• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan pengujian prasyarat analisis data diketahui data mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontektual dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa cenderung berdistribusi tidak normal. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan dalam pnelitian ini adalah korelasi Spearman yang diolah dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 For Windows. 1. Rumusan Hipotesis Pertama

a. Rumusan hipotesis

H01 = Tidak ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi.

Ha1 = Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi.

b. Pengujian hipotesis

Tabel 5.11

Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi

kontekstual komunikasi Spearman's rho kontekstual Correlation Coefficient 1,000 0,386 ” Sig. (1- tailed) . 0,000 N 156 156 komunikasi Correlation Coefficient 0,386 ” 1,000 Sig. (1- tailed) 0,000 . N 156 156

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa nilai correlation coefficient (Spearman rho) = (+) 0,386. Arah positif (+) bermakna bahwa dengan pembelajaran yang semakin kontekstual, maka siswa semakin terampil dalam berkomunikasi. Nilai correlation coefficient (Spearman rho) = (+) 0,386 berada pada rentang (0,20 – 0,399) yang menunjukkan bahwa hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi adalah hubungan positif dengan kategori lemah. Nilai sig (1-tailed)= 0,000 < α = 0,01 berarti Ha1 diterima dan H01

ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, kesimpulan dalam penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi pada kategori lemah.

2. Rumusan Hipotesis Kedua a. Rumusan Hipotesis

H02 = Tidak ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi.

Ha2 = Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi.

b. Pengujian Hipotesis

Tabel 5.12

Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Integritas Pribadi

kontekstual integritas Spearman's rho kontekstual Correlation Coefficient 1,000 0,273 ” Sig. (1- tailed) . 0,000 N 156 156 integritas Correlation Coefficient 0,273 ” 1,000 Sig. (1- tailed) 0,000 . N 156 156

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa nilai correlation coefficient (Spearman rho) = (+) 0,273. Arah positif (+) bermakna bahwa dengan pembelajaran yang semakin kontekstual, maka siswa semakin memiliki perilaku jujur. Nilai correlation coefficient (Spearman rho) = (+) 0,273 berada pada rentang (0,20 – 0,399) yang menunjukkan bahwa hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas

pribadi adalah hubungan positif dengan kategori lemah. Nilai sig (1- tailed) = 0,000 < α = 0,01 berarti Ha2 diterima dan H02 ditolak.

Berdasarkan hasil tersebut, kesimpulan dalam penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi pada kategori lemah.

3. Rumusan Hipotesis Ketiga a. Rumusan Hipotesis

H03 = Tidak ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa.

Ha3 = Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa.

b. Pengujia Hipotesis

Tabel 5.13

Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Minat Belajar

kontekstual minat Spearman's rho kontekstual Correlation Coefficient 1,000 0,574 ” Sig. (1- tailed) . 0,000 N 156 156 minat Correlation Coefficient 0,574 ” 1,000 Sig. (1- tailed) 0,000 . N 156 156

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa nilai correlation coefficient (Spearman rho) = (+) 0,574. Arah positif (+) bermakna bahwa dengan pembelajaran yang semakin kontekstual, maka siswa semakin memiliki minat belajar. Nilai correlation coefficient (Spearman rho) = (+) 0,574 berada pada rentang (0,40 – 0,599) yang menunjukkan bahwa hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan minat belajar adalah hubungan positif dengan kategori cukup. Nilai sig (1- tailed) = 0,000 < α = 0,01 berarti Ha3 diterima dan H03 ditolak.

Berdasarkan hasil tersebut, kesimpulan dalam penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa pada kategori cukup.

D. Pembahasan

1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Keterampilan Berkomunikasi

Berdasarkan data yang diperoleh, maka hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif persepsi siswa mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman rho = (+) 0,386; sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).

Persepsi siswa mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan nilai rata-rata (mean) = 127,56; nilai tengah (median) = 129; dan nilai modus 129. Hal tersebut

menunjukkan bahwa siswa memiliki persepsi tingkat pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berada pada kategori tinggi. Pada keterampilan berkomunikasi sendiri menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 119,42; nilai tengah (median) = 120; dan nilai modus = 120, 121, 123, dan 125. Hal tersebut menunjukkan bahwa keterampilan berkomunikasi siswa berada pada kategori tinggi. Adapun nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan keterampilan berkomunikasi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori lemah.

