HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI
DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA
Survey pada Siswa Kelas XII IIS SMA di wilayah Kabupaten Bantul yangMenerapkan Kurikulum 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Kornelia Venti Kristarina
NIM: 131334099
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus, Bunda Maria, Eyang-Eyang, dan Budhe/Pakdhe di surga
Kedua orangtuaku, Ibu Diana dan Bapak Chris
v
MOTTO
“Fiat voluntas tua, sicut in caelo in terra.” (Luke 11:2)
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATERI AKUNTANSI
DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA
Survey pada Siswa Kelas XII IIS SMA di wilayah Kabupaten Bantul yang Menerapkan Kurikulum 2013
Kornelia Venti Kristarina Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional siswa; 2) hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan keterampilan berpikir kreatif siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2017 dengan responden siswa SMA kelas XII IIS di Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013. Dari populasi penelitian sebanyak 464 siswa, diambil sampel penelitian sebanyak 210 siswa dengan teknik Cluster Sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksananaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional siswa (Spearman’s rho = 0,268; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < α =
ix
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN ACTIVE LEARNING FULFILLMENT LEVEL ON ACCOUNTING WITH STUDENT EMOTIONAL INTELLIGENCE AND
CREATIVE THINKING SKILLS
A Survey on the Twelfth Grade Students of Social Sciences Department of Senior High School Based on 2013 Curriculum in Bantul Regency
Kornelia Venti Kristarina Sanata Dharma University
2017
This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of active learning in accounting and student emotional intelligence; 2) correlation between fulfillment level of active learning in accounting and student creative thinking skills.
This study is a correlation research which was conducted from January to March 2017 on the twelfth grade students of Social Sciences Department of Senior High School based on 2013 curriculum in Bantul Regency. The population were 464 students, and the samples were 210 students taken by Cluster Sampling technique. The data were collected by using questionnaires and analyzed by using Spearman correlation.
The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of active learning in accounting and student emotional intelligence (Spearman’s rho = 0,268; Sig. (1-tailed) score = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of active learning in accounting and student creative thinking skills (Spearman’s rho = 0,236; Sig. (1-tailed) score =
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena
berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi
dengan Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa” dengan
lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini telah mendapatkan
banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kepala Program Studi Pendidikan
Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.
3. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen
Pembimbing skripsi. Ibu terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya
selama ini, terima kaih pula untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan perhatian
yang telah ibu berikan kepada saya.
4. Dosen penguji, terima kasih atas saran dan kritik yang telah diberikan
xi
5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan
banyak pengetahuan dan ilmu selama proses perkuliahan.
6. Karyawan kesekretariatan Program Studi Pendidikan Akuntansi terkhusus Ibu
Aris yang telah memberikan bimbingan dan pelayanan selama perkuliahan.
7. Orang tua penulis Ibu Catharina Diana Pujiastuti dan Bapak Chrisantus Setyo
Nugroho yang tidak lelah selalu mendoakan, mendukung, menyemangati dan
memperhatikan selama proses perkuliahan hingga penyusunan skrispsi.
8. Adik penulis Marcellinus Adityas Nugrananda, Jessy (dan anak-anaknya) atas
kesabaran dan dukungan selama ini.
9. Partner terbaik Chrisopras Orizano Inmawidhar terima kasih atas mouse ajaib
dan dukungan selama proses penyusunan skripsi.
10.Teman-teman satu wilayah penelitian dan bimbingan skripsi, Ira, Deddy,
Mandala, Purwoko Ria, Irma, Monel, Irene, Agnes, Leni, Yeri, Manda, Desy,
dan juga Helena PAK 12 yang telah saling membantu, menyemangati,
mendukung, memberi masukan, dan saran selama proses penyelesaian skripsi.
11.Sahabat-sahabat penulis Ayu, Stephani, Anas, Rosa, Stella, Vina, Sely, Kikik,
Ara, Alma, Puspa, Anggata, Izhal, dan Tommy atas bantuan, sharing, guyon,
dan hiburan yang dapat selalu memberi semangat.
12.Rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Akuntansi angkatan 2013 yang telah
saling membantu dan mendukung selama proses perkuliahan hingga
xii
13.Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
melalui program beasiswa Bidikmisi yang telah banyak memberi bantuan dana
perkuliahan dan uang saku sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
14.Semua pihak yang memberi dukungan, bimbingan, bantuan, serta motivasi
kepada penulis dari awal perkuliahan dan penyusunan hingga selesainya
skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, keterbatasan, dan jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis
bersedia menerima kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan kita semua.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Batasan Masalah ... 4
C.Rumusan Masalah ... 4
D.Tujuan Penelitian ... 4
xiv
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
A.Pembelajaran Aktif ... 6
B.Kecerdasan Emosional ... 14
C.Keterampilan Berpikir Kreatif ... 20
D.Persepsi Siswa ... 29
E. Kurikulum 2013 ... 30
F. Kerangka Berpikir ... 35
G.Model Penelitian ... 36
H.Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN... 38
A. Jenis Penelitian ... 38
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 39
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39
E. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel ... 42
F. Teknik Pengumpulan Data ... 48
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 48
H. Teknik Analisis Data ... 56
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 63
A.SMAN 1 Sewon ... 63
B.SMAN 1 Sedayu ... 67
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 72
xv
B.Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 77
C.Pengujian Hipotesis ... 78
D.Pembahasan ... 81
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 88
A.Kesimpulan ... 88
B.Keterbatasan ... 88
C.Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 39
Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Sampel ... 41
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif ... 43
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 44
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif ... 46
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif ... 50
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional ... 51
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif ... 52
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif ... 53
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ketiga Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif ... 54
Tabel 3.11 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 55
Tabel 3.12 Nilai Persentil PAP tipe II ... 57
Tabel 3.13 Rentang Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif ... 58
Tabel 3.14 Rentang Variabel Kecerdasan Emosional ... 59
Tabel 3.15 Rentang Variabel Keterampilan Berpikir Kreatif ... 59
xvii
Tabel 4.1 Jumlah Guru dan Pegawai SMAN 1 Sewon ... 65
Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMAN 1 Sewon ... 66
Tabel 4.3 Jumlah Siswa SMAN 1 Sedayu ... 71
Tabel 5.1 Responden Penelitian ... 72
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Asal Sekolah ... 72
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73
Tabel 5.4 Status Sekolah Asal Siswa ... 73
Tabel 5.5 Deskripsi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif ... 74
Tabel 5.6 Deskripsi Kecerdasan Emosional... 75
Tabel 5.7 Deskripsi Keterampilan Berpikir Kreatif ... 76
Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dan Kecerdasan Emosional Siswa ... 77
Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa ... 77
Tabel 5.10 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada Materi Akuntansi dan Kecerdasan Emosional Siswa ... 79
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Instrumen Penelitian ... 93
Lampiran II Data Induk Penelitian ... 101
Lampiran III Tabel r ... 114
Lampiran IV Data Jumlah Siswa Dinas Pendidikan Kab. Bantul ... 121
Lampiran V Uji Validitas ... 123
Lampiran VI Uji Reliabilitas ... 129
Lampiran VII Uji Normalitas ... 131
Lampiran VIII Uji Korelasi Spearman ... 133
Lampiran IX Surat Ijin Penelitian ... 135
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berperan penting dalam membentuk karakter dan
perilaku seseorang. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang RI No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, fungsi pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam sistem pendidikan
di Indonesia, pendidikan ditempuh melalui jenjang sekolah sampai
perguruan tinggi. Selama kurun waktu menimba ilmu tersebut pendidikan
mempunyai andil yang besar dalam memberikan pelayanan sesuai bakat,
minat, dan kemampuan peserta didik. Hal-hal tersebut terfasilitasi oleh
sekolah melalui kurikulum yang telah didesain sedemikian rupa oleh
pemerintah. Jalannya proses pembelajaran diatur oleh kurikulum yang
diterapkan di suatu sekolah.
