viii
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,
INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK
Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul
Albeta Gusti Ayu Krismaharani
Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi; 2) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi; 3) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang dilaksanakan pada lima SMA kelas XII IPS pada tahun ajaran 2015/2016 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 943 peserta didik. Jumlah sampel penelitian sebanyak 275 peserta didik. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,614; niai Sig.(1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,169; niai Sig.( 1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik (Spearman’s rho = 0,503; niai Sig.(1-tailed) =
ix
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL
INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST
A Survey at Five Senior High Schools in Gunungkidul Regency
Albeta Gusti Ayu Krismaharani
Sanata Dharma University
2016
This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.
This study is a correlational research. It was carried out at five Senior High Schools at Gunungkidul. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 943 students of the twelfth grade. The samples were 275 students. The sampling technique was a cluster sampling. Data were analyzed by applying Spearman correlation
The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum
and communication skills (Sperman’s rho = (+) 0,614; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal
integrity (Sperman’s rho = (+) 0,169; score sig (1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in
accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Sperman’s
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI
AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK
Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Albeta Gusti Ayu Krismaharani NIM : 121334063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI
AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI, INTEGRITAS
PRIBADI DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK
Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Albeta Gusti Ayu Krismaharani NIM : 121334063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Terimakasih Tuhan yang telah memberikah kemudahan dan kelancaran setiap
langkahku dalam mengerjakan karya ini
Papa, Mama, Ibuk, dan Bulik
Bapak Agus Suryo Aji yang mendidik, mendoakan, dan memberikan semangat
dalam hidupku
Ibu Sejati yang mendidik, mendoakan, memberikan nasihat, dan semangat
Ibu Hastuti yang memberikan dukungan, dan mendoakanku
Ibu Yuliani yang memberikan semangat, dan mendoakanku
Adek dan Aunty
Intan Karnelia Ezana Gusti yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan
menghiburku
Veronica Ima Retno yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan
mendoakanku
Sahabat-sahabatku mahasiswa Pendidikan Akuntansi
Terimakasih atas segala semangat, dukungan, perhatian, bantuan dan doa yang
kalian berikan kepadaku
Sahabat-sahabatku Alto-ers PSM Cantus Firmus 2012
Terimakasih atas segala “warna nada” selama masa kuliah ini, semangat,
dukungan, perhatian, dan doa yang kalian berikan kepadaku
Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku,
v
MOTTO
“7
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 8Karena setiap orang yang
meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang
yang mengetok, baginya pintu dibukakan.”
(Matius 7: 7-8)
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT KETERLAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AKUNTANSI BERDASARKAN KURIKULUM 2006 DENGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI,
INTEGRITAS PRIBADI, DAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK
Survei pada Lima SMA di Kabupaten Gunungkidul
Albeta Gusti Ayu Krismaharani
Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi; 2) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi; 3) hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi yang dilaksanakan pada lima SMA kelas XII IPS pada tahun ajaran 2015/2016 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan bulan Februari 2016. Populasi penelitian sebanyak 943 peserta didik. Jumlah sampel penelitian sebanyak 275 peserta didik. Teknik penarikan sampel adalah cluster sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi (Spearman’s rho = 0,614; niai Sig.(1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi (Spearman’s rho = 0,169; niai Sig.( 1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar peserta didik (Spearman’s rho = 0,503; niai Sig.(1-tailed) =
ix
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN CONTEXTUAL LEARNING FULFILLMENT LEVEL IN ACCOUNTING BASED ON 2006 CURRICULUM AND COMMUNICATION SKILLS, PERSONAL
INTEGRITY, AND STUDENT LEARNING INTEREST
A Survey at Five Senior High Schools in Gunungkidul Regency
Albeta Gusti Ayu Krismaharani
Sanata Dharma University
2016
This study aims to find out: 1) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and communication skills; 2) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal integrity; 3) correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and student learning interest.
