viii ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,
INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada 3 SMA Negeri dan 1 SMA Swasta di Kabupaten Bantul
Gisela Anggita Sari Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 1280 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 302 siswa. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,574; nilai
Sig. (1-tailed) = 0,000 < = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,149; nilai Sig.
ix ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL
INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST
A Survey in Three Public High Schools and One Private High School in Bantul Regency
Gisela Anggita Sari Sanata Dharma University
2016
This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.
This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The study population were 1,280 students. The samples were 302 students. The sampling technique was cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive statistics and Spearman correlation.
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI
AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
GISELA ANGGITA SARI NIM: 121334025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI
AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
GISELA ANGGITA SARI NIM: 121334025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
/+ \
SKRIPSI
HUBUNGAII
TINGKAT KETERLAKSAI\AA}I
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
PADA MATERTAI(INTAI\ISI
BERI}ASARKAI\
KURIKULUhI
2ffi6
DENGAI\IKETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI, DA}[
MINAT
BELAJAR
SISWASurvei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul
SKRIPSI
HUBTINGAN
TINGKAT
KETERLAKSANTAANPEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
PADAMATERI
AKUNTANSI
BERDASARKANKURIKULUM
2A06DENGA}I
KETERAMPILAIY
BERKOMUMKASI,
INTEGRITAS
PRIBADI,
DANMINAT
BELAJAR
SISWASurvei pada Tiga SMA Negeri dan Satu SMA Swasta di Kabupaten Bantul
dan ditulis oleh:
rI
Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota Anggota
Yogyakarta24luri2016
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Sanata Dharma
ilt
dan diny'atakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
I_*^-:..^ D^-l^- O---^r..^ C nl X ' a:
Tanda Tangan
iv
Halaman Persembahan
Ku persembahkan karya ini untuk :
Tuhan Yesus & Bunda Maria Inilah wujud syukurku atas berkatmu
Orang Tuaku Tersayang Bapak Heribertus Ngatija & Ibu Mulyani
Inilah wujud pertanggungjawabanku atas kepercayaan yang telah diberikan
Leonardus Agus Setiyawan Perhatian, dukungan, dan kasih sayang
Adikku Melania Villa Sari & Fabian Naya Kristian Menghiasi dengan tawa penghilang kejenuhan
Keluarga Sisri dan Sedulur Payung (Vena, Ella, Helen, Dila, Natal, Mitha, Siska, Siwi,
Nopi, Shopi, Boru, Albeta, Sisil, Adys) Perjuangan dan semangat yang kan selalu terkenang
v
MOTTO
“
Percaya saja, Tuhan tidak pernah terlambat, Dia juga tidak tergesa-gesa, Dia
selalu tepat waktu”
“Apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan
menerimanya”
(Matius 22:21)
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara
kamu”
(1 Petrus 5:7)
“...orang
-orang pilihanKu akan menikmati pekerjaan tangan mereka. Mereka
tidak akan bersusah-
susah dengan percuma”
PERI\IYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesunguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaiman a layah,rrya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 Juni 2016 Penulis
Cd,&,L
isela Anggita Sari
LEMBAR PERI\TYATAAN PF RSETUJUAN
PUBLUK \SI KARYA ILMIAH UNTUK KIiPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Gisela Anggita Sari
NomorMahasiswa :121334025
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Hubungan Tingknt keterlaksanaan Pembelaj aran Kontekstual pada Materi
Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2 006 dengan Keterampilan Berkomunikasi,
Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan dat4 mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta
ijin
dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Padatanggal:24 hxi2016
Yang menyatakan
Mb
Gisela Anggita Sari
viii ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,
INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada 3 SMA Negeri dan 1 SMA Swasta di Kabupaten Bantul
Gisela Anggita Sari Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar siswa.
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 1280 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 302 siswa. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,574; nilai
Sig. (1-tailed) = 0,000 < = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,149; nilai Sig.
ix ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL
INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST
A Survey in Three Public High Schools and One Private High School in Bantul Regency
Gisela Anggita Sari Sanata Dharma University
2016
This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.
This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The study population were 1,280 students. The samples were 302 students. The sampling technique was cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive statistics and Spearman correlation.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat
dan kasih-Nya sehingga skripsi ini telah selesai dengan baik. Banyak hal yang
harus dihadapi penulis dalam penyusunan skripsi ini, namun dengan campur
tangan Tuhan penulis dapat melewatinya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan dorongan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma;
3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma;
4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd, selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan
sabar, memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini;
5. Para Dosen dan Tenaga Administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi
yang telah memberikan berbagai pengetahuan dalam proses perkuliahan dan
6.
Orang tuaku Bapak Heribertus Ngatrja dan Ibu Mulyani serta adikku MelaniaVilla
Sari dan Fabian Naya Kristian yang selalu memberikandukungan, do4 dan semangat;
7.
