• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIK

C. Efikasi Diri

Menurut Alwisol (2009: 287), efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan

kenyataan hasilnya), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan sendiri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.

Keadaan para masyarakat dewasa ini mengalami kemajuan informasi yang luar biasa, sosial, dan transformasi teknologi yang luar biasa. Perubahan sosial bukanlah hal baru dalam rangkaian sejarah, tetapi hal apa yang baru adalah langkah yang besar dan cepat dari sejarah tersebut. Siklus yang cepat dari perubahan drastis tersebut membutuhkan adanya pribadi yang secara terus-menerus ada dan pembaharuan-pembaharuan sosial. Kenyataan-kenyataan yang menantang tersebut menempati posisi pada pengertian orang-orang mengenai efikasi untuk membentuk masa depan mereka. Orang-orang bersikap proaktif, makhuk hidup dengan ambisi yang kuat yang mempunyai andil untuk membentuk hidup mereka sendiri dan sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan, menuntun, dan mengatur hubungan-hubungan sosial mereka (Bandura, 1997: vii).

Menurut Schooler, efikasi diri terkadang digunakan dengan tidak tepat oleh seorang individu (Bandura, 1997: 32-33). Efikasi diri dinilai bukan berdasarkan penghormatan untuk individu, tetapi karena sebuah pendirian yang kuat dari efikasi diri sangatlah penting untuk berhasilnya penyesuaian diri dan perubahan dari apa yang diraihnya secara individual

maupun secara berkelompok dengan cara berkontribusi melalui kemampuan-kemampuannya untuk menggunakan kemampuan terbaiknya secara bersama-sama. Efikasi diri prihatin dengan ketidakmampuan seseorang. Efikasi diri memiliki peran yang sangat penting dalam teori sosial kognitif karena efikasi diri berperan di atas faktor-faktor lain yang menentukan. Dengan mempengaruhi pilihan aktivitas-aktivitas dan tingkat motivasi, kepercayaan terhadap efikasi diri memberi kontribusi penting terhadap penambahan struktur dimana keterampilan-keterampilan ditemukan (Bandura, 1997: 35).

Orang yang berbeda dengan keterampilan yang sama, atau orang yang sama dengan dengan keadaan yang berbeda, mungkin dapat melakukan sesuatu dengan kurang baik, dengan baik, ataupun dengan sangat baik, tergantung pada fluktuasi tingkat kepercayaan mereka terhadap efikasi diri (Bandura, 1997: 37). Menurut Bandura dan Jourden, juga Wood dan Bandura (Bandura, 1997: 37), keterampilan dapat dengan mudah hilang dikarenakan adanya keraguan diri. Maka dari itu, walaupun individu memiliki tingkat keterampilan yang tinggi, mereka dapat menggunakan kemampuan-kemampuan mereka secara rendah di bawah keadaan yang meruntuhkan kepercayaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Maka dari itu efikasi diri memberi kontribusi yang penting untuk meningkatkan prestasi.

Dalam mengukur tingkat kepercayaan orang untuk meningkatkan efikasi dirinya, mereka tidak diminta untuk mengritik apakah mereka dapat

mengubah kunci pemikiran mereka. Lebih baik mereka mengritik kekuatan kemampuan meningkatkan efikasi diri mereka dimana mereka dapat mengendalikan sesuatu dengan baik ketika kondisi pada saat itu berada pada tingkat tantangan yang berbeda (Bandura, 1997: 38).

Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura (Alwisol, 2009: 287) menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication-efficacy expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Locke dkk., (Ni‟mah, 2012: 113) mengatakan bahwa efikasi diri yang tinggi akan menumbuhkan rasa percaya diri akan kemampuan dirinya

dalam melaksanakan tugas. Efikasi diri menurut Bandura (Ni‟mah, 2012:

114) adalah keyakinan diri seseorang akan kemampuan-kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu hal. Efikasi diri merupakan penilaian terhadap

2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri mengacu pada harapan yang dipelajari seseorang bahwa dirinya mampu melakukan suatu perilaku ataupun menghasilkan sesuatu yang diharapkan dalam suatu situasi

tertentu. Bandura (Ni‟mah, 2012: 114) menyatakan bahwa efikasi diri

merupakan perasaan, penilaian seseorang mengenai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.