This study is a correlational research. It was carried out at five Senior High Schools at Gunungkidul. The research was conducted from December 2015 to February 2016. The population were 943 students of the twelfth grade. The samples were 275 students. The sampling technique was a cluster sampling. Data were analyzed by applying Spearman correlation
The result shows that: 1) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum
and communication skills (Sperman’s rho = (+) 0,614; score sig (1-tailed) = 0,000 < α = 0,01); 2) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in accounting based on 2006 curriculum and personal
integrity (Sperman’s rho = (+) 0,169; score sig (1-tailed) = 0,009 < α = 0,01); 3) there is a positive correlation between fulfillment level of contextual learning in
accounting based on 2006 curriculum and student learning interest (Sperman’s
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi
Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi,
Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta Didik” dengan lancar. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik
secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma;
3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Universitas Sanata Dharma;
4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen
xi
selama ini. Terima kasih pula untuk motivasi, nasihat, kesabaran, dan
perhatian yang telah ibu berikan kepada saya;
5. Dosen penguji, terima kasih atas saran dan kritik yang telah diberikan
sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik;
6. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan
berbagai pengetahuan dalam proses perkuliahan;
7. Para karyawan Program Studi Pendidikan Akuntansi khususnya Ibu Aris
yang telah memberikan bimbingan dan pelayanan selama mengikuti
perkuliahan di Universitas Sanata Dharma;
8. Orang tuaku Bapak Agus Suryo Aji dan Ibu Sejati serta Ibu Hastutik dan Ibu
Yuli yang selalu mendukung, mendoakan, dan sangat memperhatikan selama
proses penyusunan skripsi;
9. Adikku Intan Karnelia Ezana Gusti dan sepupuku Veronica Retno yang selalu
mendukung dan memberikan semangat;
10. Teman-teman satu bimbingan, Dila dan keluarga di Gunungkidul, Nopi,
Sopik, Sisil, Helena, Boru, Adys, Gisel, dan Ella yang telah membantu,
memberi semangat, berbagi suka dan duka selama proses penyelesaian
skripsi;
11. Sahabat-sabahat dari PSM Cantus Firmus, dan Gita Bahana Nusantara 2011
yang selalu menghibur dan memberi semangat;
12. Teman-temanku dari Paduan Suara Vocalista Angels yang setiap minggunya
selalu memberi “warna” sehingga penulis merasa semangat dalam
xii
13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Akuntansi 2012 yang telah
membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;
14. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk
bantuan dan dukungannya selama ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangan yang ada maka dari itu
penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari berbagai pihak. Akhirnya
penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
HALAMAN MOTTO v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii
ABSTRAK viii
ABSTACT ix
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Batasan Masalah 9
C. Rumusan Masalah 9
D. Tujuan Penelitian 10
xiv
BAB II KAJIAN TEORI 12
A. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 12
B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 16
C. Keterampilan Berkomunikasi 27
D. Integritas Pribadi 35
E. Minat Belajar 40
F. Kerangka Berpikir 43
G. Model Penelitian 46
H. Hipotesis Penelitian 47
BAB III METODE PENELITIAN 48
A. Jenis Penelitian 48
B. Waktu dan Tempat Penelitian 48
C. Subjek dan Objek Penelitian 49
D. Populasi dan Sampel Penelitian 50
E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukuran 53
F. Teknik Pengumpulan Data 60
G. Pengujian Instrumen Penelitian 60
H. Teknik Analisis Data 71
BAB IV GAMBARAN UMUM 80
A. Identitas SMA Negeri 1 Patuk 80
B. Identitas SMA Negeri 1 Playen 82
C. Identitas SMA Dominikus 82
D. Identitas SMA Negeri 1 Semanu 84
xv
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 88
A. Deskripsi Data 88
1. Deskripsi Responden Penelitian 88
2. Deskripsi Variabel Penelitian 91
B. Uji Prasyarat Analisis Data 96
C. Pengujian Hipotesis 99
D. Pembahasan Hasil Penelitian 104
1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
dengan Keterampilan Berkomunikasi 104
2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan
Integritas Pribadi 107
3. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan
Minat Belajar 110
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 113
A. Kesimpulan 113
B. Keterbatasan 114
C. Saran 115
DAFTAR PUSTAKA 119
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional 21
Tabel 3.1 Nama dan Alamat Lokasi Penelitian 49
Tabel 3.2 Nama Sekolah dan Jumlah Populasi 50
Tabel 3.3 Sampel Penelitian 52
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pembelajaran Kontekstual 54
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Keterampilan Berkomunikasi 57
Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Integritas Pribadi 58
Tabel 3.7 Operasionalisasi Variabel Minat Belajar 59