Leonardus Agus Setiyawan yang selalu mendengarkan keluh kesah,memberi semangat selalu mendukung dan memberikan saran yang
membangun demi kebaikan dalam mengerjakan slaipsi ini;
8.
Keluarga Sisri:Ellq
Ven4 Helen, Natal,Dila
Mitha Siska Siwi yang selalu memberi dukungan selama proses skripsi;g.
Teman-teman seperjuangan: Ell4 Dil4 Helen, Nopi, Shopi, Boru, AlbetaSisil, Adys yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;
10.
Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2012 yang selalu memberikansemangat selama proses skripsi;
11.
Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untukbantuan dan dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan
dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta" 24 luni 2016
x1
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian... 8
xiii
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Kurikulum 2006 ... 10
1. Pengertian Kurikulum ... 10
2. Pengertian Kurikulum 2006 ... 10
3. Konsep Dasar Kurikulum 2006 ... 13
4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 2006 ... 14
5. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006 ... 15
B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 17
1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 17
2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 18
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 23
4. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual ... 26
C. Keterampilan Berkomunikasi ... 26
1. Pengertian Komunikasi ... 26
2. Keterampilan Dasar Berkomunikasi ... 27
3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 28
4. Jenis-jenis Komunikasi ... 30
5. Fungsi Komunikasi ... 31
D. Integritas Pribadi (Kejujuran)... 32
1. Pengertian Kejujuran ... 32
2. Komponen-komponen Karakter yang Baik ... 34
xiv
4. Ciri-ciri Kejujuran ... 38
E. Minat Belajar ... 39
1. Pengertian Minat ... 39
2. Ciri-ciri Minat ... 41
3. Faktor-faktor Minat ... 42
4. Aspek Minat ... 43
F. Kerangka Berpikir ... 44
G. Model Penelitian ... 49
H. Hipotesis ... 50
BAB III METODE PENELITIAN... 52
A. Jenis Penelitian ... 52
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52
1. Tempat Penelitian... 52
2. Waktu Penelitian ... 53
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 53
1. Subjek Penelitian ... 53
2. Objek Penelitian ... 53
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 54
1. Populasi ... 54
2. Sampel ... 55
3. Teknik Pegambilan Sampel... 56
E. Devinisi Operasionalisasi Variabel dan Pengukurannya ... 57
xv
G. Teknik Pengujian Instrumen Penelitian ... 63
1. Pengujian Validitas ... 63
2. Pengujian Reliabilitas... 72
H. Teknik Analisis Data ... 74
1. Teknik Analisis Deskriptif ... 74
2. Analisis Pengujian Hipotesis ... 79
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 83
A. SMA N 1 Banguntapan ... 83
B. SMA N 2 Banguntapan ... 85
C. SMA N 1 Pajangan ... 87
D. SMA PL Sedayu ... 89
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 92
A. Deskripsi Data ... 92
1. Deskripsi Responden Penelitian ... 92
2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 94
B. Pengujian Hipotesis ... 98
C. Pembahasan ... 103
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN... 111
A. Kesimpulan... 111
B. Keterbatasan ... 112
C. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 115
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Alamat Lokasi Sekolah ... 52
Tabel 3.2 Data SMA yang Menerapkan Kurikulum 2006 se-Kabupaten Bantul ... 54
Tabel 3.3 Data SMA yang Menerapkan Kurikulum 2006 se-Kabupaten Bantul sebagai Sampel ... 57
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual... 57
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 60
Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi ... 61
Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Minat Belajar ... 62
Tabel 3.8 Skor Instrumen ... 62
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 66
Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 66
Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Kembali Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 68
xvii
Tabel 3.13 Hasil Perhitungan Pengujian Kembali Validitas Variabel
Integritas Pribadi ... 70
Tabel 3.14 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Variabel Minat Belajar .. 71
Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 73
Tabel 3.16 Nilai Persentil PAP Tipe II ... 76
Tabel 3.17 Rentang Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 77
Tabel 3.18 Rentang Keterampilan Berkomunikasi ... 77
Tabel 3.19 Rentang Integritas Pribadi ... 78
Tabel 3.20 Rentang Minat Belajar ... 79
Tabel 3.21 Nilai Korelasi dan Tingkat Kekuatan Hubungan ... 81
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah .. 92
Tabel 5.2 Status Sekolah Asal Siswa ... 93
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin 93 Tabel 5.4 Deskripsi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 94
Tabel 5.5 Deskripsi Keterampilan Berkomunikasi ... 95
Tabel 5.6 Deskripsi Integritas Pribadi ... 96
Tabel 5.7 Deskripsi Minat Belajar ... 97
Tabel 5.8 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi ... 98
xviii
Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian (Kuesioner) ... 118
Lampiran 2 Data Jumlah Siswa Persekolah yang Menerapkan Kurikulum
2006 ... 120
Lampiran 3 Data Induk Penelitian ... 131
Lampiran 4 Uji Validitas... 156
Lampiran 5 Uji Reliabilitas ... 164
Lampiran 6 Daftar Tabel Statistik dan Perhitungan Tabel Korelasi ... 165
Lampiran 7 Uji Korelasi ... 167
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk pembangunan
bangsa. Tanpa pendidikan yang memadai, suatu bangsa sulit berkembang
bahkan akan terus terpuruk. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang
berkualitas akan menentukan tingkat keberhasilan pembangunan bangsa.
