• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi Akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI

DENGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN

EFIKASI DIRI

Survei pada Siswa Kelas XII IIS

di SMA Negeri 1 Sewon dan SMA Negeri 1 Sedayu yang menerapkan kurikulum 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Ira Satria NIM: 131334113

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Mama yang Selalu Menjadi Inspirasiku

Maria Wismanti

Kakak tersayang

Rafika Putri Utami

Semua orang yang senantiasa menyebut namaku dalam doanya

Semua orang yang memberikan dukungan selama kuliah

(5)

v MOTTO

Iman, Pengharapan, Kasih, dan Pelayanan

Kesanggupanku adalah pekerjaan Allah.

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI

DENGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN EFIKASI DIRI

Survei pada Siswa Kelas XII IIS

di SMA Negeri 1 Sewon dan SMA Negeri 1 Sedayu yang menerapkan kurikulum 2013

Ira Satria

Universitas Sanata Dharma 2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif antara: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri siswa. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilaksanakan pada Bulan Januari 2017 sampai dengan Bulan Maret 2017. Dari populasi 464, diambil sampel 213 dengan teknik Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan Korelasi Spearman.

(9)

ix ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN ACTIVE LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING WITH CREATIVE THINKING SKILL AND

SELF ABILITY ASSESMENT

A Survey on the Twelfth Grade Students of Social Sciences Department of Senior High School 1 Sewon and Senior High School 1 Sedayu

which Apply 2013 Curriculum

Ira Satria

Sanata Dharma University 2017

This research aims to find out the positive correlation between: 1) the fulfillment level of active learning in accounting and student‟s creative thinking skill; 2) the fulfillment level of active learning in accounting and student‟s self ability assesment. This study is a correlational research that was conducted from January 2017 to March 2017. The population were 464 students. The samples were 213 taken by Cluster Sampling‟s technique. Data were collected by questionnaires and analyzed by using Spearman‟s Correlation.

The result of this research shows that: 1) there is a significant and positive correlation between fulfillment level of active learning in accounting and

student‟s creative thinking skill. It belongs to a weak category. The probability number is 0,000 (r chart = +0,235; Sig.(1-tailed) < 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of active learning in accounting and

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas rahmat yang diberikan kepada saya untuk dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dengan Keterampilan Berpikir Kreatif dan Efikasi Diri” ini dengan lancar. Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Banyak pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing saya yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, memotivasi, mendoakan, dan memberi nasihat kepada saya selama penyusunan skripsi.

(11)

xi

5. Staf Kesekretariatan Prodi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi dan para petugas di BAA yang telah melayani saya untuk mengurus administrasi.

6. Bapak Markus Sukmono, Romo Agus, Romo Kun, dan Romo Yudi, yang telah membantu saya untuk dapat menerima Beasiswa Bidik Misi, juga Bruder Sarju dan Pak Tri di LKM Universitas Sanata Dharma yang telah membantu saya dalam hal administrasi beasiswa dan juga memberi bantuan dana penyelesaian tugas akhir.

7. Mama Maria Wismanti dan Kakak Rafika Putri Utami.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi: Kornel, Deddy, Mandala, Monel, Ria, Irma, Iren, Agnes, Leni, Manda, Yeri, dan Kak Desi. 9. Teman-teman di Grup Sodarah: Ayuk, Stepi, Anas, dan Korel.

10.Romo Aloysius Dany Raditya, MSF. Yang berkenan meminjamkan sebuah laptop untuk saya selama kuliah tiga tahun terakhir hingga selesainya skripsi ini.

11.Semua pihak yang membantu dan memberikan semangat kepada saya dalam menyusun skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu.

Semoga rahmat Tuhan senantiasa menaungi hidup anda sekalian. Kesanggupanku adalah pekerjaan Allah, syukur kepada Allah.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. RumusanMasalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 6

A. Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif ... 6

B. Keterampilan Berpikir Kreatif ... 23

C. Efikasi Diri ... 31

D. Kurikulum 2013 ... 50

E. Kerangka Berpikir ... 51

(13)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN... 55

A. Jenis Penelitian ... 55

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 55

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 56

D. Populasi dan Sampel ... 56

E. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel... 60

F. Teknik Pengumpulan Data ... 71

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 72

H. Teknik Analisis Data ... 81

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 86

A. SMA Negeri 1 Sewon ... 86

B. SMA Negeri 1 Sedayu ... 89

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 91

A. Deskripsi Data ... 91

B. Uji Prasyarat Analisis Data ... 96

C. Pengujian Hipotesis ... 97

D. Pembahasan ... 102

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Keterbatasan ... 113

C. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 116

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Model Pembelajaran Teacher-centered dan

Student-centered... 12

Tabel 2.2 Prediksi Tingkah Laku Efikasi Diri yang Tinggi atau Rendah Dikombinasikan dengan Lingkungan yang Responsif atau Tidak Responsif... 42

Tabel 3.1 Daftar SMA yang Akan Diteliti Dan Jumlah Peserta Didik Kelas XII IIS... 57 Tabel 3.2 Daftar SMA yang Akan Diteliti Beserta Jumlah Peserta Didik Kelas XII IIS... 59

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Keterlaksanaan Pembelanajan Aktif pada Materi Akuntansi... 62

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 64 Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Efikasi Diri... 65

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi... 74

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Pertama Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 75

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Kedua Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 77

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Ketiga Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 77

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Efikasi Diri... 78

Tabel 3.11 Hasil Uji Reliabilitas... 80

Tabel 3.12 Nilai Presentil PAP Tipe II... 82

Tabel 3.13 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan... 83

Tabel 5.1 Responden Penelitian... 92

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah... 92

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin... 93

Tabel 5.4 Interpretasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi... 93

Tabel 5.5 Interpretasi Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 95

Tabel 5.6 Interpretasi Variabel Efikasi Diri... 96

Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dengan Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 97 Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Variabel Keterlaksanaan

(15)

xv

Variabel Efikasi Diri... 98 Tabel 5.9 Hasil Uji Korelasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran

Aktif pada Materi Akuntansi dengan Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif... 99 Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 119

Lampiran II Data Siswa SMA Negeri dan Swasta Kabupaten Bantul ... 130

Lampiran III Data Induk Penelitian ... 132

Lampiran IV Surat Ijin Penelitian ... 149

Lampiran V Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian ... 156

Lampiran VI Uji Validitas ... 159

Lampiran VII Uji Reliabilitas ... 164

Lampiran VIII Uji Normalitas ... 166

Lampiran IX Uji Korelasi Spearman ... 168

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dewasa ini, pendidikan menjadi suatu hal yang fundamental bagi kehidupan seseorang. Melalui pendidikan yang baik, maka akan baik pula pola pikir dan sikap seseorang. Pendidikan yang baik terbentuk dari pola dan sistem pendidikan yang baik pula. Dewasa ini, sistem pembelajaran yang baik dalam penerapannya melibatkan partisipasi siswa aktif dan guru tidak mendominasi dalam proses pembelajaran tersebut. Sistem pembelajaran aktif tidak hanya melibatkan guru dan siswa, melainkan juga lingkungan sekitar tempat belajar dan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam penerapan sistem pembelajaran aktif siswa tidak hanya menggunakan buku sebagai sumber belajar, sehingga tidak ada lagi apa yang sering kita dengar, yaitu CBSH atau Catat Buku Sampai Habis. Saat ini sudah banyak sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif pada berbagai tingkat di kelas menantang siswa belajar lebih cerdas, percaya diri, dan kreatif.

