• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada Materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar peserta didik : survei pada lima SMA di Kabupaten Gunungkidul."

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

Albeta Gusti Ayu Krismaharani

Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi; 2) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi; 3) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang dilaksanakan pada lima SMA kelas XII IPS pada tahun ajaran 2015/2016 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 943 peserta didik. Jumlah sampel penelitian sebanyak 275 peserta didik. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,614; niai Sig.(1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,169; niai Sig.( 1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik (Spearman’s rho = 0,503; niai Sig.(1-tailed) =

(2)

ix

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey at Five Senior High Schools in Gunungkidul Regency

Albeta Gusti Ayu Krismaharani

Sanata Dharma University

2016

This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. It was carried out at five Senior High Schools at Gunungkidul. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 943 students of the twelfth grade. The samples were 275 students. The sampling technique was a cluster sampling. Data were analyzed by applying Spearman correlation

The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum

and communication skills (Sperman’s rho = (+) 0,614; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal

integrity (Sperman’s rho = (+) 0,169; score sig (1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in

accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Sperman’s

(3)

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Albeta Gusti Ayu Krismaharani NIM : 121334063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI

AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN

KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS

PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Albeta Gusti Ayu Krismaharani NIM : 121334063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Terimakasih Tuhan yang telah memberikah kemudahan dan kelancaran setiap

langkahku dalam mengerjakan karya ini

Papa, Mama, Ibuk, dan Bulik

Bapak Agus Suryo Aji yang mendidik, mendoakan, dan memberikan semangat

dalam hidupku

Ibu Sejati yang mendidik, mendoakan, memberikan nasihat, dan semangat

Ibu Hastuti yang memberikan dukungan, dan mendoakanku

Ibu Yuliani yang memberikan semangat, dan mendoakanku

Adek dan Aunty

Intan Karnelia Ezana Gusti yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan

menghiburku

Veronica Ima Retno yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan

mendoakanku

Sahabat-sahabatku mahasiswa Pendidikan Akuntansi

Terimakasih atas segala semangat, dukungan, perhatian, bantuan dan doa yang

kalian berikan kepadaku

Sahabat-sahabatku Alto-ers PSM Cantus Firmus 2012

Terimakasih atas segala “warna nada” selama masa kuliah ini, semangat,

dukungan, perhatian, dan doa yang kalian berikan kepadaku

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku,

(8)

v

MOTTO

“7

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;

ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8Karena setiap orang yang

meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang

yang mengetok, baginya pintu dibukakan.”

(Matius 7: 7-8)

(9)
(10)
(11)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,

INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK

Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul

Albeta Gusti Ayu Krismaharani

Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi; 2) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi; 3) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang dilaksanakan pada lima SMA kelas XII IPS pada tahun ajaran 2015/2016 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 943 peserta didik. Jumlah sampel penelitian sebanyak 275 peserta didik. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,614; niai Sig.(1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,169; niai Sig.( 1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik (Spearman’s rho = 0,503; niai Sig.(1-tailed) =

(12)

ix

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL

INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST

A Survey at Five Senior High Schools in Gunungkidul Regency

Albeta Gusti Ayu Krismaharani

Sanata Dharma University

2016

This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.

This study is a correlational research. It was carried out at five Senior High Schools at Gunungkidul. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 943 students of the twelfth grade. The samples were 275 students. The sampling technique was a cluster sampling. Data were analyzed by applying Spearman correlation

The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum

and communication skills (Sperman’s rho = (+) 0,614; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal

integrity (Sperman’s rho = (+) 0,169; score sig (1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in

accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Sperman’s

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi

Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi,

Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta Didik” dengan lancar. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik

secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan

dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma;

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,

Universitas Sanata Dharma;

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen

(14)

xi

selama ini. Terima kasih pula untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan

perhatian yang telah ibu berikan kepada saya;

5. Dosen penguji, terima kasih atas saran dan kritik yang telah diberikan

sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik;

6. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan

berbagai pengetahuan dalam proses perkuliahan;

7. Para karyawan Program Studi Pendidikan Akuntansi khususnya Ibu Aris

yang telah memberikan bimbingan dan pelayanan selama mengikuti

perkuliahan di Universitas Sanata Dharma;

8. Orang tuaku Bapak Agus Suryo Aji dan Ibu Sejati serta Ibu Hastutik dan Ibu

Yuli yang selalu mendukung, mendoakan, dan sangat memperhatikan selama

proses penyusunan skripsi;