Tabel 3.8 Sebagian dari r tabel 62
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Tingkat Keterlaksanaan
Pembelajaran Kontekstual 62
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Keterampilan Berkomunikasi 63
Tabel 3.11 Hasil Pengujian Ulang Validitas Variabel Keterampilan
Berkomunikasi 65
Tabel 3.12 Hasil Pengujian Validitas Variabel Integritas Pribadi 66
xvii
Tabel 3.14 Hasil Pengujian Validitas Variabel Minat Belajar 68
Tabel 3.15 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian 70
Tabel 3.16 Tabel Persentil PAP Tipe II 72
Tabel 3.17 Rentang Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 73
Tabel 3.18 Rentang Keterampilan Berkomunikasi 74
Tabel 3.19 Rentang Integritas Pribadi 74
Tabel 3.20 Rentang Minat Belajar 75
Tabel 3.21 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan 78
Tabel 5.1 Responden Penelitian 89
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Asal Sekolah 89
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Status
Sekolah 90
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Peserta Didik Berdasarkan Jenis
Kelamin 90
Tabel 5.5 Deskripsi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual 91
Tabel 5.6 Deskripsi Keterampilan Berkomunikasi 93
Tabel 5.7 Deskripsi Integritas Pribadi 94
xviii
Tabel 5.9 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
Dengan Keterampilan Berkomunikasi 96
Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
Dengan Integritas Pribadi 97
Tabel 5.11 Hasil Uji Normalitas Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
Dengan Minat Belajar 98
Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
Dengan Keterampilan Berkomunikasi 100
Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
Dengan Integritas Pribadi 101
Tabel 5.14 Hasil Uji Korelasi Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Kontekstual Pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Instrumen Penelitian 122
Lampiran 2 Data Jumlah Peserta Didik Per Sekolah Kabupaten
Gunungkidul 137
Lampiran 3 Data Induk Penelitian 140
Lampiran 4 Tabel r 158
Lampiran 5 Uji Validitas 166
Lampiran 6 Uji Reliabilitas 173
Lampiran 7 Uji Normalitas 176
Lampiran 8 Uji Korelasi Spearman 178
Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian 181
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan Pendidikan di Indonesia saat ini masih belum sinkron.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sendiri menilai bahwa standar
pendidikan di Indonesia masih menemukan ganjalan saat akan diterapkan
standar baku pendidikan. Standar pendidikan nasional yang awalnya
dirancang dengan baik di bidang pendidikan, seringkali menemukan
hambatan saat akan diterapkan menjadi peraturan. Banyak para ahli
menilai standar pendidikan tersebut kurang memperhatikan kesenjangan
kualitas peserta didik di sekolah negeri dan swasta serta hanya bertumpu
mengejar ketertinggalan kualitas peserta didik di Indonesia dengan negara
tetangga. Tujuan standar pendidikan yang tinggi itu adalah murni untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, ketika di
lapangan standar tersebut dirasa membebani peserta didik dan
menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia tidak kunjung membaik.
Terlihat nyata ketika dilaksanakannya ujian nasional, lebih dari 60 persen
peserta didik di Indonesia tidak berlaku jujur saat ujian nasional (Sumber:
http://m.okezone.com/read/2015/09/22/65/1218782/kebijakan-pendidikan-indonesia-tak-sinkron). Di sisi lain juga dapat dilihat dari laporan tentang
pembangunan manusia Indonesia yang dipublikasi United Nations
Development Programme (UNDP) tahun 2013, dimana Human
Kondisi Indonesia yang memprihatinkan inilah yang mendorong para
ahli untuk selalu berusaha mencari cara untuk meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia. Berbagai upaya dilakukan guna memperbaiki sistem
pendidikan nasional, salah satunya dengan perubahan kurikulum sekolah.
Dari kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994,
kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kurikulum 2006
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), hingga kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 ini diharapkan mampu memperbaiki Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, namun pada saat di terapkannya kurikulum 2013
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menghentikan penerapan
kurikulum 2013 untuk sekolah yang baru menerapkan satu semester.
Sekolah-sekolah tersebut diminta kembali menggunakan kurikulum 2006
atau dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mendikbud
menyatakan bahwa sebagian besar sekolah belum siap melaksanakan
kurikulum 2013. Terdapat data statistik dimana ada 70 persen lebih
sekolah di Indonesia yang tidak mengejar standar pendidikan, memang
kesulitan menjalankan kurikulum 2013 secara serentak. Penghentian
kurikulum ini dilandasi antara lain karena masih ada masalah dalam
kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, dan pelatihan kepala
sekolah yang belum merata. Sementara itu bagi sekolah-sekolah yang
sudah menerapkan kurikulum 2013 sejak tahun pelajaran 2013/2014,
dijadikan sebagai sekolah pengembangan dan percontohan implementasi
kurikulum 2013.