(18)

kelas dan di sekolah. Penggunaan taktik pengajaran melibatkan pikiran siswa dan memungkinkan mereka mengubah apa yang mereka pelajari dari hal pasif menjadi hal aktif, di mana siswa bertindak sebagai penghasil ilmu pengetahuan. Dari situlah daya berpikir kreatif siswa mulai muncul. Pada tingkat yang lebih tinggi, pembelajaran aktif memanfaatkan keterlibatan proses berpikir siswa dalam mengumpulkan informasi baru, melahirkan ide baru, dan menerapkan ilmu yang dimiliki. Maka dari itu diharapkan pemikiran siswa semakin berkembang dan mampu memunculkan ide lain ketika mereka tidak mampu mengerjakan sesuatu dengan satu cara. Dengan demikian secara tidak langsung kemampuan berpikir mereka akan semakin terasah.

(19)

lain mengemukakan pendapat, berdiskusi dalam kelompok, presentasi, dan lain sebagainya. Proses pembelajaran aktif juga melibatkan lingkungan belajar. Lingkungan belajar yang pastif tidak mampu mengubah cara pandang siswa. Maka dengan kata lain, tidak terdapat stimulus bagi siswa untuk memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

Selama pengamatan yang dilakukan melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 7 Yogyakarta, terbukti bahwa melalui pembelajaran yang aktif, para siswa merasa terpancing untuk mampu melakukan apa yang dilakukan oleh teman-temannya, misalnya bertanya, menjawab pertanyaan, memperhatikan dengan serius, fokus, dan bersedia mengikuti alur pembelajaran. Ketika pembelajaran di luar kelas (outdoor class) berlangsung, sangat terasa aura positif. Yang dimaksud dengan aura positif disini adalah siswa aktif, bersemangat, senang, dan tidak bermalas-malasan selama outdoor class berlangsung. Ketika mengalami kesulitan, mereka bertanya, hingga pada akhirnya muncul ide-ide yang cemerlang untuk memecahkan suatu kasus.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah diuraikan di atas, maka dari itu peneliti merasa bahwa “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dengan Keterampilan Berpikir Kreatif dan Efikasi

(20)

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat diidentifikasi bahwa siswa yang tidak mengalami proses pembelajaran aktif kurang memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir kreatifnya dan kurang memiliki dorongan untuk memiliki suatu keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Keberhasilan pencapaian kompetensi satu mata pelajaran bergantung kepada beberapa aspek. Salah satu aspek yang sangat mempengaruhi adalah proses pembelajaran yang digunakan. Melalui pembelajaran aktif, diharapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran akan lebih baik, pola pikirnya berkembang, dan memiliki kepercayaan diri.

C.Batasan Masalah

Terdapat faktor yang diduga memiliki hubungan terhadap keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri. Faktor tersebut adalah keterlaksanaan pembelajaran aktif.

D.Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa?

(21)

E.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa.

2. Untuk mengetahui hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya:

1. Para tenaga pendidik dan para calon guru untuk dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana cara melakukan proses pembelajaran aktif untuk dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri para siswa.

(22)

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif

1. Definisi keterlaksanaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 774), kata

„keterlaksanaan‟ berasal dari kata dasar „terlaksana‟ yang artinya sudah (dapat) dilaksanakan. Kata „terlaksana‟ sendiri berasal dari kata dasar

„laksana‟ yang berarti tanda yang baik, sifat, laku, perbuatan, maupun

seperti. Kata „terlaksana‟ tersebut kemudian mendapat imbuhan ke-an

sehingga menjadi kata „keterlaksanaan‟. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan adalah suatu kegiatan yang telah dilaksanakan atau suatu proses yang sudah dilalui.

2. Pembelajaran

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai (Kokom, 2010: 3) suatu sistem atau proses pembelajaran subjek didik/ pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/ pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

3. Sistem pembelajaran aktif

(23)

ketika mereka secara terus-menerus terlibat, baik secara mental ataupun secara fisik. Pembelajaran aktif itu penuh semangat, hidup, giat, berkesinambungan, kuat, dan efekif. Pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika siswa bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman yang dialami. Pelajaran yang disertai dengan strategi-strategi membuat siswa siaga dan terlibat dalam pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif bisa bersifat mental dan juga fisik. Tidak terdapat suatu definisi tunggal yang disepakati dalam mendefinisikan sistem belajar aktif, namun beberapa ahli telah memberikan kontribusinya, antara lain adalah pendapat Silberman yang dikutip oleh Dermawan Wibisono dalam bukunya Active Learning with Case Method (2014: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu hal yang aktif, mahasiswa melakukan sebagian besar dari aktivitas itu. Mereka menggunakan otak mereka, mempelajari ide, memecahkan masalah, dan menerapkannya saat mereka belajar. Belajar secara aktif merupakan cara belajar yang lebih cepat, menyenangkan, sangat mendukung dan secara personal menjadi lebih erat.

(24)

Charless, dan Elison dalam Wibisono (2014: 2) menyatakan bahwa strategi untuk mempromosikan active learning didefinisikan sebagai aktivitas instruksional yang melibatkan mahasiswa dalam mengerjakan sesuatu dan mereka berpikir tentang apa yang mereka kerjakan tersebut. Sedangkan dalam UC Davis TAC Handbook University of California dalam Wibisono (2014: 2) definisi active learning adalah sebuah pendekatan untuk belajar yang melibatkan mahasiswa menggunakan cara mereka sendiri sebagai gurunya.

Pendekatan untuk belajar secara aktif merupakan antitesis dari model pembelajaran lama, di mana Freire dalam Wibisono (2014: 2)

mengemukakan tentang konsep belajar “perbankan”. Dalam konsep

(25)

dilakukan secara aktif dan kedua, tiap orang berbeda cara belajarnya. Oleh karena itu, sistem belajar aktif dapat dilihat jika dalam sistem yang diterapkan, siswa terlibat lebih aktif daripada hanya sekedar mendengarkan.

Bonwell dan Elison (Wibisono, 2014: 2) menyatakan bahwa keterlibatan secara aktif dapat berupa dalam dialog, dalam perdebatan masalah yang sedang dikaji, menulis dan memecahkan permasalahan yang dipecahkan, serta berpikir dalam level yang lebih tinggi. Hal ini dipicu dengan pertimbangan bahwa berdasarkan pengalaman yang lama diketahui, tipe aktivitas yang membuat seorang mahasiswa dapat belajar lebih efektif diantaranya melalui bekerja dalam kelompok kecil, melakukan presentasi dan debat, melaksanakan permainan peran (role playing), mempelajari permainan (games), pengalaman praktik di lapangan, studi kasus, diskusi kelas, dan mengerjakan simulasi.

