ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,
INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo
Sisilya Putri Anugrah Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional di 3 SMA Negeri jurusan ilmu-ilmu sosial kelas XII di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini sebanyak 177 responden dengan jumlah sampel sebanyak 156 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman.
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT
LEARNING INTEREST
A Survey on the twelfth Grade of IIS’s students of SMAN 1 Wates, SMA N 2 Wates and SMA N 1 Sentolo, Kulon Progo Regency
Sisilya Putri Anugrah Sanata Dharma University
2016
This study aims to examine correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) ) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.
This study is a correlation research. It was carried out on Social Department students of the twelfth grade who studied in 3 different State High Schools, in January 2016. The population of this research were 177 respondents and 156 respondents as the samples. The sampling technique of this research was cluster sampling, and questionaire was used as the collecting data technique. The data were analyzed by applying correlation of Spearman.
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI
AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada Siswa Kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Disusun Oleh :
Sisilya Putri Anugrah NIM: 121334043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI
AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendiikan Akuntansi
Disusun Oleh :
Sisilya Putri Anugrah NIM: 121334043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Kedua orang tuaku, Bp Santoso dan Ibu Agata Kristiwartini
MOTTO
“
Hidup bukan untuk mencari perhentian, namun untuk
melakukan perjalanan
”
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,
INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA
Survei pada siswa kelas XII IIS di SMA N 1 Wates, SMA N 2 Wates, dan SMA N 1 Sentolo di Kabupaten Kulon Progo
Sisilya Putri Anugrah Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional di 3 SMA Negeri jurusan ilmu-ilmu sosial kelas XII di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi pada penelitian ini sebanyak 177 responden dengan jumlah sampel sebanyak 156 responden. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman.
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT
LEARNING INTEREST
A Survey on the twelfth Grade of IIS’s students of SMAN 1 Wates, SMA N 2 Wates and SMA N 1 Sentolo, Kulon Progo Regency
Sisilya Putri Anugrah Sanata Dharma University
2016
This study aims to examine correlation between: 1) the fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) ) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.
This study is a correlation research. It was carried out on Social Department students of the twelfth grade who studied in 3 different State High Schools, in January 2016. The population of this research were 177 respondents and 156 respondents as the samples. The sampling technique of this research was cluster sampling, and questionaire was used as the collecting data technique. The data were analyzed by applying correlation of Spearman.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi
Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi,
Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa” dengan lancar. Penulisan skripsi
disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi. Selama
penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu demi
terseleseikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen
Pembimbing, ibu terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya
selama ini. Terima kasih pula untuk motiasi, nasihat, kesabaran, dan
4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang
Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan banyak
ilmu dan bekal pengetahuan dalam proses perkuliahan.
5. Staf dan karyawan kesekretariatan Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah banyak
membantu dalam pengurusan admistrasi.
6. Kedua orang tua, Bapak Santoso dan Ibu Agata Kristiwartini yang selalu
memberikan dukungan dan semangat, doa, serta kasih sayang selama
proses perkuliahan sampai dengan penyelesaian skripsi ini.
7. Kakak dan adik, Terry Awan Setia dan Februarno yang selalu
memberikan dukungan dan kepercayaan untuk saya bisa menyelesaikan
studi.
8. Sahabat terbaik sekaligus pacar, Yosep Jati Anugrah Pangestu
terimakasih atas perhatian dan dukungannya.
9. Jasmani dan rohani saya yang selalu bekerjasama dengan baik dalam
menyelesaikan skripsi ini, terimakasih karena selalu sehat dan berusaha
selalu semangat dalam mengerjakan skripsi.
10.Albertin Nopi Yundari, sahabat dan juga partner penelitian. Terimakasih
karena selalu menemani dan memberikn dukungan selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
11.Sahabat dan saudara dalam naungan satu dosen pembimbing: Dilla,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACK ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Kajian Teori ... 12
1. Kurikulum 2013 ... 12
4. Integritas Pribadi (Kejujuran) ... 39
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 58
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 58
D. Populasi Penelitian ... 59
E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran ... 60
F. Teknik Pengumpulan Data ... 68
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 68
H. Teknik Analisis Data ... 82
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 92
A. SMA N 1 Wates ... 92
B. SMA N 2 Wates ... 96
C. SMA N 1 Sentolo ... 99
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 103
A. Deskripsi Data ... 103
B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 110
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian ... 58
Tabel 3.2 Populasi Penelitian ... 59
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Kontekstual ... 61
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 63
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi ... 64
Tabel 3.6 Operasionalisasi Minat Belajar Akuntansi ... 65
Tabel 3.7 Sebagian dari r Tabel... 70
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 70
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 72
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 73
Tabel 3.11 Hasil Pengujan Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 74
Tabel 3.12 Hasil Pengujian Ulang Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 76
Tabel 3.13 Hasil Pengujian Ulang ke-2 Validitas Instrumen Variabel Integrias Pribadi ... 77
Tabel 3.14 Hasil Pengujian Ulang ke-3 Validitas Instrumen Variabel Integritas Pribadi ... 78
Tabel 3.18 Tingkat Penguasaan Kompetensi ... 83
Tabel 3.19 Tingkat Keterlaksaan Pembelajaran Kontekstual ... 85
Tabel 3.20 Keterampilan Berkomunikasi ... 86
Tabel 3.21 Integrias Pribadi ... 87
Tabel 3.22 Minat Belajar Siswa ... 87
Tabel 3.23 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Arah Hubungan ... 90
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 103
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah... 104
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 104
Tabel 5.4 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 105
Tabel 5.5 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Keterampilan Berkomunikasi ... 107
Tabel 5.6 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Integritas Pribadi ... 108
Tabel 5.7 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Minat Belajar... 109
Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Mengenai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi .... 110
Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Mengenai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Integritas Pribadi ... 111
Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Mengenai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Minat Belajar ... 111
Tabel 5.11 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi ... 113
Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Instrumen Penelitian ... 137
Lampiran II Data Dinas ... 152
Lampiran III Data Induk Penelitian ... 155
Lampiran IV Tabel r ... 168
Lampiran V Uji Validitas ... 170
Lampiran VI Uji Reliabilitas ... 182
Lampiran VII Uji Normalitas ... 185
Lampiran VIII Uji Korelasi ... 187
Lampiran IX Surat Ijin Penelitian ... 190
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi merupakan saat dimana manusia dapat mengakses
beragam informasi serta memanfaatkan segala kemajuan yang ada. Salah satu
perkembangan yang dapat dinikmati manusia adalah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di jaman yang serba canggih seperti saat ini,
tentu saja manusia dapat dengan mudah memperoleh berita atau
perkembangan terkini tentang suatu bidang tertentu. Misalnya saja
perkembangan teknologi komunikasi, sekarang manusia dapat dengan mudah
berkomunikasi dengan orang yang berada di benua yang berbeda sehingga hal
ini membuat hidup manusia semakin mudah.
