contextual Theaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari siswa. Beberapa pengertian kontekstual menurut para ahli akan diuraikan dalam beberapa paragraf, sebagai berikut:

Johnson (Kunandar, 2007: 295) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Menurut Komalasari (2011: 7) mengartikan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. The Washington State Consortium for Contexstual Teaching and Learning

(44)

Center on Education and Work at the University of Wisconsin

Madison (Kunandar, 2007:295) mengartikan pembelajaran kontekstual

adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya di kehidupan mereka sehari-hari. US Departement of Education the National School-to-Work Office yang di

kutip oleh Blanchard (Kunandar, 2007: 295) pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.

(45)

dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Di dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa karakteristiknya, yaitu sebagai berikut: menurut Johnson Nurhadi,dkk, 2003 (Kunandar, 2009: 296) terdapat 8 komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual yaitu:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Artinya, siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai

orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning to doing).

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah

dengan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)

(46)

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Artinya, siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.

f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Artinya, siswa memelihara pribadinya: mengetahui,

memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri.

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic aassment).

(47)

a. Keterkaitan (relating)

Pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating) adalah proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prepequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata siswa. Indikator pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan ini meliputi keterkaitan materi pelajaran dengan: (a) pengetahuan dan keterampilan sebelumya, (b) materi lain dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan, (c) mata pelajaran lainnya, (d) ekspose media, (e) konteks lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, (f) pengalaman dunia nyata, (g) kebutuhan siswa, dan (h) materi dari terbatas ke kompleks dan dari konkret ke abstrak.

b. Konsep pengalaman langsung (experiencing)

(48)

c. Konsep aplikasi (applying)

Proses pembelajaran yang menerapkan konsep aplikasi (applying) adalah proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan produser yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan siswa. Indikator proses pembelajaran yang menerapkan konsep aplikasi meliputi: a) penerapan materi yang telah dipelajari dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat; b) penerapan materi dalam memecahkan masalah; c) pengunaan metode karyawisata, praktik kerja lapangan, bermain peran, simulasi, dan pembelajaran pelayanan.

d. Konsep kerja sama (cooperating)

(49)

e. Konsep pengaturan diri (self-regulating)

Pembelajaran yang menerapkan konsep pengaturan diri (self-regulating) adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri. Indikator pembelajaran yang menerapkan konsep pengaturan diri (self-regulating) ini meliputi: a) motivasi belajar sepanjang hayat; b)

motivasi untuk mencari dan menggunakan informasi dengan kesadaran sendiri; c) melaksanakan prinsip trial-error; d) melakukan refleksi; e) belajar mandiri.

f. Konsep penilaian autentik (authentic assessment)

(50)

guru dilakukan dalam bentuk penilaian tertulis (pencil and paper test) dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance based

assessment), penugasan (project), produk (product), atau

portopolio.

g. Reaching high standards (mencapai standar tinggi)

The Northwest Regional Education Laboratory USA

mengidentifikasi adanya 6 kunci dasar dari pembelajaran kontekstual yang diterapkan saat kegiatan pembelajaran menurut (Kunandar, 2009: 297), sebagai berikut:

a. Pembelajaran bermakna : pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran. Siswa dapat mengerti manfaat dari yang telah dipelajarinya di sekolah.

b. Penerapan pengetahuan, yaitu kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau di masa yang akan datang.

c. Berpikir tingkat tinggi, yaitu siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu, dan pemecahan suatu masalah.

(51)

nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dunia kerja.

e. Responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat guru tersebut mendidik.

f. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian, misalkan penilaian proyek/tugas tersetruktur, kegiatan siswa, pengunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dan sebagainya.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Dari berbagai pendapat tentang pengertian yang diuraikan oleh para ahli, di dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa ciri-ciri dan kata kunci pembelajaran kontekstual menurut (Kunandar, 2009: 298), sebagai berikut:

Ciri-ciri pembelajaran kontekstual:

a. Adanya kerja sama antar semua pihak

b. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem

c. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda

(52)

g. Pembelajaran terintegrasi h. Menggunakan berbagai sumber i. Siswa aktif

j. Sharing dengan teman k. Siswa kritis, guru kreatif

l. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya

m. Laporan kepada orang tua bukan hanya skor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa, dan sebagainya.