9. Adikku Intan Karnelia Ezana Gusti dan sepupuku Veronica Retno yang selalu

mendukung dan memberikan semangat;

10. Teman-teman satu bimbingan, Dila dan keluarga di Gunungkidul, Nopi,

Sopik, Sisil, Helena, Boru, Adys, Gisel, dan Ella yang telah membantu,

memberi semangat, berbagi suka dan duka selama proses penyelesaian

skripsi;

11. Sahabat-sabahat dari PSM Cantus Firmus, dan Gita Bahana Nusantara 2011

yang selalu menghibur dan memberi semangat;

12. Teman-temanku dari Paduan Suara Vocalista Angels yang setiap minggunya

selalu memberi “warna” sehingga penulis merasa semangat dalam

(15)

xii

13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Akuntansi 2012 yang telah

membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;

14. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk

bantuan dan dukungannya selama ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan

skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan yang ada maka dari itu

penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari berbagai pihak. Akhirnya

penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii

ABSTRAK viii

ABSTACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Batasan Masalah 9

C. Rumusan Masalah 9

D. Tujuan Penelitian 10

(17)

xiv

BAB II KAJIAN TEORI 12

A. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 12

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 16

C. Keterampilan Berkomunikasi 27

D. Integritas Pribadi 35

E. Minat Belajar 40

F. Kerangka Berpikir 43

G. Model Penelitian 46

H. Hipotesis Penelitian 47

BAB III METODE PENELITIAN 48

A. Jenis Penelitian 48

B. Waktu dan Tempat Penelitian 48

C. Subjek dan Objek Penelitian 49

D. Populasi dan Sampel Penelitian 50

E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran 53

F. Teknik Pengumpulan Data 60

G. Pengujian Instrumen Penelitian 60

H. Teknik Analisis Data 71

BAB IV GAMBARAN UMUM 80

A. Identitas SMA Negeri 1 Patuk 80

B. Identitas SMA Negeri 1 Playen 82

C. Identitas SMA Dominikus 82

D. Identitas SMA Negeri 1 Semanu 84

(18)

xv

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 88

A. Deskripsi Data 88

1. Deskripsi Responden Penelitian 88

2. Deskripsi Variabel Penelitian 91

B. Uji Prasyarat Analisis Data 96

C. Pengujian Hipotesis 99

D. Pembahasan Hasil Penelitian 104

1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

dengan Keterampilan Berkomunikasi 104

2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan

Integritas Pribadi 107

3. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan

Minat Belajar 110

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 113

A. Kesimpulan 113

B. Keterbatasan 114

C. Saran 115

DAFTAR PUSTAKA 119

(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional 21

Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian 49

Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Populasi 50

Tabel 3.3 Sampel Penelitian 52

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Kontekstual 54

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi 57

Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi 58

Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Minat Belajar 59

Tabel 3.8 Sebagian dari r tabel 62

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Tingkat Keterlaksanaan

Pembelajaran Kontekstual 62

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi 63

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Ulang Validitas Variabel Keterampilan

Berkomunikasi 65

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Validitas Variabel Integritas Pribadi 66

(20)

xvii

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Validitas Variabel Minat Belajar 68

Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian 70

Tabel 3.16 Tabel Persentil PAP Tipe II 72

Tabel 3.17 Rentang Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 73

Tabel 3.18 Rentang Keterampilan Berkomunikasi 74

Tabel 3.19 Rentang Integritas Pribadi 74

Tabel 3.20 Rentang Minat Belajar 75

Tabel 3.21 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan 78

Tabel 5.1 Responden Penelitian 89

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Asal Sekolah 89

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Status

Sekolah 90

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis

Kelamin 90

Tabel 5.5 Deskripsi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 91

Tabel 5.6 Deskripsi Keterampilan Berkomunikasi 93

Tabel 5.7 Deskripsi Integritas Pribadi 94

(21)

xviii

Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Keterampilan Berkomunikasi 96

Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Integritas Pribadi 97

Tabel 5.11 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Minat Belajar 98

Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Keterampilan Berkomunikasi 100

Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

Dengan Integritas Pribadi 101

Tabel 5.14 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006

(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Instrumen Penelitian 122

Lampiran 2 Data Jumlah Peserta Didik Per Sekolah Kabupaten

Gunungkidul 137

Lampiran 3 Data Induk Penelitian 140

Lampiran 4 Tabel r 158

Lampiran 5 Uji Validitas 166

Lampiran 6 Uji Reliabilitas 173

Lampiran 7 Uji Normalitas 176

Lampiran 8 Uji Korelasi Spearman 178

Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian 181

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan Pendidikan di Indonesia saat ini masih belum sinkron.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sendiri menilai bahwa standar

pendidikan di Indonesia masih menemukan ganjalan saat akan diterapkan

standar baku pendidikan. Standar pendidikan nasional yang awalnya

dirancang dengan baik di bidang pendidikan, seringkali menemukan

hambatan saat akan diterapkan menjadi peraturan. Banyak para ahli

menilai standar pendidikan tersebut kurang memperhatikan kesenjangan

kualitas peserta didik di sekolah negeri dan swasta serta hanya bertumpu

mengejar ketertinggalan kualitas peserta didik di Indonesia dengan negara

tetangga. Tujuan standar pendidikan yang tinggi itu adalah murni untuk

meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, ketika di

lapangan standar tersebut dirasa membebani peserta didik dan

menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia tidak kunjung membaik.

Terlihat nyata ketika dilaksanakannya ujian nasional, lebih dari 60 persen

peserta didik di Indonesia tidak berlaku jujur saat ujian nasional (Sumber:

http://m.okezone.com/read/2015/09/22/65/1218782/kebijakan-pendidikan-indonesia-tak-sinkron). Di sisi lain juga dapat dilihat dari laporan tentang

pembangunan manusia Indonesia yang dipublikasi United Nations

Development Programme (UNDP) tahun 2013, dimana Human

(24)

Kondisi Indonesia yang memprihatinkan inilah yang mendorong para

ahli untuk selalu berusaha mencari cara untuk meningkatkan mutu

pendidikan Indonesia. Berbagai upaya dilakukan guna memperbaiki sistem

pendidikan nasional, salah satunya dengan perubahan kurikulum sekolah.

Dari kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994,

kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kurikulum 2006

(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), hingga kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 ini diharapkan mampu memperbaiki Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan, namun pada saat di terapkannya kurikulum 2013

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menghentikan penerapan

kurikulum 2013 untuk sekolah yang baru menerapkan satu semester.

Sekolah-sekolah tersebut diminta kembali menggunakan kurikulum 2006

atau dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mendikbud

menyatakan bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan

kurikulum 2013. Terdapat data statistik dimana ada 70 persen lebih

sekolah di Indonesia yang tidak mengejar standar pendidikan, memang

kesulitan menjalankan kurikulum 2013 secara serentak. Penghentian

kurikulum ini dilandasi antara lain karena masih ada masalah dalam

kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, dan pelatihan kepala

sekolah yang belum merata. Sementara itu bagi sekolah-sekolah yang

sudah menerapkan kurikulum 2013 sejak tahun pelajaran 2013/2014,

(25)

dijadikan sebagai sekolah pengembangan dan percontohan implementasi

kurikulum 2013.

Mendikbud telah mempertegas pengembalian kurikulum 2013 pada

kurikulum tingkat satuan pendidikan dengan diterbitkannya secara resmi

Permendikbud No.160 tahun 2014. Dalam pasal 1 Permendikbud No. 160

Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan

Kurikulum 2013 dinyatakan bahwa Satuan pendidikan dasar dan

pendidikan menengah yang melaksanakan kurikulum 2013 sejak semester

pertama tahun pembelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan kurikulum

tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada

ketetapan dari kementrian untuk melaksanakan kurikulum 2013. Di dalam

pasal 4 Permendikbud No. 160 Tahun 2014 itu, dinyatakan bahwa sekolah

dasar dan menengah dapat menjalankan kurikulum 2006 (Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan) sampai tahun pelajaran 2019/2020.