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual mempunyai kecenderungan skor-skor yang tinggi, begitu pula dengan keterampilan berkomunikasi yang mempunyai kecenderungan skor tinggi. Akan tetapi, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang lemah. Hal ini disebabkan hubungan yang kurang sensitif antara kedua variabel. Hubungan sensitif terjadi saat semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan yang menghasilkan skor tinggi untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lain sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat. Oleh sebab itu, hubungan yang kurang sensitif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi terjadi karena tidak semua responden secara konsisten menghasilkan skor tinggi untuk kedua variabel, melainkan skor tinggi untuk tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan skor

rendah untuk keterampilan berkomunikasi, atau sebaliknya sehingga menyebabkan korelasi yang lemah.

Hasil penelitian yang menunjukkan derajat hubungan positif antara kedua veriabel sejalan dengan pandangan Ditjen Dikdasmen (2003:10-19) dalam Komalasari (2011:11-13), dimana dalam pelaksanaannya pembelajaran kontekstual melibatkan beberapa komponen utama, diantaranya adalah bertanya (questioning) dan masyarakat belajar (learning community). Melalui kegiatan bertanya siswa diajarkan untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Ketika melakukan ketiga hal tesebut, secara tidak langsung siswa akan dibelajarkan untuk dapat memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik sehingga pertanyaan yang diajukan merupakan rangkaian kata yang dapat dengan mudah diterima pihak lain. Dengan keterampilan komunikasi yang baik, maka harapan diperoleh feedback yang baik juga tinggi.

Dalam komponen masyarakat belajar, pelaksanaan pembelajaran kontekstual akan membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Teman belajar yang dimaksud tentu saja tidak hanya teman kelas tetapi dalam cakupan yang lebih luas atau masyarakat belajar lain di luar kelas. Hasil belajar dapat diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu dan yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Kegiatan diskusi dan sharing yang diterapkan akan membantu siswa

terampil dalam berkomunikasi. Siswa akan semakin terasah tentang bagaimana cara berpendapat dan menanggapi pendapat orang lain, hal ini juga akan membantu siswa mudah dalam menangkap informasi dari pihak luar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin baik tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, maka siswa juga akan semakin terampil dalam berkomunikasi.

Hubungan positif pada kategori lemah yang ditunjukkan dalam hasil uji hipotesis, tidak berarti bahwa siswa tidak terampil dalam

berkomunikasi. Untuk dapat membiasakan dan menumbuhkan

keterampilan berkomunikasi pada siswa membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Tentu saja hal ini cukup sulit, mengingat bahwa dalam waktu yang relatif lama siswa terbiasa dengan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru. Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru, membiasakan siswa hanya menerima tanpa banyak memberikan tanggapan, baik berupa pendapat maupun pertanyaan. Kebiasaan ini membuat siswa cenderung menjadi seorang yang pasif, tidak cukup berani untuk mengungkapakan pendapatnya di hadapan umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa diperlukan dorongan yang lebih kuat untuk membuat siswa semakin berani dan terampil dalam berkomunikasi. Dengan adanya pembelajaran konteksual yang lebih berpusat kepada siswa, mereka diajarkan dan dibiasakan untuk lebih aktif dan interaktif,

sehingga ke depannya siswa akan semakin terampil dalam

2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Integritas Pribadi

Berdasarkan data yang diperoleh, maka hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif persepsi siswa mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi (Spearman rho = (+) 0,273; sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).

Persepsi siswa mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan nilai rata-rata (mean) = 127,56; nilai tengah (median) = 129; dan nilai modus 129. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki persepsi tingkat pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berada pada kategori tinggi. Pada integritas pribadi sendiri menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 50,35; nilai tengah (median) = 50; dan nilai modus = 47 dan 53. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki perilaku jujur pada kategori sedang. Adapun nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan integritas pribadi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori lemah.