Menurut Pajares (Ni‟mah, 2012: 114) efikasi diri adalah penilaian

terhadap kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas khusus dalam konteks yang spesifik, selanjutnya Marsh, Walker dan Debus (Ni‟mah, 2012: 114-115) menyatakan efikasi diri fokus pada kemampuan seseorang

untuk dapat menyelesaikan sejumlah tugas dengan sukses. Myers (Ni‟mah,

2012: 115) mengungkapkan bahwa efikasi diri adalah perasaan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya kompeten dan efektif dalam melakukan suatu tugas. Bandura (Ni‟mah, 2012: 115), mengatakan bahwa keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh dengan tekanan. Percaya terhadap keyakinan diri atau efikasi diri merupakan faktor kunci dalam perantara hidup.

Sedangkan menurut Baron dan Byrne (Ni‟mah, 2012: 115) efikasi diri adalah evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan dan mengatasi hambatan. Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 115-116), jika seseorang

percaya bahwa tidak memiliki kekuatan untuk memproduksi suatu hasil, maka orang tersebut tidak akan berusaha untuk membuat sesuatu terjadi. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi diri tinggi diyakini sebagai orang yang mampu berperilaku tertentu untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan, selain itu mereka juga lebih giat dan lebih tekun dalam berusaha. Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 117), individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula dan akan mengejar target yang lebih tinggi bila target sebelumnya telah mampu ia capai. Individu dengan kondisi efikasi diri rendah akan menetapkan target awal sekaligus membuat estimasi pencapaian hasil yang rendah. Individu tersebut akan mengurangi atau justru membatalkan target yang telah ditetapkan apabila menghadapi beberapa rintangan dan pada tugas berikutnya akan cenderung menetapkan target yang lebih rendah. Efikasi diri ini penting untuk dikembangkan karena sesuai dengan hasil

penelitian Bandura dan Schunk (Ni‟mah, 2012: 118) bahwa efikasi diri

menekankan pada komponen kepercayaan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi-situasi yang akan datang yang masih mengandung kekaburan, tidak dapat diprediksi atau sering kali penuh dengan tekanan.

2. Komponen yang memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri.

Menurut Bandura (Ni‟mah, 2012: 116-117), terdapat tiga komponen yang memberikan dorongan bagi terbentuknya efikasi diri, yaitu:

a. Outcome Expectancy (Pengharapan Hasil), yaitu adanya harapan terhadap kemungkinan hasil dari perilaku. Harapan ini dalam bentuk pemikiran tentang kemungkinan hasil yang akan diperoleh dan kemungkinan tercapainya tujuan.

b. Efficacy Expectancy (Pengharapan Efikasi), yaitu harapan atas munculnya perilaku yang dipengaruhi oleh persepsi seseorang pada kemampuan kinerjanya yang berkaitan dengan hasil. Jika seseorang sering mengalami kegagalan pada suatu tugas tertentu maka ia cenderung memiliki efikasi yang rendah pada tugas tersebut. Sebaliknya jika berhasil dalam melakukan tugas tertentu maka ia mempunyai efikasi diri yang tinggi pada tugas tersebut.

c. Outcome Value (Nilai Hasil), yaitu nilai kebermaknaan atas hasil yang diperoleh seseorang. Nilai hasil yang sangat berarti akan memberikan pengaruh yang kuat pada motivasi seseorang untuk mendapatkannya kembali.

3. Sumber informasi efikasi diri

Bandura (Ni‟mah, 2012: 119-121) mengungkapkan bahwa efikasi diri memiliki empat sumber informasi, yaitu:

a. Pencapaian hasil (enactive attainment)

Sumber informasi ini adalah yang paling penting, karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang secara langsung dialami oleh individu. Apabila individu pernah berhasil mencapai suatu prestasi tertentu, maka hal ini dapat meningkatkan penilaian akan efikasi

dirinya. Pengalaman keberhasilan juga dapat mengurangi kegagalan, khususnya bila kegagalan tersebut timbul di saat awal terjadinya suatu peristiwa.

b. Pengalaman orang lain (vicarious experience)

