• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan "

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo

Sisilya Putri Anugrah Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional di 3 SMA Negeri jurusan ilmu-ilmu sosial kelas XII di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini sebanyak 177 responden dengan jumlah sampel sebanyak 156 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman.

(2)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT

LEARNING INTEREST

A Survey on the twelfth Grade of IIS’s students of SMAN 1 Wates, SMA N 2 Wates and SMA N 1 Sentolo, Kulon Progo Regency

Sisilya Putri Anugrah Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) ) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.

This study is a correlation research. It was carried out on Social Department students of the twelfth grade who studied in 3 different State High Schools, in January 2016. The population of this research were 177 respondents and 156 respondents as the samples. The sampling technique of this research was cluster sampling, and questionaire was used as the collecting data technique. The data were analyzed by applying correlation of Spearman.

(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Siswa Kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Disusun Oleh :

Sisilya Putri Anugrah NIM: 121334043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendiikan Akuntansi

Disusun Oleh :

Sisilya Putri Anugrah NIM: 121334043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(5)
(6)
(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Kedua orang tuaku, Bp Santoso dan Ibu Agata Kristiwartini

(8)

MOTTO

Hidup bukan untuk mencari perhentian, namun untuk

melakukan perjalanan

(9)
(10)
(11)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo

Sisilya Putri Anugrah Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional di 3 SMA Negeri jurusan ilmu-ilmu sosial kelas XII di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini sebanyak 177 responden dengan jumlah sampel sebanyak 156 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman.

(12)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT

LEARNING INTEREST

A Survey on the twelfth Grade of IIS’s students of SMAN 1 Wates, SMA N 2 Wates and SMA N 1 Sentolo, Kulon Progo Regency

Sisilya Putri Anugrah Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) ) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.

This study is a correlation research. It was carried out on Social Department students of the twelfth grade who studied in 3 different State High Schools, in January 2016. The population of this research were 177 respondents and 156 respondents as the samples. The sampling technique of this research was cluster sampling, and questionaire was used as the collecting data technique. The data were analyzed by applying correlation of Spearman.

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi

Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi,

Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa” dengan lancar. Penulisan skripsi

disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi. Selama

penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu demi

terseleseikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,

Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen

Pembimbing, ibu terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya

selama ini. Terima kasih pula untuk motiasi, nasihat, kesabaran, dan

(14)

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang

Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan banyak

ilmu dan bekal pengetahuan dalam proses perkuliahan.

5. Staf dan karyawan kesekretariatan Program Studi Pendidikan Ekonomi

Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah banyak

membantu dalam pengurusan admistrasi.

6. Kedua orang tua, Bapak Santoso dan Ibu Agata Kristiwartini yang selalu

memberikan dukungan dan semangat, doa, serta kasih sayang selama

proses perkuliahan sampai dengan penyelesaian skripsi ini.

7. Kakak dan adik, Terry Awan Setia dan Februarno yang selalu

memberikan dukungan dan kepercayaan untuk saya bisa menyelesaikan

studi.

8. Sahabat terbaik sekaligus pacar, Yosep Jati Anugrah Pangestu

terimakasih atas perhatian dan dukungannya.

9. Jasmani dan rohani saya yang selalu bekerjasama dengan baik dalam

menyelesaikan skripsi ini, terimakasih karena selalu sehat dan berusaha

selalu semangat dalam mengerjakan skripsi.

10.Albertin Nopi Yundari, sahabat dan juga partner penelitian. Terimakasih

karena selalu menemani dan memberikn dukungan selama proses

penelitian dan penulisan skripsi.

11.Sahabat dan saudara dalam naungan satu dosen pembimbing: Dilla,

(15)
(16)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Kurikulum 2013 ... 12

(17)

4. Integritas Pribadi (Kejujuran) ... 39

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 58

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 58

D. Populasi Penelitian ... 59

E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran ... 60

F. Teknik Pengumpulan Data ... 68

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 68

H. Teknik Analisis Data ... 82

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 92

A. SMA N 1 Wates ... 92

B. SMA N 2 Wates ... 96

C. SMA N 1 Sentolo ... 99

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 103

A. Deskripsi Data ... 103

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 110

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian ... 58

Tabel 3.2 Populasi Penelitian ... 59

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Kontekstual ... 61

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 63

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi ... 64

Tabel 3.6 Operasionalisasi Minat Belajar Akuntansi ... 65

Tabel 3.7 Sebagian dari r Tabel... 70

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 70

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 72

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 73

Tabel 3.11 Hasil Pengujan Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 74

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 76

Tabel 3.13 Hasil Pengujian Ulang ke-2 Validitas Instrumen Variabel Integrias Pribadi ... 77

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Ulang ke-3 Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 78

(19)

Tabel 3.18 Tingkat Penguasaan Kompetensi ... 83

Tabel 3.19 Tingkat Keterlaksaan Pembelajaran Kontekstual ... 85

Tabel 3.20 Keterampilan Berkomunikasi ... 86

Tabel 3.21 Integrias Pribadi ... 87

Tabel 3.22 Minat Belajar Siswa ... 87

Tabel 3.23 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Arah Hubungan ... 90

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 103

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah... 104

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 104

Tabel 5.4 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 105

Tabel 5.5 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Keterampilan Berkomunikasi ... 107

Tabel 5.6 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Integritas Pribadi ... 108

Tabel 5.7 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Minat Belajar... 109

Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Mengenai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi .... 110

Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Mengenai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Integritas Pribadi ... 111

Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Mengenai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Minat Belajar ... 111

Tabel 5.11 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi ... 113

(20)

Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Instrumen Penelitian ... 137

Lampiran II Data Dinas ... 152

Lampiran III Data Induk Penelitian ... 155

Lampiran IV Tabel r ... 168

Lampiran V Uji Validitas ... 170

Lampiran VI Uji Reliabilitas ... 182

Lampiran VII Uji Normalitas ... 185

Lampiran VIII Uji Korelasi ... 187

Lampiran IX Surat Ijin Penelitian ... 190

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi merupakan saat dimana manusia dapat mengakses

beragam informasi serta memanfaatkan segala kemajuan yang ada. Salah satu

perkembangan yang dapat dinikmati manusia adalah perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Di jaman yang serba canggih seperti saat ini,

tentu saja manusia dapat dengan mudah memperoleh berita atau

perkembangan terkini tentang suatu bidang tertentu. Misalnya saja

perkembangan teknologi komunikasi, sekarang manusia dapat dengan mudah

berkomunikasi dengan orang yang berada di benua yang berbeda sehingga hal

ini membuat hidup manusia semakin mudah.