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual mempunyai kecenderungan skor-skor yang tinggi, sedangkan integritas pribadi mempunyai kecenderungan skor sedang. Akan tetapi, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa

kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang lemah. Hal ini disebabkan hubungan yang kurang sensitif antara kedua variabel. Hubungan sensitif terjadi saat semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan yang menghasilkan skor tinggi untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lain sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat. Oleh sebab itu, hubungan yang kurang sensitif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi terjadi karena tidak semua responden secara konsisten menghasilkan skor tinggi untuk kedua variabel, melainkan skor tinggi untuk tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan skor rendah untuk integritas pribadi, atau sebaliknya sehingga menyebabkan korelasi yang lemah.

Hasil penelitian yang menunjukkan derajat hubungan positif antara kedua veriabel sejalan dengan pandangan Ditjen Dikdasmen (2003:10-19) dalam Komalasari (2011:11-13), dimana dalam pelaksanaannya pembelajaran kontekstual melibatkan beberapa komponen utama, diantaranya adalah menemukan (inquiry) dan refleksi (reflection). Dalam pelaksanaannya, komponen menemukan mengajarkan suatu proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan. Dalam proses pencarian siswa dituntut dan diajarkan untuk senantiasa bersikap jujur. Hal ini diajarkan kepada siswa untuk membantu mereka mengenali dan menggali kemapuan diri sendiri dalam proses belajar. Siswa senantiasa diajarkan untuk bersikap jujur kepada diri sendiri dan orang

lain, agar apa yang dipelajarinya dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Pada akhirnya diharapakan siswa akan memperolah hasil yang baik selama proses pembelajaran, baik dalam proses pencarian informasi maupun penemuan pemecahan mengenai suatu masalah.

Selain komponen menemukan, ada juga komponen refleksi yang senantiasa mengajarkan kejujuran kepada siswa. Komponen refleksi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna, menimbang, mambandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri. Refleksi mengajarkan setiap siswa untuk selalu jujur, terutama pada dirinya sendiri. Hasil refleksi yang jujur akan dapat digunakan siswa sebagai bekal pengetahuan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya supaya menjadi lebih baik. Melalui kedua komponen kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, maka akan semakin meningkat pula perilaku jujur yang dimiliki siswa.

Hubungan positif pada kategori lemah yang ditunjukkan dalam hasil uji hipotesis, tidak berarti bahwa siswa tidak memiliki perilaku jujur. Perilaku jujur perlu diasah terus menerus, tidak dalam waktu singkat namun melalui proses pembiasaan. Banyak siswa yang beranggapan bahwa hasil lebih penting daripada proses, sehingga banyak dari mereka menyepelekan proses yang akhirnya membuat mereka terjerumus dalam perilaku tidak jujur. Hal ini terlihat dalam deskripsi

mengenai variabel integritas pribadi, dimana 41 siswa (26,3%) memiliki persepsi tentang integritas pribadi dengan kategori tidak jujur, dan 20 siswa (12,8%) memiliki persepsi mengenai integritas pribadi dengan kategori sangat tidak jujur. Dari data kuesioner yang telah dihimpun, salah satu contoh perbuatan tidak jujur yang dilakukan siswa adalah menyalin pekerjaan teman, baik itu berupa PR atau tugas. Sebanyak 4 siswa (2,6%) menyatakan selalu melakukan hal tersebut, 30 siswa (19,23%) menyatakan sering menyalin pekerjaan teman, dan 74 siswa (47,4) menyatakan kadang-kadang menyalin pekerjaan teman. Perilaku tidak jujur yang masih sering dilakukan siswa bisa saja terjadi karena guru lupa menyampaikan betapa pentingnya perilaku jujur diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang bisa diterapkan dalam pembelajaran akuntansi. Dalam pembelajaran akuntansi, perilaku jujur sangat diharapkan untuk diterapkan karena akuntansi merupakan sebuah seni untuk menghasilkan laporan akuntansi yang dalam prosesnya merupakan sesuatu yang saling berhubungan dan berkelanjutan. Melihat hal ini sudah seharusnya perilaku jujur diterapkan supaya siswa dapat mengerjakan langkah demi langkah dalam proses pengerjaan dan dapat mempertanggungjawabkan hasilnya. Selain itu, hasil dari kegiatan akuntasi merupakan hasil yang akan dipakai oleh banyak pihak untuk menentukan berbagai kebijakan dan keputusan masa mendatang, sehingga sangat diperlukan perilaku jujur. Dengan melihat pentingnya perilaku jujur diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam

pembelajaran akntansi sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian khusus bagi pihak yang berkaitan dengan perkembangan karakter siswa. Melalui pembelajaran kontekstual ini, diharapkan akan semakin mengasah kejujuran siswa sehingga mereka menghargai setiap detail kegiatan pembelajaran.

3. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual dengan Minat Belajar

Berdasarkan data yang diperoleh, hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif persepsi siswa mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa (Spearman rho = (+) 0,574; sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01).

Persepsi siswa mengenai tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan nilai rata-rata (mean) = 127,56; nilai tengah (median) = 129; dan nilai modus 129. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki persepsi tingkat pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berada pada kategori tinggi. Pada integritas pribadi sendiri menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 71,76; nilai tengah (median) = 71, dan nilai modus = 64. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki minat belajar pada kategori tinggi. Adapun nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan minat belajar

menunjukkan derajat hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori cukup.

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual mempunyai kecenderungan skor-skor yang tinggi, begitu pula dengan minat belajar yang mempunyai kecenderungan skor tinggi. Akan tetapi, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang cukup. Hal ini disebabkan hubungan yang kurang sensitif antara kedua variabel. Hubungan sensitif terjadi saat semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan yang menghasilkan skor tinggi untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lain sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat. Oleh sebab itu, hubungan yang kurang sensitif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan minat belajar siswa terjadi karena tidak semua responden secara konsisten menghasilkan skor tinggi untuk kedua variabel, melainkan skor tinggi untuk tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan skor cukup untuk minat belajar, atau sebaliknya sehingga menyebabkan korelasi yang lemah.

Hasil penelitian yang menunjukkan derajat hubungan positif antara kedua veriabel sejalan dengan pandangan Ditjen Dikdasmen (2003:10-19) dalam Komalasari (2011:11-13), dimana dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual melibatkan beberapa komponen utama yaitu konstruktivisme (constructivism). Konstruktivisme merupakan proses

membangun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman secara aktif, krestif, dan produktif. Hal ini mengajarkan kepada siswa bahwa mereka harus secara sadar memiliki kemauan mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. Selain kesadaran pribadi, dorongan dari pihak guru sebagai faktor eksternal juga sangat dibutuhkan. Guru dan siswa harus saling bekerjasama untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang menyenangkan akan membangkitkan minat belajar siswa dan membuat siswa tenang serta nyaman dalam proses mereka membangun pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin baik tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, maka akan semakin baik juga minat belajar yang dimiliki siswa

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada bab V, maka dapat ditarik kesimpulan pelitian sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi. Hasil penelitian ini dibuktikan dengan nilai Spearman rho = (+) 0,386; sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01. Arah hubungan dengan nilai positif, berarti semakin baik tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 berhubungan dengan semakin baiknya keterampilan berkomunikasi siswa.

2. Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi. Hasil penelitian ini dibuktikan dengan nilai Spearman rho = (+) 0,273; sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01. Arah hubungan dengan nilai positif, berarti semakin baik tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 berhubungan dengan semakin baiknya integritas pribadi siswa.

3. Ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa. Hasil penelitian ini dibuktikan dengan nilai Spearman rho = (+) 0,574; sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01. Arah hubungan dengan nilai positif, berarti semakin baik tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 berhubungan dengan semakin baiknya minat belajar siswa.

B. Keterbatasan

Penelitian yang telah dilaksanakan masih jauh dari sempurna dan peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian antara lain:

1. Peneliti tidak dapat menjamin kesungguhan dan kejujuran siswa dalam menjawab setiap butir pertanyaan/pernyataan dalam kuesioner, meskipun dalam proses pengisiannya peneliti terlibat langsung dan menjelaskan kepada siswa untuk menjawab setiap butir pernyataan sesuai keadaan yang sebenar-benarnya.