Kurikulum 2006 dapat dikatakan sebagai perangkat standar program

pendidikan yang mengantarkan peserta didik memiliki kompetensi

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai

bidang kehidupan. Dalam Kurikulum 2006 guru ditempatkan sebagai

fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar peserta didik

berjalan dengan baik. Sebagai guru, dalam menyusun langkah

pembelajaran juga harus dirancang seperti apa dan bagaimana dalam

menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik secara terarah,

(26)

skenario pembelajaran harus mengacu pada pembelajaran berbasis

kompetensi dan pembelajaran bermakna. Dalam pendekatan pembelajaran

bermakna terdapat langkah-langkah pembelajaran: (1) kegiatan apersepsi

(tanya jawab tentang pengetahuan dan pengalaman peserta didik, serta

pemberian motivasi kepada peserta didik); (2) eksplorasi

(memperoleh/mencari informasi baru); (3) konsolidasi pembelajaran

(negosiasi dalam pencapaian pengetahuan baru); (4) pembentukan sikap

dan perilaku (pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap, dan perilaku);

penilaian normatif (melakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran).

Dengan adanya langkah-langkah pembelajaran, Kurikulum 2006 ingin

memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik.

Dalam hal ini peserta didik dibantu agar kompetensinya muncul dan

berkembang secara maksimal.

Kurikulum 2006 dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar

belajar, yaitu (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk

mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup

bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun

dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan. Dengan belajar untuk beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, peserta didik dapat menumbuhkan

integritasnya. Peserta didik yang memiliki iman yang kuat dan bertakwa

(27)

melakukan hal-hal yang benar, jujur, apa adanya, seperti apa yang ia

lakukan atau hasilkan. Lalu, pilar yang selanjutnya adalah belajar untuk

mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. Suatu pembelajaran

dapat dikatakan efektif jika guru dan peserta didik dapat menjalin

komunikasi dengan baik. Peserta didik yang memiliki keterampilan

berkomunikasi dengan baik, maka secara otomatis dapat membantu guru

dalam menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang efektif di dalam

kelas. Pilar yang selanjutnya adalah belajar untuk membangun dan

menemukan jati diri. Dalam hal ini, peserta didik belajar untuk

membangun minat belajar sesuai dengan caranya sendiri. Jika peserta

didik memiliki minat belajar yang tinggi, maka peserta didik akan

bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran dan akan mencari

tahu sendiri apa saja yang berhubungan dengan yang akan dipelajarinya.

Untuk membangun minat belajar dan menemukan jati diri, maka

diperlukan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan. Seiring dengan diperlukan hal tersebut, dalam pelaksanaan

prinsip Kurikulum 2006 juga melalui proses belajar mengajar yang

menekankan kompetensi, pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan. Dengan begitu dalam pelaksanaan Kurikulum 2006 dapat

dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual. Model

pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kontekstual

contohnya seperti: inquiry based learning, problem based learning, work

(28)

kontekstual, diharapkan peserta didik mampu menjadi pribadi yang unggul

secara akademis maupun non-akademik.

Dengan kelima pilar Kurikulum 2006 yang telah dipaparkan diatas,

diharapkan dapat membantu guru dan peserta didik dalam melaksanakan

pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memiliki konsep

belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika

lingkungan diciptakan secara alamiah. Artinya, belajar akan lebih

bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang

dipelajarinya, dan bukan sekedar “mengetahuinya”. Dalam pembelajaran

kontekstual tugas guru adalah menfasilitasi peserta didik dalam

menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui

pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Peserta didik juga

benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil

rekonstruksi sendiri. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual

diharapkan peserta didik mampu mengembangkan ketrampilan

berkomunikasi, mencapai nilai integritas pribadi, dan minat belajar. Hal ini

karena pembelajaran kontekstual memiliki karakakteristik sebagai berikut

(Nurhadi, 2013): (1) melakukan hubungan yang bermakna; (2) melakukan

kegiatan-kegiatan yang signifikan; (3) belajar yang diatur sendiri; (4)

bekerja sama; (5) berpikir kritis dan kreatif; (6) mengasuh atau

memelihara pribadi peserta didik; (7) mencapai standar yang tinggi; dan

(29)

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik

diantaranya adalah bekerja sama. Dalam karakteristik ini diharapkan

mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasi peserta didik.

Dalam hal ini guru membantu peserta didik bekerja secara efektif dalam

kelompok, membantu peserta didik memahami bagaimana peserta didik

mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Dalam bekerja sama, peserta

didik terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan

mencari pemecahan masalah. Bekerja sama juga akan membantu peserta

didik untuk mengetahui bahwa saling membangun keterampilan

berkomunikasi dan saling mendengarkan akan dapat menuntun peserta

didik pada tingkat keberhasilan.