Mendikbud telah mempertegas pengembalian kurikulum 2013 pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan dengan diterbitkannya secara resmi
Permendikbud No.160 tahun 2014. Dalam pasal 1 Permendikbud No. 160
Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan
Kurikulum 2013 dinyatakan bahwa Satuan pendidikan dasar dan
pendidikan menengah yang melaksanakan kurikulum 2013 sejak semester
pertama tahun pembelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan kurikulum
tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada
ketetapan dari kementrian untuk melaksanakan kurikulum 2013. Di dalam
pasal 4 Permendikbud No. 160 Tahun 2014 itu, dinyatakan bahwa sekolah
dasar dan menengah dapat menjalankan kurikulum 2006 (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) sampai tahun pelajaran 2019/2020.
Kurikulum 2006 dapat dikatakan sebagai perangkat standar program
pendidikan yang mengantarkan peserta didik memiliki kompetensi
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan. Dalam Kurikulum 2006 guru ditempatkan sebagai
fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar peserta didik
berjalan dengan baik. Sebagai guru, dalam menyusun langkah
pembelajaran juga harus dirancang seperti apa dan bagaimana dalam
menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik secara terarah,
skenario pembelajaran harus mengacu pada pembelajaran berbasis
kompetensi dan pembelajaran bermakna. Dalam pendekatan pembelajaran
bermakna terdapat langkah-langkah pembelajaran: (1) kegiatan apersepsi
(tanya jawab tentang pengetahuan dan pengalaman peserta didik, serta
pemberian motivasi kepada peserta didik); (2) eksplorasi
(memperoleh/mencari informasi baru); (3) konsolidasi pembelajaran
(negosiasi dalam pencapaian pengetahuan baru); (4) pembentukan sikap
dan perilaku (pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap, dan perilaku);
penilaian normatif (melakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran).
Dengan adanya langkah-langkah pembelajaran, Kurikulum 2006 ingin
memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik.
Dalam hal ini peserta didik dibantu agar kompetensinya muncul dan
berkembang secara maksimal.
Kurikulum 2006 dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar
belajar, yaitu (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup
bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun
dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan. Dengan belajar untuk beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, peserta didik dapat menumbuhkan
integritasnya. Peserta didik yang memiliki iman yang kuat dan bertakwa
melakukan hal-hal yang benar, jujur, apa adanya, seperti apa yang ia
lakukan atau hasilkan. Lalu, pilar yang selanjutnya adalah belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. Suatu pembelajaran
dapat dikatakan efektif jika guru dan peserta didik dapat menjalin
komunikasi dengan baik. Peserta didik yang memiliki keterampilan
berkomunikasi dengan baik, maka secara otomatis dapat membantu guru
dalam menciptakan suatu kegiatan pembelajaran yang efektif di dalam
kelas. Pilar yang selanjutnya adalah belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri. Dalam hal ini, peserta didik belajar untuk
membangun minat belajar sesuai dengan caranya sendiri. Jika peserta
didik memiliki minat belajar yang tinggi, maka peserta didik akan
bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran dan akan mencari
tahu sendiri apa saja yang berhubungan dengan yang akan dipelajarinya.
Untuk membangun minat belajar dan menemukan jati diri, maka
diperlukan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Seiring dengan diperlukan hal tersebut, dalam pelaksanaan
prinsip Kurikulum 2006 juga melalui proses belajar mengajar yang
menekankan kompetensi, pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Dengan begitu dalam pelaksanaan Kurikulum 2006 dapat
dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran kontekstual. Model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kontekstual
contohnya seperti: inquiry based learning, problem based learning, work
kontekstual, diharapkan peserta didik mampu menjadi pribadi yang unggul
secara akademis maupun non-akademik.
Dengan kelima pilar Kurikulum 2006 yang telah dipaparkan diatas,
diharapkan dapat membantu guru dan peserta didik dalam melaksanakan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memiliki konsep
belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan secara alamiah. Artinya, belajar akan lebih
bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang
dipelajarinya, dan bukan sekedar “mengetahuinya”. Dalam pembelajaran
kontekstual tugas guru adalah menfasilitasi peserta didik dalam
menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui
pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Peserta didik juga
benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil
rekonstruksi sendiri. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual
diharapkan peserta didik mampu mengembangkan ketrampilan
berkomunikasi, mencapai nilai integritas pribadi, dan minat belajar. Hal ini
karena pembelajaran kontekstual memiliki karakakteristik sebagai berikut
(Nurhadi, 2013): (1) melakukan hubungan yang bermakna; (2) melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan; (3) belajar yang diatur sendiri; (4)
bekerja sama; (5) berpikir kritis dan kreatif; (6) mengasuh atau
memelihara pribadi peserta didik; (7) mencapai standar yang tinggi; dan
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik
diantaranya adalah bekerja sama. Dalam karakteristik ini diharapkan
mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasi peserta didik.