Kegiatan belajar merupakan proses penting yang harus diperhatikan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Indonesia menempatkan pendidikan
sebagai suatu yang penting dan utama. Hal tersebut dapat dilihat dari isi
Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan
nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan sangat bergantung dengan adanya pedoman kurikulum yang tepat
dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.
Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Kunandar, 2007:124), kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai, tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum ini ditujukan agar proses
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Kurikulum
pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya
meliputi bahan pelajaran, tetapi juga meliputi seluruh kehidupan dalam kelas,
termasuk di dalamnya hubungan sosial antara guru dan peserta didik, metode
mengajar, dan cara mengevaluasi.
Salah satu kurikulum yang dapat digunakan sebagai pedoman proses
pembelajaran adalah Kurikulum 2006. Kurikulum 2006 merupakan revisi dan
pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), karena
pemerintah pusat memandang KBK terlalu intervensi dalam membuat
kurikulum, maka dalam kurikulum 2006 beban belajar peserta didik sedikit
berkurang dan sekolah, guru, komite sekolah diberikan kewenangan untuk
mengembangkan kurikulum seperti membuat indikator, silabus, dan
komponen kurikulum lainnya. Kurikulum 2006 merupakan kurikulum yang
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah atau daerah,
karakteristik sekolah atau daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
karakteristik peserta didik.
Dalam pelaksanaan kurikulum, kurikulum 2006 dilaksanakan dengan
menegakkan kelima pilar belajar seperti yang dikemukakan Kunandar
(2008:142), yaitu: (1) belajar untuk bermain dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk
hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui pembelajaran yang aktif,
pula acuan penyusunan kurikulum 2006. Dalam acuan operasional
penyusunan kurikulum 2006 mencakup beberapa poin, diantaranya
peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik
secara utuh. Kurikulum disusun agar memungkinkan materi akuntansi dapat
menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Acuan lainnya
yaitu, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun agar
memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan
intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Berdasarkan kelima pilar belajar
dan acuan penyusunan kurikulum 2006 diharapkan dapat mewujudkan
sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta dapat mengasah
keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan meningkatkan minat
belajar sisiwa.
Salah satu karakteristik kurikulum 2006 yaitu pemberian otonomi luas
kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab
untuk mengembangkan kurikulum dan mengembangkan pembelajaran sesuai
dengan kondisi setempat dan kebutuhan peserta didik. Dari karakteristik
tersebut guru mempunyai keleluasaan untuk memilih bahan ajar yang
diharapkan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Maka strategi yang
dapat digunakan guru yaitu menerapkan pembelajaran kontekstual. Selain itu,
relevan dengan kebutuhan kehidupan peserta didik, yang artinya
pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalam kehidupan kemasyarakatan. Hal ini
mencerminkan bahwa dalam pengembangan kurikulum 2006 dibutuhkan
adanya pendekatan pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang
dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Di dalam pembelajaran
kontekstual, peserta didik menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide
abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Dalam
pembelajaran kontekstual terdapat tujuh prisip yang mendasari pembelajaran
kontekstual, yaitu: konstuktivisme; menemukan (inquiry); bertanya
(questioning); masyarakat belajar (learning community); pemodelan
(modeling); refleksi (reflection); dan penilaian yang sebenarnya (authentic
assessment).
Salah satu prinsip pembelajaran kontekstual yaitu masyarakat belajar,
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang
lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi.
Komunikasi merupakan peristiwa sosial yang dapat menumbuhkan hubungan
Selain masyarakat belajar, dalam prinsip pembelajaran kontekstual
terdapat inquiry. Inquiry atau menemukan merupakan kegiatan pembelajaran
dimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
menemukan sendiri. Dengan menemukan sendiri, peserta didik diharapkan
dapat mengatakan apa yang terjadi sesuai dengan yang diamati dengan
berlandaskan nilai kejujuran. Jujur merupakan keputusan seseorang untuk
mengungkapkan realitas yang ada dan tidak dimanipulsai dengan cara
berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya.