Menurut (Kunandar, 2009: 299) kata kunci pembelajaran kontekstual yang perlu diperhatikan dan diterapkan oleh guru pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga pembelajaran kontekstual dapat teracapai, sebagai berikut:

a. Real World Learning

b. Mengutamakan pengalaman nyata c. Berpikir tingkat tinggi

d. Berpusat pada siswa e. Siswa kritis, aktif, kreatif

f. Pengetahuan bermakna dalam kehidupan g. Dekat dengan kehidupan nyata

h. Perubahan perilaku

i. Siswa praktik, bukan menghafal j. Learning bukan teaching

k. Pendidikan (education) bukan pengajaran (instruction)

l. Pembentukan “manusia”

m. Memecahkan masalah

n. Siswa “akting”, guru mengarahkan

(53)

dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Dalam pembelajaran kontekstual ini menekankan beberapa hal (Kunandar, 2009: 300), sebagai berikut:

a. Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang mengintegrasikan keterampilannya dan berbagai konsep materi pelajaran.

b. Pengajaran autentik (authentic instruction), yaitu pendekatan yang menekankan pembelajaran yang diajarkan bermakna dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

c. Belajar berbasis inquiri (Inquiry Based Learning), pendekatan yang membutuhkan strategi pembelajaran yang mengikuti metodologi sains sehingga siswa dapat mengetahui apa yang ingin dicari tahu dan siswa dapat mencari tahu sendiri jawabannya.

(54)

e. Belajar berbasis kerja (Work Based Learning), pendekatan ini membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja (guru harus dapat menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata atau peristiwa yang benar-benar terjadi).

f. Belajar berbasis jasa layanan (Service Learning), pendekatan ini membutuhkan penggunaan metodologi pengajaran yang mengombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan yang diberikan. Dengan kata lain, pendekatan ini menerapkan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek /tugas terstruktur.

g. Belajar kooperatif (Cooperative Learning), pendekatan ini memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.

4. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

(55)

a. Kontruktivisme

Dalam proses ini siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Dalam strategi kontruktivisme guru harus memfasilitasi proses pembelajaran tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dengan itu diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning)

(56)

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil

belajar diperoleh dari „sharing‟ antara teman, antar kelompok, dan

antara yang sudah tahu ke yang belum tahu. e. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang di pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar siswa-siswanya mengikuti apa yang sudah di perintahkan. f. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan gambaran terhadap kegaiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima atau respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari refleksi ini adalah bagaimana pengetahuan yang diberikan oleh guru bisa ditangkap oleh siswa.

g. Penialian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

(57)

C. Keterampilan Berkomunikasi

1. Pengertian Keterampilan Berkomunikasi

Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang berarti „sama‟. Communico, communication atau

communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara

sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan (Khairani, 2015: 5). Berkomunikasi antarpribadi, atau secara ringkas berkomunikasi, merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia oleh hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi kita menjadi terampil berkomunikasi.

(58)

Ada beberapa pengertian komunikasi menurut para ahli, sebagai berikut:

Komunikasi menurut Effendy (Khairani, 2015: 6) adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan. Komunikasi menurut Handoko (Khairani, 2015: 6) adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi menurut menurut Evertt M. Rogers (Khairani, 2015: 6) sebagai proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilakunya.

(59)

sebagai aktivitas yang dinamik yang dicirikan oleh tindakan, perubahan dan gerakan. Dalam proses ini terjadi aktivitas pemahaman karena para pelaku komunikasi atau orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus memahami yang sedang dikatakan atau didengarkannya.

Komunikasi menurut Theodore Herbert (Khairani, 2015: 6) merupakan proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak ke pihak yang lain.

Kamus psikologi (Khairani, 2015: 7), menyebutkan enam pengertian komunikasi:

a. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ketempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.

b. Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan oleh organisme kepada pihak lain

c. Pesan yang disampaikan dapat diterima orang lain

(60)

e. Menurut K. Lewin adalah pengaruh suatu wilayah personal pada wilayah personal yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain

f. Menurut Rakhmat, 1985 adalah pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.

Kemampuan berkomunikasi seorang individu tidaklah tumbuh begitu saja tetapi ada sebuah proses yang harus diupayakan. Setiap manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berkomunikasi dan bagaimana manusia dapat mewujudkan segala potensi yang ada dalam dirinya menjadi kekuatan yang besar tergantung pada sikap dan kepribadiannya (komunikasi non verbal), dan cara berkomunikasi (komunikasi verbal). Dengan kata lain, manusia sebagai pelaku komunikasi harus mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, bukan dengan proses kekerasan maupun pemaksaan melainkan karena adanya unsur kesetaraan, keselarasan, dan pemahaman.

2. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Agar mampu memulai, mengembangkan dan memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain, kita perlu memiliki sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi. Menurut Johnson 1981 (Supratiknya, 1995:10), beberapa keterampilan dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pertama, kita harus saling memahami. Secara rinci, kemampuan ini

(61)

diri, keinsyafan diri, dan penerimaan diri (Johnson, 1981). Kedua, kita harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas, kemampuan ini juga harus disertai kemampuan menunjukkan sikap hangat dan rasa senang serta kemampuan mendengar dengan cara yang akan menunjukkan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita. Ketiga, kita harus mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan atau saling menolong. Kita harus mampu menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong sambil memberikan bombongan dan contoh seperlunya. Keempat, kita harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antarpribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara yang konstruktif.

Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995: 12) ada beberapa cara dalam mempelajari keterampilan berkomunikasi, yaitu: pertama, harus menyadari mengapa keterampilan berkomunikasi ini penting kita kuasai dan apa manfaatnya bagi kita. Kedua, harus memahami keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku komponennya yang perlu kuasai untuk mewujudkan keterampilan itu. Ketiga, harus rajin mencari dan menemukan situasi-situasi di mana

(62)

capai maupun kekurangan yang masih kita miliki. Kelima, tidak boleh bosan belajar atau berlatih. Keenam, keseluruhan latihan tersebut harus dibagi dalam satuan-satuan atau bagian-bagian tertentu, agar setiap kali dapat dirasakan keberhasilan usaha kita. Ketujuh, saling menolong bila dapat menemukan teman yang dapat kita ajak sebagai lawan berlatih. Kedelapan, keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen

atau bagiannya harus terus-menerus dilatih dan praktiknya, sampai akhirnya menjadi bagian dari diri.

Menurut Hutagalung (2007: 66), komunikasi adalah seni dengan falsafah air, yaitu berkomunikasilah sesuai wadah atau tempat dimana seseorang berada agar komunikasi yang dilakukan efektif. Agar individu dapat berkomunikasi secara efektif maka kunci utamanya adalah perilaku diri (your attitude). Menurut Hutagalung (2007: 67) seseorang haruslah senantiasa mengingat kiat dalam berkomunikasi, yaitu:

a. Senantiasa berupaya untuk menyenangkan orang lain (always try to please somebody)

b. Junjung tinggi adat budaya/norma susila dimana anda berada (if you are in rome, do as a romans do).

3. Tata Cara Berbicara yang Baik

(63)

a. Lihatlah lawan bicara

Saat seseorang melakukan komunikasi, tetaplah dan lihatlah lawan bicara dengan pandangan bersahabat.

b. Suara harus terdengar jelas

Jika berkomunikasi dengan orang lain, suara yang dikeluarkan harus jelas terdengar.

c. Ekspresi wajah yang menyenangkan

Wajah adalah cerminan hati. Jika kita selama berkomunikasi menampakan wajah cemberut, maka hal ini menggambarkan sikap kita yang tidak bersahabat dengan lawan bicara kita.

d. Tata bahasa yang baik

Gunakan bahasa yang sesuai dengan kondisi dan situasi selama komunikasi berlangsung.

e. Pembicaraan mudah dimengerti, singkat dan jelas.

4. Cara Mempelajari Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi bukan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir dan juga tidak muncul secara tiba-tiba saat kita memerlukannya, keterampilan tersebut harus dipelajari dan dilatih. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995: 12) ada beberapa cara yang mempelajari keterampilan berkomunikasi, yaitu:

(64)

b. Harus memahami keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku komponennya yang perlu dikuasai untuk mewujudkan keterampilan itu

c. Harus rajin mencari dan menemukan situasi-situasi di mana kita dapat mempraktikkan keterampilan tersebut

d. Tidak boleh segan atau malu menerima bantuan orang lain untuk memantau usaha kita serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah kita capai maupun kekurangan yang ada pada diri kita e. Tidak boleh bosan belajar dan berlatih

f. Keseluruhan latihan tersebut harus dibagi dalam satuan-satuan atau bagian-bagian tertentu

g. Saling menolong bila dapat menemukan teman yang dapat kita ajak sebagai lawan berlatih

h. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya harus terus-menerus dilatih dan harus mempraktikkannya dikehidupan sehari-hari.