Karakteristik lain yang dimiliki pembelajaran kontekstual adalah

berpikir kritis dan kreatif. Dalam karakteristik ini, peserta didik dapat

menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif,

dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat

keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti. Dengan berpikir

kritis peserta didik dapat belajar untuk menganalisis permasalahan yang

ada. Secara tidak langsung peserta didik dapat menumbuhkan integritas

pribadi jika diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran secara

mandiri pada setiap kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Dalam hal

ini peserta didik diharapkan akan terbiasa membedakan antara kebenaran

dan kebohongan, penampilan dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan

(30)

menggunakan bukti yang dapat dipercaya dan logika yang masuk akal.

Dan sebagai pemikir yang kreatif, peserta didik akan terbiasa membangun

hubungan imajinatif antara hal-hal yang berbeda, melihat

kemungkinan-kemungkinan tak terduga, dan berpikir dengan cara baru mengenai

berbagai masalah yang sudah lazim.

Pembelajaran kontekstual juga memiliki karakteristik lain

diantaranya adalah melakukan hubungan yang bermakna. Dimana peserta

didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif

dalam mengembangkan minat belajarnya secara individual, belajar dalam

kelompok, maupun orang yang dapat belajar sambil berbuat. Dengan

melakukan hubungan yang bermakna, diharapkan minat belajar peserta

didik dapat tumbuh sehingga peserta didik akan memiliki kesadaran untuk

belajar sendiri. Belajar sendiri memiliki definisi bahwa belajar adalah

mengalami perubahan dalam arti perubahan sikap, aktual maupun

potensial dan perubahan itu dimungkinkan didapatkan sebuah kecakapan

baru dan terjadi karena suatu usaha yang secara sengaja.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bermaksud menyelidiki

tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam materi

akuntansi dan dampaknya pada keterampilan berkomunikasi, integritas

pribadi, dan minat belajar peserta didik. Judul penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

(31)

Dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta didik”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan mengenai tingkat keterlaksananaan

pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum

2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar

peserta didik.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006

dengan keterampilan berkomunikasi?

2. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006

dengan integritas pribadi?

3. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran

kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006

(32)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas,

maka tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual

pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan

keterampilan berkomunikasi.

2. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual

pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan integritas

pribadi.

3. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual

pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan minat

belajar peserta didik.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi guru

selama menerapkan pembelajaran kontekstual khususnya untuk materi

akuntansi. Cakupan evaluasi berkenaan dengan sejauh mana efektifitas

keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan dampaknya pada

keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar

(33)

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi sekolah

tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi

akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak

yang membutuhkan dan menambah referensi dan wawasan mengenai

tingkat keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi

akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan

berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar peserta didik.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman peneliti khususnya berkaitan dengan tingkat

keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi

berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi,

(34)

12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

1. Pengertian Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:125), Kurikulum 2006 merupakan

Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh

masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum 2006 adalah sebuah konsep

Kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan

melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu

sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan

terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dalam Kurikulum 2006 guru

ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses

belajar peserta didik berjalan dengan baik. Fungsi fasilitator dan mediator

begitu berarti, yakni: (1) menyediakan pengalaman belajar yang

memungkinkan peserta didik bertanggung jawab dalam membuat

rancangan dan proses. (2) menyediakan atau memberikan

kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik dan membantu

mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, menyediakan sarana

yang merangsang peserta didik berpikir secara produktif, menyediakan

kesempatan dan pengalaman konflik. (3) memonitor, mengevaluasi, dan

menunjukkan apakah pemikiran peserta didik jalan atau tidak. Dapat

disimpulkan Kurikulum 2006 adalah perangkat standar program

(35)

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai

bidang kehidupan.

2. Karakteristik Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:138) sebagai sebuah konsep dan program,

Kurikulum 2006 memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Kurikulum 2006 menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara Kurikulum 2006 individual maupun klasikal.

b. Kurikulum 2006 berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan

metode yang bervariasi.

d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Menurut Kunandar (2007:139-141), kurikulum 2006 jenjang

pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite

sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta

panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum

dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan keentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman da bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

(36)

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat isti adat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha,dan dunia kerja.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakupkeseluruhan dimensi kompetensi, bidang keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia setuhnya.

g. Seimbang antara kepeningan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan keentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Menurut Kunandar (2007:142-143), dalam pelaksanaan Kurikulum

di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(37)

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanakaan Kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat

pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/ atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memerhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi Ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tuladha (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,

sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata

pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

5. Komponen Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:145-151) terdapat beberapa komponen

Kurikulum 2006, yakni:

(38)

5) Ketuntasan Belajar

6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan 7) Penjurusan

8) Pendidikan Kecakapan Hidup

9) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global c. Kalender Kendidikan

d. Pengembangan Silabus

e. Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP)

6. Struktur Kurikulum 2006

Menurut Kunandar (2007:184-188), struktur Kurikulum 2006

memuat kelompok mata pelajaran sebagai berikut:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan aklak mulia;

b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. Kelompok mata pelajaran estetika;

e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

1. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan.

Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi.

Dengan demikian, keterlaksanaan berarti sesuatu hal atau peristiwa yang

sudah terjadi, sedangkan menurut Komalasari (2011:7) pembelajaran

kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara

materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik sehari-hari,

baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga

(39)

kehidupannya. Sementara itu menurut Johnson (2002:67), pembelajaran

dan pengajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah

sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para peserta didik

melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan

keseharian mereka, yaitu dengan konteks dalam keadaan pribadi, sosial,

dan budaya mereka.

Menurut Kunandar (2007:296), pembelajaran kontekstual

(Contextual Teaching and Learning atau CTL) adalah konsep belajar yang

membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong

peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut

Rusman (2013:187) Pendekatan kontekstual adalah usaha untuk membuat

peserta didik aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari

segi manfaat, sebab peserta didik berusaha mempelajari konsep sekaligus

menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Berdasarkan dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan

pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh suatu sekolah dengan cara

mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

(40)

2. Konsep Pembelajaran Kontekstual

Menurut Muslich (2007:41-42), untuk memahami secara lebih

mendalam konsep pembelajaran kontekstual, COR (Center for

Occupational Reseach) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep

bawahan yang disingkat REACT, yaitu relating, experiencing, applying,

coorperating, dan transfering. Masing-masing konsep tersebut antara lain:

a. Relating

Bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau

pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk

menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk

dipahami atau dengan masalah untuk dipecahkan.

b. Experiencing

Belajar dalam konteks ini adalah belajar mengekplorasi,

penemuan, dan penciptaan. Ini bearti bahwa pengetahuan yang

diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses

berpikir kritis lewat siklus inqury.

c. Applying

Belajar dalam bentuk ini menerapkan hasil belajar dalam

penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa

menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan kehidupan

(41)

d. Cooperating

Belajar dalam bentuk ini adalah dengan cara berbagi informasi

dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. Bentuk

belajar ini tidak hanya membantu siwa belajar tentang materi, tetapi

juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam

kehidupan nyata. Dalam kehiduan yang nyata siswa akan menjadi

warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga

lain.

e. Transfering

Kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan

pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan

pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (Kunandar, 2007:296-297), pembelajaran

kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful

connections). Artinya peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan mintanya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat bekerja sambil berbuat (learning by doing)

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Artinya, siswa membuat hubungan-hubungan anatara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)

(42)

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Artinya, siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.

f. Mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik (nurturing the individual). Artinya, peserta didik memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tingi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Peserta didik tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya, peserta didik mengenal dan mencapai standar yang tingi mengidentifikasi tujuan dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya.

h. Menggunakan penilaian authentic (using authentic assesment).

Menurut Komalasari (2010:13), pembelajaran kontekstual memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Keterkaitan (relating), artinya proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri peserta didik dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata peserta didik.

b. Pengalaman langsung (experiencing), artinya proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengonstruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara langsung.

c. Aplikasi (applying), artinya proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.

d. Kerja sama (cooperating), artinya pembelajaran yang mendorong kerja sama di antara peserta didik, antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar.

e. Pengaturan diri (self-regulating), artinya pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri.

(43)

4. Perbedaan Pembelajaran Kontektual dengan Pembelajaran Tradhisional

menurut Ditjen Dikdasmen dalam (Komalasari: 2010, 18-19).

Tabel 2.1

Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional

Pendekatan CTL Pendekatan Tradhisional

Peserta didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran

Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif

Peserta didik belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi

Peserta didik belajar secara individual

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang distimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

Perilaku dibangun atas kesadaran diri

Keterampilan dibangu atas dasar pemahaman

Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena takut hukuman

Bahasa yang diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni

Rumus itu ada di luar diri peserta

didik, jadi rumus harus

diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan

(44)

Pendekatan CTL Pendekatan Tradhisional

berbeda anatar peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya sesuai dengan schemata peserta didik

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

Penghargaan terhadap

pengalaman peserta didik sangat diutamakan

Pembelajaran tidak

memperhatikan pengalaman

peserta didik

Hasil belajar diukur dengan

berbagai cara proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.