Dalam hal ini guru membantu peserta didik bekerja secara efektif dalam
kelompok, membantu peserta didik memahami bagaimana peserta didik
mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Dalam bekerja sama, peserta
didik terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan
mencari pemecahan masalah. Bekerja sama juga akan membantu peserta
didik untuk mengetahui bahwa saling membangun keterampilan
berkomunikasi dan saling mendengarkan akan dapat menuntun peserta
didik pada tingkat keberhasilan.
Karakteristik lain yang dimiliki pembelajaran kontekstual adalah
berpikir kritis dan kreatif. Dalam karakteristik ini, peserta didik dapat
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif,
dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti. Dengan berpikir
kritis peserta didik dapat belajar untuk menganalisis permasalahan yang
ada. Secara tidak langsung peserta didik dapat menumbuhkan integritas
pribadi jika diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran secara
mandiri pada setiap kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Dalam hal
ini peserta didik diharapkan akan terbiasa membedakan antara kebenaran
dan kebohongan, penampilan dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan
menggunakan bukti yang dapat dipercaya dan logika yang masuk akal.
Dan sebagai pemikir yang kreatif, peserta didik akan terbiasa membangun
hubungan imajinatif antara hal-hal yang berbeda, melihat
kemungkinan-kemungkinan tak terduga, dan berpikir dengan cara baru mengenai
berbagai masalah yang sudah lazim.
Pembelajaran kontekstual juga memiliki karakteristik lain
diantaranya adalah melakukan hubungan yang bermakna. Dimana peserta
didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif
dalam mengembangkan minat belajarnya secara individual, belajar dalam
kelompok, maupun orang yang dapat belajar sambil berbuat. Dengan
melakukan hubungan yang bermakna, diharapkan minat belajar peserta
didik dapat tumbuh sehingga peserta didik akan memiliki kesadaran untuk
belajar sendiri. Belajar sendiri memiliki definisi bahwa belajar adalah
mengalami perubahan dalam arti perubahan sikap, aktual maupun
potensial dan perubahan itu dimungkinkan didapatkan sebuah kecakapan
baru dan terjadi karena suatu usaha yang secara sengaja.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bermaksud menyelidiki
tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam materi
akuntansi dan dampaknya pada keterampilan berkomunikasi, integritas
pribadi, dan minat belajar peserta didik. Judul penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut “Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Dengan Keterampilan Berkomunikasi, Integritas Pribadi, dan Minat Belajar Peserta didik”.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan mengenai tingkat keterlaksananaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum
2006 dengan keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar
peserta didik.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006
dengan keterampilan berkomunikasi?
2. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006
dengan integritas pribadi?
3. Apakah ada hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas,
maka tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan
keterampilan berkomunikasi.
2. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan integritas
pribadi.
3. Hubungan positif tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual
pada materi akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan minat
belajar peserta didik.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi guru
selama menerapkan pembelajaran kontekstual khususnya untuk materi
akuntansi. Cakupan evaluasi berkenaan dengan sejauh mana efektifitas
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan dampaknya pada
keterampilan berkomunikasi, integritas pribadi, dan minat belajar
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi sekolah
tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi
akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak
yang membutuhkan dan menambah referensi dan wawasan mengenai
tingkat keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi
akuntansi berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan
berkomunikasi, integritas pribadi, minat belajar peserta didik.
4. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman peneliti khususnya berkaitan dengan tingkat
keterlaksananaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi
berdasarkan Kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi,
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
1. Pengertian Kurikulum 2006
Menurut Kunandar (2007:125), Kurikulum 2006 merupakan
Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum 2006 adalah sebuah konsep
Kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dalam Kurikulum 2006 guru
ditempatkan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses
belajar peserta didik berjalan dengan baik. Fungsi fasilitator dan mediator
begitu berarti, yakni: (1) menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan peserta didik bertanggung jawab dalam membuat
rancangan dan proses. (2) menyediakan atau memberikan
kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik dan membantu
mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya, menyediakan sarana
yang merangsang peserta didik berpikir secara produktif, menyediakan
kesempatan dan pengalaman konflik. (3) memonitor, mengevaluasi, dan
menunjukkan apakah pemikiran peserta didik jalan atau tidak. Dapat
disimpulkan Kurikulum 2006 adalah perangkat standar program
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan.
