• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa: survei pada siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul."

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul

Helena Larasati Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Maret 2016. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS di SMA Negeri di seluruh Kabupaten Bantul yang berjumlah 500 siswa. Sampel penelitian ini adalah 217 siswa. Teknik penarikan sampel adalah Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.

(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING

BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey on the Twelfth Grade Students of Senior High School in Bantul Regency

Helena Larasati Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to March 2016. The population of the research were 500 students of the twelfth grade of Senior High School in Bantul regency. Samples were 217 students. The sampling technique is cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive analysis and Spearman correlation.

(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh :

HELENA LARASATI NIM 121334024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARAMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus & Bunda Maria

Terimakasih Tuhan & Bunda atas segala berkat, rahmat, dan segala

karunia yang dilimpahkan dalam menyelesaikan karya ini

Yang tercinta,

Bapak Daniel Soeripto Tomo, Alm yang selalu menjadi motivasi dan

sumber semangat dalam menyelesaikan karya ini

Ibu Christiana Nuning Wahyuni yang selalu memberikan dukungan,

doa, semangat, kasih sayang dan menjadi wanita terhebat dalam

hidup ku

Kakak-kakak ku Lukas Rajendra, Margaertta Rahmani, Paulina

Saraswati, Thomas Oky, Alexander Sanjaya, Aryati Widyastuti

Keponakan ku Cheris Widya Rajendra

Teman hidup ku Diky Yoga Prasetya yang selalu memberikan

semangat, doa, dan motivasi dalam menyelesaikan karya ini

Yang tersayang,

Sahabat-sahabat yang sudah seperti keluarga ku Aderita Vena, Rika

Hebriella, Gisela Anggita, Dila Putri, Natalia Widdy, Dana Pramitha,

Fransiska Indah, Brigita Siwi, Hesti Ratnaningrum, Sonya Moka,

Avysta Christant, Kurnia Novariany, dan sahabat-sahabat di

Pendidikan Akuntansi 2012

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku,

(7)

v MOTTO

“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat

yang patah mengeringkan tulang”

(Amsal 17:22)

“Kita bukanlah waduk untuk menimbun, kita adalah saluran untuk membagi”

(Graham)

“Kerjakan segala sesuatu dengan tulus hati & selesaikan dengan penuh tanggung jawab”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR SISWA

Survei pada Siswa Kelas XII IIS SMA Negeri di Kabupaten Bantul

Helena Larasati Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif: 1) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa; 2) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa; 3) tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Maret 2016. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII IIS di SMA Negeri di seluruh Kabupaten Bantul yang berjumlah 500 siswa. Sampel penelitian ini adalah 217 siswa. Teknik penarikan sampel adalah Cluster Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan korelasi Spearman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi

berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa (Spearman’s

rho = 0,642; nilai Sig. (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi

berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa (Spearman’s rho =

0,182; nilai Sig. (1-tailed) = 0,003< α = 0,01); 3) ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi

berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa (Spearman’s rho = 0,561;

(11)

ix

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING

BASED ON 2013 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey on the Twelfth Grade Students of Senior High School in Bantul Regency

Helena Larasati Sanata Dharma University

2016

This study aims to examine correlation between: 1) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and communication skills; 2) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and personal integrity; 3) fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2013 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. The research was conducted from December 2015 to March 2016. The population of the research were 500 students of the twelfth grade of Senior High School in Bantul regency. Samples were 217 students. The sampling technique is cluster sampling. Data were collected by using questionnaires. Data were analyzed by using descriptive analysis and Spearman correlation.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyeleseikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Siswa” dengan lancar. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memnuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi. Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu terseleseikannya skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing,

(13)

xi

kasih pula untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan perhatian yang telah ibu berikan kepada saya.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan membimbing saya selama proses perkuliahan.

6. Staf Kesekretariatan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses perkuliahan.

7. Bapak Daniel Soeripto Tomo, Alm yang menjadi motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

8. Ibu ku tercinta Christiana Nuning Wahyuni yang telah dengan sabar membimbingku selama ini dan senantiasa memberikan doa, dukungan, dan perhatian dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.

9. Kakak-kakak ku, Mas Lukas, Mbak Etta, Mbak Lina, Mas oky, Mas Alex, dan Mbak Titis yang telah memberikan doa, dukungan dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.

10. Teman hidup ku Diky Yoga Prasetya, yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa selama penyusunan skripsi ini.

(14)

xii

12. Teman-teman satu bimbingan skripsi: Boru, Nopi, Ella, Sophie, Sisil, Adys, Dilla, Gisela, dan Albeta yang selalu menjadi teman diskusi yang baik, saling memberikan dukungan dan semangat saat penyusunan skripsi ini.

13. Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang tidak

dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas empat tahun yang luar biasa ini dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan. Sukses untuk kita semua.