Sistem pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia sendiri saat ini
sudah banyak menganut kurikulum 2013. Pendekatan yang diterapkan
pada kurikulum 2013 dapat mengembangkan proses berpikir siswa melalui
pembelajaran di dalam kelas. Suatu pembelajaran diciptakan supaya
tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai dan di dalamnya melibatkan
kesiapan mental dan tindakan peserta didik itu sendiri. Kelas yang dapat
melibatkan siswa untuk mempertajam fungsi-fungsi berpikir, dan
kecerdasan yang mereka miliki dapat diperoleh dalam kelas yang aktif.
Pembelajaran aktif sejalan dengan tujuan diterapkannya kurikulum 2013,
pembelajaran yang berpusat pada siswa diharapkan dapat menjadi sarana
yang menyenangkan, mendukung, dan secara pribadi menarik hati.
Kesadaran akan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik
didasari pada pemahaman bahwa setiap anak memiliki potensi yang
berbeda-beda.
Berbicara mengenai kecerdasan seseorang, dalam makna paling
harfiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap
kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental
yang hebat atau meluap-luap”. Menurut Sylwester (dalam Hollingsworth
dan Lewis, 2008:vii) emosi sangatlah penting dalam proses pendidikan
karena hal itulah yang membangkitkan perhatian, yang kemudian akan
membangkitkan pembelajaran dan daya ingat. Dewasa ini dalam proses
pendidikan tidak melulu melihat kecerdasan dari sisi intelektual,
pembelajaran aktif diperlukan setidaknya untuk menambah gairah belajar,
juga untuk menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan
individu dan berbagai macam intelegensia, salah satunya emotional
inteligence atau lebih dikenal dengan kecerdasan emosional.
Pembelajaran aktif dapat membantu siswa dalam pembentukan
cara berpikir kreatif, selama mengenyam pendidikan di bangku sekolah
siswa belajar mengembangkan kemampuan berpikir. Pada saat kegiatan
yang harus dilakukan. Mereka menggunakan otak mereka untuk
mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah, dan
menerapkan apa yang mereka pelajari yang diharapkan dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menyelidiki tingkat
keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan
kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA di
Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantul dengan
alasan, beberapa SMA di wilayah Kabupaten Bantul telah menerapkan
kurikulum 2013 dan penulis pernah melaksanakan Program Pengalaman
Lapangan (PPL) di salah satu SMA yang telah menerapkan kurikulum
2013 di Kabupaten Bantul, yang menurut penulis dalam pelajaran ekonomi
(akuntansi) guru telah mengupayakan pembelajaran aktif.
Pengalaman penulis mengenai penerapan pembelajaran aktif yang
telah penulis rasakan saat menjalani PPL bahwa guru sepenuhnya
memusatkan pembelajaran kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat
mencari, mempelajari, mengolah informasi, menyimpulkan, dan
menyampaikannya bersama siswa-siswa lainnya. Semua proses tersebut
berada di bawah pengawasan guru dan kegiatan pembelajaran berlangsung
melalui siswa itu sendiri juga dalam kelompok-kelompok kecil. Guru
dalam mengawali pembelajaran di dalam kelas hanya menyampaikan
tujuan serta materi yang akan dipelajari oleh siswa, selebihnya proses
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan judul
penelitian “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif pada
Materi Akuntansi dengan Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa”. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa SMA di
wilayah Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013.
B. Batasan Masalah
Untuk lebih mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti
membatasi ruang lingkup masalah mengenai persepsi siswa tentang
hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi
dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional
siswa?
2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan keterampilan berpikir
kreatif siswa?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
1. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif
pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional siswa.
2. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif
pada materi akuntansi dan keterampilan berpikir kreatif siswa.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi guru
ekonomi dalam penerapan pembelajaran aktif pada proses
pembelajaran.
2. Manfaat Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi para guru
dalam penerapan pembelajaran aktif di semua mata pelajaran.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan
pengalaman lebih pada peneliti khususnya berkaitan dengan tingkat
keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan
kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa.
4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti
selanjutnya untuk menggali fakta terkait dengan pembelajaran aktif
Siswa belajar secara aktif ketika mereka secara terus-menerus
terlibat, baik secara mental ataupun secara fisik. Pembelajaran aktif itu
penuh semangat, hidup, giat, berkesinambungan, kuat, dan efektif.
Pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika siswa
bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman
yang dialami (Hollingsworth dan Lewis, 2008:viii). Sedangkan
pembelajaran aktif menurut Hamzah dan Nurdin (2012:77) merupakan
proses pembelajaran ketika siswa diharapkann aktif terlibat dalam
kegiatan pembelajaran untuk berpikir, berinteraksi, berbuat untuk
mencoba, menemukan konsep baru atau menghasilkan suatu karya.
Aktivitas pengalaman betul-betul membantu membuat
pembelajaran aktif. Aktivitas semacam itu secara khusus melibatkan
bermain peran, games (permainan), simulasi, dan tugas problem
solving. Seringkali jauh lebih baik peserta didik untuk mengalami
sesuatu daripada sekedar mendengarkan dan membicarakannya.
Dengan menggunakan teknik-teknik pembelajaran aktif cenderung
mengurangi problem manajemen kelas yang seringkali mengganggu
pengajar yang betul-betul merasa berat pada ceramah dan diskusi
kelompok besar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
keterlaksanaan pembelajaran aktif adalah strategi pembelajaran yang
telah dilaksanakan oleh sekolah dengan melibatkan siswa yang dituntut
memahami dan memecahkan masalahnya sendiri dengan keterampilan
yang dimiliki untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3. Membuat Peserta Didik Aktif Sejak Dini
Menurut Silberman (2002:39-40) ketika memulai pelajaran, maka
sangat penting membuat para peserta didik agar aktif sejak awal.