4. Alasan diperlukannya sistem pembelajaran aktif

(26)

kondisi nyata, seseorang akan mengerti 90% apa yang dikatakan dan dikerjakannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mc Keachie dan Silberman (Wibisono, 2014: 5), dengan sistem belajar aktif, maka tingkat perulangan (retention level) yang dilakukan akan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, sistem belajar aktif menurut penelitian dari Johnson dan kawan-kawan (Wibisono, 2014: 5) akan menghasilkan pencapaian hasil belajar yang lebih tinggi, membina hubungan yang lebih positif, dan menyebabkan proses penyesuaian yang secara psikologis lebih sehat. Lebih jauh, Dawey (Wibisono, 2014: 5) menyatakan bahwa pengalaman individual dan proses kolaborasi yang dilakukan dengan pihak lain merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa sekolah pada dasarnya adalah sebuah institusi sosial. Pendidikan adalah sebuah proses sosial. Oleh karena itu, pendidikan merupakan proses hidup, bukan proses persiapan untuk hidup.

(27)

lagu, puisi, program iklan radio atau televisi, dan menggunakan konsep kunci yang telah dipelajari dalam aktivitas sehari-hari.

Sliberman (Wibisono, 2014: 7) menyatakan bahwa untuk belajar sesuatu dengan baik, akan sangat membantu untuk mendengarkan materi, melihat materi, menanyakan materi tersebut, dan mendiskusikan materi, dan „mengerjakannya‟, yaitu memahami sesuatu berdasarkan pemahaman mereka sendiri, menumbuhkan dengan contoh, mencoba dengan keterampilan mereka, menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki atau telah mereka peroleh. Untuk dapat belajar secara aktif diperlukan variasi cara proses pemberian materi, sehingga materi lebih mampu terserap dan pengajaran di dalam kelas tidak lagi menjadi monopoli. Maka dari itu, perlu diperkaya dengan perjalanan ke lapangan (field trip), diskusi dalam kelompok, observasi yang sesuai, penggunaan laboratorium simulasi, internship ke perusahaan, dan studi kasus.

5. Model pembelajaran

(28)

Tabel 2.1

Perbandingan Model Pembelajaran

Teacher-centered dan Student-centered

No Aspek

Cara Mengajar adalah bercerita (teaching

akumulasi dari milik semua peserta dan

Sedikit sekali. Sangat intens.

(29)

No Aspek

Kognitif Tidak dapat menggabungkan belajar dan interaksi aktif antar peserta dan instruktur merupakan inti dari proses pembelajaran. Pragmatis Mahasiswa bisnis

tidak menyukainya.

(30)

Dari tabel di atas dikemukakan perbedaan yang signifikan terjadi karena pergeseran dan perubahan fokus pusat pembelajaran yang semula ada di tangan dosen, di mana dosen berdiri di depan kelas membawakan monolog dari teori maupun pengalamannya, sedangkan mahasiswa hanya menjadi pendengar yang baik (pasif), membuat dosen harus mengorkestrasi sehingga kelas menjadi hidup. Dalam sistem pembelajaran aktif tidak ada lagi mahasiswa yang menyerahkan teman lain untuk berpendapat. Setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk ditunjuk mengemukakan argumentasinya. Bahkan dalam sistem kasus ekstrem yang dibangun, jika dalam tiga kali pertemuan mahasiswa tersebut hanya berdiam diri dan tidak mempersiapkan diri, maka sang mahasiswa diminta keluar ruangan untuk meng-upgrade dahulu pengetahuannya dengan membaca kasus yang sudah dibagikan, atau bahkan mungkin membaca teori dalam buku-buku teks yang sudah dinyatakan di awal kuliah. Tampak bahwa segala aspek memiliki perbedaan dan menuntut perubahan sikap, pola pikir, dan tindakan demi suksesnya pembelajaran aktif yang diharapkan.

(31)

melaksanakan tugas secara terlatih karena harus membaca, menulis laporan, dan sebagainya dalam batas waktu yang tersedia. Dengan proses pembelajaran aktif, diharapkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik semakin berkembang. Melalui strategi pembelajaran yang aktif ini, diharapkan akan tumbuh dan berkembang segala potensi yang mereka miliki dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan hasil belajar.

6. Ciri dari pembelajaran aktif

Beberapa ciri dari pembelajaran yang aktif sebagaimana dikemukakan dalam panduan pembelajaran model ALIS (Hamzah, 2015: 75) adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran berpusat pada siswa. Suasana yang mestinya tercipta dalam proses pembelajaran adalah bagaimana siswa yang belajar benar-benar berperan aktif dalam belajar.

b. Pembelajaran terkait dengan kehidupan nyata. Dalam hal ini diperlukan kemampuan untuk mengaitkan pelajaran dengan nila-nilai kehidupan.

c. Pembelajaran mendorong anak untuk berpikir tingkat tinggi. Keanekaragaman kegiatan dalam proses pembelajaran seperti diskusi, debat, dan presentasi dapat mendorong anak untuk berpikir tingkat tinggi.

(32)

e. Pembelajaran mendorong anak untuk berinteraksi multi arah (siswa-guru). Dalam hal ini, diharapkan terjadi dialog yang interaktif antara siswa dan siswa, siswa dan guru, atau siswa dan sumber belajar lainnya.

f. Pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai media atau sumber belajar. Dalam hal ini, siswa perlu lingkungan belajar yang aman dan penuh perhatian supaya mereka bisa berpikir dan belajar (Hollingsworth dan Lewis, 2008: vii).

g. Penataan lingkungan belajar memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Lingkungan dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang kreatif, efektif, dan menarik.

h. Guru memantau proses belajar siswa. Guru hanya sebagai fasilitator selama proses pembelajaran berlangsung.

i. Guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja anak. Guru memberikan penguatan maupun kritik yang membangun apabila terjadi miskonsepsi.

(33)

langsung dan pengalaman nyata (menulis surat untuk temannya, menanam bunga, mengukur benda-benda di sekitar, dan sebagainya) maupun juga belajar dari bentuk-bentuk pengalaman yang menyentuh perasaan mereka (seperti membaca buku, melihat lukisan, menonton TV atau mendengarkan radio). Keterlibatan yang aktif dengan objek-objek ataupaun gagasan-gagasan, menganalisa, menyimpulkan, dan menemukan pemahaman konsep baru dan mengintegrasikannya dengan konsep yang sudah mereka ketahui sebelumnya.

(34)

7. Indikator-indikator keterlaksanaan pembelajaran aktif (Zulfahmi, 2013: 278-284)

a. Berpusat pada siswa

Pembelajaran aktif adalah proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (students center) dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui berbagai kegiatan, seperti diskusi, debat, dan presentasi. Oleh karena itu peran guru selama proses pembelajaran aktif berlangsung perlu diminimalisir. Guru hanya sebagai fasilitator siswa selama proses pembelajaran aktif berlangsung, dengan artian guru tidak mendominasi, melainkan para siswa yang mendominasi proses pembelajaran aktif tersebut.

b. Didasarkan atas tujuan yang jelas

Tujuan dalam pembelajaran aktif wajib disampaikan oleh guru kepada seluruh siswa sebelum pelajaran dimulai. Tujuan pembelajaran tersebut juga tertulis dalam RPP yang dibuat oleh guru sebagai tuntunan melaksanakan proses mengajar. Tujuan dibuat berdasarkan hal apa yang ingin dicapai atau harus dikuasai oleh peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung, sehingga tujuan tersebut harus jelas.

c. Bersifat pemecahan masalah

(35)

kelompoknya bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru. Maka dari itu keterampilan berpikir siswa dalam rangka penyelesaian masalah dapat diasah salah satunya dengan melalui kegiatan tersebut.