Hasil belajar diukur hanya dengan tes

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek

Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek

Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik

Perilaku baik berasal dari

motivasi ekstrinsik

Seorang berperilaku baik karena yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat

Seseorang berperilaku baik

karena dia terbiasa melakukan

begitu. Kebiasaan yang ada

dibangun dengan hadiah yang menyenangkan

5. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:298-299), terdapat beberapa ciri-ciri

(45)

a. adanya kerja sama antar semua pihak;

b. menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem;

c. bermuara pada keragaman konteks kehidupan peserta didik yang berbeda-beda; didik, pet-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya;

m. laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya peserta didik, laporan hasil pratikum, karangan peserta didik, dan sebagainya.

6. Fokus Pembelajaran Kontekstual

Menurut Kunandar (2007:300-301), pembelajaran kontekstual

menempatkan peserta didik di dalam konteks bermakna yang

menghubungkan pengetahuan awal peserta didik dengan materi yang

sedang dipelajari dan sekaligus memerhatikan daktor kebutuhan individual

peserta didik dan peranan guru. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan

pembelajaran kontekstual harus menekankan hal-hal sebagai berikut.

a. Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan maslah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tetang berpikir kritis dan

keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.

b. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata.

c. Belajar berbasis inkuiri (Inquiry Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.

(46)

dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.

e. Belajar berbasis kerja (Work Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinan peserta didik yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi

pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut

dipergunakan kembali di tempat kerja.

f. Belajar berbasis jasa layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksi jasa layanan tersebut , jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis.

g. Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) yang memerlukan

pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Nurhadi,dkk,2003).

7. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (2010:68-85), terdapat tiga prinsip ilmiah dalam

CTL, yaitu:

a. Prinsip Kesaling-bergantungan, prinsip ini menuntun pada penciptaan hubungan, bukan isolasi. Para pendidik yang bertindak menurut prinsip ini akan mengadopsi praktik CTL dalam menolong para peserta didik membuat hubungan-hubungan menemukan makna.

b. Prinsip Diferensiasi, prinsip ini dapat menjadi nyata ketika CTL menantang para peserta didik untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.

(47)

Menurut Kunandar (2007:303-305), beberapa prinsip pembelajaran

kontekstual adalah:

a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental peserta didik.

b. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups).

c. Menyediakan lingkungan yang mendorong pembelajaran mandiri (self regulated learning).

d. Mempertimbangkan keragaman peserta didik (diversity of students). e. Memerhatikan multi intelegensia (multiple intelligences) peserta didik.

f. Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk

meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tingi.

g. Menerapkan penilaian authentic (Authentic Assessment).

8. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual

Menurut Rusman (2013:192), sebelum melaksanakan pembelajaran

dengan menggunakan CTL tentu saja lebih dahulu guru harus membuat

desain/skenariopembelajaran sebagai pedoman umum dan sekaligus

sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan

setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengembangkan pemikiran peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic yang diajarkan.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.

f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

(48)

9. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

Sementara menurut Kunandar (2007:305-317), memiliki tujuh

komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran

kontekstual adalah:

a. Konstruktivisme adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses

“mengkontruksi” bukan “menerima”pengetahuan. Dalam proses

pembelajaran peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.

b. Menemukan (inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan

pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning) merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community) adalah membiasakan peserta didik untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya.

e. Pemodelan (Modelling) artinya dalam sebuah pembelajaran

keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Permodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para peserta didiknya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar peserta didik-peserta didiknya melakukan kegiatan pembelajaran. f. Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir ke belakang tentang apa-apa

yang sudah dilakukan di masa lalu. Peserta didik juga mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment) adalah proses

pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar peserta didik.