Selain masyarakat belajar dan inquiry, dalam prinsip pembelajaran
kontekstual terdapat konstuktivisme. Konstuktivisme merupakan proses
pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menemukan dan
mentransformasikannya. Peserta didik membangun pemahamannya sendiri
secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan
dari pengalaman belajar yang bermakna. Kondisi belajar yang menuntut
siswa secara aktif dan kreatif akan dapat meningkatkan minat belajar siswa,
karena siswa diberikan keleluasaan untuk memilih sendiri apa yang mereka
sukai, sehingga siswa tersebut akan semakin giat dalam belajar.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama
melaksanakan tugas PPL, sekarang ini banyak peserta didik yang tidak aktif
di kelas maupun di luar kelas hanya karena peserta didik tersebut merasa
tidak dapat berkomunikasi dengan baik, merasa malu untuk mengungkapkan
memilih untuk diam. Hal tersebut sangat disayangkan, karena akan
mengganggu proses pembelajaran. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
keterampilan berkomunikasi dapat ditingkatkan melalui pembelajaran
kontekstual sesuai dengan prinsip masyarakat belajar.
Kejujuran merupakan salah satu akhlak mulia yang menjadi dasar
pembentukan kepribadian peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian dari
Erlisia (2015), menunjukan bahwa sekarang ini tingkat kejujuran peserta
didik di Indonesia tergolong rendah, ditandai dengan adanya
kecurangan-kecurangan ketika peserta didik melaksanakan ujian, seperti meminta
jawaban ke teman, menyontek teman, mengharapkan bantuan teman,
memanfaatkan kesempatan yang ada, membuka contekan yang sudah
disiapkan, serta beralasan ke kamar mandi. Tujuan dari perilaku tidak jujur
yaitu supaya dapat mengerjakan ujian, mendapat nilai yang lebih baik, dan
membahagiakan orang tua jika mendapatkan nilai bagus. Perbuatan menyotek
mencerminkan perbuatan anak yang tidak jujur kepada diri, teman, orang tua,
dan gurunya. Hal tersebut sangat disayangkan, jika peserta didik tidak dapat
berkata jujur, maka integritas pribadi peserta didik tersebut tergolong rendah.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka kejujuran peserta didik dapat
ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual sesuai dengan prinsip inquiry.
Minat belajar sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Sekarang
ini, seringkali minat belajar peserta didik tidak menentu sehingga konsentrasi
belajar merekapun tidak terfokus. Seringkali peserta didik tidak antusias
minat belajar peserta didik rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka minat
belajar peserta didik dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual
sesuai dengan prinsip konstuktivisme.
Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, maka penulis mempunyai
keinginan untuk mengadakan penelitian mengenai “Hubungan tingkat
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan
kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan
minat belajar siswa”.
B. Batasan Masalah
Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti
membatasi ruang lingkup masalah, yaitu: Hubungan tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006
dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar
siswa di SMA se Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2006.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum
2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajarn
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan
integritas pribadi?
3. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum
2006 dan minat belajar siswa?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum
2006 dan keterampilan berkomunikasi.
2. Mengetahui apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum
2006 dan integritas pribadi.
3. Mengetahui apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan sumber informasi mengenai hubungan tingkat
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi
berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi,
integritas pribadi, dan minat belajar siswa.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk
menambah wawasan dan bahan evaluasi kinerja guru.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Sebagai referensi bagi pembaca untuk penulisan tugas akhir dan
menambah koleksi di perpustakaan serta menambah pengetahuan untuk
penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Digunakan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan di
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kurikulum 2006
1. Pengertian Kurikulum
Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai, tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Hasan (Kunandar,
2007:124) mengartikan kurikulum sebagai suatu dokumen atau rencana
tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta
didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian tersebut mengandung
arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen
yang berisikan pernyataan mengenai kulitas yang harus dimiliki oleh
seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut.
2. Pengertian Kurikulum 2006
Menurut Kunandar (2007:113) Kurikulum 2006 merupakan revisi
dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), karena
KBK dianggap masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat
dipandang terlalu intervensi dalam membuat kurikulum. Oleh karena itu
dalam kurikulum 2006 beban belajar siswa sedikit berkurang dan
mengembangkan kurikulum seperti membuat indikator, silabus, dan
komponen kurikulum lainnya.
Sementara itu menurut Mulyasa (2007:8) kurikulum 2006
merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Dengan
adanya perkembangan kurikulum diharapkan dapat mewujudkan sekolah
yang efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum 2006 merupakan
upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan
guru karena guru banyak dilibatkan, sehingga diharapkan memiliki
tanggung jawab yang memadahi. Kurikulum 2006 adalah suatu ide
tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling
dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.
Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan
otonomi yang lebih besar, disamping menunjukan sikap tanggap
pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana
penigkatan kualitas, efisiensi, dan pemerataan pendidikan. Kurikulum
2006 merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang
memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan
kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum
dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada sistem kurikulum 2006,
sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan
kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan satuan
pendidikan. Untuk mewujudkan visi,misi, dan tujuan tersebut, sekolah
dituntut untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar ke dalam indikator kompetensi, mengembangkan strategi
menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi
sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya
kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam kurikulum 2006, pengembangan kurikulum dilakukan oleh
guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah
dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan
rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah,
tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh
masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah
berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku.
Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi,
misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap
3. Konsep Dasar Kurikulum 2006
Menurut Mulyasa (2007:19) dalam Standar Nasional Pendidikan
(SNP Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum 2006 adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan kurikulum 2006 dilakukan oleh
satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar
kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kurikulum 2006 disusun dan dikembangkan berdasarkan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36
ayat 1 dan 2 yaitu, ayat 1 Pengembangan kurikulum mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan
Nasional, ayat 2 Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan
kurikulum 2006 adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum 2006 dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan
pendidikan, potensi, dan karakteristik daerah, serta sosial budaya
masyarakat setempat dan peserta didik.
b. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum 2006 dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar
kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab
dibidang pendidikan.
c. Kurikulum 2006 untuk setiap program studi di perguruan tinggi
dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan
tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum 2006
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut (Kunandar, 2008:142):
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan,
dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus
mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas, dinamis, dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar,
yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar
untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar
untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat
sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta
didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan
pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialisasian, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik
dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab,
terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia
mangun karsa, ing ngarsa sung tulada.
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang
memadahi, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar.
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,
sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan
pendidikan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata
pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri diselenggarakan
dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok
dan memadahi antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
5. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2006
Menurut Mulyasa (2007:168) acuan operasional penyusunan
a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik.
b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun
agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat,
kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan kinestetik peserta
didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan
keragaman karakteristik lingkungan, oleh karena itu kurikulum
harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan
yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Pengembangan
kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan
pembangunan daerah dan nasional.
e. Tuntutan dunia kerja. Kurikulum harus memuat kecakapan hidup
untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja.
f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum
harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
g. Agama. Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan
h. Dinamika perkembangan global. Kurikulum harus dikembangkan
agar peserta didik mampu bersaing secara global.
i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum harus
mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional
untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI.
j. Kondisi sosial budaya setempat. Kurikulum harus dikembangkan
dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya setempat dan
menunjang kelestarian keragaman budaya.
k. Kesetaraan jender. Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan
yang berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan
jender.
l. Karakteristik satuan pendidikan. Kurikulum harus dikembangkan
sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan
pendidikan.
B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Sebelum mempelajari pengertian keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual, terlebih dahulu hendaknya mengetahui apa itu pengertian
keterlaksanaan dan pembelajaran kontekstual. Keterlaksanaan berasal
dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an
demikian, keterlaksanaan berarti suatu hal atau peristiwa yang sudah
terjadi. Sedangkan pembelajaran kontekstual menurut Kokom (2011:7)
pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa
sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun
warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut
bagi kehidupannya. Sementara itu menurut Hull’s dan Sounders (Kokom,
2011:6) di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan
penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam
konteks dunia nyata. Selanjutnya, Johnson (Kokom, 2011:6)
mendefinisikan bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa
menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk
menemukan makna.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang telah dilaksanaan oleh sekolah yang dapat membantu
guru mengaitkan materi dengan situasi kehidupan nyata siswa.
2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson (Kunandar, 2007:296) ada delapan komponen
utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu:
a. Making meaningful connections (membuat hubungan yang
bermakna). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang
individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam
kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.
b. Doing significant work (melakukan kegiatan yang signifikan).
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai
konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan
sebagai anggota masyarakat.
c. Self-regulated learning (belajar yang diatur sendiri). Siswa
melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada
hubungannya dengan orang lain, dan ada produk atau hasilnya
yang sifatnya nyata.
d. Collaborating (bekerja sama). Siswa dapat bekerja kelompok,
membantu mereka memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif). Siswa
dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis
dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta
bukti-bukti.
f. Nurturing the individual (mengasuh dan memelihara pribadi
siswa). Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memotivasi,
dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa
g. Reaching high standarts (mencapai standar yang tinggi). Siswa
mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi
tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru
memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut.
h. Using authentic assessment (menggunakan penelitian autentik).