Sumber informasi dari efikasi diri juga dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pengalaman orang lain. Dengan melihat keberhasilan orang lain dalam melakukan aktivitas atau tugas tertentu maka akan meningkatkan efikasi dirinya terutama jika seseorang merasa memiliki kemampuan yang sebanding dengan orang tersebut dan mempunyai usaha yang tekun serta ulet. Dengan cara melihat keberhasilan pengalaman orang lain, maka seseorang akan cenderung merasa mampu melakukan hal yang sama apalagi dengan ditunjang kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan yang dimilikinya. c. Persuasi verbal (verbal persuation)

Sumber informasi ini memberikan kesempatan kepada seseorang untuk diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan orang lain. Harapannya adalah ia mampu untuk meningkatkan keyakinan dirinya bahwa ia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat membantu dirinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Persuasi verbal ini mengarahkan agar seseorang lebih giat dan berusaha dengan keras lagi untuk dapat memperoleh tujuan yang diinginkan dan mencapai kesuksesan.

d. Kondisi fisiologis (physiological state)

Merupakan sumber informasi berdasarkan kepekaan reaksi-reaksi internal dalam tubuh seseorang. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami seseorang memberikan suatu isyarat akan terjadinya sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini berarti bahwa keadaan fisik seseorang akan mempengaruhi pandangan mengenai kekuatan dan kemampuannya dalam mengerjakan tugas.

4. Faktor efikasi diri

Bandura (Ni‟mah, 2012: 124-126) mengemukakan bahwa perbedaan tingkat efikasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

a. Sifat tugas yang dihadapi apabila semakin kompleks dan sulit bagi seseorang, maka semakin besar keraguan terhadap kemampuannya. Sebaliknya jika individu dihadapkan pada tugas yang sederhana dan mudah maka dirinya sangat yakin pada kemampuannya untuk berhasil. b. Intensif eksternal atau adanya intensif berupa hadiah (reward) dari

orang lain untuk merefleksikan keberhasilan individu dalam menguasai atau melaksanakan suatu tugas akan meningkatkan efikasi dirinya. Dalam hal ini reward yang tepat atau yang menarik akan meningkatkan motivasi seseorang.

c. Status seseorang dalam lingkungan.

Seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi akan memiliki tingkat efikasi diri yang tinggi pula dibandingkan seseorang yang berstatus sosial lebih rendah. Status sosial tinggi membuat seseorang

memperoleh penghargaan lebih dari orang lain sehingga memberikan pengaruh pula terhadap efikasi dirinya.

d. Informasi tentang kemampuan diri.

Efikasi diri akan meningkat jika seseorang mendapatkan informasi yang positif tentang dirinya, demikian sebaliknya efikasi diri akan menurun jika seseorang mendapatkan informasi negatif mengenai kemampuannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya efikasi diri dipengaruhi oleh sifat tugas yang dihadapi, adanya penghargaan, status seseorang dalam lingkungan, dan informasi terhadap kemampuannya.

5. Sumber efikasi diri

Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura (Alwisol, 2009: 288) kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai suatu prestasi (performance a ccomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation), dan pembangkitan emosi (emotional physiological states). a. Pengalaman performansi

Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu mengubah efikasi diri dan merupakan yang paling kuat pengaruhnya.

Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi.

b. Pengalaman vikarius

Pengalaman vikarius diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri si-pengamat, pengaruh viakrus tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

c. Persuasi sosial

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial (Alwisol, 2009: 289). Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

d. Keadaan emosi

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu (Alwisol, 2009: 289). Emosi yang kuat, takut, cemas, dan stres, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa pula terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan)

dapat meningkatkan efikasi diri. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau ekspektasi efikasinya berubah.

6. Efikasi diri sebagai prediktor tingkah laku

Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Efikasi diri yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Alwisol, 2009: 290). Hal tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2

Prediksi Tingkah Laku Efikasi Diri yang Tinggi atau Rendah Dikombinasikan dengan Lingkungan

yang Responsif atau Tidak Responsif

Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas yang

sesuai dengan kemampuannya. Rendah Tidak

responsif

Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggap sulit.

Tinggi Tidak responsif

Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan.

Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu.

7. Indikator-indikator efikasi diri

Di bawah ini adalah indikator-indikator efikasi diri (Bandura, 1999: 76, 258-269)

a. Academic self-efficacy

1) Mendapatkan bantuan guru saat kesulitan

Siswa memperoleh bantuan dari guru pada saat mengalami hambatan dalam belajar melalui pengarahan yang diberikan oleh guru. Pengarahan dari guru ini dilakukan kepada para siswa dengan tidak memberikan jawaban secara langsung, melainkan menuntun para siswa. Hal ini dapat terjadi apabila para siswa menyampaikan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran.

2) Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar para siswa dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya dan juga lingkungan belajarnya pada saat itu. Selain itu, perbedaan konsentrasi belajar pada para siswa juga dipengaruhi oleh gaya belajar mereka. Asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh melalui apa yang dikonsumsi siswa juga dapat membantu meningkatkan konsentrasi belajar.

3) Mempelajari bahan ujian

Guru telah menentukan materi mana saja yang akan diujikan kepada para siswa. Materi-materi tersebut biasanya telah diajarkan dan dibahas oleh guru sebelum dilaksanakannya ujian. Sebelum

ujian berlangsung, diharapkan para siswa mempersiapkan ujian dengan sungguh-sungguh.

4) Menyelesaikan PR

Terdapat berbagai cara untuk semakin meningkatkan pemahaman para siswa terhadap materi pelajaran. Salah satu diantaranya adalah dengan memberi tugas rumah. Para siswa diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan rumah yang telah diberikan pada saat di sekolah untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan pemahaman mereka.

5) Berkonsentrasi saat pembelajaran

Proses belajar membutuhkan konsentrasi. Para siswa diharapkan mampu memusatkan perhatiannya pada pembelajaran. Para siswa juga dihimbau untuk tidak melakukan tidak memikirkan kegiatan lain di luar proses belajar yang tidak berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.

6) Memahami materi pelajaran

Setelah proses belajar dilakukan, para siswa diharapkan mampu memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru maupun yang dipelajari secara personal. Pada proses belajar di dalam kelas, tingkat pemahaman siswa terhadap materi belajar juga ditentukan oleh media pembelajaran yang digunakan. Maka dari itu, sebisa mungkin guru mempersiapkan media pembelajaran yang interaktif.

7) Memuaskan orang tua melalui hasil belajar

Hasil belajar para siswa tergantung pada beberapa aspek yang dinilai oleh guru, misalnya sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar yang baik dapat membuat orang tua mereka merasa bangga dan puas. Hasil belajar yang baik juga tergantung pada usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih hasil yang baik tersebut. Hasil tidak mengkhianati usaha.

8) Menyelesaikan ujian

Para siswa diharapkan mampu menyelesaikan ujian dengan tepat waktu dan jujur. Kemampuan menyelesaikan ujian mempengaruhi hasil belajar para siswa. Maka dari itu hendaknya mereka mampu menyelesaikan ujian sesuai dengan yang diharapkan. b. Social self-efficacy

1) Mengekspresikan pendapat

Selama proses pembelajaran berlangsung, biasanya guru akan meminta pendapat para siswa. Apabila para siswa memiliki suatu pendapat, sebaiknya tidak hanya memendamnya saja, melainkan mengutarakan pendapat tersebut.

2) Menjadi teman bagi yang lainnya

Seseorang diharapkan mampu menjadi teman bagi orang lain dengan tidak membeda-bedakan. Dalam situasi apapun, diharapkan seseorang mampu menjadi teman yang baik bagi sesamanya

manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain.

3) Berteman dengan teman „baru‟

Dalam kehidupan ini tidak jarang kita menemui banyak orang yang baru kita kenal. Hubungan pertemanan baru tersebut dapat terjadi melalui berbagai aktivitas manusia. Seseorang bersedia menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain yang belum pernah dikenal sebelumnya merupakan perbuatan yang baik.

4) Bekerja sama dalam kelompok

Seseorang diharapkan mampu bekerja sama dalam kelompok dan bukan menjadi seorang yang egois dalam kelompok. Dalam proses pembelajaran aktif, biasanya para siswa akan dikelompokkan untuk tujuan tertentu, misalnya diskusi, presentasi, maupun permainan. Dalam berbagai kegiatan tersebut para siswa dituntut untuk mampu bekerja sama dalam kelompok.

5) Mengomunikasikan hal yang tidak disukai kepada orang lain

Banyak orang yang kita jumpai tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaannya kepada orang lain. Bahkan terkadang diri kita sendiri mengalami hal serupa. Apabila terdapat sesuatu yang mengganjal dalam hati yang tidak disukai, sebaiknya seseorang menyampaikan hal tersebut kepada orang lain.