Berbagai kegiatan pembuka struktur pembelajaran dibuat agar peserta
didik lebih mengenal, menggerak-gerakkan, membangkitkan pikiran,
dan memancing perhatian mereka terhadap mata pelajaran. Pada
saat-saat paling awal pembelajaran aktif, ada tiga tujuan penting yang harus
diapai. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Team building (membangun tim); bantulah peserta didik menjadi
kenal satu sama lain dan ciptakan semangat kerjasama dan saling
bergantung.
b. Penegasan; pelajarilah sikap, pengetahuan, dan pengalaman peserta
didik.
c. Keterlibatan belajar seketika; bangkitkan minat awal pada mata
pelajaran.
Semua tujuan ini, ketika tercapai, membantu mengembangkan
lingkungan belajar yang melibatkan peserta didik, mengembangkan
kemauan mereka untuk berperan serta dalam pengajaran aktif,
4. Penerapan Pembelajaran Aktif kepada Peserta Didik
Silberman (2002:99-100) menyatakan bahwa pendidikan pada
semua tingkatan terkait dengan memperoleh pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), dan sikap (attitudes). Belajar (pengetahuan)
kognitif meliputi mendapatkan infomasi dan konsep. Itu dilakukan
tidak hanya memahami pelajaran namun juga dengan menganalisis dan
menerapkannya terhadap berbagai situasi baru. Belajar (sikap) afektif
melibatkan pengujian dan klarifikasi perasaan dan preferensi. Para
peserta didik dilibatkan dalam menilai diri mereka sendiri dan
hubungan personalnya terhadap pelajaran.
Dalam pembelajaran aktif suatu informasi, keterampilan, dan sikap
terjadi lewat suatu proses pencarian. Para peserta didik lebih berada
dalam suatu bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif
(reactive). Yakni, mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan baik
yang ditentukan kepada mereka maupun yang ditentukan oleh mereka.
Mereka mencari solusi terhadap permasalahan yang telah ditantang
oleh guru agar mereka selesaikan. Mereka tertarik untuk memperoleh
informasi atau keterampilan guna menyempurnakan tugas-tugas yang
diberikan kepada mereka, dan mereka dihadapkan dengan berbagai
masalah yang memaksa mereka menguji apa yang mereka yakini dan
nilai. Semua ini terjadi ketika peserta didik diatur dalam berbagai tugas
dan kegiatan yang sangat mendorong mereka untuk berpikir, bekerja,
Suasana pengelolaan kelas dapat dilihat sebagai gabungan antara
praktik dan prosedur yang digunakan untuk menciptakan lingkungan
belajar yang aman dan bersifat mengembangkan kemampuan serta
memaksimalkan waktu belajar. Pengelolaan kelas yang termasuk
dalam praktik dan prosedur adalah aturan perilaku, strategi
pengelolaan waktu, prosedur untuk mengatur dan mengorganisir grup
secara efektif, prosedur untuk membagi dan mengumpulkan materi
secara efisien.
5. Bagaimana Belajar Agar Tidak Lupa
Menurut Silberman (2002:237-238) sebagian pengajar
menyampaikan materi hingga saat-saat akhir waku pelajaran, semester,
atau kursus studi. Alasan mengajar sampai akhir sering menyebabkan
penyembunyian, penyamaran, dan penghamburan mengenai informasi,
topik dan materi pelajaran. Sebaliknya ketika pembelajaran aktif
berlangsung, ada kesempatan untuk memahami. Ketika waktu
digunakan untuk mengonsolidasikan apa yang telah dipelajari, ada
kesempatan untuk retensi (penyimpanan).
Di samping menyimpan apa yang telah dipelajari, juga penting
untuk mengecapnya. Seperti pengalaman, belajar dikecap ketika ada
kesempatan untuk merefleksikannya dan memberinya akhiran
emosional. Ada tindakan-tindakan positif yang dapat diambil untuk
menjadikan kelas berarti, dan mungkin, bahkan penutupan yang tidak
a. Strategi meninjau; berkaitan dengan cara-cara membantu peserta
didik mengingat ulang apa yang telah mereka pelajari, mengetes
pengetahuan dan kemampuan sekarang. Guru harus menemukan
strategi meninjau yang mendorong dan membantu peserta didik “menyimpan” pelajaran yang telah mereka peroleh.
b. Penilaian diri; berkaitan dengan cara-cara membantu peserta didik
menilai apa yang sekarang mereka ketahui, apa yang dapat mereka
lakukan sekarang, dan sikap apa yang seharusnya mereka pegangi.
Guru harus menemukan strategi penilaian yang membantu peserta
didik mengevaluasi kemajuan mereka.
c. Perencanaan masa depan; berkaitan dengan cara membantu peserta
didik mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan untuk
menggunakan apa yang telah mereka pelajari; guru harus
menemukan strategi perencanaan masa depan yang
mengonfrontasikan peserta didik dengan fakta bahwa belajarnya
tidak berhenti di ruangan kelas.
d. Sentimen akhir; berkaitan dengan cara membantu peserta didik
mengenang pengalamannya dan menemukan strategi yang
membantu menutup pelajaran dan memudahkan peserta didik
mengatakan goodbye.
6. Indikator Pembelajaran Aktif
Menurut Zulfahmi (2013:278-284) indikator-indikator
a. Pembelajaran hendaknya berpusat pada siswa (student centered).
Oleh sebab itu, materi pembelajaran hendaknya dikaitkan dengan
kebutuhan, minat, dan orientasi siswa dalam kehidupan nyata. Jika
materi pembelajaran hanya perlu dalam pandangan guru, siswa
tidak akan berpartisipasi aktif dalam proses dan pemerolehan hasil
belajarnya.
b. Pembelajaran hendaknya didasarkan atas tujuan yang jelas dan
dipahami siswa. Guru hendaknya mengomunikasikan tujuan
pembelajaran sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. Tanpa
kejelasan tujuan, siswa tidak mungkin terlibat aktif dalam proses
dan pemerolehan hasil belajarnya.
c. Pembelajaran aktif hanya dimungkinkan jika siswa dihadapkan
pada suatu masalah yang perlu dipecahkan sehingga siswa
melakukan proses penemuan.
d. Siswa hendaknya memiliki rambu-rambu yang jelas.