Siswa mengenal dan mencapai standar yang yang tinggi:
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
Sedangkan menurut Sounder (Kokom, 2011:8), pembelajaran
kontekstual pada REACT. Relating: belajar dalam konteks pengalaman
hidup, Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan,
Appllying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks
penggunaannya, Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi
interpersonal dan berbagi, Transfering: belajar penggunaan pengetahuan
dalam suatu konteks atau situasi baru. Penjelasan masing-masing prinsip
pembelajaran kontekstual tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keterkaitan, relevansi, (relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan dengan bekal
pengetahuan yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar internal
seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan
faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru
dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam
kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja
b. Pengalaman langsung (Experiencing)
Dalam proses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan
pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan,
inventori, investigasi, dan sebagainya. Eksperiencing disebut
sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran
akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk
memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan
melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara
aktif. Untuk mendorong daya tarik dan memotivasi, sangatlah
bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti
audio, video, membaca, dan menelaah buku teks, dan sebagainya.
c. Aplikasi (appliying)
Menerapakan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan
pembelajaran tingkat timggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan
siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari untuk
diterapkan atau digunakan pada situasi lainyang berbeda
merupakan penggunaan fakta konsep, prinsip atau prosedur atau
“pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan”.
Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam
konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa untuk
memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka
banyak diarahkan pada dunia kerja. Dalam kegiatan pembelajaran
di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan
menggunkan buku teks, video, laboratorium, dan bila
memungkinkan ditindaklanjuti dengan memberikan pengalaman
langsung melalui kegiatan karya wisata, praktik kerja lapangan,
magang, dan sebagainya.
d. Kerja sama (cooperating)
Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan
dan menjawab pertanyaan, komunikasi, interaktif antar sesama
siswa, antar siswa dan guru, antar siswa dan para sumber,
memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan
strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu siswa belajar
menguasai materi pembelajaran, tetapi juga sekaligus memberikan
wawasan pada dunia nyata bahwa untuk menyelesaikan suatu tugas
akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama atau kerja
sama dalam bentuk tim kerja.
e. Alih pengetahuan (transfering)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan
siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Menurut Kunandar (2007:305) ada tujuh prinsip yang mendasari
pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu:
a. Konstuktivisme
Konstruktivisme adalah pengetahuan yang dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Dalam
konstuktivisme, siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi
kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi
tersebut menjadi milik sendiri.
b. Menemukan (Inquiry)
Bagian inti dari pembelajaran berbasis kontekstual adalah
menemukan. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan hasil dari menemukan sendiri, bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta. Guru harus selalu merancang kegiatan
yang merujuk pada kegiatan menemukan.
c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran
berbasis kontekstual. Guru dapat mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya dapat
dilakukan antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun
ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika
menemukan kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil
belajar diperoleh dengan „sharing‟ antar teman, antar kelompok,
dan antar yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dalam
pembelajaran kontekstual disarankan guru melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya
heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu
memberitahu yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya
yang lambat, dan seterusnya.
e. Pemodelan (Modeling)
Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu
diharapkan ada model yang dapat ditiru. Pemodelan dapat
berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau
aktivitas belajar. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau
pengetahuan yang baru saja diterima. Perwujudan refleksi dapat
berupa:
1) pernyataan langsung tentang apa yang telah diterima hari itu;
3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu;
4) diskusi;
5) hasil karya.
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment merupakan proses pengumpulan berbagai data
yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Penilaian yang sebenarnya adalah kegiatan menilai siswa yang
menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun
hasil dengan berbagai instrument penilaian. Ciri-ciri penilaian yang
sebenarnya adalah:
1) harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja,
dan produk;
2) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung;
3) menggunakan berbagai cara dan sumber;
4) tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian;
5) tugas yang diberikan harus mencerminkan bagian kehidupan
siswa nyata setiap hari, siswa harus dapat menceritakan
kegiatan yang mereka lakukan setiap hari;
6) penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan
4. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa ciri yang
menandakan terciptanya pembelajaran kontekstual tersebut, ciri-cirinya
antara lain (Kunandar, 2008:298): adanya kerjasama antar semua pihak;
menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem; bermuara
pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda; saling
menunjang; menyenangkan dan tidak membosankan; belajar dengan
bergairah; pembelajaran terintegrasi; menggunakan berbagai sumber;
siswa aktif; sharing dengan teman; siswa kritis dan guru kreatif; dinding
kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa: peta, gambar,
artikel, humor, dan sebagainya; loparan kepada orang tua bukan hanya
rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa,
dan sebagainya.
C. Keterampilan Berkomunikasi 1. Pengertian Komunikasi
Semua orang belajar menjadi manusia melalui komunikasi. Sejak
kecil manusia berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, kemudian
terbentuklah perlahan-lahan kepribadiannya. Komunikasi merupakan
pristiwa sosial yang dapat menumbuhkan hubungan sosial yang baik.
Komunikasi menentukan kualitas hidup kita. Kualitas hidup kita, dan
hubungan dengan sesama manusia dapat ditingkatkan dengan memahami
berkomunikasi adalah kemampuan membina hubungan dengan sesama.