2. Adanya keterbatasan waktu dalam penelitan dikarenakan responden merupakan siswa kelas XII. Hal ini menjadikan penilaian mengenai baik tidaknya keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa hanya diukur dari persepsi siswa dan tidak dikomparasikan dengan data lain seperti penilaian dari guru.

C. Saran

Berikut ini disampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan:

1. Hasil penelitian pertama menunjukkan ada hubungan positif tingkat keterlaksaaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi pada kategori lemah. Untuk dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa melalui pelaksaan pembelajaran kotekstual, peneliti memberikan saran: pertama, guru harus mengarahkan siswa untuk selalu mencari sumber belajar selain buku dan mempresentasikan hasil temuannya di depan kelas. Melalui kegiatan ini siswa diharapkan lebih aktif dan komunikatif dalam setiap prosesnya; kedua, apabila ada pengerjaan soal latihan maupun tugas, siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis. Tidak hanya menuliskan tetapi juga menjelaskan apa yang ditulis, sehingga siswa terbiasa untuk mampu menjelaskan dan mempertanggunjawabkan apa yang telah dikerjakannya dengan bahasa yang mudah dipahami; ketiga, dalam proses pembelajaran hendaknya selalu dibentuk kelompok-kelompok kecil sehingga membiasakan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain. Kelompok yang lebih kecil juga memungkinkan setiap siswa mempunyai kesempatan untuk berpendapat dan mengutarakan pemikirannya tentang suatu hal.

2. Hasil penelitian kedua menunjukkan ada hubungan positif tingkat keterlaksaaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan integritas pribadi pada kategori lemah. Integritas pribadi menjadi aspek penting yang harus selalu ditanamkan dalam diri siswa. Untuk dapat meningkatkan dan memperbaiki integritas pribadi siswa, peneliti memberikan saran: pertama, guru harus lebih sering memberikan latihan soal kepada siswa, sehingga guru bias melihat setiap perkembangan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Hal ini juga diharapakan membuat siswa lebih paham dan meminimalkan kemungkinan bahwa siswa akan mencontek pada saat ujian dengan alasan tidak menguasai materi; kedua, tugas yang diberikan hendaknya selalu dikoreksi bersama dan meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaan mereka. Hal dilakukan untuk melihat kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas, apabila siswa mampu menjelaskan dengan baik hasil pekerjaan mereka berarti siswa mengerjakan tuganya secara pribadi. Sebaliknya, apabila siswa kurang bisa menjelaskan hasil tugasnya ada kemungkinan bahwa siswa hanya menyalin pekerjaan teman; ketiga, pada akhir pembelajaran sebisa mungkin dilakukan refleksi baik lisan ataupun tertulis sehingga guru memahami apa yang dirasakan dan dialami siswa selama proses pembelajaran. Hal ini memungkinkan adanya kemudahan dalam perbaikan proses pembelajaran.

3. Hasil penelitian ketiga menunjukkan ada hubungan positif tingkat keterlaksaaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan minat belajar siswa pada kategori cukup. Untuk dapat meningkatkan minat belajar siswa, peneliti memberikan saran: pertama, guru diharapkan selalu peka dan memahami situasi pembelajaran dan memberikan ice breaking kepada siswa di saat yang tepat. Hal ini diharapkan mampu memecah rasa bosan yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran; kedua, pelaksaan pembelajaran hendaknya tidak hanya terpaku pada buku. Cara lain yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan menonton video, atau menunjukkan contoh real hal-hal yang berkaitan dengan materi akuntansi; ketiga, guru harus rajin memberikan motivasi belajar kepada siswa. Pemberian motivasi tidak hanya dilakukan dengan verbal, tetapi bisa juga dengan mengundang narasumber yang bisa menceritakan bagaimana asik dan pentingnya belajar akuntansi; keempat, guru harus mampu mengembangkan proses pembelajaran dengan menerapkan berbagai strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang tepat akan membuat siswa lebih nyaman dan merasa senang mengikuti proses pembelajaran.

4. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat dengan topik ini dapat melakukan penelitian ulang dengan menggunakan berbagai teknik pengambilan data (tidak harus menggunakan kuesioner) dengan

sampel yang lebih besar dan representatif agar menghasilkan

Dokumen terkait