d. Mengoptimalkan kegiatan penemuan

Dalam proses pembelajaran aktif siswa memiliki kesempatan untuk menemukan materi pelajaran sendiri maupun bersama-sama. Kesempatan tersebut dapat diperoleh misalnya melalui kegiatan membaca berbagai macam sumber belajar maupun melalui kegiatan survei yang dilakukan dengan cara terjun langsung di lapangan. Dengan kegiatan tersebut siswa mengalami sendiri kegiatan penemuan tersebut. Apabila dilakukan secara optimal, maka kegiatan penemuan tersebut sangat bermanfaat bagi para siswa, karena biasanya siswa yang menemukan bekal pelajaran dengan sendirinya akan lebih mudah diingat oleh siswa.

e. Memungkinkan siswa mengaitkan pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru

(36)

pembelajaran aktif tadi. Dari situlah para siswa memperoleh pengalaman dan dapat pula mengaitkan pengalaman mereka sehari-hari yang sesuai dengan materi pelajaran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kehidupannya.

f. Memungkinkan adanya perspektif baru pada diri siswa tentang apa yang dipelajari

Para siswa memiliki kesempatan untuk menanyakan berbagai hal yang belum dipahaminya. Para siswa dapat juga megemukakan pendapatnya yang berbeda selama proses pembelajaran aktif bilamana ia memperoleh pemahaman yang berbeda pada waktu mempelajari sumber belajar yang lain. Perspektif yang baru tersebut juga dapat berfungsi untuk menambah pengetahuan para siswa.

g. Memungkinkan berkembangnya konstelasi nilai dan asumsi dari berbagai disiplin ilmu dalam diri siswa

(37)

h. Memungkinkan siswa mengembangkan sikap terbuka terhadap hasil pembelajarannya

Melalui proses pembelajaran aktif, para siswa secara tidak langsung terlatih memiliki sikap terbuka. Sikap terbuka tersebut dapat diwujudkan apabila para siswa memiliki rasa percaya diri. Sikap terbuka tersebut dapat dilihat melalui keberanian para siswa untuk mengungkapkan hasil pembelajaran mereka dengan tidak malu-malu. Pengungkapan hasil pembelajaran tersebut dapat menjembatani adanya kegiatan perbaikan apabila hasil yang diraih belum sesuai dengan yang diharapkan.

i. Menggunakan media pembelajaranyang layak

Dalam pembelajaran aktif sebaiknya digunakan media pembelajaran. Media pembelajaran tersebut berguna sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada para siswa dengan cara yang lebih mudah, efisien, dan efektif. Media pembelajaran dibuat sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kondisi ruang kelas. Melalui penggunaan media pembelajaran tersebut diharapkan para siswa dapat memahami materi pelajaran dari yang mudah hingga yang sulit untuk dipahami. j. Hanya dimungkinkan jika siswa memiliki kesadaran bahwa dirinya

merupakan subjek yang bertanggung jawab secara mandiri

(38)

Beberapa kegiatan yang dapat membantu para siswa tersebut diantaranya seperti aktivitas membaca, berdiskusi, mencoba mengerjakan soal-soal, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan secara mandiri maupun berkelompok tergantung pada jenis kegiatan yang dipilih. Para siswa diharapkan memiliki tanggung jawab akan kegiatan-kegiatan tersebut.

k. Melibatkan aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera

Berbagai macam kegiatan dalam proses pembelajaran aktif melibatkan aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera. Kegiatan- kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang dipilih dan telah disesuaikan dengan kebutuhan para siswa dan materi pelajaran yang ingin disampaikan. Dengan melibatkan aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera tersebut diharapkan para siswa lebih bersemangat selama proses pembelajaran aktif berlangsung, sehingga terdapat energi yang positif selama proses pembelajaran.

l. Pembelajaran bukan hanya melibatkan aktivitas belahan otak sebelah kanan namun juga sebelah kiri

(39)

sebagai sumber belajar lebih banyak melakukan aktivitas dengan belahan otak kanan.

m. Terjadi dalam interaksi sosial yang kondusif dan dinamis

Dalam proses pembelajaran aktif terjadi interaksi antara guru dengan para siswa maupun interaksi antar siswa. Para siswa tidak hanya menerima ceramah dari guru saja. Tidak hanya itu, dalam berbagai kesempatan, para siswa juga dapat berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi tersebut mencegah adanya siswa yang pasif selama proses pembelajaran aktif berlangsung.

n. Adanya umpan balik

Dalam proses pembelajaran aktif terdapat adanya umpan balik. Berbagai cara dilakukan oleh guru untuk memperoleh umpan balik dari para siswa. Umpan balik tersebut dapat diperoleh dengan cara memancing apersepsi para siswa di awal pembelajaran. Umpan balik berbeda dengan penilaian karena umpan balik hanya dimaksudkan untuk mencari informasi sampai dimana para siswa memahami materi yang dibahas.

B. Keterampilan Berpikir Kreatif

1. Definisi berpikir

(40)

manusia dapat menemukan hal-hal baru sehingga secara ekologi dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berpikir menjadi hal utama penyebab manusia terhindar dari kepunahan sampai saat ini. Setiap situasi, setiap perubahan dan setiap keadaan manusia senantiasa berada pada posisi pengendali. Manusia menjadi penentu arah perubahan dan pengendali lingkungannya.

2. Berpikir kreatif

Pengertian berpikir kreatif, terkait dengan kreativitas, berpikir kreatif menghasilkan pemikiran kreatif, dan pemikiran kreatif inilah yang disebut kreativitas. Hilgard dalam Hamzah dkk., (2014, 113) melihat bahwa

“berpikir kreatif” sebagai suatu bentuk pemikiran, berusaha menemukan

(41)

Sebagai bentuk pemikiran, berpikir kreatif berusaha menghasilkan sesuatu yang baru melalui penggabungan baru dari unsur-unsur yang telah ada dalam pikiran seseorang melalui sebuah proses. Proses berpikir ini menurut teori Walls (Hamzah, 2014; 113) terdiri dari empat tahap, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.

a. Tahap persiapan

Tahap persiapan yaitu tahap berpikir kreatif dengan mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar bepikir, mencari jawaban, bertanya, atau berdiskusi dengan orang lain. b. Tahap inkubasi

Tahap inkubasi atau pengeraman adalah tahap berpikir kreatif dengan seakan-akan melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapi.

c. Tahap iluminasi

Tahap iluminasi adalah tahap berpikir kreatif degan munculnya gagasan baru sebagai pemecah masalah. Dalam tahap ini muncul pikiran atau gagasan yang dapat digunakan sebagai dasar pemecah masalah atau suatu pandangan baru yang dibutuhkan untuk membuka wawasan.

d. Tahap verifikasi

(42)

Guilford (Hamzah, 2014: 114) berdasarkan penelitian-penelitiannya yang luas dalam bidang kreativitas, menekankan bahwa keberhasilan dalam performance kreatif ditentukan oleh aspek-aspek intelektual ataupun aspek-aspek kepribadian individu. Menurutnya ciri-ciri kognitif (intelektual) yang perlu dimiliki atau dikembangkan adalah:

a. Kepekaan atau sensitivitas dalam pengamatan, kemampuan untuk melihat masalah, yaitu dapat melihat kekurangan, kelemahan, dan kesalahan pada suatu objek.

b. Kelancaran dalam berpikir yaitu kemampuan mencetuskan banyak gagasan atau ide yang mengarah pada pencapaian tujuan atau penyelesaian masalah.

c. Fleksibilitas dalam berpikir yaitu kemampuan memberikan banyak ide-ide yang mencerminkan fleksibilitas dalam pemikiran bebas dari kekakuan.

d. Originalitas yaitu kemampuan memberikan jawaban atau gagasan yang luar biasa, yang jarang diberikan oleh orang lain.

e. Redefinition yaitu kemampuan memberi arti atau perumusan baru pada objek untuk dapat menggunakannya (atau bagian-bagiannya) dengan cara-cara yang baru.