Menurut Johnson (2009:65-66), dalam sistem Contextual Teaching

and Learning (CTL) memiliki 8 komponen:

(49)

c. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri d. Bekerja sama

e. Berpikir kritis dan kreatif

f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang

g. Mencapai standar yang tinggi h. Menggunakan penilaian autentik

C. Keterampilan Berkomunikasi

1. Pengertian Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan berkomunikasi adalah suatu kemampuan dimana

seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan

konsep kepada orang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan

bicaranya dapat mengerti apa yang dimaksudkan. Dari semua pengetahuan

dan keterampilan yang dimiliki seseorang, pengetahuan dan keterampilan

komunikasi termasuk yang paling penting dan berguna. Melalui

komunikasi seseorang dapat berbicara dengan diri sendiri, mengenal diri

sendiri, mengevaluasi diri sendiri, meyakinkan diri sendiri,

mempertimbangkan berbagai keputusan yang diambil dan menyiapkan

pesan yang akan disampaikan kepada orang lain. Menurut Khairani

(2015:7), komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin

communis yang berarti „sama‟. Communico, communication atau

communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara

sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara

penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh karena itu,

komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu

(50)

informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada

umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat

dimengerti oleh kedua belah pihak, apabila tidak ada bahasa verbal yang

dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan

dengan menggunakan gerak-gerik badan, dan menunjukkan sikap tertentu.

Perlu disadari bahwa untuk dapat memulai, mengembangkan, dan

memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang

lain, sangat diperlukan sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi.

Menurut Johnson (Supraktiknya, 2008:10-12) terdapat beberapa

keterampilan dasar yang dimaksud sebagai berikut: (1) harus mampu

saling memahami; (2) harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan

perasaan kita secara tepat dan jelas; (3) harus mampu saling menerima dan

saling memberikan dukungan atau saling menolong; (4) mampu

memecahkan konflik dan bentuk masalah antarpribadi lain yang mungkin

muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara yang

konstruktif.

2. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Effendy (Khairani, 2015:12-13), bentuk-bentuk komunikasi

dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Komunikasi verbal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah keatas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.

(51)

c. Komunikasi diagonal sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.

3. Jenis-jenis Komunikasi

Proses komunikasi dapat terjadi dala diri seorang individu, dengan

orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial.

Berdasarkan pendapat tersebut Burgon & Huffner (Khairani, 2015:14)

membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:

a. Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu (internal).

b. Komunikasi Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain.

c. Komunikasi Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manusia di mana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah.

4. Komponen-komponen komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar

komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Mulyana

(Khairani,2015:16) komponen komunikasi sebagai berikut:

a. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

b. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

c. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.

d. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

e. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

(52)

5. Proses komunikasi

Menurut Khairani (2015: 17) , proses berlangsungnya komunikasi

bisa dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi

dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud.

b. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator.

d. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan

menerjemahkan isi pesan yang diterima ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.

e. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.

6. Tiga Aspek Utama dari Komunikasi

Mengelola kelas dan menyelesaikan konflik secara konstruktif

membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Tiga aspek utama dari

komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan,

dan komunikasi nonverbal.

a. Keterampilan berbicara

Guru dan peserta didik akan mendapatkan banyak manfaat

apabila guru mempunyai keterampilan berbicara yang efektif serta

guru juga mengajari peserta didik untuk mengembangkan keterampilan

berbicara.

1) Berbicara dengan Kelas dan Peserta didik.

Menurut Brydon&Scott (Santrock, 2009:273), ketika

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional
Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian
Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Populasi
Tabel 3.3 Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada Pileg 2014 upaya yang dilakukan oleh LSM Kunti Bhakti untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di jabatan legislatif adalah menjadi relasi (relawan demokrasi)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan morfologi pertumbuhan antara jati yang diberi pemaparan suara belalang “kecek” termanipulasi pada peak

Untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana diharapkan adanya perhatian lebih rumah sakit terhadap kualitas kehidupan kerja perawat terutama komunikasi yang merupakan komponen

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu penggorengan hampa terhadap sifat fisik, komposisi kimia dan organoleptik keripik buah

Jika dibandingkan dengan limbah cair yang berasal dari bahan bakar fosil seperti limbah hasil petroleum refining dengan kandungan organik berkisar antara 300 – 600

[r]

maintenance data mata pelajaran yang terdapat pada rancangan sistem informasi. akademik (siakad) memiliki 3 aktor yang terlibat didalam prosesnya

Setelah menyelesaikan penandatanganan kontrak kerja calon petugas akan mendapatkan surat undangan pelatihan, surat tersebut nantinya akan digunakan untuk mengikuti