2. Karakteristik Kurikulum 2006
Menurut Kunandar (2007:138) sebagai sebuah konsep dan program,
Kurikulum 2006 memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Kurikulum 2006 menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara Kurikulum 2006 individual maupun klasikal.
b. Kurikulum 2006 berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
3. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Menurut Kunandar (2007:139-141), kurikulum 2006 jenjang
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite
sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta
panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan keentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman da bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya, dan adat isti adat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha,dan dunia kerja.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakupkeseluruhan dimensi kompetensi, bidang keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia setuhnya.
g. Seimbang antara kepeningan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan keentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Menurut Kunandar (2007:142-143), dalam pelaksanaan Kurikulum
di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanakaan Kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat
pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/ atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memerhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi Ketuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tuladha (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,
sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata
pelajaran, muatan local, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
5. Komponen Kurikulum 2006
Menurut Kunandar (2007:145-151) terdapat beberapa komponen
Kurikulum 2006, yakni:
5) Ketuntasan Belajar
6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan 7) Penjurusan
8) Pendidikan Kecakapan Hidup
9) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global c. Kalender Kendidikan
d. Pengembangan Silabus
e. Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP)
6. Struktur Kurikulum 2006
Menurut Kunandar (2007:184-188), struktur Kurikulum 2006
memuat kelompok mata pelajaran sebagai berikut:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan aklak mulia;
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. Kelompok mata pelajaran estetika;
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
B. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
1. Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2007:627) berarti sifat, laku, atau perbuatan.
Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi.
Dengan demikian, keterlaksanaan berarti sesuatu hal atau peristiwa yang
sudah terjadi, sedangkan menurut Komalasari (2011:7) pembelajaran
kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara
materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik sehari-hari,
baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga
kehidupannya. Sementara itu menurut Johnson (2002:67), pembelajaran
dan pengajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para peserta didik
melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka, yaitu dengan konteks dalam keadaan pribadi, sosial,
dan budaya mereka.
Menurut Kunandar (2007:296), pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and Learning atau CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut
Rusman (2013:187) Pendekatan kontekstual adalah usaha untuk membuat
peserta didik aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari
segi manfaat, sebab peserta didik berusaha mempelajari konsep sekaligus
menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.
Berdasarkan dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh suatu sekolah dengan cara
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
2. Konsep Pembelajaran Kontekstual
Menurut Muslich (2007:41-42), untuk memahami secara lebih
mendalam konsep pembelajaran kontekstual, COR (Center for
Occupational Reseach) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep
bawahan yang disingkat REACT, yaitu relating, experiencing, applying,
coorperating, dan transfering. Masing-masing konsep tersebut antara lain:
a. Relating
Bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau
pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk
menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk
dipahami atau dengan masalah untuk dipecahkan.
b. Experiencing
Belajar dalam konteks ini adalah belajar mengekplorasi,
penemuan, dan penciptaan. Ini bearti bahwa pengetahuan yang
diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses
berpikir kritis lewat siklus inqury.
c. Applying
Belajar dalam bentuk ini menerapkan hasil belajar dalam
penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa
menerapkan konsep dan informasi ke dalam kebutuhan kehidupan
d. Cooperating
Belajar dalam bentuk ini adalah dengan cara berbagi informasi
dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. Bentuk
belajar ini tidak hanya membantu siwa belajar tentang materi, tetapi
juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam
kehidupan nyata. Dalam kehiduan yang nyata siswa akan menjadi
warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan warga
lain.
e. Transfering
Kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan
pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson (Kunandar, 2007:296-297), pembelajaran
kontekstual memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful
connections). Artinya peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan mintanya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat bekerja sambil berbuat (learning by doing)
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Artinya, siswa membuat hubungan-hubungan anatara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Artinya, siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik (nurturing the individual). Artinya, peserta didik memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tingi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Peserta didik tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya, peserta didik mengenal dan mencapai standar yang tingi mengidentifikasi tujuan dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya.
h. Menggunakan penilaian authentic (using authentic assesment).