Komunikasi membantu seseorang memahami orang lain, dan membantu
orang lain memahami dirinya. Komunikasi menyentuh segala aspek
kehidupan manusia. Dengan komunikasi, kita dapat membentuk saling
pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang,
menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban.
Menurut Johnson (Supraktiknya, 1995:30), pengertian komunikasi
secara luas adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal
maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi
mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap
bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga
merupakan sebentuk komunikasi. Secara sempit, komunikasi diartikan
sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih
penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si
penerima.
2. Keterampilan Dasar Berkomunikasi
Johnson (Supratiknya, 1995:10), menjelaskan beberapa
keterampilan dasar berkomunikasi, yaitu sebagai berikut:
a. Harus mampu saling memahami satu sama lain. Secara rinci,
kemampuan ini mencakup beberapa sub kemampuan, yaitu sikap
percaya, pembukaan diri, keinsafan diri, dan penerimaan diri.
b. Harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita
kemampuan menunjukan sikap hangat dan rasa senang serta
kemampuan mendengarkan dengan cara yang akan menunjukan
bahwa kita memahami lawan komunikasi kita.
c. Harus saling mampu menerima dan saling memberi dukungan atau
saling menolong. Kita harus mampu menanggapi keluhan orang
lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukan
sikap memahami dan bersedia menolong dan sambil memberikan
bombongan dan contoh seperlunya, agar orang tersebut mampu
menemukan pemecahan-pemecahan yang konstruktif terhadap
masalahnya.
d. Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah
antar pribadi lain yang mungkin muncul dalam komunikasi kita
dengan orang lain, melalui cara-cara konstruktif. Artinya dengan
cara-cara yang semakin mendekatkan kita dengan lawan
komunikasi kita dan menjadikan komunikasi kita itu semakin
tumbuh dan berkembang.
3. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Makmun (2015:12) menjabarkan bentuk-bentuk komunikasi
sebagai berikut:
a. Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah
dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan
b. Komunikasi Horisontal
Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar,
misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan
komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan
dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.
c. Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan
komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu
dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.
Sedangkan Suwardi (2010:46) membagi komunikasi menjadi dua
bentuk.
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi menggunakan bahasa.
Bahasa merupakan alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan.
b. Komunikasi Non verbal
Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang tidak
menggunakan kata-kata. Komunikasi ini menggunakan gerak tubuh
atau bahasa tubuh (senyuman, sorotan mata, kerutan kening, dan
sebagainya), menggunakan lambang, gambar, isyarat, dan
4. Jenis-Jenis Komunikasi
Menurut Makmun (2015:14) proses komunikasi bisa terjadi dalam
diri seorang individu, dengan orang lain, dan kumpulan-kumpulan
manusia dalam proses sosial. Berdasarkan pendapat tersebut, Burgon &
Huffer (2002) membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di
dalam diri individu (internal). Contohnya adalah kegiatan
merenung, berpikir, berdialog dengan diri sendiri, baik dalam
keadaan sadar maupun tidak.
b. Komunikasi Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi
antara satu individu dan individu lain sehingga memerlukan
tanggapan (feedback) dari orang lain. Contohnya, perbincangan
dengan keluarga, pasangan, teman, rekan kerja, tetangga, dan
sebagainya.
c. Komunikasi Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan
kepada sekumpulan manuasia dimana didalamnya terdapat proses
sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu
arah (one way communication). Contohnya adalah kegiatan
komunikasi (penyebaran informasi) yang terjadi di hadapan
sekumpulan massa, melalui televisi, radio, media internet, media
5. Fungsi Komunikasi
Menurut Makmun (2015:15) manusia tanpa berkomunikasi dengan
manusia lain adalah manusia yang penuh derita. Tanpa komunikasi,
manusia dapat berubah dari manusia normal menjadi manusia agresif
atau depresif. Sebaliknya, manusia yang mempunyai banyak masalah
dapat meringankan pikiran dan perasaannya, setelah ia mau
berkomunikasi dalam bentuk “curhat” pada sahabatnya, atau konseling
ke ahlinya. Hal ini tercakup dalam fungsi komunikasi berikut:
a. Kendali: komunikasi bertindak untuk mengendalikan prilaku
anggota dalam beberapa cara, setiap organisasi mempunyai
wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi oleh
karyawan.
b. Motivasi: komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan
menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan
bagaimana mereka bekerja baik dan apa yang dapat dikerjakan
untuk memperbaiki kinerja jika itu di bawah standar.
c. Pengungkapan emosional: bagi banyak karyawan kelompok kerja
mereka merupakan sumber utama untuk interaksi sosial,
komunikasi yang terjadi di dalam kelompok itu merupakan
mekanisme fundamental dimana anggota-anggota menunjukan
kekecewaan dan rasa puas mereka oleh karena itu komunikasi
menyiarkan ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan
d. Informasi: menurut Robbins (Makmun, 2015:16) komunikasi
memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok
untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna
mengenai dan menilai pilihan-pilihan alternatif.