Kemudahan yang ditawarkan era globalisasi mendatangkan banyak

manfaat bagi manusia, namun globalisasi juga telah membuat persaingan

menjadi lebih sengit. Kita tidak hanya bersaing dengan orang di negara kita

sendiri, tetapi juga dengan orang di seluruh dunia. Setiap individu harus dapat

bersaing dan berlomba-lomba untuk menjadi pribadi yang unggul dibanding

yang lain. Dengan adanya persaingan ini, kita perlu memiliki nilai tambah

atau kemampuan yang lebih unik dibandingkan orang lain untuk dapat

bersaing. Salah satu cara untuk memperoleh kemampuan tersebut adalah

(23)

Pendidikan sebagaimana dipahami adalah usaha sadar untuk

menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui

kegiatan pembelajaran. Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan pada

semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar pendidikan

dasar sembilan tahun, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dunia

pendidikan memegang peranan penting dalam memajukan sebuah tatanan

kenegaraan dan menciptakan insan yang siap bersaing di dunia saat ini.

keberhasilan dunia pendidikan dalam mendidik insan bangsa, tentu akan

menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu bersaing

dengan yang lainnya dalam dunia yang semakin maju. Keberhasilan proses

pendidikan juga menjadi tujuan utama bangsa Indonesia, sebagaimana

tertuang dalam pembukaan UUD tahun 1945 alinea ke empat yaitu

“mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Dalam prosesnya, pembelajaran yang dilakukan di setiap jenjang

pendidikan membutuhkan suatu acuan dan pedoman tertentu agar kegiatan

pembelajaran dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pedoman yang dimaksud adalah kurikulum, yang merupakan

salah satu komponen pendidikan yang memiliki peran yang sangat penting.

Kurikulum, seperti yang sudah disebutkan akan menjadi acuan dan pedoman

dalam pelaksanaan pembelajaran harus dapat memenuhi tuntutan dari dunia

yang secara terus-menerus mengalami perubahan menuju arah yang lebih

canggih. Kurikulum diharapakan menjadi salah satu jalan agar peserta didik

(24)

perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maupun perkembangan

yang lain secara global. Dalam merancang suatu kurikulum yang dapat

menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah berupaya untuk memenuhinya

dengan mengambangkan kurikulum dari waktu ke waktu. Kurikulum terbaru

yang dikembangkan pemerintah adalah Kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum

sebelumnya, yaitu KTSP 2006 yang saat ini juga masih diterapkan oleh

sekolah-sekolah di Indonesia. Jika dalam KTSP pembelajaran masih

dipusatkan kepada guru sebagai sumber utama belajar siswa, maka berbeda

dengan kurikulum 2013 yang menjadikan guru hanya sebagai fasilitator bagi

para peserta didik. Pola pembelajaran yang dulunya pasif berubah menjadi

pembelajaran yang kritis. Kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013

diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik

agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan. Kurikulum 2013

dirancang dengan berbagai karakteristik (Permendikbud No. 69 tahun 2013),

diantaranya adalah (1) mengembangkan keseimbangan antara pengembangan

sikap spriritualitas, rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan

intelektual dan psikomotorik, (2) mengembangkan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan

masyarakat, (3) sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan

pengalaman belajar terencana, dimana peserta didik menerapkan apa yang

(25)

Belajar dipahami sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh peserta

didik, bukan suatu kegiatan yang dilakukan kepada peserta didik, sedangkan

proses belajar mengajar adalah suatu interaksi yang dilakukan oleh guru dan

peserta didik untuk mempelajari suatu materi tertentu. Sesuai dengan hal

tersebut maka keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh dua pemeran

utama dalam pembelajaran yaitu faktor guru dan faktor peserta didiknya,

meskipun masih ada beberapa faktor lainnya yang bisa mempengaruhi.

Keberhasilan pembelajaran yang diharapakan mampu memberikan

pengetahuan dan ilmu bagi para peserta didik merupakan suatu tujuan yang

diharapkan oleh guru. Guru yang profesional tidak hanya cukup dengan

menguasai bahan atau materi ajar, tetapi guru perlu memperhatikan hal-hal

yang mendukung keberhasilan pembelajaran. Pendukung keberhasilan yang

dimaksud yaitu pemilihan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran.

Pendekatan yang dipilih harus sesuai dengan materi pokok yang akan

dipelajari, selain daripada itu pemilihan pendekatan pembelajaran juga harus

sesuai dengan kurikulum yang sedang diberlakukan.

Pembelajaran yang dilaksanakan dalam Kurikulum 2013 lebih

menekankan kepada pendekatan ilmiah, yang lebih dikenal dengan nama

pendekatan saintifik. Untuk memperkuat pembelajaran dengan pendekatan

saintifik sangat disarankan untuk menerapakan strategi pembelajaran yang

sesuai, dimana salah satunya adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran

kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara

(26)

mendorong siswa untuk mampu mengkaitkan materi pembelajaran yang

diperolehnya dari kegiatan belajar tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Hal

ini sejalan dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013, bahwa pembelajaran

kontekstual dimaksudkan untuk membelajarkan peserta didik mengenai sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Karakter sikap yang dimaksud mulai dari menerima,

menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan apa yang di

dapat dalam aktivitas pembelajaran. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas

mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga

mencipta. Keterampilan sendiri diperoleh melalui kegiatan mengamati,

menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.