14. Semua pihak yang mendukung membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang ada maka dari itu penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari pembaca dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 27 Juli 2016

Penulis,

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

(16)

xiv

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kurikulum 2013 ... 11

B. Pembelajaran Kontekstual ... 19

C. Kemampuan Berkomunikasi ... 31

D. Integritas Pribadi (Kejujuran) ... 39

E. Minat Belajar ... 46

F. Kerangka Berpikir ... 50

G. Model Penelitian... 53

H. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN... 56

A. Jenis Penelitian ... 56

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 56

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 56

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 57

E. Operasional Variabel ... 60

F. Teknik Pengumpulan Data ... 67

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 68

H. Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 85

A. SMA N 1 Jetis ... 85

B. SMA N 1 Sewon ... 90

(17)

xv

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 98

A. Deskripsi Data ... 98

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 104

C. Pengujian Hipotesis ... 106

D. Pembahasan ... 112

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Keterbatasan Penelitian ... 123

C. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 128

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 2013 ... 14

Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013... 16

Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional ... 21

Tabel 2.4 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional ... 23

Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 57

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Responden ... 59

Tabel 3.3 Operasional Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 60

Tabel 3.4 Operasional Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 62

Tabel 3.5 Operasional Variabel Integritas Pribadi ... 63

Tabel 3.6 Operasional Variabel Minat Belajar Siswa ... 65

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 69

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 70

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 72

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ketiga Validitas Instrumen Variabel Keterampilan Berkomunikasi ... 73

(19)

xvii

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Integritas

Pribadi ... 75

Tabel 3.13 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Siswa ... 76

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Kedua Validitas Instrumen Variabel Minat Belajar Siswa ... 77

Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 78

Tabel 3.16 Penguasaan Kompetensi... 80

Tabel 3.17 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 82

Tabel 4.1 Jumlah Guru dan Pegawai SMA N 1 Jetis ... 87

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMA N 1 Jetis ... 88

Tabel 4.3 Fasilitas SMA N 1 Jetis ... 88

Tabel 4.4 Jumlah Guru dan Karyawan SMA N 1 Sewon ... 92

Tabel 4.5 Jumlah Siswa SMA N 1 Sewon ... 92

Tabel 4.6 Jumlah Guru dan Karyawan SMA N 1 Kasihan ... 96

Tabel 4.7 Jumlah Siswa SMA N 1 Kasihan ... 96

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 98

Tabel 5.2 Status Sekolah Asal Siswa ... 99

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 99

(20)

xviii

Tabel 5.5 Intepretasi Keterampilan Berkomunikasi... 101

Tabel 5.6 Intepretasi Integritas Pribadi Siswa... 102

Tabel 5.7 Intepretasi Minat Belajar Siswa ... 103

Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi berdasarkan Kurikulum 2013 dan Keterampilan Berkomunikasi ... 104

Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi berdasarkan Kurikulum 2013 dan Integritas

Pribadi Siswa ... 105

Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi berdasarkan Kurikulum 2013 dan Minat Belajar Siswa ... 106

Tabel 5.11 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dan Keterampilan Berkomunikasi ... 107

Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dan Integrias Pribadi Siswa ... 109

Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dan Minat

(21)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMA N 1 Jetis ... 89

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Instrumen Penelitian (Kuesioner) ... 131

Lampiran II Data Induk Penelitian ... 142

Lampiran III Uji Validitas ... 164

Lampiran IV Uji Reliabilitas ... 180

Lampiran V Perhitungan PAP II ... 181

Lampiran VI Tabel r... 184

Lampiran VII Uji Normalitas ... 190

Lampiran VIII Uji Korelasi Spearman ... 191

Lampiran IX Data Dinas Pendidikan Kab. Bantul ... 193

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana dimana setiap peserta didik dapat menimba ilmu sesuai dengan apa yang diharapkan dan dibutuhkan peserta didik dalam kehidupannya. Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Butir 1 menyatakan

bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.

Pendidikan tidak lepas dari kualitas pendidikan. Berbicara tentang kualitas pendidikan, masalah yang ada dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu metode pendidikan. Metode pendidikan mempengaruhi kualitas pendidikan, karena metode pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan, jika metode pendidikan yang diterapkan tidak sesuai dengan keadaan masyarakat maka hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas pendidikan. Seiring perubahan waktu, terdapat pula perubahan metode pendidikan di Indonesia.

(24)

kurikulum adalah sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Imas dan Berlin (2014:10) kurikulum di Indonesia mengalami beberapa pergantian yang dikelompokkan berdasarkan tiga kelompok kurikulum, yakni rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan kurikulum berorientasi kompetensi. Kurikulum rencana pembelajaran (1947-1968), mengalami beberapa pergantian kurikulum diantaranya adalah kurikulum tahun 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), kurikulum 1952 Rentjana Peladjaran Terurai 1952, Rentjana Paladrajan 1964, dan kurikulum 1968. Kelompok kurikulum kedua adalah kurikulum berorientasi pencapaian tujuan (1975-1994) mengalami beberapa pergantian kurikulum, yakni kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Kelompok ketiga adalah kurikulum berbasis kompetensi (2004). Setelah berjalannya kurikulum kompetensi, kurikulum tersebut digantikan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006. Kurikulum 2006 disempurnakan kembali dan mengalami pergantian menjadi kurikulum 2013. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof.Ir.Muhammad Nuh (dalam Imas dan Berlin, 2014:21) mengatakan bahwa kurikulum 2013 lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

(25)
(26)

agar siswa menyampaikan yang sesungguhnya tentang apa yang mereka dapatkan. Selain itu minat belajar siswa dalam pembelajaran juga harus dikembangkan, karena tanpa adanya minat maka siswa tidak dapat melakukan pembelajaran dengan baik dan tentu tidak dapat menghadapi tantangan pada abad 21.