Kemudahan yang ditawarkan era globalisasi mendatangkan banyak
manfaat bagi manusia, namun globalisasi juga telah membuat persaingan
menjadi lebih sengit. Kita tidak hanya bersaing dengan orang di negara kita
sendiri, tetapi juga dengan orang di seluruh dunia. Setiap individu harus dapat
bersaing dan berlomba-lomba untuk menjadi pribadi yang unggul dibanding
yang lain. Dengan adanya persaingan ini, kita perlu memiliki nilai tambah
atau kemampuan yang lebih unik dibandingkan orang lain untuk dapat
bersaing. Salah satu cara untuk memperoleh kemampuan tersebut adalah
Pendidikan sebagaimana dipahami adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pengajaran tersebut diselenggarakan pada
semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar pendidikan
dasar sembilan tahun, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dunia
pendidikan memegang peranan penting dalam memajukan sebuah tatanan
kenegaraan dan menciptakan insan yang siap bersaing di dunia saat ini.
keberhasilan dunia pendidikan dalam mendidik insan bangsa, tentu akan
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu bersaing
dengan yang lainnya dalam dunia yang semakin maju. Keberhasilan proses
pendidikan juga menjadi tujuan utama bangsa Indonesia, sebagaimana
tertuang dalam pembukaan UUD tahun 1945 alinea ke empat yaitu
“mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Dalam prosesnya, pembelajaran yang dilakukan di setiap jenjang
pendidikan membutuhkan suatu acuan dan pedoman tertentu agar kegiatan
pembelajaran dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pedoman yang dimaksud adalah kurikulum, yang merupakan
salah satu komponen pendidikan yang memiliki peran yang sangat penting.
Kurikulum, seperti yang sudah disebutkan akan menjadi acuan dan pedoman
dalam pelaksanaan pembelajaran harus dapat memenuhi tuntutan dari dunia
yang secara terus-menerus mengalami perubahan menuju arah yang lebih
canggih. Kurikulum diharapakan menjadi salah satu jalan agar peserta didik
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, maupun perkembangan
yang lain secara global. Dalam merancang suatu kurikulum yang dapat
menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah berupaya untuk memenuhinya
dengan mengambangkan kurikulum dari waktu ke waktu. Kurikulum terbaru
yang dikembangkan pemerintah adalah Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum
sebelumnya, yaitu KTSP 2006 yang saat ini juga masih diterapkan oleh
sekolah-sekolah di Indonesia. Jika dalam KTSP pembelajaran masih
dipusatkan kepada guru sebagai sumber utama belajar siswa, maka berbeda
dengan kurikulum 2013 yang menjadikan guru hanya sebagai fasilitator bagi
para peserta didik. Pola pembelajaran yang dulunya pasif berubah menjadi
pembelajaran yang kritis. Kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013
diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki peserta didik
agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan. Kurikulum 2013
dirancang dengan berbagai karakteristik (Permendikbud No. 69 tahun 2013),
diantaranya adalah (1) mengembangkan keseimbangan antara pengembangan
sikap spriritualitas, rasa ingin tahu, kreativitas, kerjasama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik, (2) mengembangkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat, (3) sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana, dimana peserta didik menerapkan apa yang
Belajar dipahami sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh peserta
didik, bukan suatu kegiatan yang dilakukan kepada peserta didik, sedangkan
proses belajar mengajar adalah suatu interaksi yang dilakukan oleh guru dan
peserta didik untuk mempelajari suatu materi tertentu. Sesuai dengan hal
tersebut maka keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh dua pemeran
utama dalam pembelajaran yaitu faktor guru dan faktor peserta didiknya,
meskipun masih ada beberapa faktor lainnya yang bisa mempengaruhi.
Keberhasilan pembelajaran yang diharapakan mampu memberikan
pengetahuan dan ilmu bagi para peserta didik merupakan suatu tujuan yang
diharapkan oleh guru. Guru yang profesional tidak hanya cukup dengan
menguasai bahan atau materi ajar, tetapi guru perlu memperhatikan hal-hal
yang mendukung keberhasilan pembelajaran. Pendukung keberhasilan yang
dimaksud yaitu pemilihan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran.
Pendekatan yang dipilih harus sesuai dengan materi pokok yang akan
dipelajari, selain daripada itu pemilihan pendekatan pembelajaran juga harus
sesuai dengan kurikulum yang sedang diberlakukan.