Dalam struktur Kurikulum 2013 juga ditetapkan 4 kompetensi inti yang

dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.

Rumusan tentang kompetensi inti untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

(Permendikbud No.69 tahun 2013) adalah mengenai (1) kompetensi inti sikap

spiritual, (2) kompetensi inti sikap sosial, (3) kompetensi inti pengetahuan,

dan (4) kopetensi inti keterampilan. Dalam proses pembelajaran yang

dilaksanakan menurut Kurikulum 2013, strategi apapun yang diterapakan

harus mampu melaksanakan 4 kompetensi inti yang ditetapkan.

Sesuai dengan ke empat kompetensi tersebut penulis berfokus kepada

penerapan pembelajaran kontekstual untuk mewujudkan Kompetensi Inti-2

(27)

Perilaku atau sikap jujur menjadi penting untuk dilakukan karena kejujuran

merupakan suatu etika, dimana etika merupakan prinsip-prinsip aturan yang

menentukan tingkah laku seseorang dan mengarahkannya dalam mengambil

keputusan. Seseorang yang jujur pada diri sendiri akan timbul sikap yang

tidak selalu bergantung pada orang lain, atau dalam kata lain akan

menumbuhkan sikap mandiri pada diri seseorang.

Kejujuran harus ditanamkan dalam diri setiap peserta didik karena

kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan, namun sangat

disayangkan ketika masih banyak peserta didik yang melakukan tindak

ketidakjujuran dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut penelitian yang

dilakukan terhadap siswa SMA/SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh

Munawaroh, dkk (2013: 86-94), tindak ketidakjujuran masih menunjukkan

persentase yang tinggi. Sebanyak 511 responden dalam penelitian, yang

menyatakan melakukan ketidakjujuran sebesar 248 responden (48,5%),

kadang-kadang 226 responden (44,2%), dan tidak pernah melakukan

ketidakjujuran hanya 37 resonden (7,3%). Tindak ketidakjujuran yang

dilakukan oleh peserta didik antara lain mencontek saat ulangan atau ujian

(36,2%), berbohong dalam hal tugas atau PR (24,3%), ijin keluar kelas hanya

untuk membuka HP atau ke kantin (24,3%), dan dalam hal kecil adalah ketika

ditanya mengenai pelajaran sudah membaca dan paham atau belum menjawab

sudah padahal belum paham (15,2%). Hal ini tentu menjadi sesuatu yang

memprihatinkan dan dibutuhkan perhatian khusus untuk dapat menumbuhkan

(28)

Kompetensi Inti lainnya yang menjadi fokus adalah Kompetensi Inti-4

mengenai kompetensi inti keterampilan, dimana peserta didik dituntut untuk

mampu mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan abstrak

terkait dengan pengembangan dari apa yang dipelajari. Dalam kegiatan

pembelajaran, peserta didik selalu dituntut aktif dalam mengumpulkan

berbagai macam informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Tidak

hanya berhenti sampai pada pengumpulan informasi, namun peserta didik

juga dituntut untuk mampu menyampaikan apa yang telah didapatnya kepada

pihak lain, baik itu kepada guru maupun teman-temannya agar mereka juga

dapat saling bertukar informasi. Untuk dapat melakukan kompetensi ini

peserta didik dituntut untuk dapat menguasai keterampilan berkomunikasi

dengan baik. Strategi pembelajaran yang dipilih dalam kegiatan pembelajaran

harus mampu membantu peserta didik menguasai keterampilan

berkomunikasi yang baik agar mereka mampu menyampaikan atau

menyajikan apa yang diperolehnya dengan jelas.

Keberhasilan dari kegiatan pembelajaran tidak hanya berhenti dengan

pencapaian terhadap penanaman tindak kejujuran sebagai kunci keberhasilan

maupun dengan dimilikinya keterampilan berkomunikasi oleh setiap siswa,

atau bahkan pencapaian terhadap keempat kompetensi inti. Kegiatan

pembelajaran yang dilakukan juga harus mampu membuat peserta didik

merasa senang dengan apa yang mereka lakukan agar mereka juga dapat

(29)

minat peserta didik agar kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan dengan baik

dan membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar dengan perasaan

senang. Hal demikian juga disampaikan oleh Menteri Kebudayaan dan

Pendidikan Dasar-Menengah, Anies Baswedan. Dalam sambutannya yang

diakses dari salah satu media

(

http://news.liputan6.com/read/2133540/menteri-anies-pendidikan-harus-jadi-sesuatu-yang-membahagiakan), beliau menyatakan bahwa pendidikan harus

menjadi sesuatu yang membahagiakan. Jika pendidikan masih dianggap

sebagai sesuatu yang menyulitkan, maka negara tidak dapat melahirkan

generasi penerus yang handal. Harus dimunculkan suatu konsep dan metode

yang memberikan pemahaman bahwa pendidikan itu menyenangkan,

mencerahkan. Pendidikan bukan sesuatu yang membebani.

Pembelajaran kontekstual yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran

berdasarkan Kurikulum 2013 diharapkan mampu menjawab tantangan untuk

dapat mengembangkan perilaku jujur, keterampilan berkomunikasi, dan

minat belajar pada peserta didik. Tujuh komponen utama yang dimiliki oleh

pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya,

masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik harus dapat

dilaksanakan dengan baik agar peserta didik mampu mengembangkan dirinya

secara utuh, sehingga dengan demikian setiap peserta didik akan memiliki

sikap jujur, keterampilan berkomunikasi, dan menumbuhkan minat belajar

(30)

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, penulis bermaksud

untuk melihat dan meneliti hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 serta

hubungannya dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi

(kejujuran), dan minat belajar siswa dengan judul “Hubungan Tingkat

Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi

Berdasarkan Kurikulum 2013 Dengan Keterampilan Berkomunikasi,

Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini berfokus pada hubungan implementasi pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran akuntansi dengan keterampilan siswa

mengkomunikasikan ide, mengembangkan karakter siswa (integritas pribadi),

dan belajar sebagai kebutuhan (minat belajar).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan, penulis merumuskan

masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan

keterampilan berkomunikasi?

2. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan

(31)

3. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan

minat belajar?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada

materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan

berkomunikasi siswa.

2. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada

materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi

siswa.

3. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada

materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi sekolah

mengenai kesiapan guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran

kontekstual di dalam proses pengajaran.

2. Manfaat Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi

guru-guru selama menerapkan pembelajaran kontekstual khususnya untuk

(32)

keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran dan

hubungannya dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan

minta belajar siswa.

3. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana aktualisasi

pengetahuan yang telah didapatkan penulis selama melaksanakan studi,

dan juga sebagai bahan perbandingan antara teori dan dengan fakta

tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum

2013

4. Manfaat bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi

peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor mana yang menjadi

kesulitan guru dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual dan

faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan dalam pelaksanaan

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kurikulum 2013

Indonesia telah berupaya untuk memenuhi tuntutan

perkembangan dunia yang semakin cepat dan pesat. Salah satu upaya

yang telah dilakukan adalah dengan menyusun kurikulum

pembelajaran yang baru. Melalui Kemendikbud pemerintah berusaha

menyusun, mengembangkan, dan menetapkan sebuah kurikulum yang

berlaku pada tahun ajaran 2013/2014. Kurikulum ini baru

diperkenalkan oleh pemerintah dengan sebutan kurikulum 2013.

a. Pengertian

Kurikulum menurut Fadlillah (2014: 16) merupakan

sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil

dan tidaknya sebuah pendidikan tergantung pada kurikulum yang

diterapkan, dengan perkembangan zaman maka diperlukan

adanya pembaharuan kurikulum yang mampu menjawab

tantangan-tantangan globalisasi. Kurikulum adalah ujung tombak

bagi terlaksananya kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum

mustahil pendidikan akan dapat berjalan dengan baik, efektif, dan

(34)

Menurut Hosnan (2014:34), pendekatan saintifik

merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa

agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau

prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk

mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan

masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan

data dengan teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan

mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan.

Dalam pendekatan saintifik siswa diharapkan dapat mencari tahu

pembelajaran dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan

hanya diberi tahu.

Dalam implementasi kurikulum 2013, pendidikan karakter

dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap

bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Melalui

implementasi dalam kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi

sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan

kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri

meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan

(35)

b. Indikator-indikator

Menurut Mulyasa (2013: 11) keberhasilan implementasi

Kurikulum 2013 juga dapat dilihat dari indikator-indikator

perubahan sebagai berikut:

1) Adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif, dan

mandiri

2) Adanya peningkatan mutu pembelajaran

3) Adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan

pendayagunaan sumber belajar

4) Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi masyarakat

5) Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah

6) Tumbuhnya sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara

utuh di kalangan peserta didik

7) Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan (PAKEM)

8) Terciptanya iklim yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga

pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan

menyenangkan

9) Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.

c. Keunggulan dan kelemahan kurikulum 2013

Kurikulum 2013 pada dasarnya memberikan pengalaman

kepada peserta didik dan dalam memperoleh pengalaman tersebut

(36)

2013 mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014 pada

sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah, maupun sekolah yang

siap melaksanakannya. Menurut Kurniasih (2014: 40) Terdapat

beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan

kurikulum 2013, yaitu keunggulan dan kekurangannya yang

diuraikan sebagai berikut:

1) Kelebihan kurikulum 2013

a) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif

dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di

sekolah

b) Adanya penilaian dari semua aspek

c) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi

pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua

program studi

d) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi

dan tujuan pendidikan nasional

e) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara

holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan

f) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis

kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan

secara proporsional

(37)

2) Kekurangan kurikulum 2013

a) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan

kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi

kepada peserta didik dan beranggapan guru hanya

mendampingi, padahal banyak mata pelajaran yang harus

tetap ada penjelasan dari guru

b) Banyak guru yang belum siap secara mental dengan

kurikulum 2013

c) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan

saintifik

d) Kurangnya keterampilan guru dalam merancang RPP

e) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.

d. Tujuan dan fungsi kurikulum 2013

Mengenai tujuan dan fungsi Kurikulum 2013 secara spesifik

mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang Sisdiknas ini

disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara

tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

(38)

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Menurut Fadlillah (2014: 25), tujuan kurikulum 2013 secara

khusus diuraikan menurut sebagai berikut:

1) Meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan

hard skill dan soft skill melalui kemampuan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan dalam rangka menghadapi

tantangan global yang terus berkembang

2) Membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia yang

produktif, kreatif, dan inovatif sebagai modal pembangunan

bangsa dan negara Indonesia

3) Meringankan tenaga pendidik dalam penyampaian materi dan

menyiapkan administrasi mengajar

4) Meningkatkan peran serta pemerintah pusat dan daerah serta

warga masyarakat secara seimbang dalam menentukan dan

mengendalikan kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di

tingkat satuan pendidik

5) Meningkatkan persaingan yang sehat antar-satuan pendidikan

tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

2. Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

(39)

perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau

peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian keterlaksanaan

berarti sesuatu hal yang sudah dapat dilaksanakan. Dalam konteks

ini sesuatu hal yang sudah dilaksanakan tersebut adalah

pembelajaran kontekstual pada Sekolah Menengah Atas.