(27)

pembelajaran saintifik, namun dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjalin komunikasi yang akrab, hangat, produktif dengan orang lain. Oleh sebab itu, jika pendekatan saintifik diterapkan secara baik, maka siswa akan dapat lebih meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

(28)

mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu, jika pendekatan saintifik diterapkan dengan baik maka siswa akan mampu mengembangkan karakter yang dimiliki khususnya pada karakter kejujuran.

Kurikulum 2013 juga memiliki tujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan, dengan kata lain dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Melalui implementasi kurikulum 2013 guru dapat menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan sehingga pada saat kegiatan belajar mengajar siswa tidak merasa bosan, namun dapat bersemangat mengikuti pembelajaran. Menurut Khairani, 2013 (dalam Makmun, 2011:90) minat adalah gejala psikologis yang menunjukkan bahwa minat adanya pengertian subjek terhadap objek yang menjadi sasaran karena objek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang sehingga cenderung kepada objek tersebut. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat, karena minat merupakan alat motivasi utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentang waktu tertentu. Oleh karena itu, jika pendekatan saintifik diterapkan dengan baik, maka siswa akan mampu mengembangkan minatnya.

(29)

melainkan dapat dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya hal tersebut yang ditekankan pada pembelajaran kontekstual, siswa juga dituntut secara aktif dalam setiap pembelajaran. Dalam pebelajaran kontekstual terdapat tujuh pilar dalam pembelajaran, salah satunya adalah masyarakat belajar dan menemukan. Masyarakat belajar dimaksudkan agar peserta didik dapat bekerjasama dengan temannya, dalam kerjasama tersebut tentu peserta didik diharapkan menyampaikan gagasan atau ide. Dengan demikian keterampilan berkomunikasi dalam proses ini sangat diperlukan oleh peserta didik. Dalam pilar menemukan salah satu hal yang perlu diperhatikan yaitu karakter siswa. Karakter siswa sangat dibutuhkan dalam proses menemukan karena siswa dituntut menemukan sendiri sumber-sumber belajar. Dengan demikian siswa harus dengan jujur menyampaikan apa yang mereka temukan. Dalam pembelajaran kontekstual yang menuntut siswa secara aktif dalam pembelajaran, siswa memerlukan minat belajar, tanpa adanya minat tentu pembelajaran tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, kurikulum 2013 sangat sesuai dengan pembelajaran kontekstual karena secara garis besar memiliki tujuan yang sama.

(30)

SMA di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bantul dengan alasan yaitu: pertama, sekolah SMA di Kabupaten Bantul sudah banyak menerapkan atau mengimplementasikan kurikulum 2013 dimana dapat dibuktikan oleh peneliti pada waktu melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) dimana sekolah yang ditempati dalam Program Pengalaman Lapangan di salah satu SMA di Kabupaten Bantul sudah menerapkan kurikulum 2013; kedua, keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar siswa belum dilakukan penelitian tentang seberapa jauh ketercapaiannya dalam pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2013.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan judul

penelitian “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar

Siswa”. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa SMA di wilayah

Kabupaten Bantul yang menerapkan kurikulum 2013.

B. Batasan Masalah

(31)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa?

2. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan integritas pribadi siswa?

3. Apakah ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan keterampilan berkomunikasi siswa.

2. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran

(32)

3. Hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2013 dan minat belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Guru

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi guru dalam merapkan pembelajaran kontekstual berdasarkan kurikulum 2013 pada materi akuntansi. Berdasarkan evaluasi tersebut diharapkan guru dapat lebih menerapkan pembelajaran saintifik di kelas.

2. Manfaat Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi para guru dalam megimplementasikan kurikulum 2013 pada materi akuntansi. 3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

(33)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kurikulum 2013

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Menurut Hosnan (2014:34), pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk menidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan. Dalam pendekatan saintifik siswa diharapkan dapat mencari tahu pembelajaran dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Sedangkan Barringe (dalam Yunus, 2014:125) menyatakan pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berfikir secara sistematis dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat.

(34)

apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses-proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu pengetahuan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal pokok dalam teori Bruner sangat sesuai dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik. Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema. Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Teori selanjutnya adalah teori Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Nur dan Wikandari, 2000:4).

(35)

ilmiah, dimana siswa dituntut untuk dapat menggali informasi dan menganalisis masalah dengan kemampuannya sendiri sehingga siswa harus aktif dalam pembelajaran dan mencari sumber-sumber yang digunakan untuk memecahkan masalah.

2. Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Saintifik

Pembelajaran dengan metode saintifik memeiliki beberapa karakteristik. Menurut Hosnan (2014:26) karakteristik pembelajaran dengan metode saintifik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berfikir tingkat tinggi siswa

d. Dapat mengembangkan karakter siswa

3. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Menurut Hosnan (2014:36) ada beberapa tujuan pemebelajaran dengan pendekatan saintifik, tujuan tersebut berdasarkan keunggulan pada pendekatan tersebut. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut:

(36)

b. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik

c. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan

d. Diperoleh hasil belajar yang tinggi

e. Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah

f. Mengembangkan karakter siswa

4. Perbedaan Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013, dan kurikulum 2013 ini sudah dilaksanakan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu saja. Menurut Imas dan Berlin (2014:45) perubahan kurikulum, tentu juga menghadirkan beberapa perbedaan dengan yang lama, berikut ini adalah perbedaan kurikulum 2013 dengan KTSP:

Tabel 2.1

Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 KTSP

a. SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No. 45 Tahun 2013. Setelah itu batu ditentukan Standar Isi, yang berbentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No. 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013

Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melalui Permendiknas No. 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi

Lulusan) melalui

Permendiknas No. 23 Tahun 2006

b. Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan

(37)

Kurikulum 2013 KTSP hard skills yang meliputi aspek

kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP

Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013 e. Proses pembelajaran setiap tema

di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari

mengamati, menanya,

mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.

Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

f. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran.

TIK sebagai mata pelajaran

g. Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil belajar.

Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan

h. Pramuka menjadi ekstrakulikuler wajib

Pramuka bukan ekstrakulikuler waib i. Peminatan (penjurusan) mulai

kelas X untuk jenjang SMA/MA

(38)

5. Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013

Menurut Daryanto (2014:11) indikator keberhasilan implementasi kurikulum 2013 yaitu:

Tabel 2.2

Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013

Entitas pendidikan Indikator keberhasilan

a. Peserta didik Lebih produktif, kreatif, inovatif, afektif, lebih senang belajar ketentuan 24 jam per minggu

c. Manajemen satuan

pendidik

Lebih mengedepankan layanan pembelajaran termasuk bimbingan dan penyuluhan

d. Negara dan bangsa

Terjadinya proses pembelajaran yang lebih variatif di sekolah

Reputasi internsional

pendidikannya menjadi lebih baik e. Masyarakat umum

Memiliki daya saing yang lebih tinggi, sehingga lebih menarik bagi investor

Memperoleh lulusan sekolah lebih berkompeten

Dapat berharap kebutuhan pendidikan akan dipenuhi oleh sekolah.

6. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

(39)

Daryanto (2014:59) langkah-langkah pendekatan saintifik sebagai berikut:

a. Melakukan pengamatan (observasi)

Observasi adalah menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi. Metode ini memiliki keunggulan, karena harus menyajikan objek secara nyata untuk diamati sehingga peserta didik lebih mudah melaksanakannya. Dalam kegiatan ini hal yang dapat dilakukan siswa yaitu: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Sedangkan tugas guru dalam langkah ini adalah memfasilitasi siswa.

b. Mengajukan pertanyaan

Langkah kedua yaitu mengajukan pertanyaan, dalam langkah ini guru membimbing peserta didik untuk mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta. Dalam kegiatan mengajukan pertanyaan, siswa diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup yang cerdas.

c. Mengumpulkan informasi

(40)

mengamati objek/kejadian/aktivitas wawancara dengan nara sumber, dan sebagainya. Dalam kegiatan mengumpulkan informasi siswa diharapkan dapat mengembangkan sikap jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, dan dapat menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi dengan berbagai cara.

d. Menalar/mengolah informasi

Setelah melakukan kegiatan mengumpulkan informasi dari eksperimen, mengamati, dan kegiatan mengumpulkan informasi lainnya, dalam kegiatan menalar adalah memproses informasi-informasi yang didapatkan sehingga dapat menemukan keterkaitan antar informasi tersebut. Aktivitas menalar merupakan proses berfikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Dalam aktivitas menalar/mengumpulkan informasi siswa dapat mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, dan kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berfikir deduktif dan induktif dalam menyimpulkan.

e. Melakukan komunikasi

(41)

kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

B. Pembelajaran Kontesktual

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter – an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, keterlaksanaan berarti sesuatu perbuatan atau peristiwa yang sudah terjadi. Menurut Komalasari (2010:7) pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara matari yang dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Sedangkan menurut Johnson (2002) (Kunandar, 2007:295) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.

(42)

mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa, dan mendorong siswa untuk menghubungkan bahan pelajaran dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:298) ciri-ciri pembelajaran kontekstual antara lain):

a. Adanya kerja sama antar semua pihak

b. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem

c. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang

berbeda-beda

d. Saling menunjang

e. Menyenangkan, tidak membosankan f. Belajar dengan bergairah

g. Belajar terintegrasi

h. Menggunakan berbagai sumber i. Siswa aktif

j. Sharing dengan teman k. Siswa kritis, guru kreatif

l. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa,

peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya

(43)

3. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional Pembelajaran kontekstual merdasarkan pada filosofi kontruktivisme. Kontruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Glasersfeld, 1989:34). Menurut para kontruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa), namun harus siswa sendirilah yang mengartikan apa yang diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman (Lorsbach dan Tobin, 1992:67).