(43)

Akbar dkk., (Hamzah, 2014: 112) menyebutkan lima ciri berpikir kreatif yang terdiri dari:

a. Berpikir lancar

1) Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, dan penyelesaian masalah. 2) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. 3) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.

b. Berpikir luwes

1) Menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. 2) Melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda.

3) Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda. 4) Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. c. Berpikir rasional

1) Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.

2) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. 3) Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari

bagian-bagian atau unsur-unsur. d. Merinci atau mengelaborasi

1) Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk.

(44)

e. Menilai

1) Menentukan patokan penilaian sendiri dan dapat menentukan kebenaran pertanyaan, rencana atau tindakan.

2) Mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka. 3) Dapat melaksanakan gagasannya.

Jelaslah bahwa berpikir kreatif terkait dengan aturan dan kondisi.

Dari teori dan definisi di atas, maka yang dimaksud dengan berpikir kreatif adalah bentuk pemikiran individu melalui tahapan-tahapan berpikir. Tahapan-tahapan berpikir tersebut berupa persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi, untuk menemukan hubungan-hubungan baru, jawaban, dan metode baru dalam menanggapi suatu persoalan untuk memecahkan masalah. Ciri-cirinya adalah adanya kepekaan dalam pengamatan, kelancaran berpikir, keluwesan berpikir, keaslian berpikir, mendefiniskan kembali, menguraikan, menilai, minat, ketaatan pada aturan, menerima hal-hal baru, mengkhayal, percaya diri sendiri, dan bertindak.

3. Indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif (Uno, 2014: 114-116) a. Kelancaran berpikir

(45)

b. Keluwesan berpikir

Orang yang berpikir luwes biasanya menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi. Mereka melihat suatu masalah dari sudut pandang berbeda. Biasanya mereka mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda dan mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.

c. Rasional berpikir

Seseorang yang berpikir rasional mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik. Mereka memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. Mereka juga membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

d. Elaborasi

Merinci atau mengelaborasi maksudnya adalah mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. Selain itu mengelaborasi juga memiliki makna menambah atau merinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. e. Menilai

(46)

f. Imajinatif

Memikirkan beberapa alternatif dalam melakukan suatu penyelesaian masalah. Seseorang yang imajinatif menggunakan imajinasinya (berkhayal). Berimajinasi juga melibatkan kemampuan kognitif.

g. Keaslian berpikir

Seseorang yang memiliki keaslian berpikir berarti orang tersebut mampu memunculkan suatu gagasan dari hasil pemikirannya sendiri. Gagasan tersebut dapat dibagikan kepada orang lain sebagai suatu informasi.

h. Menghadapi tantangan

Ketika terlibat dalam suatu permasalahan, seseorang yang kreatif tidak akan lari dari permasalahan yang dihadapi. Beberapa hal dilakukannya untuk menghadapi permasalahan tersebut. Mereka tidak menyerah atau mundur, melainkan memiliki sikap berani menerima suatu tantangan.

i. Ingin tahu

(47)

j. Berani mengambil resiko

Sering kali seseorang dihadapkan pada suatu tantangan dalam hidupnya. Seseorang yang berani mengadapi tantangan juga sebaiknya memiliki sikap berani mengambil resiko atas keputusan yang dibuatnya. k. Menghargai

Menghargai diartikan sebagai memiliki toleransi dan berbesar hati menerima apa yang dilakukan atau dikerjakan oleh orang lain. Hal ini akan lebih baik apabila seseorang juga mampu mengapresiasi apa yang telah diperbuat orang lain.

l. Memiliki prinsip

Prinsip juga berarti pendirian. Seseorang yang memiliki prinsip berarti memiliki suatu keyakinan yang dipegang teguh dan tidak mudah goyah dalam hidupnya. Biasanya suatu prinsip tidak akan dilanggar.

C. Efikasi Diri

1. Efikasi diri

(48)

kenyataan hasilnya), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan sendiri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.

Keadaan para masyarakat dewasa ini mengalami kemajuan informasi yang luar biasa, sosial, dan transformasi teknologi yang luar biasa. Perubahan sosial bukanlah hal baru dalam rangkaian sejarah, tetapi hal apa yang baru adalah langkah yang besar dan cepat dari sejarah tersebut. Siklus yang cepat dari perubahan drastis tersebut membutuhkan adanya pribadi yang secara terus-menerus ada dan pembaharuan-pembaharuan sosial. Kenyataan-kenyataan yang menantang tersebut menempati posisi pada pengertian orang-orang mengenai efikasi untuk membentuk masa depan mereka. Orang-orang bersikap proaktif, makhuk hidup dengan ambisi yang kuat yang mempunyai andil untuk membentuk hidup mereka sendiri dan sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan, menuntun, dan mengatur hubungan-hubungan sosial mereka (Bandura, 1997: vii).

(49)

maupun secara berkelompok dengan cara berkontribusi melalui kemampuan-kemampuannya untuk menggunakan kemampuan terbaiknya secara bersama-sama. Efikasi diri prihatin dengan ketidakmampuan seseorang. Efikasi diri memiliki peran yang sangat penting dalam teori sosial kognitif karena efikasi diri berperan di atas faktor-faktor lain yang menentukan. Dengan mempengaruhi pilihan aktivitas-aktivitas dan tingkat motivasi, kepercayaan terhadap efikasi diri memberi kontribusi penting terhadap penambahan struktur dimana keterampilan-keterampilan ditemukan (Bandura, 1997: 35).

Orang yang berbeda dengan keterampilan yang sama, atau orang yang sama dengan dengan keadaan yang berbeda, mungkin dapat melakukan sesuatu dengan kurang baik, dengan baik, ataupun dengan sangat baik, tergantung pada fluktuasi tingkat kepercayaan mereka terhadap efikasi diri (Bandura, 1997: 37). Menurut Bandura dan Jourden, juga Wood dan Bandura (Bandura, 1997: 37), keterampilan dapat dengan mudah hilang dikarenakan adanya keraguan diri. Maka dari itu, walaupun individu memiliki tingkat keterampilan yang tinggi, mereka dapat menggunakan kemampuan-kemampuan mereka secara rendah di bawah keadaan yang meruntuhkan kepercayaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Maka dari itu efikasi diri memberi kontribusi yang penting untuk meningkatkan prestasi.

(50)

mengubah kunci pemikiran mereka. Lebih baik mereka mengritik kekuatan kemampuan meningkatkan efikasi diri mereka dimana mereka dapat mengendalikan sesuatu dengan baik ketika kondisi pada saat itu berada pada tingkat tantangan yang berbeda (Bandura, 1997: 38).

Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura (Alwisol, 2009: 287) menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication-efficacy expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Locke dkk., (Ni‟mah, 2012: 113) mengatakan bahwa efikasi diri yang tinggi akan menumbuhkan rasa percaya diri akan kemampuan dirinya

dalam melaksanakan tugas. Efikasi diri menurut Bandura (Ni‟mah, 2012:

114) adalah keyakinan diri seseorang akan kemampuan-kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu hal. Efikasi diri merupakan penilaian terhadap

(51)

2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri mengacu pada harapan yang dipelajari seseorang bahwa dirinya mampu melakukan suatu perilaku ataupun menghasilkan sesuatu yang diharapkan dalam suatu situasi

tertentu. Bandura (Ni‟mah, 2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri

merupakan perasaan, penilaian seseorang mengenai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.

Menurut Pajares (Ni‟mah, 2012: 114) efikasi diri adalah penilaian

terhadap kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas khusus dalam konteks yang spesifik, selanjutnya Marsh, Walker dan Debus (Ni‟mah, 2012: 114-115) menyatakan efikasi diri fokus pada kemampuan seseorang

untuk dapat menyelesaikan sejumlah tugas dengan sukses. Myers (Ni‟mah,

2012: 115) mengungkapkan bahwa efikasi diri adalah perasaan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya kompeten dan efektif dalam melakukan suatu tugas. Bandura (Ni‟mah, 2012: 115), mengatakan bahwa keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh dengan tekanan. Percaya terhadap keyakinan diri atau efikasi diri merupakan faktor kunci dalam perantara hidup.

(52)

percaya bahwa tidak memiliki kekuatan untuk memproduksi suatu hasil, maka orang tersebut tidak akan berusaha untuk membuat sesuatu terjadi. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi diri tinggi diyakini sebagai orang yang mampu berperilaku tertentu untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan, selain itu mereka juga lebih giat dan lebih tekun dalam berusaha. Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 117), individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula dan akan mengejar target yang lebih tinggi bila target sebelumnya telah mampu ia capai. Individu dengan kondisi efikasi diri rendah akan menetapkan target awal sekaligus membuat estimasi pencapaian hasil yang rendah. Individu tersebut akan mengurangi atau justru membatalkan target yang telah ditetapkan apabila menghadapi beberapa rintangan dan pada tugas berikutnya akan cenderung menetapkan target yang lebih rendah. Efikasi diri ini penting untuk dikembangkan karena sesuai dengan hasil

penelitian Bandura dan Schunk (Ni‟mah, 2012: 118) bahwa efikasi diri

menekankan pada komponen kepercayaan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi-situasi yang akan datang yang masih mengandung kekaburan, tidak dapat diprediksi atau sering kali penuh dengan tekanan.

2. Komponen yang memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri.

(53)

a. Outcome Expectancy (Pengharapan Hasil), yaitu adanya harapan terhadap kemungkinan hasil dari perilaku. Harapan ini dalam bentuk pemikiran tentang kemungkinan hasil yang akan diperoleh dan kemungkinan tercapainya tujuan.

b. Efficacy Expectancy (Pengharapan Efikasi), yaitu harapan atas munculnya perilaku yang dipengaruhi oleh persepsi seseorang pada kemampuan kinerjanya yang berkaitan dengan hasil. Jika seseorang sering mengalami kegagalan pada suatu tugas tertentu maka ia cenderung memiliki efikasi yang rendah pada tugas tersebut. Sebaliknya jika berhasil dalam melakukan tugas tertentu maka ia mempunyai efikasi diri yang tinggi pada tugas tersebut.

c. Outcome Value (Nilai Hasil), yaitu nilai kebermaknaan atas hasil yang diperoleh seseorang. Nilai hasil yang sangat berarti akan memberikan pengaruh yang kuat pada motivasi seseorang untuk mendapatkannya kembali.

3. Sumber informasi efikasi diri

Bandura (Ni‟mah, 2012: 119-121) mengungkapkan bahwa efikasi diri memiliki empat sumber informasi, yaitu:

a. Pencapaian hasil (enactive attainment)

(54)

dirinya. Pengalaman keberhasilan juga dapat mengurangi kegagalan, khususnya bila kegagalan tersebut timbul di saat awal terjadinya suatu peristiwa.

b. Pengalaman orang lain (vicarious experience)

Sumber informasi dari efikasi diri juga dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pengalaman orang lain. Dengan melihat keberhasilan orang lain dalam melakukan aktivitas atau tugas tertentu maka akan meningkatkan efikasi dirinya terutama jika seseorang merasa memiliki kemampuan yang sebanding dengan orang tersebut dan mempunyai usaha yang tekun serta ulet. Dengan cara melihat keberhasilan pengalaman orang lain, maka seseorang akan cenderung merasa mampu melakukan hal yang sama apalagi dengan ditunjang kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan yang dimilikinya. c. Persuasi verbal (verbal persuation)

(55)

d. Kondisi fisiologis (physiological state)

Merupakan sumber informasi berdasarkan kepekaan reaksi-reaksi internal dalam tubuh seseorang. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami seseorang memberikan suatu isyarat akan terjadinya sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini berarti bahwa keadaan fisik seseorang akan mempengaruhi pandangan mengenai kekuatan dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas.

4. Faktor efikasi diri

Bandura (Ni‟mah, 2012: 124-126) mengemukakan bahwa perbedaan tingkat efikasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

a. Sifat tugas yang dihadapi apabila semakin kompleks dan sulit bagi seseorang, maka semakin besar keraguan terhadap kemampuannya. Sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas yang sederhana dan mudah maka dirinya sangat yakin pada kemampuannya untuk berhasil. b. Intensif eksternal atau adanya intensif berupa hadiah (reward) dari

orang lain untuk merefleksikan keberhasilan individu dalam menguasai atau melaksanakan suatu tugas akan meningkatkan efikasi dirinya. Dalam hal ini reward yang tepat atau yang menarik akan meningkatkan motivasi seseorang.

c. Status seseorang dalam lingkungan.

(56)

memperoleh penghargaan lebih dari orang lain sehingga memberikan pengaruh pula terhadap efikasi dirinya.

d. Informasi tentang kemampuan diri.

Efikasi diri akan meningkat jika seseorang mendapatkan informasi yang positif tentang dirinya, demikian sebaliknya efikasi diri akan menurun jika seseorang mendapatkan informasi negatif mengenai kemampuannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya efikasi diri dipengaruhi oleh sifat tugas yang dihadapi, adanya penghargaan, status seseorang dalam lingkungan, dan informasi terhadap kemampuannya.

5. Sumber efikasi diri

Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura (Alwisol, 2009: 288) kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai suatu prestasi (performance a ccomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotional physiological states). a. Pengalaman performansi

(57)

Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi.

b. Pengalaman vikarius

Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri si-pengamat, pengaruh viakrus tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

c. Persuasi sosial

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial (Alwisol, 2009: 289). Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

d. Keadaan emosi

(58)

dapat meningkatkan efikasi diri. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau ekspektasi efikasinya berubah.

6. Efikasi diri sebagai prediktor tingkah laku

Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Efikasi diri yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Alwisol, 2009: 290). Hal tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2

Prediksi Tingkah Laku Efikasi Diri yang Tinggi atau Rendah Dikombinasikan dengan Lingkungan

yang Responsif atau Tidak Responsif

Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku

Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya.

Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan.