Pembelajaran yang dilaksanakan dalam Kurikulum 2013 lebih
menekankan kepada pendekatan ilmiah, yang lebih dikenal dengan nama
pendekatan saintifik. Untuk memperkuat pembelajaran dengan pendekatan
saintifik sangat disarankan untuk menerapakan strategi pembelajaran yang
sesuai, dimana salah satunya adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran
kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara
mendorong siswa untuk mampu mengkaitkan materi pembelajaran yang
diperolehnya dari kegiatan belajar tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Hal
ini sejalan dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013, bahwa pembelajaran
kontekstual dimaksudkan untuk membelajarkan peserta didik mengenai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Karakter sikap yang dimaksud mulai dari menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan apa yang di
dapat dalam aktivitas pembelajaran. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas
mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga
mencipta. Keterampilan sendiri diperoleh melalui kegiatan mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.
Dalam struktur Kurikulum 2013 juga ditetapkan 4 kompetensi inti yang
dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.
Rumusan tentang kompetensi inti untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
(Permendikbud No.69 tahun 2013) adalah mengenai (1) kompetensi inti sikap
spiritual, (2) kompetensi inti sikap sosial, (3) kompetensi inti pengetahuan,
dan (4) kopetensi inti keterampilan. Dalam proses pembelajaran yang
dilaksanakan menurut Kurikulum 2013, strategi apapun yang diterapakan
harus mampu melaksanakan 4 kompetensi inti yang ditetapkan.
Sesuai dengan ke empat kompetensi tersebut penulis berfokus kepada
penerapan pembelajaran kontekstual untuk mewujudkan Kompetensi Inti-2
Perilaku atau sikap jujur menjadi penting untuk dilakukan karena kejujuran
merupakan suatu etika, dimana etika merupakan prinsip-prinsip aturan yang
menentukan tingkah laku seseorang dan mengarahkannya dalam mengambil
keputusan. Seseorang yang jujur pada diri sendiri akan timbul sikap yang
tidak selalu bergantung pada orang lain, atau dalam kata lain akan
menumbuhkan sikap mandiri pada diri seseorang.
Kejujuran harus ditanamkan dalam diri setiap peserta didik karena
kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan, namun sangat
disayangkan ketika masih banyak peserta didik yang melakukan tindak
ketidakjujuran dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut penelitian yang
dilakukan terhadap siswa SMA/SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh
Munawaroh, dkk (2013: 86-94), tindak ketidakjujuran masih menunjukkan
persentase yang tinggi. Sebanyak 511 responden dalam penelitian, yang
menyatakan melakukan ketidakjujuran sebesar 248 responden (48,5%),
kadang-kadang 226 responden (44,2%), dan tidak pernah melakukan
ketidakjujuran hanya 37 resonden (7,3%). Tindak ketidakjujuran yang
dilakukan oleh peserta didik antara lain mencontek saat ulangan atau ujian
(36,2%), berbohong dalam hal tugas atau PR (24,3%), ijin keluar kelas hanya
untuk membuka HP atau ke kantin (24,3%), dan dalam hal kecil adalah ketika
ditanya mengenai pelajaran sudah membaca dan paham atau belum menjawab
sudah padahal belum paham (15,2%). Hal ini tentu menjadi sesuatu yang
memprihatinkan dan dibutuhkan perhatian khusus untuk dapat menumbuhkan
Kompetensi Inti lainnya yang menjadi fokus adalah Kompetensi Inti-4
mengenai kompetensi inti keterampilan, dimana peserta didik dituntut untuk
mampu mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan abstrak
terkait dengan pengembangan dari apa yang dipelajari. Dalam kegiatan
pembelajaran, peserta didik selalu dituntut aktif dalam mengumpulkan
berbagai macam informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Tidak
hanya berhenti sampai pada pengumpulan informasi, namun peserta didik
juga dituntut untuk mampu menyampaikan apa yang telah didapatnya kepada
pihak lain, baik itu kepada guru maupun teman-temannya agar mereka juga
dapat saling bertukar informasi. Untuk dapat melakukan kompetensi ini
peserta didik dituntut untuk dapat menguasai keterampilan berkomunikasi
dengan baik. Strategi pembelajaran yang dipilih dalam kegiatan pembelajaran
harus mampu membantu peserta didik menguasai keterampilan
berkomunikasi yang baik agar mereka mampu menyampaikan atau
menyajikan apa yang diperolehnya dengan jelas.
Keberhasilan dari kegiatan pembelajaran tidak hanya berhenti dengan
pencapaian terhadap penanaman tindak kejujuran sebagai kunci keberhasilan
maupun dengan dimilikinya keterampilan berkomunikasi oleh setiap siswa,
atau bahkan pencapaian terhadap keempat kompetensi inti. Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan juga harus mampu membuat peserta didik
merasa senang dengan apa yang mereka lakukan agar mereka juga dapat
minat peserta didik agar kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan dengan baik
dan membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar dengan perasaan
senang. Hal demikian juga disampaikan oleh Menteri Kebudayaan dan
Pendidikan Dasar-Menengah, Anies Baswedan. Dalam sambutannya yang
diakses dari salah satu media
(
http://news.liputan6.com/read/2133540/menteri-anies-pendidikan-harus-jadi-sesuatu-yang-membahagiakan), beliau menyatakan bahwa pendidikan harus
menjadi sesuatu yang membahagiakan. Jika pendidikan masih dianggap
sebagai sesuatu yang menyulitkan, maka negara tidak dapat melahirkan
generasi penerus yang handal. Harus dimunculkan suatu konsep dan metode
yang memberikan pemahaman bahwa pendidikan itu menyenangkan,
mencerahkan. Pendidikan bukan sesuatu yang membebani.