5. Fungsi Komunikasi

(65)

Beberapa fungsi dari komunikasi menurut Robbins, 2002: 310 (Khairani, 2015: 15), sebagai berikut:

a) Kendali: komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku anggota dalam beberapa cara, setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi.

b) Motivasi: komunikasi membantu mengembangkan perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan bagaimana mereka bekerja dengan baik dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja itu jika itu di bawah standar.

c) Pengungkapan emosional: bagi banyak karyawan kelompok kerja mereka merupakan sumber utama untuk interaksi sosial, komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan mekanisme fundamental dengan mana para anggota menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka oleh karena itu komunikasi menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial

d) Informasi: komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenai dan menilai pilihan-pilihan alternatif.

(66)

komponen-komponen komunikasi adalah sebagai berikut (Khairani, 2015: 16):

a) Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain

b) Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain

c) Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.

d) Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

e) Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya

f) Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan.

6. Jenis-jenis komunikasi

Proses komunikasi bisa terjadi dalam diri seorang individu, dengan orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial. Berdasarkan pendapat tersebut, Burgon & Huffner (Khairani, 2015: 14) membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:

(67)

b. Komunikasi interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain. Contohnya, perbincangan dengan keluarga, pasangan, teman, rekan kerja, dan lain-lain. c. Komunikasi massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan

kepada sekumpulan manusia di mana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah. Contohnya, kegiatan komunikasi (penyebaran informasi) yang terjadi di hadapan sekumpulan massa, melalui televise, radio, media internet, media cetak, dan lain-lain.

Berkomunikasi menuntut seseorang untuk berbagi atau menggunakan secara bersama-sama (sharing), karena berkaitan dengan sesuatu yang saling dipertukarkan, seperti pengalaman atau berbagi informasi. Dengan demikian berkomunikasi bagi kehidupan manusia sangatlah penting, karena komunikasi dapat memengaruhi kepribadian seseorang dan kemampuan berkomunikasi seseorang tidak hanya tumbuh dan berkembang dengan instan tetapi membutuhkan proses yang harus diupayakan dan dikembangkan.

D. Integritas Pribadi (Kejujuran)

1. Pengertian Integritas Pribadi (Kejujuran)

(68)

prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika, integritas selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan. Integritas adalah keselarasan antara etika dan moralitas, semakin terintegritasi, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.

(69)

Hal ini merupakan sebuah cara yang mendasar untuk menghormati orang lain. Sedangkan menurut Pupuh et al (2013: 188), jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Menurut Yaumi (2014: 64) kejujuran bukan hanya diucapkan, bukan pula dijadikan simbol atau jargon, melainkan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan perilaku, satuan kata dan perbuatan adalah intisari kejujuran.

Kodsinco, 2011 (Yaumi, 2014: 65) menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut:

a. Ketika kita mengatakan yang benar, kita sedang melakukan kejujuran.

b. Kita melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan yang dipikirkan

c. Kita jujur ketika mengatakan yang benar sekaligus orang lain tidak setuju

d. Hiduplah setiap hari dengan kejujuran, anda akan lebih berbahagia dan membuat bahagia setiap orang di sekitar anda.

(70)

(dalam bentuk perasaan, kata-kata, dan atau perbuatan). Makna lain dari jujur yaitu jujur lebih jauh dikorelasikan dengan kebaikan (kemaslahatan). Kemaslahatan sendiri maknanya kepentingan orang banyak, bukan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, tetapi semua orang yang terlibat. Menurut (Kesuma, 2011: 16) jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada.

Menurut Mustari (2014: 12) ada beberapa tingkatan kejujuran, menurut Kong Fu Tse: Li, ingin tampak benar untuk keuntungan pribadi; Yi, mengatakan apa yang benar atas dasar bahwa kita akan diperlukan secara sama; Ren, berdasarkan bentuk yang paling mulia dari empati terhadap yang lain yang berbeda dari kita baik secara umur, jenis kelamin, budaya, pengalaman, keluarga, dan sebagainya.

2. Komponen-komponen Karakter yang Baik

(71)

a. Pengetahuan Moral 1) Kesadaran moral

Kesadaran seseorang untuk mengetahui tanggung jawab moralnya, sehingga seseorang akan menggunakan akal sehatnya dalam melakukan sesuatu dan harus bisa dapat membedakan benar atau salah.

2) Mengetahui nilai-nilai moral

Seseorang atau siswa harus mengerti nilai-nilai moral yang terkandung dalam sikap hormat dan bertanggung jawab ke dalam perilaku moral.

3) Pengambilan perspektif

Kemampuan siswa untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka berpikir, bereaksi, dan merasa.