(59)

7. Indikator-indikator efikasi diri

Di bawah ini adalah indikator-indikator efikasi diri (Bandura, 1999: 76, 258-269)

a. Academic self-efficacy

1) Mendapatkan bantuan guru saat kesulitan

Siswa memperoleh bantuan dari guru pada saat mengalami hambatan dalam belajar melalui pengarahan yang diberikan oleh guru. Pengarahan dari guru ini dilakukan kepada para siswa dengan tidak memberikan jawaban secara langsung, melainkan menuntun para siswa. Hal ini dapat terjadi apabila para siswa menyampaikan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran.

2) Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar para siswa dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya dan juga lingkungan belajarnya pada saat itu. Selain itu, perbedaan konsentrasi belajar pada para siswa juga dipengaruhi oleh gaya belajar mereka. Asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh melalui apa yang dikonsumsi siswa juga dapat membantu meningkatkan konsentrasi belajar.

3) Mempelajari bahan ujian

(60)

ujian berlangsung, diharapkan para siswa mempersiapkan ujian dengan sungguh-sungguh.

4) Menyelesaikan PR

Terdapat berbagai cara untuk semakin meningkatkan pemahaman para siswa terhadap materi pelajaran. Salah satu diantaranya adalah dengan memberi tugas rumah. Para siswa diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan rumah yang telah diberikan pada saat di sekolah untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan pemahaman mereka.

5) Berkonsentrasi saat pembelajaran

Proses belajar membutuhkan konsentrasi. Para siswa diharapkan mampu memusatkan perhatiannya pada pembelajaran. Para siswa juga dihimbau untuk tidak melakukan tidak memikirkan kegiatan lain di luar proses belajar yang tidak berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.

6) Memahami materi pelajaran

(61)

7) Memuaskan orang tua melalui hasil belajar

Hasil belajar para siswa tergantung pada beberapa aspek yang dinilai oleh guru, misalnya sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar yang baik dapat membuat orang tua mereka merasa bangga dan puas. Hasil belajar yang baik juga tergantung pada usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih hasil yang baik tersebut. Hasil tidak mengkhianati usaha.

8) Menyelesaikan ujian

Para siswa diharapkan mampu menyelesaikan ujian dengan tepat waktu dan jujur. Kemampuan menyelesaikan ujian mempengaruhi hasil belajar para siswa. Maka dari itu hendaknya mereka mampu menyelesaikan ujian sesuai dengan yang diharapkan. b. Social self-efficacy

1) Mengekspresikan pendapat

Selama proses pembelajaran berlangsung, biasanya guru akan meminta pendapat para siswa. Apabila para siswa memiliki suatu pendapat, sebaiknya tidak hanya memendamnya saja, melainkan mengutarakan pendapat tersebut.

2) Menjadi teman bagi yang lainnya

(62)

manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain.

3) Berteman dengan teman „baru‟

Dalam kehidupan ini tidak jarang kita menemui banyak orang yang baru kita kenal. Hubungan pertemanan baru tersebut dapat terjadi melalui berbagai aktivitas manusia. Seseorang bersedia menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain yang belum pernah dikenal sebelumnya merupakan perbuatan yang baik.

4) Bekerja sama dalam kelompok

Seseorang diharapkan mampu bekerja sama dalam kelompok dan bukan menjadi seorang yang egois dalam kelompok. Dalam proses pembelajaran aktif, biasanya para siswa akan dikelompokkan untuk tujuan tertentu, misalnya diskusi, presentasi, maupun permainan. Dalam berbagai kegiatan tersebut para siswa dituntut untuk mampu bekerja sama dalam kelompok.

5) Mengomunikasikan hal yang tidak disukai kepada orang lain

(63)

6) Membuat lelucon

Manusia diciptakan beraneka ragam dan sifatnya. Beberapa orang yang kita kenal memiliki selerah humor yang tinggi. Seseorang yang memiliki selera humor yang tinggi biasanya mampu mencairkan suasana yang kaku, juga mampu menghibur orang lain dengan lelucon yang dibuatnya.

7) Mempertahankan hubungan pertemanan

Berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain dan tidak memutuskan hubungan baik tersebut merupakan suatu wujud mempertahankan hubungan. Mempertahankan hubungan pertemanan juga berarti tidak melakukan tindakan yang mengancam retaknya hubungan baik dengan orang lain.

8) Mencegah pertengkaran

Mencegah pertengkaran sama halnya dengan mempertahankan hubungan pertemanan. Menjaga dan mempertahankan kualitas hubungan dengan orang lain merupakan salah satu upaya untuk mencegah supaya tidak terjadi pertengkaran. Mencegah pertengkaran dapat pula dilakukan dengan cara diam, tidak membalas dan tetap mengasihi ketika orang lain tidak mengasihi kita.

c. Emotional self-efficacy

(64)

Terkadang seseorang merasa bahwa tidak ada orang lain di sekitarnya yang peduli akan keadaannya. Sebaiknya seseorang memunculkan energi positif dalam diri sendiri pada saat dibawah tekanan dan mengalami sesuatu buruk yang tidak diinginkan.

2) Mengendalikan diri saat kesulitan

Tidak dipungkiri bahwa seseorang terkadang berada pada keadaan yang sulit. Dalam keadaan sulit tersebut seseorang hendaknya mampu mengendalikan diri. Tidak mudah panik ataupun emosi, tetap sabar, dan tenang merupakan beberapa cara untuk mengendalikan diri pada saat mengalami kesulitan.

3) Mengendalikan diri untuk tidak gugup

Terkadang seseorang dihadapkan pada keadaan yang membuat dirinya gugup. Keadaan tersebut terjadi ketika seseorang merasa tidak siap namun terpaksa. Berusaha bersikap tenang mengadapi sesuatu yang menegangkan maupun membuat gugup, tetap percaya diri, dan tidak mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi merupakan upaya pengendalian diri untuk tidak gugup.

4) Mengendalikan perasaan

(65)

lain di sekitar kita merasa nyaman atau tidak apabila kita tidak mampu mengendalikan perasaan kita.

5) Menyemangati diri saat lemah

Menyemangati diri sendiri di saat lemah tidak kalah pentingnya dengan menyemangati orang lain di saat lemah. Menumbuhkan kekuatan dalam diri sendiri saat dalam keadaan lemah memang tidak mudah, namun hal tersebut akan menjadi sesuatu yang biasa apabila kita mampu melatihnya.

6) Mengomunikasikan ketidaksukaan pada orang lain

Banyak orang yang kita jumpai tidak memiliki suatu keberanian untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaannya kepada orang lain. Bahkan terkadang diri kita sendiri mengalami hal serupa. Apabila terdapat sesuatu yang mengganjal dalam hati yang tidak disukai, maka seseorang sebaiknya menyampaikan hal tersebut kepada orang lain. Rasa tidak suka tersebut dapat timbul akibat adanya sesuatu yang dilakukan orang lain namun tidak berkenan di hati kita.

(66)

menghadapi situasi yang tidak menyenangkan biasanya timbul berbagai reaksi seperti emosi yang terkadang berdampak tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang-orang sekitar. Maka dari itu sangat penting untuk mampu mengendalikan diri pada saat mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan.

8) Tidak mengawatirkan hal yang akan terjadi

Tidak merasa khawatir maupun mencemaskan hari esok dan peristiwa yang menyertai. Mengkhawatirkan hal yang belum terjadi hanya akan membuat kita overthinking. Hal tersebut tidak baik untuk kesehatan dan dapat mengganggu aktivitas kita.

D.Kurikulum 2013

(67)

Pola pembelajaran dalam kurikulum 2013 berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama. Pola pembelajaran menjadi pembelajaran yang interaktif, antara guru, peserta didik, masyarakat, lingkungan alam, dan sumber atau media lainnya. Peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi, serta diperoleh melalui internet. Pola pembelajaran siswa aktif dirasa ampuh selama proses pembelajaran berlangsung di luar maupun di dalam kelas dengan pembelajaran berbasis tim menjadi sarana penunjangnya. Selain itu pola pembelajaran yang pasif diubah menjadi pembelajaran kritis. Menurut berita dalam liputan6.com (09/12/2014, 20:27), kurikulum 2013 membentuk paket kelas, di mana semua siswa dan guru terlibat dalam PBM, tidak berbasis pada satu ilmu, dan juga membentuk student center.

E.Kerangka Berpikir

1. Hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif

(68)

keseluruhan indera. Dengan adanya kegiatan pemecahan masalah dan terlibatnya aktivitas fisik, mental, dan keseluruhan indera, pola pikir siswa akan semakin terasah. Kegiatan pembelajaran aktif dilaksanakan di sekolah secara terus menerus, maka keterampilan berpikir kreatif siswa juga semakin terasah. Setelah dipaparkan mengenai beberapa teori, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif diduga memiliki hubungan dengan keterampilan berpikir kreatif. Dalam pembelajaran aktif, selama proses pembelajaran siswa dituntut untuk lebih berperan aktif, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang memberi arahan, menuntun, memantau, memberi saran maupun kritik yang membangun seandainya terjadi miskonsepsi. Segala aktivitas yang dialami siswa dalam pembelajaran aktif akan merangsang keterampilan berpikir kreatifnya, sehingga siswa akan semakin berkembang. Maka dari itu, diduga terdapat hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa.

2. Hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan efikasi diri

(69)
(70)

F. Model Penelitian

Model penelitian hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif dan efikasi diri siswa digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian

Keterangan:

X : Keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi Y1 : Keterampilan berpikir kreatif

Y2 : Efikasi diri

X

Y1

(71)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional (Cholid dan Abu, 2007: 48) adalah penelitian untuk menyelidiki sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Menurut Margono (2007: 9), penelitian korelasional bertujuan melihat hubungan antara dua gejala atau lebih. Penelitian korelasional ini untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat antara faktor tertentu yang mungkin menjadi penyebab gejala yang diselidiki. Dalam penelitian ini, akan diselidiki hubungan antara variabel keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan variabel keterampilan berpikir kreatif dan variabel efikasi diri.

B.Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini akan mulai dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Maret 2017.

(72)

Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa SMA yang menerapkan Kurikulum 2013 di Kabupaten Bantul, yaitu SMA Negeri 1 Sewon dan SMA Negeri 1 Sedayu.

C.Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian atau sumber informasi dari data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS. Sedangkan objek penelitian atau pokok pembicaraan dalam penelitian ini adalah persepsi siswa. Arti dari persepsi itu sendiri (Slameto, 2010: 102) adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pencium.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(73)

Tabel 3.1

Daftar SMA yang akan Diteliti dan Jumah Peserta Didik Kelas XII IIS

No. Nama Sekolah XII IIS

Jumlah Kelas Jumlah Siswa

1. SMA Negeri 1 Bantul 1 33

2. SMA Negeri 2 Bantul 2 48

3. SMA Negeri 1 Jetis 4 87

4. SMA Negeri 1 Sewon 4 108

5. SMA Negeri 1 Kasihan 2 44

6. SMA Negeri 1 Sedayu 5 144

Jumlah Populasi 464

2. Sampel

Sampel (Wiratna dan Poly, 2012: 13) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel atau contoh (monster) (Cholid dan Abu, 2007: 107) adalah sebagian individu yang diselidiki dari keseluruhan individu penelitian. Menurut Margono (2007: 121), sampel adalah bagian dari populasi sebagai contoh (monster) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu.

Dalam penelitian ini, yang digunakan dalam menentukan besaran sampel dari populasi adalah menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Krejcie dan Morgan. Rumus ini digunakan karena jumlah populasi diketahui. Rumus untuk menghitung sampel adalah sebagai berikut:

(74)

dengan keterangan sebagai berikut: S = jumlah anggota sampel N = jumlah anggota populasi

P = proporsi populasi sebagai dasar asumsi pembuatan tabel (0,5) d = tingkat ketelitian yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat

ditoleransi dalam fluktuasi proporsi sampel P (0,05)

= nilai tabel chisquare untuk satu derajat kebebasan relatif level konfiden yang diinginkan (3,841)

(75)

Tabel 3.2

Daftar SMA yang akan diteliti Beserta Jumah Peserta Didik Kelas XII IIS

No. Nama Sekolah

XII IIS

Jumlah Kelas Jumlah Siswa

1. SMA N 1 Sewon 4 108

2. SMA N 1 Sedayu 5 144

Jumlah Sampel 252

Dikarenakan adanya beberapa kendala selama proses pengisian kuesioner seperti banyaknya siswa yang tidak masuk sekolah baik karena sakit ataupun mengikuti lomba, maka dari itu jumlah kuesioner yang telah terisi hanyalah 213 kuesioner.

3. Teknik Penarikan Sampel

(76)

Dalam penelitian ini, siswa SMA kelas XII IIS di Kabupaten Bantul dinilai memiliki karakteristik yang sama antar klaster karena para siswa mengunakan kurikulum 2013 dan juga telah memperoleh materi siklus akuntansi perusahaan jasa.

E.Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel

Operasionalisasi (KBBI, 2008: 985) berarti pengoperasian. Pengoperasian sendiri adalah proses, cara, atau perbuatan mengoperasikan. Menurut Direktorat Pendidikan Tinggi Depdikbud menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan variabel penelitian (Cholid dan Abu, 2007: 118) adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Terdapat dua jenis variabel dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah:

1. Variabel bebas (independent variable) (Cholid dan Abu, 2007: 119) adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi (X). 2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan kondisi atau karakteristik

Gambar

Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Variabel Keterlaksanaan Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kreatif...........................................
Tabel 2.1 Perbandingan Model Pembelajaran
Tabel 2.2 Prediksi Tingkah Laku Efikasi Diri yang Tinggi atau Rendah
Gambar 2.1 Model Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang menekankan pada aspek hukum berkenaan dengan rumusan permasalahan yang dibahas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan morfologi pertumbuhan antara jati yang diberi pemaparan suara belalang “kecek” termanipulasi pada peak

Untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana diharapkan adanya perhatian lebih rumah sakit terhadap kualitas kehidupan kerja perawat terutama komunikasi yang merupakan komponen

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu penggorengan hampa terhadap sifat fisik, komposisi kimia dan organoleptik keripik buah

Jika dibandingkan dengan limbah cair yang berasal dari bahan bakar fosil seperti limbah hasil petroleum refining dengan kandungan organik berkisar antara 300 – 600

[r]

maintenance data mata pelajaran yang terdapat pada rancangan sistem informasi. akademik (siakad) memiliki 3 aktor yang terlibat didalam prosesnya

The ongoing steel oversupply in the global market caused a significant decrease in prices of steel products and flood of steel imports in the domestic market, which