Pembelajaran kontekstual yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
berdasarkan Kurikulum 2013 diharapkan mampu menjawab tantangan untuk
dapat mengembangkan perilaku jujur, keterampilan berkomunikasi, dan
minat belajar pada peserta didik. Tujuh komponen utama yang dimiliki oleh
pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya,
masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik harus dapat
dilaksanakan dengan baik agar peserta didik mampu mengembangkan dirinya
secara utuh, sehingga dengan demikian setiap peserta didik akan memiliki
sikap jujur, keterampilan berkomunikasi, dan menumbuhkan minat belajar
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, penulis bermaksud
untuk melihat dan meneliti hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 serta
hubungannya dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi
(kejujuran), dan minat belajar siswa dengan judul “Hubungan Tingkat
Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Akuntansi
Berdasarkan Kurikulum 2013 Dengan Keterampilan Berkomunikasi,
Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa”.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini berfokus pada hubungan implementasi pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran akuntansi dengan keterampilan siswa
mengkomunikasikan ide, mengembangkan karakter siswa (integritas pribadi),
dan belajar sebagai kebutuhan (minat belajar).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan, penulis merumuskan
masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan
keterampilan berkomunikasi?
2. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan
3. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan
minat belajar?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada
materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan
berkomunikasi siswa.
2. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada
materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi
siswa.
3. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada
materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi sekolah
mengenai kesiapan guru-guru dalam melaksanakan pembelajaran
kontekstual di dalam proses pengajaran.
2. Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi
guru-guru selama menerapkan pembelajaran kontekstual khususnya untuk
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran dan
hubungannya dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan
minta belajar siswa.
3. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana aktualisasi
pengetahuan yang telah didapatkan penulis selama melaksanakan studi,
dan juga sebagai bahan perbandingan antara teori dan dengan fakta
tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum
2013
4. Manfaat bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor mana yang menjadi
kesulitan guru dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual dan
faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan dalam pelaksanaan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kurikulum 2013
Indonesia telah berupaya untuk memenuhi tuntutan
perkembangan dunia yang semakin cepat dan pesat. Salah satu upaya
yang telah dilakukan adalah dengan menyusun kurikulum
pembelajaran yang baru. Melalui Kemendikbud pemerintah berusaha
menyusun, mengembangkan, dan menetapkan sebuah kurikulum yang
berlaku pada tahun ajaran 2013/2014. Kurikulum ini baru
diperkenalkan oleh pemerintah dengan sebutan kurikulum 2013.
a. Pengertian
Kurikulum menurut Fadlillah (2014: 16) merupakan
sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil
dan tidaknya sebuah pendidikan tergantung pada kurikulum yang
diterapkan, dengan perkembangan zaman maka diperlukan
adanya pembaharuan kurikulum yang mampu menjawab
tantangan-tantangan globalisasi. Kurikulum adalah ujung tombak
bagi terlaksananya kegiatan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum
mustahil pendidikan akan dapat berjalan dengan baik, efektif, dan
Menurut Hosnan (2014:34), pendekatan saintifik
merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau
prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan
masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan.
Dalam pendekatan saintifik siswa diharapkan dapat mencari tahu
pembelajaran dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan
hanya diberi tahu.
Dalam implementasi kurikulum 2013, pendidikan karakter
dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap
bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Melalui
implementasi dalam kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi
sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan
kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan
b. Indikator-indikator
Menurut Mulyasa (2013: 11) keberhasilan implementasi
Kurikulum 2013 juga dapat dilihat dari indikator-indikator
perubahan sebagai berikut:
1) Adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif, dan
mandiri
2) Adanya peningkatan mutu pembelajaran
3) Adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan
pendayagunaan sumber belajar
4) Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi masyarakat
5) Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah
6) Tumbuhnya sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara
utuh di kalangan peserta didik
7) Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM)
8) Terciptanya iklim yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan
menyenangkan
9) Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
c. Keunggulan dan kelemahan kurikulum 2013
Kurikulum 2013 pada dasarnya memberikan pengalaman
kepada peserta didik dan dalam memperoleh pengalaman tersebut
2013 mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014 pada
sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah, maupun sekolah yang
siap melaksanakannya. Menurut Kurniasih (2014: 40) Terdapat
beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan
kurikulum 2013, yaitu keunggulan dan kekurangannya yang
diuraikan sebagai berikut:
1) Kelebihan kurikulum 2013
a) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif
dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di
sekolah
b) Adanya penilaian dari semua aspek
c) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi
pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua
program studi
d) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi
dan tujuan pendidikan nasional
e) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara
holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan
f) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis
kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan
secara proporsional
2) Kekurangan kurikulum 2013
a) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan
kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi
kepada peserta didik dan beranggapan guru hanya
mendampingi, padahal banyak mata pelajaran yang harus
tetap ada penjelasan dari guru
b) Banyak guru yang belum siap secara mental dengan
kurikulum 2013
c) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan
saintifik
d) Kurangnya keterampilan guru dalam merancang RPP
e) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.
d. Tujuan dan fungsi kurikulum 2013
Mengenai tujuan dan fungsi Kurikulum 2013 secara spesifik
mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang Sisdiknas ini
disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara
tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Menurut Fadlillah (2014: 25), tujuan kurikulum 2013 secara
khusus diuraikan menurut sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan
hard skill dan soft skill melalui kemampuan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan dalam rangka menghadapi
tantangan global yang terus berkembang
2) Membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia yang
produktif, kreatif, dan inovatif sebagai modal pembangunan
bangsa dan negara Indonesia
3) Meringankan tenaga pendidik dalam penyampaian materi dan
menyiapkan administrasi mengajar
4) Meningkatkan peran serta pemerintah pusat dan daerah serta
warga masyarakat secara seimbang dalam menentukan dan
mengendalikan kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di
tingkat satuan pendidik
5) Meningkatkan persaingan yang sehat antar-satuan pendidikan
tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
2. Pendekatan Kontekstual
a. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau
peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian keterlaksanaan
berarti sesuatu hal yang sudah dapat dilaksanakan. Dalam konteks
ini sesuatu hal yang sudah dilaksanakan tersebut adalah
pembelajaran kontekstual pada Sekolah Menengah Atas.