D. Integritas Pribadi (Kejujuran) 1. Pengertian Kejujuran
Sebelum mempelajari pengertian kejujuran, terlebih dahulu
hendaknya mengetahui apa itu integritas. Integritas berasal dari bahasa
latin integer, yang berarti keseluruhan, lengkap. Dalam konteks ini,
integritas merupakan makna dalam (inner sense) dari keseluruhan yang
berasal dari kualitas suatu karakter seperti kejujuran dan konsistensi
Wikipedia (Yaumi, 2014:66). Dengan demikian, integritas adalah suatu
konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran,
prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika, integritas
selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan dari tindakan
seseorang dan dikontraskan dengan kemunafikan atau bermuka dua.
Yaumi (2014:66) menjelaskan bahwa integritas adalah integrasi antara
etika dan moralitas, semakin terintegrasi, semakin tinggi level integritas
yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat
keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada salah satu sifat
harus diterapkan dalam proses pembelajaran. Kejujuran ini perlu
diterapkan disetiap mata pelajaran dan merupakan pencerminan dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk itu sekolah perlu membuat peraturan untuk
meningkatkan kejujuran siswa.
Thomas Jefferson (Yaumi, 2014:65) mendefinisikan kejujuran
adalah bab pertama dalam buku tentang kebijaksanaan. Nilai kejujuran
sangat penting sehingga dianggap sebagi bagian pertama dan yang utama
dari bagian yang lainnya.
Menurut Friedrich (Yaumi, 2014:65) kejujuran dapat
memakmurkan setiap kondisi kehidupan. Kejujuran dapat
mengembangkan kondisi kehidupan ke arah yang lebih baik, tanpa
kejujuran kondisi kehidupan pasti terganggu dan dapat membawa
dampak pada kemunduran dari segala apa yang dilakukuan.
Jujur merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan
realitas yang ada dan tidak dimanipulsai dengan cara berbohong atau
menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Dalam pembangunan
karakter di sekolah, kejujuran menjadi sangat penting untuk mendidik
karakter anak-anak bangsa. Karakter jujur dapat dilihat secara langsung
di dalam kelas, semisal ketika siswa melaksankan ujian. Perbuatan
mencotek mencerminkan perbuatan anak yang tidak jujur kepada diri,
2. Komponen-Komponen Karakter yang Baik
Menurut Lickona (2013:75) ada enam pengetahuan moral yang
diharapkan dapat menjadi tujuan pendidikan karakter:
a. Kesadaran moral
Tanggung jawab moral pertama seseorang adalah
menggunakan akal mereka untuk melihat kapan sebuah situasi
membutuhkan penilaian moral kemudian memikirkan dengan
cermat pertimbangan apakah yang benar untuk tindakan tersebut.
b. Mengetahui nilai-nilai moral
Nilai moral seperti menghormati kehidupan, dan
kemerdekaan, bertanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran,
keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas
kasih, kedermawanan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam
membentuk pribadi yang baik.
c. Pengambilan perspektif
Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil
sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang
lain, membayangkan bagaimana mereka akan berfikir, berkreasi,
dan marasa.
d. Penalaran moral
Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang
yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral. Seiring dengan
bahwa perkembangan terjadi secara bertahap. Meraka akan
mempelajari mana yang akan termasuk sebagai nalar moral dan
mana yang tidak ketika mereka akan melakukan sesuatu.
e. Membuat keputusan
Mampu memikirkan langkah yang mungkin akan diambil
seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral disebut
sebagai keterampilan pengambilan keputusan.
f. Memahami diri sendiri
Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan
dan kelemahan karakter kita dan mengetahui cara untuk
memperbaiki kelemahan tersebut.
Dari ke enam pengetahuan moral di atas, maka akan menimbulkan
adanya perasaan moral, di antaranya adalah:
a. Hati nurani
Hati nurani memiliki dua sisi, yaitu sisi kognitif dan sisi
emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang
benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa
berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.
b. Penghargaan diri
Jika kita memiliki penghargaan diri yang sehat, kita akan
dapat menghargai diri sendiri. Dan, jika kita menghargai diri
demikian, kecil kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau
pikiran kita atau membiarkan orang lain merusaknya.
c. Empati
Empati adalah kemampuan mengenali, atau merasakan,
keadaan yang tengah diamati orang lain. Empati merupakan sisi
emosional dari pengambilan perspektif.
d. Mencintai kebaikan
Jika orang mencintai kebaikan, meraka akan merasa senang
melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya
kewajiban.
e. Kon