Menurut Komalasari (2010:13), pembelajaran kontekstual memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Keterkaitan (relating), artinya proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri peserta didik dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata peserta didik.
b. Pengalaman langsung (experiencing), artinya proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengonstruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara langsung.
c. Aplikasi (applying), artinya proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.
d. Kerja sama (cooperating), artinya pembelajaran yang mendorong kerja sama di antara peserta didik, antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar.
e. Pengaturan diri (self-regulating), artinya pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri.
4. Perbedaan Pembelajaran Kontektual dengan Pembelajaran Tradhisional
menurut Ditjen Dikdasmen dalam (Komalasari: 2010, 18-19).
Tabel 2.1
Perbedaan Pembelajaran CTL dengan Pembelajaran Tradhisional
Pendekatan CTL Pendekatan Tradhisional
Peserta didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif
Peserta didik belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi
Peserta didik belajar secara individual
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang distimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Keterampilan dibangu atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena takut hukuman
Bahasa yang diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni
Rumus itu ada di luar diri peserta
didik, jadi rumus harus
diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan
Pendekatan CTL Pendekatan Tradhisional
berbeda anatar peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya sesuai dengan schemata peserta didik
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
Penghargaan terhadap
pengalaman peserta didik sangat diutamakan
Pembelajaran tidak
memperhatikan pengalaman
peserta didik
Hasil belajar diukur dengan
berbagai cara proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.
Hasil belajar diukur hanya dengan tes
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik
Perilaku baik berasal dari
motivasi ekstrinsik
Seorang berperilaku baik karena yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
Seseorang berperilaku baik
karena dia terbiasa melakukan
begitu. Kebiasaan yang ada
dibangun dengan hadiah yang menyenangkan
5. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual
Menurut Kunandar (2007:298-299), terdapat beberapa ciri-ciri
a. adanya kerja sama antar semua pihak;
b. menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem;
c. bermuara pada keragaman konteks kehidupan peserta didik yang berbeda-beda; didik, pet-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya;
m. laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya peserta didik, laporan hasil pratikum, karangan peserta didik, dan sebagainya.
6. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Menurut Kunandar (2007:300-301), pembelajaran kontekstual
menempatkan peserta didik di dalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal peserta didik dengan materi yang
sedang dipelajari dan sekaligus memerhatikan daktor kebutuhan individual
peserta didik dan peranan guru. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan
pembelajaran kontekstual harus menekankan hal-hal sebagai berikut.
a. Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan maslah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tetang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.
b. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata.
c. Belajar berbasis inkuiri (Inquiry Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
e. Belajar berbasis kerja (Work Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinan peserta didik yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi
pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut
dipergunakan kembali di tempat kerja.
f. Belajar berbasis jasa layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksi jasa layanan tersebut , jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis.
g. Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) yang memerlukan
pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Nurhadi,dkk,2003).
7. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson (2010:68-85), terdapat tiga prinsip ilmiah dalam
CTL, yaitu:
a. Prinsip Kesaling-bergantungan, prinsip ini menuntun pada penciptaan hubungan, bukan isolasi. Para pendidik yang bertindak menurut prinsip ini akan mengadopsi praktik CTL dalam menolong para peserta didik membuat hubungan-hubungan menemukan makna.
b. Prinsip Diferensiasi, prinsip ini dapat menjadi nyata ketika CTL menantang para peserta didik untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
Menurut Kunandar (2007:303-305), beberapa prinsip pembelajaran
kontekstual adalah:
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental peserta didik.
b. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups).
c. Menyediakan lingkungan yang mendorong pembelajaran mandiri (self regulated learning).
d. Mempertimbangkan keragaman peserta didik (diversity of students). e. Memerhatikan multi intelegensia (multiple intelligences) peserta didik.
f. Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk
meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tingi.
g. Menerapkan penilaian authentic (Authentic Assessment).
8. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual
Menurut Rusman (2013:192), sebelum melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan CTL tentu saja lebih dahulu guru harus membuat
desain/skenariopembelajaran sebagai pedoman umum dan sekaligus
sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan
setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengembangkan pemikiran peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic yang diajarkan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
9. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Sementara menurut Kunandar (2007:305-317), memiliki tujuh
komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran
kontekstual adalah:
a. Konstruktivisme adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkontruksi” bukan “menerima”pengetahuan. Dalam proses
pembelajaran peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.
b. Menemukan (inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
c. Bertanya (Questioning) merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir peserta didik.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community) adalah membiasakan peserta didik untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya.
e. Pemodelan (Modelling) artinya dalam sebuah pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Permodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para peserta didiknya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar peserta didik-peserta didiknya melakukan kegiatan pembelajaran. f. Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir ke belakang tentang apa-apa
yang sudah dilakukan di masa lalu. Peserta didik juga mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment) adalah proses
pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar peserta didik.
Menurut Johnson (2009:65-66), dalam sistem Contextual Teaching
and Learning (CTL) memiliki 8 komponen:
c. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri d. Bekerja sama
e. Berpikir kritis dan kreatif
f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
g. Mencapai standar yang tinggi h. Menggunakan penilaian autentik
C. Keterampilan Berkomunikasi
1. Pengertian Keterampilan Berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi adalah suatu kemampuan dimana
seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, informasi, pengetahuan, dan
konsep kepada orang lain sehingga orang lain yang menjadi lawan
bicaranya dapat mengerti apa yang dimaksudkan. Dari semua pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki seseorang, pengetahuan dan keterampilan
komunikasi termasuk yang paling penting dan berguna. Melalui
komunikasi seseorang dapat berbicara dengan diri sendiri, mengenal diri
sendiri, mengevaluasi diri sendiri, meyakinkan diri sendiri,
mempertimbangkan berbagai keputusan yang diambil dan menyiapkan
pesan yang akan disampaikan kepada orang lain. Menurut Khairani
(2015:7), komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin
communis yang berarti „sama‟. Communico, communication atau
communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara
sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara
penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh karena itu,
komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu
informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada
umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak, apabila tidak ada bahasa verbal yang
dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan
dengan menggunakan gerak-gerik badan, dan menunjukkan sikap tertentu.
Perlu disadari bahwa untuk dapat memulai, mengembangkan, dan
memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang
lain, sangat diperlukan sejumlah keterampilan dasar berkomunikasi.
Menurut Johnson (Supraktiknya, 2008:10-12) terdapat beberapa
keterampilan dasar yang dimaksud sebagai berikut: (1) harus mampu
saling memahami; (2) harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan kita secara tepat dan jelas; (3) harus mampu saling menerima dan
saling memberikan dukungan atau saling menolong; (4) mampu
memecahkan konflik dan bentuk masalah antarpribadi lain yang mungkin
muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain, melalui cara-cara yang
konstruktif.
2. Bentuk-bentuk Komunikasi
Menurut Effendy (Khairani, 2015:12-13), bentuk-bentuk komunikasi
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Komunikasi verbal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah keatas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik.
c. Komunikasi diagonal sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian.
3. Jenis-jenis Komunikasi
Proses komunikasi dapat terjadi dala diri seorang individu, dengan
orang lain, dan kumpulan-kumpulan manusia dalam proses sosial.
Berdasarkan pendapat tersebut Burgon & Huffner (Khairani, 2015:14)
membuat klasifikasi tiga jenis komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu (internal).
b. Komunikasi Interpersonal, yaitu proses komunikasi yang terjadi antara satu individu dan individu lain sehingga memerlukan tanggapan (feedback) dari orang lain.
c. Komunikasi Massa, yaitu proses komunikasi yang dilakukan kepada sekumpulan manusia di mana di dalamnya terdapat proses sosial, baik melalui media massa atau langsung, dan bersifat satu arah.
4. Komponen-komponen komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar
komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Mulyana
(Khairani,2015:16) komponen komunikasi sebagai berikut:
a. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
b. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
c. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.
d. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
e. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
5. Proses komunikasi
Menurut Khairani (2015: 17) , proses berlangsungnya komunikasi
bisa dijelaskan sebagai berikut:
a. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi
dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud.
b. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator.
d. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan
menerjemahkan isi pesan yang diterima ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.
e. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.
6. Tiga Aspek Utama dari Komunikasi
Mengelola kelas dan menyelesaikan konflik secara konstruktif
membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Tiga aspek utama dari
komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan,
dan komunikasi nonverbal.
a. Keterampilan berbicara
Guru dan peserta didik akan mendapatkan banyak manfaat
apabila guru mempunyai keterampilan berbicara yang efektif serta
guru juga mengajari peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
berbicara.
1) Berbicara dengan Kelas dan Peserta didik.
Menurut Brydon&Scott (Santrock, 2009:273), ketika