Pembelajaran kontekstual yang berlandaskan konstruktivisme tersebut merupakan pembaruan terhadap pembelajaran tradisional selama ini yang lebih bercorak behaviorisme/strukturalisme. Ditjen Dikdasmen (2003) (Kokom, 2011:18) mengungkapkan perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3

Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional

Aspek Pendekatan CTL Pendekatan

Tradisional

Siswa adalah penerima informasi secara pasif

Sistem Kerja Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi

(44)

Aspek Pendekatan CTL Pendekatan

Perilaku dibangun atas kebiasaan

Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor Kesadaran

perilaku jelek

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal relatif berbeda antara siswa yang satu dengan lainnya sesuai dengan skemata siswa

Peran guru Siswa diminta

(45)

Aspek Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional

Pengukuran hasil belajar

Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: proses kerja, hasil

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek Dasar perilaku

baik

Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik

Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik baik karena dia terbiasa melakukan begitu.

4. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

Menurut Depdiknas (dalam Hosnan, 2014:268) pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, perbedaan tersebut antara lain:

Tabel 2.4

Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

Aspek CTL Konvensional

(46)

Aspek CTL Konvensional

Penilaian belajar Menerapkan penilaian autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah

Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulangan

5. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

Ada tujuh komponen yang mendasari pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Menurut Rusman (2013:193) konstruktivisme merupakan landasan berfikir dalam pendekatan kontekstual, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya akan diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah sekedar konsep atau kaidah yang siap untuk diingat dan digunakan, namun manusia harus dapat mengonstruksi pengetahuan tersebut agar dapat memberikan pedoman nyata yang dapat diterapkan dalam kondisi nyata.

b. Menemukan (inquiry)

(47)

menemukan pengetahuan sendiri dengan pengalaman masing-masing, sehingga hasil pembelajaran yang berasal dari hasil dan kreativitas sendiri akan bersifat tahan lama untuk diingat.

c. Bertanya (questioning)

Menurut Rusman (2013:195) bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Sehingga tugas guru adalah untuk membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata.

d. Masyarakat belajar (learning community)

Menurut Rusman (2013:195) pembelajaran kontekstual membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya, melalui berbagi pengalaman diharapkan dapat menambah pengetahuan yang lebih banyak. Pemanfaatan sumber belajar tidak terbatas pada teman-teman atau lingkup kelas saja, namun juga berasal dari sumber-sumber dari luar kelas yaitu keluarga dan masyarakat.

e. Pemodelan (modelling)

(48)

bisa ditiru. Guru dapat menjadi model yaitu dengan memberikan contoh cara mengerjakan tertantu, namun guru bukanlah menjadi satu-satunya model. Siswa dapat dilibatkan dalam perancangan model, misalnya siswa ditunjuk untuk memberikan contoh pada temannya.

f. Refleksi (reflection)

Menurut Rusman (2013:197) refleksi yaitu berfikir ke belakang tentang apa saja yang telah dilakukannya di masa lalu, dan mengendapkan apa yang baru saja dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri. Sehingga siswa dapat merespon apa yang dikerjakan di masa lalu dan membandingkan dengan pengetahuan yang baru.

g. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

(49)

6. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (Kokom, 2011:7) ada delapan karakteristik contectual teaching and lerning, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan penuh

makna).

Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).

b. Doing significant work (melakukan pekerjaan penting)

Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.

c. Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri)

Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata. d. Collaborating (kerja sama)

(50)

e. Critical and creative thinking (berfikir kritis dan kreatif)

Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.

f. Nurturing the individual (memelihara individu)

Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

g. Reaching high standards (mencapai standar tinggi)

Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. h. Using authentic assessment (penggunaan penilaian sebenarnya)

Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memerlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut

“excellence”.

i. Using authentic assessment (mengadakan asesmen autentik)

(51)

Pendapat lain mengenai karakteristik pembelajaran kontekstual diungkapkan oleh Sounder (Kokom, 2011:8) yang difokuskan pada REACT (Relating, Experencing, Applying, Cooperating, dan Transfering). Penjelasan masing-masing karakteristik pembelajaran kontekstual sebagai berikut:

a. Keterkaitan, relevansi (relating)

Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata seperti manfaat untuk bekal bekerja dikemudian hari.

b. Pengalaman langsung (experiencing)

(52)

c. Aplikasi (applying)

Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal. Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga dapat mendorong siswa memikirkan karir dan pekerjaan di masa depan yang mereka minati. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkan pada dunia kerja, dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan menggunakan buku teks, video, dan laboratorium.

d. Kerja sama (cooperating)

Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antar siswa dengan guru, antar siswa dengan nara sumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pembelajarn pokok dalam pembelajarn kontekstual.

e. Alih pengetahuan (transferring)

(53)

C. Kemampuan Berkomunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, dalam berinteraksi dengan sesamanya, komunikasi menjadi jembatan dalam melakukan interaksi. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang dapat dipusatkan lewat komunikasi dengan sesamanya. Sehingga, penting bagi kita untuk terampil dalam berkomunikasi. Menurut Makmun (2015:5) komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, communis yang berarti

„sama‟. Communico, communicatio atau communicare yang berarti

membuat sama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.

(54)

sebentuk komunikasi. Secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirim seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima.

Handoko (2002) (dalam Makmun, 2015:6) mendefinisikan komunikasi adalah proses perpindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke oarang lain. Sedangkan Evertt M. Rogers (Makmun, 2015:6) mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang di dalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerimanya dengan tujuan untuk merubah perilakunya. Pendapat senada dikemukakan oleh Theodore Herbert (Makmun, 2015:6) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi di atas, dapat disimpulkan komunikasi adalah suatu penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain.