Pembelajaran kontekstual menurut Komalasari (2011:7),
merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara
materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari,
baik dalam lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, maupun
warga negara. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk
menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Menurut Rusnan (2011: 187), pembelajaran kontekstual
adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa
kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat. Siswa berusaha
mempelajari konsep sekaligus mengkaitkan dan menerapkannya
dalam dunia nyata.
Hal yang sedikit berbeda mengenai pengertian pembelajaran
kontekstual disampaikan oleh Sanjaya (2006: 255), pembelajaran
kontekstual dipahami sebagai suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan yang nyata, sehingga mendorong siswa
Pembelajaran kontekstual menurut Hosnan (2014:267),
merupakan konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata
ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa
diperoleh dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari
proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
adalah suatu strategi pembelajaran yang yang telah dilaksanakan
sekolah dengan melibatkan siswa secara aktif. Siswa dilatih untuk
dapat menemukan dan memahami materi pembelajaran serta
mendorong siswa untuk mampu mengkaitkan materi pembelajaran
yang diperolehnya dari kegiatan belajar tersebut dengan kehidupan
sehari-hari.
b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan pengertian dari pembelajaran kontekstual, maka
menurut Sanjaya (2006:256), ada 5 karakteristik penting dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu:
1) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
demikian pengetahuan yang diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh.
2) Pembelajaran dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru ini
diperoleh dengan cara mempelajari secara keseluruhan terlebih
dahulu, kemudian baru memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan hanya sekedar dihafal
tetapi untuk dipahami dan diyakini.
4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman (applying
knowledge). Siswa harus mampu mempraktikan pengetahuan
dan pengalaman belajarnya dalam kehidupan sehari-hari
mereka, sehingga akan ada perubahan perilaku yang mereka
tunjukkan setelah proses belajar.
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Kegiatan ini dilakukan sebagai
umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan
srtategi.
Karakteristik pembelajaran kontekstual juga dikemukakan oleh
Fellows (2000) dalam Komalasari (2011: 10-11), dimana ada enam
karakteristik yang diuraikan sebagai berikut:
1) Berbasis masalah (problem-based), dimana siswa dituntut
menggunakan beragai disiplin ilmu untuk mengkaji dan
memecahkan suatu masalah atau isu yang berkaitan dengan
kehidupan siswa dalam keluarga, sekolah, ataupun masyarakat.
2) Penggunaan berbagai konteks (using multiple contexts),
pengalaman peserta didik diperkaya ketika mereka belajar
ketrampilan di dalam berbagai konteks, yaitu keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
3) Penggambaran keanekaragaman siswa (drawing upon student
diversity), peserta didik harus mampu bekerjasama dan
menghormati perbedaan dan sejarah masing-masing,
meluaskan perspektif, dan membangun keterampilan
inter-personal.
4) Pendukung pembelajaran pengaturan diri (supporting
self-regulated), dalam pembelajaran kontekstual perlu
mempertimbangkan prinsip trial-error, menyediakan waktu
dan struktur untuk refleksi, dan menyediakan cukup dukungan
untuk membantu siswa pindah dari ketergantungan kepada
belajar mandiri.
5) Penggunaan kelompok belajar yang saling ketergantungan
(using interdependent learning groups), dalam praktiknya
harus ada belajar kelompok atau masyarakat belajar untuk
dan memberi kesempatan semua anggota untuk saling belajar
dan mengajar.
6) Memanfaatkan penilaian asli (employing authentic
assessment), pembelajaran kontekstual dimaksudkan untuk
membangun pengetahuan dan ketrampilan yang penuh makna
dengan melibatkan para siswa dalam konteks kehidupan nyata,
maka dalam penilaiannya juga harus autentik, sepanjang proses
pembelajaan dan terhadap hasil pembelajaran.
Menurut Muslich (2007: 42), 7 karakteristik pembelajaran
kontekstual adalah sebagai berikut:
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok,
berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (laerning to ask, to inquiry, to work, together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Dari berbagai pandangan tentang karakteristik pembelajaran
juga mengungkapkan pandangannya mengenai karakteristik
pembelajaran kontekstual sebagai beriut:
1) Keterkaitan (relating). Dalam hal ini, proses pembelajaran
memiliki keterkaitan dengan bekal pengetahuan (prerequisite
knowledge) yang telah ada pada diri siswa dan dengan konteks
pengalaman kehidupan dunia nyata siswa.
2) Pengalaman langsung (experience). Pembelajaran yang
menerapkan pengalaman langsung adalah proses pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengontruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan
mengalami langsung.
3) Aplikasi (applying). Proses pembelajaran ini menekankan pada
penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari
dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga
bermanfaat bagi kehidupan siswa.