Pembelajaran kontekstual menurut Komalasari (2011:7),

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara

materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari,

baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, maupun

warga negara. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk

menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Menurut Rusnan (2011: 187), pembelajaran kontekstual

adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa

kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat. Siswa berusaha

mempelajari konsep sekaligus mengkaitkan dan menerapkannya

dalam dunia nyata.

Hal yang sedikit berbeda mengenai pengertian pembelajaran

kontekstual disampaikan oleh Sanjaya (2006: 255), pembelajaran

kontekstual dipahami sebagai suatu strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk

dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya

dengan situasi kehidupan yang nyata, sehingga mendorong siswa

(40)

Pembelajaran kontekstual menurut Hosnan (2014:267),

merupakan konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata

ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa

diperoleh dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari

proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan

masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual

adalah suatu strategi pembelajaran yang yang telah dilaksanakan

sekolah dengan melibatkan siswa secara aktif. Siswa dilatih untuk

dapat menemukan dan memahami materi pembelajaran serta

mendorong siswa untuk mampu mengkaitkan materi pembelajaran

yang diperolehnya dari kegiatan belajar tersebut dengan kehidupan

sehari-hari.

b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan pengertian dari pembelajaran kontekstual, maka

menurut Sanjaya (2006:256), ada 5 karakteristik penting dalam

pembelajaran kontekstual, yaitu:

1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan

(41)

demikian pengetahuan yang diperoleh siswa adalah

pengetahuan yang utuh.

2) Pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah

pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru ini

diperoleh dengan cara mempelajari secara keseluruhan terlebih

dahulu, kemudian baru memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan hanya sekedar dihafal

tetapi untuk dipahami dan diyakini.

4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman (applying

knowledge). Siswa harus mampu mempraktikan pengetahuan

dan pengalaman belajarnya dalam kehidupan sehari-hari

mereka, sehingga akan ada perubahan perilaku yang mereka

tunjukkan setelah proses belajar.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan. Kegiatan ini dilakukan sebagai

umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan

srtategi.

Karakteristik pembelajaran kontekstual juga dikemukakan oleh

Fellows (2000) dalam Komalasari (2011: 10-11), dimana ada enam

karakteristik yang diuraikan sebagai berikut:

1) Berbasis masalah (problem-based), dimana siswa dituntut

(42)

menggunakan beragai disiplin ilmu untuk mengkaji dan

memecahkan suatu masalah atau isu yang berkaitan dengan

kehidupan siswa dalam keluarga, sekolah, ataupun masyarakat.

2) Penggunaan berbagai konteks (using multiple contexts),

pengalaman peserta didik diperkaya ketika mereka belajar

ketrampilan di dalam berbagai konteks, yaitu keluarga,

sekolah, dan masyarakat.

3) Penggambaran keanekaragaman siswa (drawing upon student

diversity), peserta didik harus mampu bekerjasama dan

menghormati perbedaan dan sejarah masing-masing,

meluaskan perspektif, dan membangun keterampilan

inter-personal.

4) Pendukung pembelajaran pengaturan diri (supporting

self-regulated), dalam pembelajaran kontekstual perlu

mempertimbangkan prinsip trial-error, menyediakan waktu

dan struktur untuk refleksi, dan menyediakan cukup dukungan

untuk membantu siswa pindah dari ketergantungan kepada

belajar mandiri.

5) Penggunaan kelompok belajar yang saling ketergantungan

(using interdependent learning groups), dalam praktiknya

harus ada belajar kelompok atau masyarakat belajar untuk

(43)

dan memberi kesempatan semua anggota untuk saling belajar

dan mengajar.

6) Memanfaatkan penilaian asli (employing authentic

assessment), pembelajaran kontekstual dimaksudkan untuk

membangun pengetahuan dan ketrampilan yang penuh makna

dengan melibatkan para siswa dalam konteks kehidupan nyata,

maka dalam penilaiannya juga harus autentik, sepanjang proses

pembelajaan dan terhadap hasil pembelajaran.

Menurut Muslich (2007: 42), 7 karakteristik pembelajaran

kontekstual adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok,

berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (laerning to ask, to inquiry, to work, together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Dari berbagai pandangan tentang karakteristik pembelajaran

(44)

juga mengungkapkan pandangannya mengenai karakteristik

pembelajaran kontekstual sebagai beriut:

1) Keterkaitan (relating). Dalam hal ini, proses pembelajaran

memiliki keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite

knowledge) yang telah ada pada diri siswa dan dengan konteks

pengalaman kehidupan dunia nyata siswa.

2) Pengalaman langsung (experience). Pembelajaran yang

menerapkan pengalaman langsung adalah proses pembelajaran

yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengontruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan

mengalami langsung.

3) Aplikasi (applying). Proses pembelajaran ini menekankan pada

penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari

dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga

bermanfaat bagi kehidupan siswa.

4) Kerjasama (cooperating). Proses pembelajaran mendorong

kerjasama di antara siswa, antara siswa dengan guru dan

sumber belajar. Kerjasama dapat dilakukan dengan kerja

kelompok, saling bertukar pikiran, komunikasi interaktif antar

sesama teman ataupun guru, dan bahkan juga penghormatan

(45)

5) Pengaturan diri (self-regulating). Proses pembelajaran

mendorong siswa untuk mengatur diri dan pembelajarannya

secara mandiri.

6) Asesmen autentik (authentic assessment). Pembelajaran

mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar

(kognitif, afektif, psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil

akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa

perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar

selama proses proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di

luar kelas.

c. Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual

Muslich (2007: 48-48), menyatakan beberapa prinsip dalam

pembelajaran kontekstual yang harus diperhatikan oleh guru sebgai

berikut:

1) Belajar pada hakekatnya adalah real-world learning, yaitu

belajar dari kenyataan yang bisa diamati, dipraktikkan,

dirasakan, dan diuji coba.

2) Belajar adalah mengutamakan pengalaman nyata, bukan

pengalaman yang hanya diangan-angankan saja, yang tidak

bisa dibuktikan secara empiris.

3) Belajar adalah berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kriti yang

mengedepankan siklus inquiry mulai dari mengamati,

(46)

mengumpulkan data, menganilisis data, sampai dengan

merumuskan kesimpulan (teori).

4) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu

pembelajaran yang memberikan kondisi yang memungkinkan

siswa melakukan serangkaian kegiatan secara maksimal.

5) Kegiatan pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa

untuk aktif, kreatif, dan kritis.

6) Kegiatan pembelajaran menghasilkan pengetahuan bermakna

dalam kehidupan siswa.

7) Kegiatan pembelajaran harus dekat dengan kehidupan nyata.

8) Kegiatan pembelajaran harus bisa menunjukkan perubahan

perilaku siswa sesuai dengan yang diinginkan.

9) Kegiatan pembelajaran diarahkan pada praktik, bukan

menghafal.

10)Pembelajaran harus bisa menciptakan siswa belajar (learning),

bukan guru mengajar (teaching).

11)Sasaran pemebelajaran adalah pendidikan (education), bukan

pengajaran (instruction).

12)Pembelajaran diarahkan pada pembentukan perilaku

“manusia” yang membudaya.

13)Strategi pembelajaran diarahkan pada pemecahan masalah,

(47)

14)Situasi pembelajaran dikondisokan agar siswa lebih banyak

bertindak (acting), sedangkan tugas guru adalah mengarahkan.

15)Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, bukan hanya

dengan tes tertulis.

d. Komponen Pembelajaran kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen utama yang

harus dikembangkan. Berikut 7 komponen dalam pembelajaran

kontekstual yang dikemukakan Ditjen Dikdasmen (2003: 10-19)

dalam Komalasari (2011: 11-13):

1) Konstruktivisme (constructivism).

Kontruktivisme adalah proses membangun pengetahuan

baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.

Pembangunan penegetahuan dilakukan sedikit demi sedikit

yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.

Manusia harus membangun pengetahuan tersebut, dan

memberi makna melalui pengalaman yang nyata dalam

kehidupannya. Pengetahuan yang terbangun bukan hanya dari

objek yang dipelajari, tetapi juga dari kemampuan siswa

sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.

Piaget dalam Sanjaya (2006: 264), menyatakan hakekat

(48)

a) Pengetahuan merupakan konstruksi kenyataan melalui

kegiatan subjek.

b) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan

struktur yang perlu untuk pengetahuan.

c) Struktur konsepsi konsepsi membentuk pengetahuan bila

konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan

pengalaman seseorang.

2) Menemukan (inquiry).

Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan

penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan

bukan hanya hasil dari mengingat seperangkat fakta,

melainkan hasil dari penemuan sendiri. Proses sistematis yang

dimaksud adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan

dugaan, (4) mengumpulkan data, dan (5) penarikan

kesimpulan.

3) Bertanya (questioning).

Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan

melalui kegiatan bertanya. Konfirmasi terhadap apa yang

sudah diketahui juga akan lebih efektif melalui kegiatan

tanya-jawab.

(49)

dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,

sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan

seseorang dalam berpikir dan menaggapi suatu masalah.

Menurut Komalasari (2011: 12), kegiatan bertanya bagi

guru dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong,

membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi

siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melakukan

inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa

yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek

yang belum diketahuinya.

4) Masyarakat belajar (learning community)

Pada komponen ini menyatakan bahwa hasil belajar

sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru

harus membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan

memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya,

yang tentu saja tidak hanya teman kelas tetapi dalam cakupan

yang lebih luas atau masyarakat belajar lain di luar kelas.

Hasil belajar dapat diperoleh dengan sharing antarteman,

antarkelompok, dan antara yang tahu dan yang tidak tahu, baik

di dalam maupun di luar kelas (keluarga dan masyarakat).

Ketika siswa dibiasakan untuk menerima dan memberikan

pengalan yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula siswa

(50)

5) Pemodelan (modelling)

Pemodelan yang dimaksud adalah dalam proses

pembelajaran diperlukan kegiatan memperagakan sesuatu

sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam hal

ini guru bisa menjadi model untuk memberikan pemahaman

terhadap siswa, misalnya dengan menunjukkan cara

mengoperasikan suatu alat. Tetapi guru bukan satu-satunya

model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan

siswa, atau bahkan mendatangkan seorang ahli tentang suatu

materi dari luar sekolah.

Kegiatan pemodelan ini dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman yang lebih nyata kepada siswa, atau sebagai

alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa

memenuhi harapannya secara menyeluruh, dan membantu

mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.

6) Refleksi (reflection)

Menurut Sanjaya (2006: 268), refleksi adalah proses

pengandapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan

dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa

pembelajaran yang telah dialami atau dilakukan.

Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk

(51)

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang

bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan, dan

pengendapan untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam

menanggapi gejala yang muncul kemudian.

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian keberhasilan pembelajaran tidak hanya

ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja,

akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Kemajuan belajar

dinilai dari proses, bukan semata hasil, dan dengan berbagai

cara. Penilaian dapat berupa penilaian tertulis, dan penilaian

berdasarkan perbuatan, penugasan, produk, atau portofolio.

Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi

dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan selama

terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Oleh karena itu, tekanan penilaian diarahkan kepada proses

belajar bukan kepada hasil belajar. Penilaian ini diperlukan

untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak;

apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang

positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental

(52)

3. Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Untuk dapat memahami suatu pembelajaran diperlukan

interaksi baik antara guru dengan murid, maupun murid dengan

murid yang lain. Dengan kata lain dibutuhkan komunikasi yang

baik untuk mendukung keberhasilan pembelajaran, berikut

disajikan beberapa pengertian mengenai komunikasi menurut para

ahli.

Menurut Hutagalung (2007: 65-66) komunikasi merupakan

suatu arus pesan melalui suatu saluran dari sumber pesan atau

informasi menuju penerima pesan. Komunikasi merupakan suatu

proses yang rumit meski untuk penyampaian pesan yang sederhana,

karena untuk dapat menyampaikan pesan dengan baik komunikasi

harus melibatkan seluruh rasa, pengalaman, emosi dan kecerdasan.

Menurut Supratiknya (1995:30), komunikasi adalah setiap

bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang

ditanggapi oleh orang lain. Pengertian ini diperjelas oleh Effendy

(2000: 13) dalam Khairani (2015:6), dijelaskan bahwa komunikasi

adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang

kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang

(53)

penggunaan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku

seseorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang

diharapkan.

Pengertian yang lebih sederhana disampaikan oleh Handoko

(2002: 30) dalam Khairani (2015: 6), disampaikan bahwa

komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk

gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, dapat

disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian

informasi, ide, maupun gagasan kepada pihak lain, baik secara

langsung ataupun menggunakan media pendukung agar pesan

tersampaikan sesuai tujuan yang dimaksud oleh pemberi pesan.

b. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Agar mampu memulai, mengembangkan dan memelihara

komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain

seseorang perlu memiliki sejumlah keterampilan dasar

berkomunikasi. Menurut Johnson (1981) dalam Supratiknya

(1995:11) keterampilan dasar berkomunikasi yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1) Mampu saling memahami.

Kemampuan untuk saling memahami akan tumbuh jika

seseorang memiliki sikap percaya, pembukaan diri,

(54)

kepada orang lain dan mendengarkan dengan penuh

perhatian ketika orang lain sedang membuka diri kepada

kita akan menjadi cara yang paling efektif untuk

membangun sebuah komunikasi.

2) Mampu mengkomukasikan pikiran dan perasaan secara

tepat dan jelas.

Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dan perasaan

dalam sebuah komunikasi diperlukan sikap hangat dan

rasa senang serta kemampuan mendengarkan untuk

menunjukkan bahwa kita juga memahami lawan

berkomunikasi kita

3) Mampu saling menerima dan saling memberikan

dukungan atau saling menolong.

Dalam berkomukasi kita juga harus mampu menerima

memberikan dorongan kepada lawan komunikasi, agar

mereka juga dapat menemukan pemecahan yang

konstruktif terhadap masalah yang sedang

dikomunikasikan.

4) Mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah

antarpribadi lain yang mungkin muncul dalam

(55)

Pemecahan konflik akan terjadi apabila kita mampu

mendekatkan diri dengan lawan komunikasi sehingga

komunikasi kita semakin tumbuh dan berkembang.

c. Jenis-jenis komununikasi

Burgon dan Huffner (2002) dalam Khairani (2015: 14),

membuat klasifikasi jenis komunikasi sebagai berikut:

1) Komunikasi interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu (internal). Contohnya adalah kegiatan merenung, berpikir, berdialog dengan diri sendiri, baik dalam keadaan sadar maupun tidak.

2) Komunikasi interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dengan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain. Contohnya, perbincangan dengan keluarga, pasanga, teman, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya.

3) Komunikasi massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manusia dimana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah (one way communication). Contohnya adalah kegiatan komunikasi (penyebaran informasi) yang terjadi dihadapan sekumpulan massa, melalui televisi, radio, media internet, media cetak, dan lain-lain.

Dalam komunikasi di sekolah yang banyak digunakan adalah

jenis komunikasi interpersonal, dimana dibutuhkan feedback dari

orang lain. Komunikasi ini bisa terjadi antara guru dengan murid,

ataupun antara murid dengan murid untuk saling bertukar informasi

dan memberikan pengetahuan.

(56)

Dengan komunikasi orang dapat membentuk saling

pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang,

menyebarkan ilmu pengetahuan, dan melestarikan peradaban.

Dengan kata lain, komunkasi mempunyai beberapa fungsi

tersendiri dalam kehidupan sosial manusia. Khairani (2015: 15-16),

mengemukakan beberapa fungsi komunikasi sebagai berikut:

1) Fungsi kendali. Sebagai fungsi kendali, komunikasi bertindak

untuk mengendalikan perilaku anggota dalam beberapa cara.

2) Fungsi motivasi. Komunikasi membantu perkembangan

motivasi dengan mejelaskan kepada orang lain apa yang harus

dilakukan, bagaimana mereka harus bertindak dengan baik, dan

apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja.

3) Fungsi pengungkapan emosional. Komunikasi yang terjadi

dalam suatu kelompok merupakan mekanisme fundamental

dimana anggota kelompok dapat menunjukkan dan

mengekspresikan emosi mereka, baik itu kekecewaan,

kepuasan, ataupun kegembiraan.

4) Fungsi informasi. Dalam hal ini komunikasi memberikan

informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk

mengambil keputusan dengan meneruskan menggunakan data

guna memilah dan menilai beberapa pilihan alternatif.

(57)

Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari

komunikasi dapat tersampaikan ada tiga aspek utama yang harus

dipenuhi dalam kegiatan berkomunikasi. Santrock (2009: 273-283),

menyampaikan tiga aspek utama dalam komunikasi adalah

keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan

komuniksi nonverbal.

1) Keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara berarti berhubungan dengan

keterampilan seseorang dalam menyampaikan isi pesan

(informasi, ide, gagsan, pesan, dll) agar isi pesan tersebut dapat

diterima pihak penerima pesan dengan baik, dan tujuan dari

pesan tercapai. Menurut Florez (1999) dalam Santrock (2009:

273), beberapa strategi agar seseorang dapat berbicara dengan

dengan jelas adalah sebagai berikut:

a) Mengungkapakan tata bahasa yang benar. Isi pesan dalam

kegiatan komunikasi haus disampaikan dalam tata bahasa

yang benar agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman,

atau terjadi makna yang ambigu dalam isi pesan yang

disampaiakan.

b) Memilih kosa kata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk

level siswa. Pemilihan kosa kata juga harus diperhatikan,

gunakan kata yang sederhana dan mudah dimengerti, atau

(58)

bahwa audience atau penerima pesan mengerti kata tersebut

dengan baik.

c) Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan siswa

untuk memahami apa yang dikatakan, seperti menekankan

kata kunci, menyususn ulang kata-kata, atau memantau

pemahaman siswa

d) Berbicara pada kecepatan yang sesuai. Dalam melakukan

komunikasi untuk menyampaikan pesan maka harus bisa

mengkontrol kecepatan dalam berbicara, artinya tidak

terlalu cepat dan tidak juga terlalu lambat.

e) Benar dalam komunikasi dan menghindari sesuatu yang

tidak jelas.

f) Menggunakan perencanaan dan keterampilan berpikir logis

yang baik, sebagai fondasi berbicara secara jelas di kelas.

2) Keterampilan mendengarkan

Dalam komunikasi kegiatan mendengarkan juga menjadi

aspek penting untuk menentukan keberhasilan proses

komunikasi. Dengan mendengarkan secara aktif, yaitu

memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada

isi intelektual dan emosional dari pesan, maka seseorang akan

mendapatkan banyak manfaat dari pelajaran dan akan memiliki

(59)

Berikut adalah beberapa strategi untuk mengembangkan

keterampilan mendengarkan:

a) Memperhatikan orang yang berbicara. Dengan

memperhatikan berarti menujukkan sikap bahwa kita

tertarik dengan apa yang disampaikan oleh pembicara.

Pertahankan kontak mata dan condongkan badan ke

depan ketika orang lain berbicara.

b) Memparafrasakan. Ini berarti sebagai pendengar harus

juga menyatakan apa yang baru saja dikatakan orang

lain dalam kata-kata kita sendiri, untuk menegaskan

sesuatu yang penting.

c) Mensintesiskan tema dan pola. Sebagai pendengar aktif

yang baik perlu juga menyatukan ringkasan tema utama

dan perasaan yang diungkapakan oleh pembicara selama

percakapan tersebut cukup panjang.

d) Memberikan umpan balik dengan cara yang kompeten.

Menjadi pendengar yang baik harus mampu

memberikan umpan balik dengan cepat, jujur, jelas, dan

informatif. Umpan balik yang diberikan bisa berupa

umpan balik verbal maupun nonverbal. Hal ini

bertujuan untuk memberikan pembicara ide tentang

seberapa banyak kemajuan yang dibuat pembicara

(60)

3) Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal akan mendukung komunikasi

verbal, atau dapat juga menggantikan komunikasi verbal

sendiri. Berikut beberapa contoh komunikasi nonverbal yang

sering dilakukan seseorang:

a) Mengangkat alis, sebagai tanda perasaan ragu atau

tidak percaya

b) Mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi

diri

c) Mengedipakan mata untuk menunujukkan kehangatan

atau persetujuan

d) Mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik

e) Memukul dahi ketika lupa akan sesuatu

f) Mengangguk sebagai tanda persetujuan

4. Integritas Pribadi (Kejujuran)

a. Pengertian Integritas Pribadi (Kejujuran)

Yaumi (2014:67), Integritas adalah suatu konsep tentang

konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip,

harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika, integritas

selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan.

Integritas adalah keselarasan antara etika dan moralitas, semakin

(61)

kejujuran, etika, dan moral. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2007:437), integritas merupakan mutu, sifat, atau

keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki

potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan.

Integritas juga diartikan sebagai kejujuran.

Berdasarkan pengertian interitas di atas, penelitian ini

berfokus pada salah satu sifat keteladanan dalam integritas yaitu

kejujuran. Kejujuran merujuk pada suatu karakter moral yang

mempunyai sifat-sifat positif, penuh kebenaran, dan lurus sekaligus

tiadanya bohong, curang, ataupun mencuri. Kejujuran saat ini

menjadi barang langka baik dalam dunia pendidikan, politik,

perdagangan, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya

kejujuran diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari seperti di

sekolah agar siswa mempunyai pribadi yang baik dan tidak mau

untuk merugikan orang lain, seperti: korupsi atau mendapatkan

nilai ujian yang bagus dengan cara mencontek.

Menurut Kodsinco (2011:1-2) dalam Yaumi (2014: 65-66),

menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut:

1) Ketika kita mengatakan benar, kita sedang melakukan

kejujuran.

2) Kita melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan

Gambar

Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian
Tabel 3.3
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi
Tabel 3.6                     Operasionalisasi Variabel Minat Belajar Akuntansi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini membahas mengenai desentraslisasi fiskal dan kinerja ekonomi Sumatera Barat yang dilihat dari pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, jumlah penduduk miskin,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang menekankan pada aspek hukum berkenaan dengan rumusan permasalahan yang dibahas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan morfologi pertumbuhan antara jati yang diberi pemaparan suara belalang “kecek” termanipulasi pada peak

Untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana diharapkan adanya perhatian lebih rumah sakit terhadap kualitas kehidupan kerja perawat terutama komunikasi yang merupakan komponen

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu penggorengan hampa terhadap sifat fisik, komposisi kimia dan organoleptik keripik buah

Jika dibandingkan dengan limbah cair yang berasal dari bahan bakar fosil seperti limbah hasil petroleum refining dengan kandungan organik berkisar antara 300 – 600

[r]

maintenance data mata pelajaran yang terdapat pada rancangan sistem informasi. akademik (siakad) memiliki 3 aktor yang terlibat didalam prosesnya