2. Komponen-Komponen Komunikasi

Dalam berinteraksi dengan lingkungan terutama dalam melakukan komunikasi terdapat hal-hal yang harus ada agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah (Mulyana, dalam Makmun, 2015:16):

(55)

b. Pesan adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain

c. Saluran adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. Dalam komunikasi antar-pribadi saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara

d. Penerima atau komunikate adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

e. Umpan balik adalah tanggapan dari penerima pesan atas isi pesan yang disampaikannya

f. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan diajadikan.

3. Aspek Utama Komunikasi

Menurut John W. (2009:273) dalam melaksanakan pembelajaran dan pengajaran baik sebagai guru maupun sebagai siswa membutuhkan dan dibutuhkan keterampilan berkomunikasi yang baik sehingga pembelajaran dan pengajaran dapat mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Tiga aspek utama dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan komunikasi non verbal. a. Keterampilan Berbicara

(56)

ada beberapa strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Menggunakan tata bahasa yang benar

2) Memilih kosa kata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk level

yang diajak berbicara

3) Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan lawan bicara untuk memahami apa yang Anda katakan

4) Berbicara pada kecepatan yang sesuai

5) Benar dalam komunikasi Anda dan menghindari sesuatu yang

tidak jelas

6) Menggunakan perencanaan dan keterampilan berpikir logis yang baik sebagai fondasi berbicara secara jelas

b. Keterampilan Mendengarkan

Mendengarkan adalah keterampilan yang penting untuk membuat dan memelihara hubungan. Mendengar secara aktif berarti memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Menurut John. W (2009:278) berikut adalah beberapa strategi yang bagus untuk mengembangkan keterampilan mendengarkan yang aktif:

1) Memperhatikan orang yang berbicara 2) Memparafrasakan

3) Mensintesis tema dan pola

(57)

c. Komunikasi Non Verbal

Menurut John. W (2009:279) komunikasi yang paling interpersonal adalah komunikasi non verbal. Selain apa yang orang katakan, orang tersebut juga dapat berkomunikasi dengan melipat tangan, melemparkan pandangan, menggerakan mulut, menyilangkan kaki, atau menyentuh tangan. Berikut ini adalah beberapa contoh perilaku umum yang menjadi jalan dalam komunikasi secara nonverbal antar-individu:

1) Mengangkat alis dengan perasaan tidak percaya

2) Mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi diri 3) Mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik

4) Mengedipkan mata untuk menunjukkan kehangatan atau

persetujuan

5) Mengetuk-ngetuk jemari ketika merasa tidak sabar 6) Memukul dahi ketika lupa akan sesuatu hal

4. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Makmun (2015:12) bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Komunikasi vertikal

(58)

b. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya berkomunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal.

c. Komunikasi diagonal

Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.

5. Keterampilan Dasar Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan dimana seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan konsep kepada oarang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan berbicara mengerti apa yang dimaksudkan. Dalam melakukan komunikasi dengan orang lain, orang tidak bisa asal berbicara namun orang perlu mengembangkan dan memlihara komunikasi yang akrab, hangat, produktif dengan orang lain, oleh karena itu orang perlu memiliki keterampilan berkomunikasi.

Menurut Johnson (dalam Supraktiknya, 1995:10) ada beberapa keterampilan dasar berkomunikasi, yaitu:

(59)

b. Seseorang harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas. Kemampuan ini juga harus disertai kemampuan menunjukkan sikap hangat dan rasa senang serta kemampuan mendengarkan dengan cara yang akan menunjukkan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita. Dengan saling mengungkapkan pikiran-perasaan dan saling mendengarkan, kita memulai, mengembangkan, dan memelihara komunikasi dengan orang lain.

c. Harus mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan

atau saling menolong. Kita harus mampu menanggapi keluhan orang lain dengan cara-cara yang bersifat menolong, yaitu menunjukkan sikap memahami dan bersedia menolong sambil memberikan bombongan dan contoh seperlunya, agar orang tersebut mampu menemukan pemecahan-pemecahan yang konstruktif terhadap masalahnya.

(60)

6. Cara Mempelajari Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi bukan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir dan juga tidak muncul secara tiba-tiba saat kita memerlukannya, keterampilan tersebut harus dipelajari dan dilatih. Menurut Johnson (dalam Supraktiknya, 1995:12) ada beberapa cara yang mempelajari keterampilan berkomunikasi, yaitu:

a. Harus menyadari mengapa keterampilan berkomunikasi ini penting

kita kuasai dan apa manfaatnya bagi kita

b. Harus memahami keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk

perilaku komponennya yang perlu kuasai untuk mewujudkan keterampilan itu

c. Harus rajin mencari dan menemukan situasi-situasi di mana kita

dapat mempraktikkan keterampilan tersebut

d. Tidak boleh segan atau malu menerima bantuan orang lain untuk

memantau usaha kita serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah kita capai maupun kekurangan yang masih kita miliki e. Tidak boleh bosan belajar atau berlatih

f. Keseluruhan latihan tersebut harus dibagi dalam satuan-satuan atau bagian-bagian tertentu, agar setiap kali dapat dirasakan keberhasilan usaha kita

(61)

h. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya harus terus-menerus dilatih dan praktikknya, sampai akhirnya menjadi bagian dari diri.

D. Integritas Pribadi

1. Pengertian

Menurut Yaumi (2014:67), integritas adalah suatu konsep tentang konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, ukuran, prinsip-prinsip, harapan, dan hasil. Dalam hubungannya etika, integritas selalu dirujuk pada kejujuran, kepercayaan, atau ketepatan. Yaumi (2014:66) menjelaskan bahwa integritas adalah integritas antara etika dan moralitas, semakin terintegritas, semakin tinggi level integritas yang ada. Dengan demikian, integritas dapat menghasilkan sifat keteladanan seperti kejujuran, etika, dan moral.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada salah satu sifat keteladanan integritas yaitu kejujuran peserta didik. Kejujuran perlu diterapkan dalam setiap mata pelajaran, karena kejujuran merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu sekolah perlu membuat program untuk menumbuhkan kejujuran bagi para peserta didik.

Menurut Kodsinco dalam Yaumi (2014:65) menguraikan beberapa hakikat dari kejujuran, sebagai berikut:

(62)

b. Kita melakukan kejujuran ketika kita bertindak sesuai dengan yang dipikirkan.

c. Kita jujur ketika mengatakan yang benar sekalipun orang lain tidak setuju.

2. Komponen-komponen Karakter yang Baik

Filosofi Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, tingkah laku yang benar dalam hal berhubungan dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Menurut Lickona (2008: 74) terdapat komponen-komponen karakter yang baik, yaitu:

a. Pengetahuan Moral

Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita manfaatkan ketika kita berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup. Enam pengetahuan moral berikut diharapkan dapat menjadi tujuan pendidikan karakter, yaitu (Lickona, 2008: 75):

1) Kesadaran moral

Kesadaran moral adalah kendala untuk bisa mendapatkan informasi. Dalam membuat penilaian moral, sering kali kita tidak bisa memutuskan mana yang benar sampai kita mengetahui keadaan yang sesungguhnya.

2) Mengetahui nilai-nilai moral

(63)

keadilan, toleransi, sopan santun, disiplin diri, integritas, belas kasih, kedermawaan, dan keberanian adalah faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.

3) Pengambilan perspektif

Pengambilan perspektif adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan berfikir, bereaksi, dan merasa. Hal ini merupakan prasyarat bagi pertimbangan moral: kita tidak dapat menghormati orang dengan baik dan bertindak dengan adil terhadap mereka jika kita tidak memahami mereka.

4) Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita harus bermoral. Penalaran moral telah menjadi fokus sebagian besar riset psikologi perkembangan moral abad ini.

5) Pengambilan keputusan

Keterampilan pengambilan keputusan reflektif adalah kemampuan memikirkan langkah yang mungkin akan diambil seseorang yang sedang mengahadapi persoalan moral.

6) Pengetahuan diri

(64)

karakter. Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan kelemahan karakter kita dan mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut.

b. Perasaan moral

Sisi emosional karakter telah begitu terabaikan dalam diskusi-diskusi pendidikan moral, padahal sebetulnya sisi emosional ini sangat penting. Seberapa kepedulian kita untuk menjadi orang yang jujur, adil, dan santun terhadap orang lain jelas berpengaruh terhadap bagaimana pengetahuan moral kita menuntun kita pada perilaku moral. Beberapa aspek moral emosional berikut ini akan memfokuskan perhatian kita ketika kita berupaya memberi pengajaran tentang karakter yang baik, aspek moral emosional sebagai berikut (Lickona, 2008: 80):

1) Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun kita dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan kita merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.

2) Penghargaan diri

(65)

kecil kemungkinan bagi kita untuk merusak tubuh atau pikiran kita atau membairkan orang lain merusaknya.

3) Empati

Empati adalah kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tengah dialami orang lain. Empati memungkinkan kita keluar dari kulit kita dan masuk ke kulit orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan perspektif.

4) Menyukai kebaikan

Apabila orang mencintai kebaikan, mereka akan merasa senang melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya kewajiban.

5) Kontrol diri

Kontrol diri penting untuk mengekang keterlenaan diri. Emosi dapat menghanyutkan akal. Maka dari itulah kontrol diri merupakan pekerti moral yang penting. Mengontrol diri sendiri itu berarti dapat mengkondisikan diri sendiri dan dapat menahan emosi dan amarah yang ada di dalam diri.

6) Kerendahan hati

(66)

kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan kita.

c. Tindakan moral

Tindakan moral adalah produk dari dua bagian karakter lainnya. Dengan demikian untuk memahami sepenuhnya apa yang menggerakan seseorang sehingga mampu melakukan tindakan bermoral, kita perlu melihat lebih jauh dalam tiga aspek karakter lainnya yakni (Lickona, 2008: 86):

1) Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif.

2) Kemauan

Kehendak atau kemauan dubutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban, bukan kesenangan.

3) Kebiasaan

(67)

3. Ciri-Ciri Orang Jujur

Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut (Dharma et al, 2011:17; Mustari, 2014:16):

a. Jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran

dan kemaslahatan b. Berkata tidak bohong

c. Adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang

dilakukannya

d. Tidak suka menyontek e. Berani mengakui kesalahan

f. Tidak memanipulasi fakta/informasi

g. Bersedia mengakui kesalahan, kekurangan ataupun keterbatasan diri. 4. Indikator Jujur

(68)

dibeli dengan jujur; f. mengembalikan barang yang dipinjam atau ditemukan di tempat umum.

E. Minat Belajar

1. Pengertian Minat

Berikut ini adalah beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pengertian minat: Slameto (1991) (Syaiful, 2011:191) mengemukakan minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Gunarso (Makmun, 2011:88) mengemukakan minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju sesuatu yang telah menarik minatnya.

Menurut Hurlock (1999) (Makmun, 2011:88), minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Sedangkan Winkel (1984:30) mengemukakan minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang.

(69)

2. Cara Membangkitkan Minat

Ada beberapa macam cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat siswa, yaitu sebagai berikut (Syaiful, 2011:167): a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik,

sehingga dia rela belajar tanpa paksaan

b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran

c. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan

hasil belajar yang baik dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif

d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam

konteks perbedaan individual anak didik 3. Indikator Minat

Ada empat indikator yang mempengaruhi minat, yaitu ketertarikan, perhatian, motivasi, dan pengetahuan yang akan dijelaskan sebagai berikut (Harun dalam Jannah, 2010):

a. Ketertarikan

Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan memiliki perasaan ketertarikan untuk belajar.

b. Perhatian

(70)

mengesampingkan hal lain daripada itu. Sehingga, siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar, jiwa dan fikiran terfokus dengan apa yang dipelajarinya.

c. Motivasi

Motivasi merupakan suatu usaha atau pendorong yang dilakukan secara sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang terarah demi tercapainya tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi belajar yang akan mendorong siswa semangat untuk belajar.

d. Pengetahuan

Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berminat atau tidaknya seorang terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya. Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat

(71)

a. Faktor dari dalam:

1) Niat, merupakan titik sentral yang pokok dari segala bentuk

perbuatan seseorang.

2) Rajin dan kesungguhan dalam belajar seseorang akan

memperoleh sesuatu yang dikehendaki dengan cara maksimal, dalam menuntut ilmu tertentu dibutuhkan kesungguhan belajar yang matang dan ketekunan yang intensif pada diri orang tersebut.

3) Motivasi, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat

seseorang karena adanya dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.

4) Perhatian, minat timbul bila ada perhatian dengan kata lain minat

merupakan sebab akibat dari perhatian, karena perhatian itu merupakan pengaruh tenaga jiwa yang ditujukan kepada suatu objek yang menimbulkan perasaan suka.

b. Faktor dari luar:

1) Keluarga, adanya perhatian, dukungan dan bimbingan dari

keluarga khususnya orang tua akan memberikan motivasi yang sangat baik bagi perkembangan minat anak.

(72)

Demikian pula sarana dan fasilitas yang kurang mendukung seperti buku pelajaran, ruang kelas, laboratorium yang tidak lengkap dapat mempengaruhi minat siswa.

3) Teman sepergaualan, sesuai dengan masa perkembangan siswa

yang senang membuat kelompok dan banyak bergaul dengan kelompok yang diminati, teman pergaulan yang ada di sekelilingnya berpenagruh terhadap minat belajar.

4) Media massa, kemajuan teknologi seperti VCD, telephon, HP, televisi, dan media cetak lainnya seperti buku bacaan, majalah, dan surat kabar, semua itu dapat mempengaruhi minat belajar siswa.

F. Kerangka Berfikir

1. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi

(73)

pembelajaran kontekstual siswa dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasinya, karena apabila siswa tidak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik maka kerjasama tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan dimana seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan konsep kepada orang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan berbicara mengerti apa yang dimaksudkan. Dengan demikian, jika seseorang dapat melaksanakan pembelajaran kontekstual dengan baik, maka orang tersebut dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasinya. Berdasarkan penjelasan di atas penulis menduga adanya hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi siswa.

2. Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi siswa.

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan KTSP dengan Kurikulum 2013
Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013
tabel berikut:
Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dirancang sebuah sistem informasi berbasis web dengan arsitektur MVC ( Model View Controller ) pada framework CodeIgniter. Dengan tujuan memudahkan

Ada yang memahami ayat ini sebagai sesuatu peristiwa yang pernah di alami oleh manusia yang terjadi dalam alam ad-dzar, ketika itu Allah mengeluarkan dari sulbi adam seluruh anak

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan saturasi oksigen, frekwensi nadi, frekwensi nafas sebelum

Skripsi ini membahas mengenai desentraslisasi fiskal dan kinerja ekonomi Sumatera Barat yang dilihat dari pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, jumlah penduduk miskin,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang menekankan pada aspek hukum berkenaan dengan rumusan permasalahan yang dibahas

Untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana diharapkan adanya perhatian lebih rumah sakit terhadap kualitas kehidupan kerja perawat terutama komunikasi yang merupakan komponen

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu penggorengan hampa terhadap sifat fisik, komposisi kimia dan organoleptik keripik buah

Jika dibandingkan dengan limbah cair yang berasal dari bahan bakar fosil seperti limbah hasil petroleum refining dengan kandungan organik berkisar antara 300 – 600