4) Kerjasama (cooperating). Proses pembelajaran mendorong
kerjasama di antara siswa, antara siswa dengan guru dan
sumber belajar. Kerjasama dapat dilakukan dengan kerja
kelompok, saling bertukar pikiran, komunikasi interaktif antar
sesama teman ataupun guru, dan bahkan juga penghormatan
5) Pengaturan diri (self-regulating). Proses pembelajaran
mendorong siswa untuk mengatur diri dan pembelajarannya
secara mandiri.
6) Asesmen autentik (authentic assessment). Pembelajaran
mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar
(kognitif, afektif, psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil
akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa
perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar
selama proses proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di
luar kelas.
c. Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual
Muslich (2007: 48-48), menyatakan beberapa prinsip dalam
pembelajaran kontekstual yang harus diperhatikan oleh guru sebgai
berikut:
1) Belajar pada hakekatnya adalah real-world learning, yaitu
belajar dari kenyataan yang bisa diamati, dipraktikkan,
dirasakan, dan diuji coba.
2) Belajar adalah mengutamakan pengalaman nyata, bukan
pengalaman yang hanya diangan-angankan saja, yang tidak
bisa dibuktikan secara empiris.
3) Belajar adalah berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kriti yang
mengedepankan siklus inquiry mulai dari mengamati,
mengumpulkan data, menganilisis data, sampai dengan
merumuskan kesimpulan (teori).
4) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu
pembelajaran yang memberikan kondisi yang memungkinkan
siswa melakukan serangkaian kegiatan secara maksimal.
5) Kegiatan pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa
untuk aktif, kreatif, dan kritis.
6) Kegiatan pembelajaran menghasilkan pengetahuan bermakna
dalam kehidupan siswa.
7) Kegiatan pembelajaran harus dekat dengan kehidupan nyata.
8) Kegiatan pembelajaran harus bisa menunjukkan perubahan
perilaku siswa sesuai dengan yang diinginkan.
9) Kegiatan pembelajaran diarahkan pada praktik, bukan
menghafal.
10)Pembelajaran harus bisa menciptakan siswa belajar (learning),
bukan guru mengajar (teaching).
11)Sasaran pemebelajaran adalah pendidikan (education), bukan
pengajaran (instruction).
12)Pembelajaran diarahkan pada pembentukan perilaku
“manusia” yang membudaya.
13)Strategi pembelajaran diarahkan pada pemecahan masalah,
14)Situasi pembelajaran dikondisokan agar siswa lebih banyak
bertindak (acting), sedangkan tugas guru adalah mengarahkan.
15)Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, bukan hanya
dengan tes tertulis.
d. Komponen Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen utama yang
harus dikembangkan. Berikut 7 komponen dalam pembelajaran
kontekstual yang dikemukakan Ditjen Dikdasmen (2003: 10-19)
dalam Komalasari (2011: 11-13):
1) Konstruktivisme (constructivism).
Kontruktivisme adalah proses membangun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Pembangunan penegetahuan dilakukan sedikit demi sedikit
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Manusia harus membangun pengetahuan tersebut, dan
memberi makna melalui pengalaman yang nyata dalam
kehidupannya. Pengetahuan yang terbangun bukan hanya dari
objek yang dipelajari, tetapi juga dari kemampuan siswa
sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Piaget dalam Sanjaya (2006: 264), menyatakan hakekat
a) Pengetahuan merupakan konstruksi kenyataan melalui
kegiatan subjek.
b) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan
struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c) Struktur konsepsi konsepsi membentuk pengetahuan bila
konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan
pengalaman seseorang.
2) Menemukan (inquiry).
Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan
bukan hanya hasil dari mengingat seperangkat fakta,
melainkan hasil dari penemuan sendiri. Proses sistematis yang
dimaksud adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan
dugaan, (4) mengumpulkan data, dan (5) penarikan
kesimpulan.
3) Bertanya (questioning).
Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan
melalui kegiatan bertanya. Konfirmasi terhadap apa yang
sudah diketahui juga akan lebih efektif melalui kegiatan
tanya-jawab.
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,
sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir dan menaggapi suatu masalah.
Menurut Komalasari (2011: 12), kegiatan bertanya bagi
guru dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi
siswa bertanya merupakan bagian penting dalam melakukan
inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa
yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek
yang belum diketahuinya.
4) Masyarakat belajar (learning community)
Pada komponen ini menyatakan bahwa hasil belajar
sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru
harus membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya,
yang tentu saja tidak hanya teman kelas tetapi dalam cakupan
yang lebih luas atau masyarakat belajar lain di luar kelas.
Hasil belajar dapat diperoleh dengan sharing antarteman,
antarkelompok, dan antara yang tahu dan yang tidak tahu, baik
di dalam maupun di luar kelas (keluarga dan masyarakat).
Ketika siswa dibiasakan untuk menerima dan memberikan
pengalan yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula siswa
5) Pemodelan (modelling)
Pemodelan yang dimaksud adalah dalam proses
pembelajaran diperlukan kegiatan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam hal
ini guru bisa menjadi model untuk memberikan pemahaman
terhadap siswa, misalnya dengan menunjukkan cara
mengoperasikan suatu alat. Tetapi guru bukan satu-satunya
model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan
siswa, atau bahkan mendatangkan seorang ahli tentang suatu
materi dari luar sekolah.
Kegiatan pemodelan ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman yang lebih nyata kepada siswa, atau sebagai
alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa
memenuhi harapannya secara menyeluruh, dan membantu
mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru.
6) Refleksi (reflection)
Menurut Sanjaya (2006: 268), refleksi adalah proses
pengandapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dialami atau dilakukan.
Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang
bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan, dan
pengendapan untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam
menanggapi gejala yang muncul kemudian.