4) Penalaran moral

Memahami makna sebagai orang yang bermoral dan seseorang mengerti pentingnya moral di dalam kehidupan sehari-hari 5) Membuat keputusan

(72)

6) Memahami diri sendiri

Seseorang haruslah sadar akan terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sendiri dan mampu mengerti apa saja yang bisa digunakan untuk membantu memperbaiki kelemahan yang ada pada dirinya sendiri dengan mengulas perilaku di dalam kehidupan sehari-hari dan mengevaluasinya dengan kritis.

b. Perasaan Moral

Mempunyai kepedulian untuk menjadi seseorang yang jujur, adil, dan santun terhadap orang lain, hal ini memengaruhi pengetahuan moral seseorang ke perilaku perilaku seseorang. Beberapa aspek yang akan memberikan pengajaran tentang karakter yang baik, yaitu:

1) Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi, yaitu: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun seseorang dalam menentukan hal yang benar, dan sisi emosional menjadikan seseorang merasa mempunyai kewajiban untuk melkaukan hal yang benar.

2) Penghargaan diri

(73)

3) Empati

Kemampuan mengenali, merasakan, seperti ikut dalam peristiwa yang dialami oleh orang lain

4) Mencintai kebaikan

Mempunyai ketertarikan murni, yang tidak dibuat-buat, dan konsisten pada kebaikan

5) Kontrol diri

Dapat membatasi diri sendiri dari hal-hal yang bersifat negatif sehingga tidak terlena dengan hal-hal yang negatif

6) Kerendahan hati

Pekerti moral yang kerap diabaikan, padahal pekerti ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik dan dapat membantu membatasi perilaku seseorang yang negatif.

c. Tindakan moral 1) Kompetensi

Kemampuan mengubah pertimbangan dari perasaan moral ke tindakan moral yang efektif

2) Kehendak

Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar dapat terkendali dan masuk akal

3) Kebiasaan

(74)

3. Ciri-ciri Kejujuran

Perilaku anak yang suka berbohong atau mendapatkan toleransi kebohongan dari pihak orang lain, maka secara tidak langsung telah terbentuk dalam diri seorang anak karakter toleran terhadap

kebohongan, bahkan anak akan menganggap “harus berbohong”. Hal

ini menjadi berbahaya untuk penguatan karakter anak. Beberapa ciri-ciri orang jujur (Kesuma, 2011: 17), yaitu sebagai berikut:

a. Jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya dalam melakukan adalah kebenaran dan kemaslahatan. b. Jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya)

c. Jika adanya kesamaan antara apa yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.

Ciri-ciri orang jujur (Mulyasa, 2013: 148)

a. Mengemukakan apa adanya tanpa ada kebohongan b. Berbicara secara terbuka sesuai dengan kenyataan c. Menunjukkan fakta atau bukti yang sebenarnya d. Menghargai data

e. Mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Ciri-ciri orang jujur (Pupuh, 2013: 107)

(75)

b. Menyebutkan secara tegas keunggulan dan kelemahan suatu pokok bahasan tanpa ragu sehingga dapat diterima dengan baik oleh orang lain

c. Mau bercerita tentang permasalahan dirinya dan mampu menerima pendapat temannya

d. Mengemukakan pendapat tentang sesuatu sesuai dengan yang diyakininya dan tidak memaksakan kehendak agar semua orang mau menerima pendapatnya.

e. Membayar barang yang dibeli dengan jujur

f. Mengembalikan barang yang atau ditemukan di tempat umum.

Seseorang yang memiliki karakter jujur akan di sukai orang lain, baik dalam konteks persahabatan, bisnis, rekan/mitra kerja, dan sebagainya. Karakter kejujuran menjadi salah satu karakter pokok untuk menjadikan seseorang cinta kebenaran, apapun resiko yang akan diterima dirinya dengan kebenaran yang dia lakukan.

E. Minat

1. Pengertian Minat

(76)

berminat atau merasa bosan. Minat dapat memengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi

Gambar

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Responden
Tabel 3.3 Operasional Variabel
Tabel 3.5 Operasional Variabel
Tabel 3.6 Operasional Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA: Survey pada Siswa Kelas XII IIS di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan kecerdasan emosional; 2) tingkat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional

Untuk mempersempit masalah maka penulis membatasi ruang lingkup masalah mengenai pemahaman wajib pajak dan penerapan Sistem Self Assessment terhadap tingkat

Batasan Masalah Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti membatasi ruang lingkup masalah mengenai persepsi siswa tentang hubungan tingkat

KATA PENGANTAR Puji Syukur peneliti penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Tingkat