6) Membuat lelucon

Manusia diciptakan beraneka ragam dan sifatnya. Beberapa orang yang kita kenal memiliki selerah humor yang tinggi. Seseorang yang memiliki selera humor yang tinggi biasanya mampu mencairkan suasana yang kaku, juga mampu menghibur orang lain dengan lelucon yang dibuatnya.

7) Mempertahankan hubungan pertemanan

Berusaha menjaga hubungan baik dengan orang lain dan tidak memutuskan hubungan baik tersebut merupakan suatu wujud mempertahankan hubungan. Mempertahankan hubungan pertemanan juga berarti tidak melakukan tindakan yang mengancam retaknya hubungan baik dengan orang lain.

8) Mencegah pertengkaran

Mencegah pertengkaran sama halnya dengan mempertahankan hubungan pertemanan. Menjaga dan mempertahankan kualitas hubungan dengan orang lain merupakan salah satu upaya untuk mencegah supaya tidak terjadi pertengkaran. Mencegah pertengkaran dapat pula dilakukan dengan cara diam, tidak membalas dan tetap mengasihi ketika orang lain tidak mengasihi kita.

c. Emotional self-efficacy

1) Menyemangati diri sendiri saat mengalami keadaan tidak menyenangkan

Terkadang seseorang merasa bahwa tidak ada orang lain di sekitarnya yang peduli akan keadaannya. Sebaiknya seseorang memunculkan energi positif dalam diri sendiri pada saat dibawah tekanan dan mengalami sesuatu buruk yang tidak diinginkan.

2) Mengendalikan diri saat kesulitan

Tidak dipungkiri bahwa seseorang terkadang berada pada keadaan yang sulit. Dalam keadaan sulit tersebut seseorang hendaknya mampu mengendalikan diri. Tidak mudah panik ataupun emosi, tetap sabar, dan tenang merupakan beberapa cara untuk mengendalikan diri pada saat mengalami kesulitan.

3) Mengendalikan diri untuk tidak gugup

Terkadang seseorang dihadapkan pada keadaan yang membuat dirinya gugup. Keadaan tersebut terjadi ketika seseorang merasa tidak siap namun terpaksa. Berusaha bersikap tenang mengadapi sesuatu yang menegangkan maupun membuat gugup, tetap percaya diri, dan tidak mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi merupakan upaya pengendalian diri untuk tidak gugup.

4) Mengendalikan perasaan

Mampu mengendalikan perasaan disini maksudnya adalah tidak mudah tersulut api emosi, tidak mudah menangis dengan sendirinya, dan berusaha tetap netral. Mengendalikan perasaan terbilang hal yang cukup penting karena kita tidak tahu apakah orang

lain di sekitar kita merasa nyaman atau tidak apabila kita tidak mampu mengendalikan perasaan kita.

5) Menyemangati diri saat lemah

Menyemangati diri sendiri di saat lemah tidak kalah pentingnya dengan menyemangati orang lain di saat lemah. Menumbuhkan kekuatan dalam diri sendiri saat dalam keadaan lemah memang tidak mudah, namun hal tersebut akan menjadi sesuatu yang biasa apabila kita mampu melatihnya.

6) Mengomunikasikan ketidaksukaan pada orang lain

Banyak orang yang kita jumpai tidak memiliki suatu keberanian untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaannya kepada orang lain. Bahkan terkadang diri kita sendiri mengalami hal serupa. Apabila terdapat sesuatu yang mengganjal dalam hati yang tidak disukai, maka seseorang sebaiknya menyampaikan hal tersebut kepada orang lain. Rasa tidak suka tersebut dapat timbul akibat adanya sesuatu yang dilakukan orang lain namun tidak berkenan di hati kita.

7) Mengendalikan diri dalam pengalaman yang tidak menyenangkan Pengalaman hidup terdapat dua macam yaitu pengalaman yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Seseorang pastilah berbahagia apabila memiliki pengalaman yang menyenangkan. Namun pengalaman yang tidak menyenangkan justru terkadang membuat seseorang tidak mampu mengendalikan diri sendiri. Dalam

menghadapi situasi yang tidak menyenangkan biasanya timbul berbagai reaksi seperti emosi yang terkadang berdampak tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang-orang sekitar. Maka dari

Dokumen terkait