7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian keberhasilan pembelajaran tidak hanya
ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja,
akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Kemajuan belajar
dinilai dari proses, bukan semata hasil, dan dengan berbagai
cara. Penilaian dapat berupa penilaian tertulis, dan penilaian
berdasarkan perbuatan, penugasan, produk, atau portofolio.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi
dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan selama
terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Oleh karena itu, tekanan penilaian diarahkan kepada proses
belajar bukan kepada hasil belajar. Penilaian ini diperlukan
untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak;
apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang
positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental
3. Komunikasi
a. Pengertian Komunikasi
Untuk dapat memahami suatu pembelajaran diperlukan
interaksi baik antara guru dengan murid, maupun murid dengan
murid yang lain. Dengan kata lain dibutuhkan komunikasi yang
baik untuk mendukung keberhasilan pembelajaran, berikut
disajikan beberapa pengertian mengenai komunikasi menurut para
ahli.
Menurut Hutagalung (2007: 65-66) komunikasi merupakan
suatu arus pesan melalui suatu saluran dari sumber pesan atau
informasi menuju penerima pesan. Komunikasi merupakan suatu
proses yang rumit meski untuk penyampaian pesan yang sederhana,
karena untuk dapat menyampaikan pesan dengan baik komunikasi
harus melibatkan seluruh rasa, pengalaman, emosi dan kecerdasan.
Menurut Supratiknya (1995:30), komunikasi adalah setiap
bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang
ditanggapi oleh orang lain. Pengertian ini diperjelas oleh Effendy
(2000: 13) dalam Khairani (2015:6), dijelaskan bahwa komunikasi
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang
penggunaan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku
seseorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang
diharapkan.
Pengertian yang lebih sederhana disampaikan oleh Handoko
(2002: 30) dalam Khairani (2015: 6), disampaikan bahwa
komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk
gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain.
Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, dapat
disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
informasi, ide, maupun gagasan kepada pihak lain, baik secara
langsung ataupun menggunakan media pendukung agar pesan
tersampaikan sesuai tujuan yang dimaksud oleh pemberi pesan.
b. Keterampilan Dasar Berkomunikasi
Agar mampu memulai, mengembangkan dan memelihara
komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain
seseorang perlu memiliki sejumlah keterampilan dasar
berkomunikasi. Menurut Johnson (1981) dalam Supratiknya
(1995:11) keterampilan dasar berkomunikasi yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1) Mampu saling memahami.
Kemampuan untuk saling memahami akan tumbuh jika
seseorang memiliki sikap percaya, pembukaan diri,
kepada orang lain dan mendengarkan dengan penuh
perhatian ketika orang lain sedang membuka diri kepada
kita akan menjadi cara yang paling efektif untuk
membangun sebuah komunikasi.
2) Mampu mengkomukasikan pikiran dan perasaan secara
tepat dan jelas.
Untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
dalam sebuah komunikasi diperlukan sikap hangat dan
rasa senang serta kemampuan mendengarkan untuk
menunjukkan bahwa kita juga memahami lawan
berkomunikasi kita
3) Mampu saling menerima dan saling memberikan
dukungan atau saling menolong.
Dalam berkomukasi kita juga harus mampu menerima
memberikan dorongan kepada lawan komunikasi, agar
mereka juga dapat menemukan pemecahan yang
konstruktif terhadap masalah yang sedang
dikomunikasikan.
4) Mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah
antarpribadi lain yang mungkin muncul dalam
Pemecahan konflik akan terjadi apabila kita mampu
mendekatkan diri dengan lawan komunikasi sehingga
komunikasi kita semakin tumbuh dan berkembang.
c. Jenis-jenis komununikasi
Burgon dan Huffner (2002) dalam Khairani (2015: 14),
membuat klasifikasi jenis komunikasi sebagai berikut:
1) Komunikasi interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu (internal). Contohnya adalah kegiatan merenung, berpikir, berdialog dengan diri sendiri, baik dalam keadaan sadar maupun tidak.
2) Komunikasi interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dengan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain. Contohnya, perbincangan dengan keluarga, pasanga, teman, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya.
3) Komunikasi massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manusia dimana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah (one way communication). Contohnya adalah kegiatan komunikasi (penyebaran informasi) yang terjadi dihadapan sekumpulan massa, melalui televisi, radio, media internet, media cetak, dan lain-lain.
Dalam komunikasi di sekolah yang banyak digunakan adalah
jenis komunikasi interpersonal, dimana dibutuhkan feedback dari
orang lain. Komunikasi ini bisa terjadi antara guru dengan murid,
ataupun antara murid dengan murid untuk saling bertukar informasi
dan memberikan pengetahuan.
Dengan komunikasi orang dapat membentuk saling
pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang,
menyebarkan ilmu pengetahuan, dan melestarikan peradaban.
Dengan kata lain, komunkasi mempunyai beberapa fungsi
tersendiri dalam kehidupan sosial manusia. Khairani (2015: 15-16),
mengemukakan beberapa fungsi komunikasi sebagai berikut:
1) Fungsi kendali. Sebagai fungsi kendali, komunikasi bertindak
untuk mengendalikan perilaku anggota dalam beberapa cara.
2) Fungsi motivasi. Komunikasi membantu perkembangan
motivasi dengan mejelaskan kepada orang lain apa yang harus
dilakukan, bagaimana mereka harus bertindak dengan baik, dan
apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja.
3) Fungsi pengungkapan emosional. Komunikasi yang terjadi
dalam suatu kelompok merupakan mekanisme fundamental
dimana anggota kelompok dapat menunjukkan dan
mengekspresikan emosi mereka, baik itu kekecewaan,
kepuasan, ataupun kegembiraan.