Rambu-rambu tersebut dirumuskan bersama oleh guru dan siswa, atau
dirumuskan guru namun disetujui, dikomunikasikan, dan dipahami
siswa.
e. Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memungkinkan
siswa mengaitkan pengalaman dan pengetahuan siap yang telah
dimilikinya dengan pengalaman baru yang ditawarkan guru dalam
f. Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memungkinkan
adanya perspektif atau pandangan baru siswa tentang topik atau
materi pembelajaran. Perspektif baru tentang topik atau materi
hendaknya bukan karena dijejalkan guru, tetapi sesuai dengan
pengalaman ketika melakukan proses penemuan.
g. Pembelajaran aktif hendaknya memungkinkan berkembangnya
konstelasi nilai dan asumsi dari berbagai disiplin ilmu dalam diri
siswa.
h. Pembelajaran aktif hendaknya memungkinkan siswa
mengembangkan sikap terbuka terhadap hasil pembelajarannya.
Artinya, siswa memahami hasil-hasil pembelajaran yang telah
dicapai sesuai dengan topik dan menyadari hal-hal apa yang belum
dipahami.
i. Pembelajaran aktif memerlukan media yang layak. Karakteristik
utama media yang diperlukan siswa adalah media yang
memungkinkan siswa mengembangkan kemampuannya.
j. Pembelajaran hanya dimungkinkan jika siswa memiliki kesadaran
bahwa dirinya merupakan subyek yang bertanggung jawab secara
mandiri, baik dalam proses maupun pemerolehan hasil belajarnya.
Faktor kesadaran dan tanggung jawab individual siswa merupakan
faktor yang penting karena siswa akan aktif memillih,
merencanakan, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan,
k. Pembelajaran tidak hanya melibatkan aktivitas fisik dan mental
tetapi juga keseluruhan indera. Seluruh faktor tersebut akan
digerakkan jika siswa menempuh prinsip belajar sambil berbuat
dan belajar melalui mengalami.
l. Pembelajaran bukan hanya melibatkan aktivitas belahan otak
sebelah kanan namun juga kiri. Faktor kesadaran dan ambang sadar
hendaknya dikembangkan secara maksimal
m. Interaksi sosal, baik antara siswa-guru, siswa-siswa lainnya, siswa
lingkungan merupakan manifestasi kemandirian dan tanggung
jawab individu dalam konteks kebersamaan melalui kerja sama.
n. Pembelajaran aktif dipengaruhi oleh umpan balik. Bagi siswa,
umpan balik dimanfaatkan untuk merefleksi apa yang telah
dipelajari, apa yang belum dikuasai, apa yang dapat direncanakan
dan dikerjakan pada masa mendatang untuk mengembangkan apa
yang telah dipelajari, dll. Bagi guru, umpan balik dapat
dimanfaatkan untuk mencermati kelemahan dan kekuatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan dan mengembangkan
pembelajaran yang lebih baik pada masa mendatang.
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakan, bergerak”, ditambah awalan “e-“ untuk
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Semua emosi, pada
dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk
mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur
oleh evolusi (Goleman: 2009).
Goleman (2009:45) menyatakan bahwa kecerdasan emosional
merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan
hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir; berempati dan berdoa.
Para ahli sosiobiologi menunjuk pada keunggulan perasaan
dibandingkan nalar pada saat-saat kritis, mereka menyimpulkan
tentang mengapa evolusi menempatkan emosi sebagai titik pusat jiwa
manusia. Menurut para ahli tersebut, emosi menuntun kita menghadapi
saat-saat kritis dan tugas-tugas yang terlampau riskan bila hanya
diserahkan kepada otak. Berbeda dengan tes-tes untuk IQ yang sudah
dikenal, sampai sekarang belum ada tes tertulis tunggal yang menghasilkan “nilai kecerdasan emosional”. Landasan di balik tingkat
kemampuan ini tentu saja adalah saraf, tetapi sebagaimana akan kita
lihat, otak akan terus menerus belajar.
Orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik
berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam
produktivitas mereka; orang yang tidak dapat menghimpun kendali
tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan
batin yang merampas kemampuan mereka untuk memusatkan
perhatian pada pekerjaan dan memiliki pikiran yang jernih
2. Cara Melatih Emosi
Selain dilatih dalam pembelajaran di sekolah, kecerdasan
emosional atau emosi juga dilatih di dalam rumah melalui peran
orangtua dan keluarga. Di dalam keluarga, orangtua akan membina
hubungan dengan anak-anak sambil meningkatkan kecerdasan
emosional mereka. Pelatihan emosi terjadi dalam lima langkah,
langkah-langkah ini mencakup: (Gottman, 2008:73)
a. Menyadari Emosi Anak
Orangtua yang sadar terhadap emosi-emosi mereka sendiri
dapat menggunakan kepekaan mereka untuk menyelaraskan diri
dengan perasaan-perasaan anak mereka. Seringkali anak-anak
mengungkapkan emosi mereka secara tidak langsung dan dengan
cara-cara yang membingungkan orang-orang dewasa. Setiap kali
orangtua merasa berpihak pada anak, maka orangtua tahu apa yang
sedang dirasakan anak mereka, berarti orangtua sedang mengalami
b. Mengenali Emosi Sebagai Peluang untuk Menjadi Akrab dan untuk
Mengajar
Bagi banyak orangtua, mengenali emosi negatif anak-anak
dapat dijadikan peluang untuk menjalin ikatan dan mengajar,
orangtua dapat memandang amarah anak-anak sebagai suatu
tantangan. Dengan mengakui emosi-emosi anak, orangtua dapat
menolong mereka mempelajari keterampilan-keterampilan untuk
menghibur diri mereka sendiri, keterampilan-keterampilan yang
akan berguna bagi mereka untuk seumur hidup. Anak akan belajar
bahwa orangtua adalah sekutu dan memikirkan bagaimana caranya
bekerjasama.
c. Mendengarkan dengan Penuh Empati dan Menegaskan
Perasaan-Perasaan Anak
Mendengarkan dengan empati, menggunakan mata untuk
mengamati petunjuk fisik emosi-emosi anak. Orangtua diharapkan
dapat menggunakan kata-kata untuk merumuskan kembali, dengan
cara yang menenangkan dan tidak mengecam, apa yang didengar
dan untuk menolong anak memberi nama emosi-emosi mereka.
Paling penting adalah menggunakan hati untuk merasakan apa
yang sedang dirasakan oleh anak. Mendengarkan anak pada saat
emosional menyadarkan orangtua bahwa menyampaikan
daripada mengajukan penrtanyaan-pertanyaan menyelidik untuk
membuat percakapan berlangsung lancar.
d. Menolong Anak Memberi Label Emosi-Emosi dengan Kata-Kata
Langkah yang mudah dan sangat penting dalam pelatihan
emosi adalah menolong anak memberi nama emosi-emosi mereka
sewaktu emosi-emosi itu mereka alami. Menyediakan kata-kata
dapat menolong anak mengubah suatu perasaan yang tidak jelas,
menakutkan, dan tidak nyaman menjadi sesuatu yang tidak dapat
dirumuskan, sesuatu yang mempunyai batas-batas dan merupakan
bagian wajar dari kehidupan sehari-hari. Orangtua dapat membantu
membimbing anak menjajaki rangkaian emosinya.
e. Menentukan Batas-Batas, Menolong Anak Memecahkan Masalah
Setelah orangtua mau mendengarkan anak dan menolongnya
memberi nama serta memahami emosinya, orangtua dapat merasa
tertarik ke dalam suatu proses pemecahan masalah. Proses ini
memiliki lima tahap, yaitu: (1) menentukan batas-batas; (2)
menentukan sasaran; (3) memikirkan pemecahan yang mungkin;
(4) mengevaluasi pemecahan yang disarankan berdasarkan
nilai-nilai keluarga; dan (5) menolong anak memilih satu pemecahan.
3. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosinal
Salovey (dalam Goleman, 2009:57-59) menempatkan kecerdasan
yang dicetuskannya, seraya meperluas kemampuan ini menjadi lima
wilayah utama:
a. Mengenali emosi diri, yaitu kemampuan untuk memantau perasaan
dari waktu ke waktu. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan
kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan
perasaan. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang
perasaannya mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan
mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan
masalah pribadi.
b. Mengelola emosi, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri,
melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan.
Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini
akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung,
sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh
lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
c. Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk menata emosi
sebagai alat untuk mencapai tujuan kaitannya untuk memotivasi
diri sendiri dan menguasai diri sendiri, menahan diri terhadap
kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Orang-orang yang
memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan
efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
d. Mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan meneliti akar
Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial
yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan
atau dikehendaki orang lain.
e. Membina hubungan, yaitu merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain, meliputi keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang
apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang
lain.
C. Keterampilan Berpikir Kreatif
1. Kreativitas
Kreativitas pada awalnya dipahami sebagai sesuatu yang langka,
sehingga hanya orang-orang tertentu yang memiliknya yaitu orang
yang diyakini telah mendapatkan anugerah Tuhan. Menurut James
Evan (dalam Hamzah dkk., 2014:105) hal ini sebagaimana ditunjukkan
oleh teori Spekulatif tentang kreativitas. Disebut Spekulatif karena
tidak didasari oleh kerangka keilmiahan yang memadai. Menurut teori
ini kreativitas dipandang sebagai:
a. Inspirasi ilahi
b. Sebuah bentuk kegilaan
c. Sebuah bentuk intuisi yang sangat dikembangkan
d. Sebuah manifestasi dari daya kreatif yang melekat dari dalam diri
e. Sebuah daya kosmis yang berpusat pada alam
Kreativitas pada awalnya sulit didefinisikan sehingga jarang
ditirukan definisinya. Sulitnya menemukan definisi kreativitas, antara
lain dikemukakan oleh Semiawan, dkk. (dalam Hamzah dkk.,
2014:105), bahwa kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan
yang sangat khusus sifatnya dan hampir tak mungkin dirumuskan
secara tuntas. Nampak bahwa kreativitas itu berupa potensi seseorang
yang masih sulit didefiniskan. Tetapi dengan berkembangnya
penelitian di bidang kepribadian dan majunya teknologi, kreativitas
tidak dianggap lagi sebagai milik orang-orang terpilih tetapi dimiliki
oleh semua orang sebagai potensi yang dapat dikembangkan. Snyder
dan Mulcahy (dalam Hamzah dkk., 2014:106), dalam hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa kreativitas dapat ditingkatkan,
yaitu melalui pengaktifan beberapa bagian otak lewat magnetisme.
Dengan adanya perhatian para ahli terutama para psikolog, muncullah
beberapa teori tentang kreativitas antara lainnya; (a) teori
Asosiasionisme, dan (b) teori Neopsikoanailisis. Sebagai potensi
pribadi yang dapat dikembangkan, maka kreativitas seseorang berbeda
dengan kreativitas orang lain, sebab tidak ada individu yang sama.
Teori Asosiasionisme, didasarkan pada azas bahwa pikiran
merupakan asosiasi ide, diperoleh dari pengalaman, sesuai dengan
hukum. Sedangkan Teori Neopsikoanalisis meninjau kreativitas
Prasadar merupakan sumber kreativitas karena kebebasannya
mengumpulkan, membandingkan, dan mengatur kembali ide-ide. Dari
kedua teori ini dapat dipahami bahwa kreativitas itu adalah asosiasi
ide-ide yang diperoleh melalui pengalaman sebagai hasil pikiran
prasadar.
Urban, mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan mencipta
sesuatu yang baru, tidak biasa dan mengejutkan, sebagai pemecahan
atas suatu masalah. Sebagai pemecah masalah, Parnes (dalam Hamzah
dkk., 2014:107) memperbaiki pemecahan masalah Osborn,
menyatakan enam langkah pemecahan masalah kreatif yaitu:
a. Penemuan kekacauan, yaitu kesadaran adanya tantangan, perhatian
dan kesempatan di dalam sistem itu, dan menyeleksi sasaran yang
penting.
b. Penemuan fakta, adalah mengumpulkan sebanyak mungkin
informasi untuk memahami kekacauan itu.
c. Penemuan problem, adalah rumusan seperangkat kondisi sekarang,
gejala-gejala, penyebab-penyebab, dan kejadian-kejadian yang
menggerakkan seperangkat problem.
d. Penemuan ide, adalah penemuan teknik-teknik yang tepat
mengatasi problem.
e. Penemuan penyelesaian, adalah penggunaan teknik sampai
f. Penemuan penerimaan, adalah perumusan rencana tindakan untuk
melaksanakan hasil pemecahan masalah.
Dari pendapat Parnes ini, kreativitas menuju pada upaya seseorang
memecahkan masalah dan menemukan inovasi dari pemecahan
masalah tersebut.
2. Berpikir
Berpikir menurut pemahaman umum manusia adalah hal esensi
menyangkut kemanusiannya. Esensi, karena berpikir inilah yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan berpikir manusia
dapat menemukan hal-hal baru sehingga secara ekologi dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Berpikir menjadi hal utama
penyebab manusia terhindar dari kepunahan sampai saat ini. Setiap
situasi, setiap perubahan dan setiap keadaan manusia senantiasa berada
pada posisi pengendali. Manusia menjadi penentu arah perubahan dan
pengendali alam lingkungannya.
Berpikir itu terkait dengan kerja-kerja otak manusia, sebagaimana
dikemukakan oleh Koestler (dalam Hamzah dkk., 2014:110) setelah
meneliti fungsi otak, ia menemukan teori berpikir Bisosiatif. Menurut
teori Bisosiatif, belahan otak kanan manusia lebih bersifat lateral (ke
samping) dan divergen sedangkan belahan otak kiri, vertikal dan
konvergen. Teori Bisosiatif mengandung arti bahwa setiap persoalan
tertentu dapat dikaitkan dengan persoalan dari bidang lain yang
informasi penting mengenai kerja belahan-belahan otak, walaupun
demikian, sebagai suatu sistem, maka belahan-belahan otak tidak
mungkin bekeja sendiri-sendiri.
Guilford (dalam Hamzah dkk., 2014:111), membagi kemampuan
berpikir dalam tiga kategori; (a) kognitif, (b) produktif, dan (c)
evaluatif. Kemampuan berpikir produktif dibagi menjadi dua, yaitu; (a)
konvergen, dan (b) divergen. Pemikiran konvergen bergerak menuju
jawaban tertentu atau konversional, sebaliknya pemikiran divergen
bergerak ke berbagai arah, tidak menuju ke jawaban yang tersedia.
Menurutnya pemikiran konvergen terfokus pada penyelesaian
tepat-tunggal, sedangkan berpikir divergen dapat menghasilkan berbagai
penyelesaian. Berpikir konvergen dan divergen merupakan hasil kerja
belahan-belahan otak. Berpikir konvergen adalah cara berpikir yang
menghasilkan satu jawaban tepat, sedangkan berpikir divergen
menghasilkan beberapa kemungkinan jawaban untuk tiap persoalan.
Jelaslah bahwa berpikir divergen memberikan ruang yang lebih
longgar atas pemunculan ide-ide kemungkinan jawaban setiap
permasalahan, maka berpikir divergen disinonimkan dengan berpikir
kreatif.
3. Berpikir Kreatif
Menurut Schwartz (dalam Hamzah dkk., 2014:113) ia
baik untuk mengerjakan segala sesuatu. MacKinnon menyatakan tiga
syarat penting dari berpikir kreatif yaitu;
a. melibatkan respon atau gagasan yang baru,
b. dapat memecahkan persoalan secara realistis, dan
c. mempertahankan insight yang orisinil.
Kebaruan, realistis, dan orisinalitas menjadi syarat penting dalam
berpikir kreatif.
Sebagai bentuk pemikiran, berpikir kreatif berusaha menghasilkan
sesuatu yang baru melalui penggabungan baru dari unsur-unsur yang
telah ada dalam pikiran seseorang melalui sebuah proses. Proses
berpikir ini menurut teori Walls ada empat tahap yaitu: (a) persiapan,
(b) inkubasi, (c) iluminasi, dan (d) verifikasi. Tahap persiapan, yaitu
tahap bepikir kreatif dengan mempersiapkan diri untuk memecahkan
masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya atau
berdiskusi dengan orang lain. Tahap inkubasi atau pengeraman, yaitu
tahap berpikir kreatif dengan seakan-akan melepaskan diri untuk
sementara waktu dari masalah yang dihadapi. Tahap iluminasi adalah
tahap berpikir kreatif dengan munculnya gagasan baru sebagai
pemecah masalah. Dalam tahap ini muncul pikiran atau gagasan yang
dapat digunakan sebagai dasar pemacah masalah atau pandangan baru
yang dibutuhkan untuk membuka wawasan. Tahap verifikasi adalah
atau kreasi baru. Pada tahap ini akan diperolah apakah gagasan yang
ditelorkan dapat dilaksanakan atau tidak.
Akbar dkk. (dalam Hamzah dkk., 2014:114), menyebutkan lima
ciri berpikir kreatif:
a. Berpikir lancar, yaitu; (1) mencetuskan banyak gagasan, jawaban,
penyelesaian masalah, (2) memberikan banyak cara atau saran
untuk melakukan berbagai hal, dan (3) selalu memikirkan lebih
dari satu jawaban.
b. Berpikir luwes, yaitu; (1) menghasilkan gagasan, jawaban atau
pertanyaan yang bervariasi, (2) melihat suatu masalah dari sudut
pandang berbeda, (3) mencari banyak alternatif atau arah yang
berbeda, dan (4) mampu mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran.
c. Berpikir rasional, yaitu; (1) mampu melahirkan ungkapan yang
baru dan unik, (2) memikirkan cara yang tidak lazim untuk
mengungkapkan diri, dan (3) membuat kombinasi-kombinasi yang
tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
d. Merinci atau mengelaborasi, yaitu; (1) mampu memperkaya dan
mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan (2) menambah
atau merinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan atau situasi
sehingga lebih menarik.
e. Menilai, yaitu; (1) menentukan patokan penilaian sendiri dan dapat
mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, dan
(3) dapat melaksanakan gagasannya.
Definisi konseptual dari berpikir kreatif adalah suatu bentuk pemikiran
untuk menemukan jawaban, metode atau cara-cara yang baru dalam
menanggapi suatu persoalan untuk memecahkan masalah. Sedangkan
menurut Geoffrey Rawlinson (1989:11) berpikir kreatif merupakan
upaya untuk menghubungkan benda-benda atau gagasan-gagasan yang
sebelumnya tidak berhubungan. Dengan demikian berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan keterampilan berpikir
kreatif adalah suatu upaya atau bentuk pemikiran untuk menemukan
jawaban dan cara-cara baru untuk memecahkan masalah dengan
menghubungkan gagasan-gagasan yang tidak berhubungan.
4. Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif
Aspek/ciri-ciri berpikir kreatif dinyatakan Akbar dkk. (dalam
Hamzah dkk.: 2014) sebagai berikut:
a. Kelancaran berpikir diartikan sebagai kemampuan untuk
menciptakan segudang ide. Mencetuskan banyak gagasan dalam
pemecahan masalah; memberikan banyak jawaban dalam
menjawab suatu pertanyaan; memberikan banyak cara atau saran
untuk melakukan berbagai hal; bekerja lebih cepat; dan melakukan
lebih banyak daripada anak-anak lain.
b. Keluwesan berpikir menggambarkan kemampuan seseorang
memerlukan untuk itu, atau kecenderungan untuk memandang
sebuah masalah secara instan dari berbagai perspektif.
Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu
pertanyaan bervariasi; dapat melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda-beda; dan menyajikan suatu konsep dengan
cara yang berbeda-beda.
c. Rasional berpikir, artinya argumen yang diberikan selalu
berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta
fenomena nyata.
d. Elaborasi diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan sebuah
obyek tertentu. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang
lain; dan menambahkan atau memperici suatu gagasan sehingga
meningkatkan kualitas gagasan tersebut.
e. Menilai, dapat menemukan kebenaran suatu pertanyaan atau
kebenaran suatu rencana penyelesaian masalah; dapat mencetuskan
gagasan penyelesaian suatu masalah dan dapat melaksanakannya
dengan benar; dan mempunyai alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan.
f. Imajinatif merupakan kemampuan untuk membentuk berbagai
bentuk dan mencerminkan berbagai variasi pikiran/mental atau
konsep pemikiran berbagai hal tentang orang, tempat, sesuatu dan
g. Keaslian berpikir, memberikan gagasan yang baru dalam
menyelesaikan masalah atau jawaban yang lain dari yang sudah
biasa dalam menjawab suatu pertanyaan; dan membuat
kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
h. Menghadapi tantangan, berpikir kreatif dipakai untuk
mengembangkan kemampuan dalam menghadapi tantangan dalam
kehidupan.
i. Ingin tahu, individu dengan potensi kreatif mempunyai hasrat ingin
tahu, bersikap terhadap pengalaman baru. Orang yang kreatif
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kuat, ia mempertanyakan
segala sesuatu dan mempertahankan rasa ingin tahu mereka.
j. Berani mengambil resiko, sifat ini berhubungan ketika berhadapan
dengan segala sesuatu yang belum jelas, baik itu situasi, masalah,
jawaban dan lain-lain.
k. Menghargai, pemikir kreatif menghargai kesalahan yang mereka
lakukan untuk mempelajari nilai dan menghargai sebuah kejujuran.
l. Memiliki prinsip, memiliki keyakinan dan menggunakan keadilan
sesuai dengan prinsip masing-masing.
D. Persepsi Siswa
Aisyah (2015:7) menyatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman
yang dihasilkan oleh pancaindra, persepsi dipengaruhi oleh minat,
kepentingan, kebisaan yang dipelajari, bentuk dan latar belakang.
masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat disimpulkan persepsi siswa adalah cara
pandang siswa terhadap sesuatu dan dapat mengutarakan pemahaman daya
pikir dan otak mereka, dalam penelitian ini penulis hendak mengetahui
persepsi siswa tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada
materi akuntansi dengan kecerdasan emosional dan keterampilan berpikir
kreatif siswa.
E. Kurikulum 2013
1. Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik menurut Kuhlthau, Maniotes, dan Caspari
(dalam Abidin, 2014:125) merupakan model pembelajaran yang
menuntut siswa beraktivitas sebagaimana seorang ahli sains, dalam
praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian aktivitas
selayaknya langkah-langkah penerapan metode ilmiah. Serangkaian
aktivitas dimaksud meliputi merumuskan masalah, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data, dan
membuat kesimpulan.
Dalam modul Diklat Kurikulum 2013 (dalam Majid, 2014:95)
menyatakan pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi
bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
dalam proses pembelajaran pendekatan saintifik, siswa memanfaatkan
sejumlah teori yang telah didapatkan sebelumnya untuk dikorelasikan
dengan pengamatan yang dilakukannya sendiri di lapangan.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
saintifik merupakan proses pembelajaran yang menuntut siswa
menggunakan pendekatan ilmiah yang melibatkan kegiatan
pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan
hipotesis atau mengumpulkan data berdasarkan kemampuannya sendiri
melalui sumber-sumber pembelajaran.
2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan di dalam kegiatan
pembelajaran yang mengutamakan kreativitas dan temuan-temuan
siswa. Pengalaman belajar, baik itu yang berupa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mereka peroleh berdasarkan kesadaran dan
kepentingan mereka sendiri. Materi yang dipelajari berbasis fakta atau
fenomena yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) yang sedang
dikembangkan guru. Fakta atau fenomena itu siswa amati, mereka
pertanyakan, mereka cari jawabannya sendiri dari berbagai sumber
yang relevan, dan bermuara pada sebuah jawaban yang dapat
dipertanggungjawabkan. Karakteristik mengenai pembelajaran
saintifik menurut Kosasih (2014:72) adalah sebagai berikut.
a. Materi pembelajaran dipahami dengan standar logika yang sesuai
b. Interaksi pembelajaran berlangsung secara terbuka dan objektif.
c. Siswa didorong untuk selalu berpikir analitis dan kritis; tepat
dalam memahami, mengidentifikasi, memecahkan masalah, serta
mengaplikasikan materi-materi pembelajaran.
3. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Majid (2014:100) mengutarakan
bahwa pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengamati
Langkah pertama yaitu mengamati sangat bermanfaat bagi
pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode
observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan
antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang
digunakan oleh guru.
b. Menanya
Kegiatan selanjutnya adalah menanya yang dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan verbal, istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan. Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya
menanya diharapkan peserta didik dapat menyatakan perasaan dan
pikirannya.
c. Menalar/Mengasosiasikan
Setelah peserta didik mengamati, menanya, lalu kegiatan
menalar yaitu proses berpikir yang logis dan sistematis atas
fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Istilah aktivitas menalar dalam konteks
kurikulum 2013 banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiasi yaitu kemampuan mengelompokkan
beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian mengajukannya menjadi penggalan memori.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang
sudah tersedia.
d. Mengolah
Langkah selanjutnya adalah mengolah yang merupakan
tahapan di mana peserta didik sedapat mungkin dikondisikan
belajar secara kolaboratif. Peserta didik secara bersama-sama,
saling bekerjasama, saling membantu mengerjakan hasil tugas
terkait dengan materi yang sedang dipelajari.
e. Mencoba
Dalam kegiatan mencoba akan melibatkan siswa dalam
suatu permasalahan. Sebuah percobaan dapat dilakukan untuk
memancing minat siswa menyelidiki fenomena dari materi yang
sedang dipelajari, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan
bersikap ilmiah untuk memecahan masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari.
f. Menyimpulkan
Kegiatan menyimpulkan ini merupakan kemampuan
menganalisis data atau kemampuan mengkaji data yang telah
dihasilkan. Kemampuan menyimpulkan adalah kemampuan
membuat intisari atas seluruh proses kegiatan penelitian yang telah
dilaksanakan setelah menemukan keterikatan antar informasi.
g. Mengomunikasikan
Setelah langkah-langkah di atas, pada kegiatan akhir siswa
diharapkan dapat mengomunikasikan atau berkemampuan untuk
menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara
lisan maupun tulisan. Siswa dituntut untuk mampu menulis dan
berbicara secara komunikatif. Kompetensi yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan
singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa
F. Kerangka Berpikir
1. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi
akuntansi dengan kecerdasan emosional siswa
Selain aktivitas individual, faktor interaksi sosial juga sangat
menentukan proses pembelajaran aktif. Interaksi tersebut melibatkan
siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, juga siswa dengan
lingkungannya. Kaitannya dengan kecerdasan emosional, dalam
berproses belajar siswa perkembangan kecerdasan pribadinya dapat
terlihat melalui kecerdasan emosional. Menurut Salovey (dalam
Goleman: 2009), ia membagi kemampuan kecerdasan emosional
menjadi lima wilayah utama yaitu; mengenali emosi diri, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan
membina hubungan. Pembelajaran aktif diharapkan dapat mengajak
siswa untuk membangun kehidupan dalam bentuk sebuah komunitas
yang mencerminkan semua aspek kehidupan yang nantinya akan
dihadapi dalam masyarakat. Dengan demikian pembelajaran aktif
dapat menjadi sarana bagi siswa supaya terampil menangani emosi,
ketika pembelajaran aktif berjalan dengan baik maka kecerdasan
emosional siswa diharapkan juga meningkat. Berdasarkan penjabaran
di atas penulis menduga adanya hubungan positif antara tingkat
2. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi
akuntansi dengan keterampilan berpikir kreatif siswa
Pembelajaran aktif memungkinkan adanya perspektif atau
pandangan baru siswa tentang topik atau materi pembelajaran.
Perspektif baru tersebut hendaknya muncul berdasarkan pengalaman
ketika melakukan proses penemuan dan pemecahan masalah. Dalam
pembelajaran aktif peserta didik perlu memecahkan masalah sendiri,
menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan
melakukan tugas-tugas yang tergantung pada pengetahuan yang telah
mereka miliki atau yang harus mereka capai. Dengan demikian melalui
pembelajaran aktif yang berlangsung dengan baik akan melatih
berpikir kreatif siswa dengan menemukan jawaban, metode, atau
cara-cara yang baru untuk menghubungkan gagasan-gagasan yang
sebelumnya tidak berhubungan sehingga menciptakan konsep-konsep
baru dalam memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran. Oleh
karena itu penulis menduga ada hubungan positif antara tingkat
keterlaksanaan pembelajaran aktif dan keterampilan berpikir kreatif.
G. Model Penelitian
Hubungan antara vaiabel-variabel dalam penelitian ini jika
digambarkan dalam paradigma penelitian adalah sebagai berikut:
X
Y1
Keterangan:
X : Tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi
Y : 1. Kecerdasan emosional
2. Keterampilan berpikir kreatif
H. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H01: tidak ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan
emosional siswa.
Ha1: ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran
aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional siswa.
H02: tidak ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan keterampilan berpikir
kreatif siswa.
Ha2: ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS SMAN 1 Sewon dan
SMAN 1 Sedayu.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah persepsi siswa tentang tingkat keterlaksanaan
pembelajaran aktif pada materi akuntansi dengan kecerdasan
emosional dan keterampilan berpikir kreatif siswa.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Wiratna dan Poly (2012:13) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi menurut
Darmadi (2014:55) adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau
individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS di beberapa SMA di
Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013. Adapun jumlah
populasi penelitian ini sebanyak 464 responden. Nama sekolah dan
jumlah siswa XII IIS sebagai berikut:
Tabel 3.1
Nama Sekolah dan Jumlah Siswa
No Nama Sekolah Jumlah Siswa
1. SMAN 1 Bantul 33
No Nama Sekolah Jumlah Siswa
3. SMAN 1 Jetis 87
4. SMAN 1 Kasihan 108
5. SMAN 1 Sedayu 144
6. SMAN 1 Sewon 108
Jumlah siswa 464
(Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bantul)
2. Sampel Penelitian
Menurut Wiratna dan Poly (2012:13) sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel menurut
Sukardi (2003:54) merupakan sebagian dari jumlah populasi yang
dipilih untuk sumber data. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian
siswa kelas XII IIS di beberapa SMA di Kabupaten Bantul yang
menerapkan kurikulum 2013. Besarnya sampel dapat dihitung
menggunakan rumus Krejcie-Morgan yaitu: (Sukardi, 2003:55-56)
Keterangan:
S = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi akses
P = Proporsi populasi sebagai dasar asumsi pembuatan tabel (0,5)
d = Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat
ditoleransi dalam fluktuasi proporsi sampel P (0,05)
X2 = Nilai tabel chisquare untuk satu derajat kebebasan relatif level
Sehingga berdasarkan rumus di atas dapat dihitung besarnya sampel
pada penelitian ini, yaitu sebesar:
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 210 responden,
yang akan dilaksanakan di SMAN 1 Sedayu dan SMAN 1 Sewon.
Dikarenakan penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik cluster random sampling yang mengacu pada kelompok bukan
pada individu, maka konsekuensinya seluruh anggota pada sampel
yang telah diambil secara acak akan menjadi responden dalam
penelitian ini. Nama sekolah dan jumlah responden setiap sekolah
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Nama Sekolah dan Jumlah Sampel
No Nama Sekolah Jumlah Siswa
1. SMAN 1 Sedayu 144
2. SMAN 1 Sewon 108
Jumlah siswa 252
3. Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini yaitu cluster random
digunakan untuk menentukan sampel apabila obyek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas. Sedangkan menurut Cholid dan Abu
(2007:117) teknik ini menghendaki adanya kelompok-kelompok dalam
pengambilan sampel berdasarkan kelompok-kelompok yang ada pada
populasi. Jadi populasi sengaja di pandang berkelompok-kelompok,
kemudian kelompok itu tercermin dalam sampel. Penelitian ini
menggunakan cluster random sampling dikarenakan masing-masing
cluster memiliki karakteristik yang sama, yaitu seluruh SMA di
wilayah Kabupaten Bantul yang telah menerapkan kurikulum 2013 dan
seluruh siswa kelas XII IIS SMA tersebut telah mendapatkan materi
siklus akuntansi perusahaan jasa. Maka pada penelitian ini yang
menjadi cluster adalah seluruh SMA di wilayah Kabupaten Bantul
yang menerapkan kurikulum 2013, dan setelah dilakukan pengambilan
secara acak maka yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah
SMAN 1 Sewon dan SMAN 1 Sedayu.
E. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel
1. Operasionaliasi Variabel
a. Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Aktif
Menurut Hisyam, Bermawy, dan Sekar (2008:xiv)
pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak
peserta didik untuk belajar secara aktif, sehingga peserta didik
Zulfahmi mengembangkan indikator-indikator pembelajaran aktif
yang telah dimiliki dengan pengalaman baru 6, 7 6. Memungkinkan adanya perspektif baru pada
diri siswa tentang apa yang dipelajari 8, 9
7. 9. Menggunakan media pembelajaran yang layak 14
10.
Hanya dimungkinkan jika siswa memiliki kesadaran bahwa dirinya merupakan subjek yang bertanggung jawab secara mandiri
15, 16
11. Melibatkan aktivitas fisik, mental, dan
keseluruhan indera 17, 18, 19
13. Terjadi dalam interaksi sosial yang kondusif
dan dinamis 22, 23
14. Adanya umpan balik 24, 25
b. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional menurut Goleman (2009:45)
menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress
tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa.
Salovey (dalam Goleman, 2009:57-59) membagi kemampuan
kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama yaitu;
mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenai emosi orang lain, dan membina hubungan.
Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan yang disajikan dalam tabel operasionalisasi
1. Mengenali emosi diri a. Mengetahui
No. Dimensi Indikator No.
Berpikir kreatif menurut Hamzah, dkk (2014:115) merupakan
bentuk pemikiran untuk menemukan jawaban, metode atau