4) Fungsi informasi. Dalam hal ini komunikasi memberikan
informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk
mengambil keputusan dengan meneruskan menggunakan data
guna memilah dan menilai beberapa pilihan alternatif.
Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari
komunikasi dapat tersampaikan ada tiga aspek utama yang harus
dipenuhi dalam kegiatan berkomunikasi. Santrock (2009: 273-283),
menyampaikan tiga aspek utama dalam komunikasi adalah
keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan
komuniksi nonverbal.
1) Keterampilan berbicara
Keterampilan berbicara berarti berhubungan dengan
keterampilan seseorang dalam menyampaikan isi pesan
(informasi, ide, gagsan, pesan, dll) agar isi pesan tersebut dapat
diterima pihak penerima pesan dengan baik, dan tujuan dari
pesan tercapai. Menurut Florez (1999) dalam Santrock (2009:
273), beberapa strategi agar seseorang dapat berbicara dengan
dengan jelas adalah sebagai berikut:
a) Mengungkapakan tata bahasa yang benar. Isi pesan dalam
kegiatan komunikasi haus disampaikan dalam tata bahasa
yang benar agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman,
atau terjadi makna yang ambigu dalam isi pesan yang
disampaiakan.
b) Memilih kosa kata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk
level siswa. Pemilihan kosa kata juga harus diperhatikan,
gunakan kata yang sederhana dan mudah dimengerti, atau
bahwa audience atau penerima pesan mengerti kata tersebut
dengan baik.
c) Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan siswa
untuk memahami apa yang dikatakan, seperti menekankan
kata kunci, menyususn ulang kata-kata, atau memantau
pemahaman siswa
d) Berbicara pada kecepatan yang sesuai. Dalam melakukan
komunikasi untuk menyampaikan pesan maka harus bisa
mengkontrol kecepatan dalam berbicara, artinya tidak
terlalu cepat dan tidak juga terlalu lambat.
e) Benar dalam komunikasi dan menghindari sesuatu yang
tidak jelas.
f) Menggunakan perencanaan dan keterampilan berpikir logis
yang baik, sebagai fondasi berbicara secara jelas di kelas.
2) Keterampilan mendengarkan
Dalam komunikasi kegiatan mendengarkan juga menjadi
aspek penting untuk menentukan keberhasilan proses
komunikasi. Dengan mendengarkan secara aktif, yaitu
memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada
isi intelektual dan emosional dari pesan, maka seseorang akan
mendapatkan banyak manfaat dari pelajaran dan akan memiliki
Berikut adalah beberapa strategi untuk mengembangkan
keterampilan mendengarkan:
a) Memperhatikan orang yang berbicara. Dengan
memperhatikan berarti menujukkan sikap bahwa kita
tertarik dengan apa yang disampaikan oleh pembicara.
Pertahankan kontak mata dan condongkan badan ke
depan ketika orang lain berbicara.
b) Memparafrasakan. Ini berarti sebagai pendengar harus
juga menyatakan apa yang baru saja dikatakan orang
lain dalam kata-kata kita sendiri, untuk menegaskan
sesuatu yang penting.
c) Mensintesiskan tema dan pola. Sebagai pendengar aktif
yang baik perlu juga menyatukan ringkasan tema utama
dan perasaan yang diungkapakan oleh pembicara selama
percakapan tersebut cukup panjang.
d) Memberikan umpan balik dengan cara yang kompeten.
Menjadi pendengar yang baik harus mampu
memberikan umpan balik dengan cepat, jujur, jelas, dan
informatif. Umpan balik yang diberikan bisa berupa
umpan balik verbal maupun nonverbal. Hal ini
bertujuan untuk memberikan pembicara ide tentang
seberapa banyak kemajuan yang dibuat pembicara
3) Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal akan mendukung komunikasi
verbal, atau dapat juga menggantikan komunikasi verbal
sendiri. Berikut beberapa contoh komunikasi nonverbal yang
sering dilakukan seseorang:
a) Mengangkat alis, sebagai tanda perasaan ragu atau
tidak percaya
b) Mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi
diri
c) Mengedipakan mata untuk menunujukkan kehangatan
atau persetujuan
d) Mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik
e) Memukul dahi ketika lupa akan sesuatu
f) Mengangguk sebagai tanda persetujuan
4. Integritas Pribadi (Kejujuran)
a. Pengertian Integritas Pribadi (Kejujuran)
Yaumi (2014:67), Integritas adalah suatu konsep tentang
konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip,
harapan, dan hasil. Dalam hubungannya dengan etika, integritas
selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan.
Integritas adalah keselarasan antara etika dan moralitas, semakin
kejujuran, etika, dan moral. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007:437), integritas merupakan mutu, sifat, atau
keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan.
Integritas juga diartikan sebagai kejujuran.
Berdasarkan pengertian interitas di atas, penelitian ini
berfokus pada salah satu sifat keteladanan dalam integritas yaitu
kejujuran. Kejujuran merujuk pada suatu karakter moral yang
mempunyai sifat-sifat positif, penuh kebenaran, dan lurus sekaligus
tiadanya bohong, curang, ataupun mencuri. Kejujuran saat ini
menjadi barang langka baik dalam dunia pendidikan, politik,
perdagangan, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya
kejujuran diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari seperti di
sekolah agar siswa mempunyai pribadi yang baik dan tidak mau
untuk merugikan orang lain, seperti: korupsi atau mendapatkan
nilai ujian yang bagus dengan cara mencontek.
Menurut Kodsinco (2011:1-2) dalam Yaumi (2014: 65-66),
menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut:
1) Ketika kita mengatakan benar, kita sedang melakukan
kejujuran.
2) Kita melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan