• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Keterampilan Berkomunikasi Berdasarkan hasil analisis data untuk menguji hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan keterampilan berkomunikasi, diketahui bahwa memiliki hubungan positif dan berkorelasi kuat. Hasil ini berdasarkan perhitungan hipotesis yaitu dengan korelasi Spearman’s rho dengan nilai asymp. Sig sebesar 0,000 kurang dari alfa (α) = 0,01. Sedangkan untuk perhitungan koefisien korelasi menunjukkan angka (+) 0,614.

Persepsi pesera didik tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 120,4, nilai tengah (median) = 120, dan nilai modus = 110. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki persepsi bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalam materi akuntansi dengan

kategori tinggi. Sementara pada keterampilan berkomunikasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 112,46, nilai tengah (median) = 113, dan modus = 118. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik memiliki keterampilan berkomunikasi dengan kategori tinggi. Dengan demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan keterampilan berkomunikasi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel tersebut adalah positif dengan kategori kuat.

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pembelajaran kontekstual dengan keterampilan berkomunikasi dalam diri peserta didik. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik pembelajaran kontekstual yang diutarakan oleh Johnson dalam (Komalasari, 2011:8) yaitu collaborating (kerja sama). Di dalam karakteristik kerja sama tersebut peserta didik bekerja secara efektif di dalam kelompok. Bekerja dalam kelompok dapat menjadi rangsangan yang baik untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam diri peserta didik karena dalam pemecahan suatu persoalan kontekstual yang harus dipecahkan di dalam kelompok mereka dihadapkan dalam keadaan untuk saling bertukar ide/gagasan, bertukar informasi baik dari segi teori maupun segi pengalaman yang pernah mereka alami, bertukar saran dan kritik atas ide/gagasan sesama teman di dalam kelompok. Penyampaian komunikasi yang terampil jelas sangat memberikan dampak di dalam berjalannya kerja

kelompok yang baik, hal ini salah satunya dilandasi atas bagaimana peserta didik dapat mengungkapkan dan menyerap informasi yang ada.

Menurut teori tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yang dikemukakan oleh Trianto dalam (Hosnan, 2014: 269) maka langkah keempat yaitu masyarakat belajar yang berjalan maksimal sehingga menyebabkan

keeratan hubungan pembelajaran kontekstual dengan keterampilan

berkomunikasi memiliki hubungan yang kuat. Konsep masyarakat belajar sendiri adalah hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru.

Sebaliknya jika peserta didik sudah memiliki keterampilan

berkomunikasi dengan baik, peserta didik tersebut akan dengan mudah mengikuti proses pembelajaran yang diadakan oleh guru. Sebagai contoh jika guru meminta peserta didik untuk bekerja dalam suatu kelompok mengenai materi pembelajaran, peserta didik akan dengan mudah saling bertukar ide/gagasan, bertukar informasi baik dari segi teori maupun segi pengalaman yang pernah mereka alami, bertukar saran dan kritik atas ide/gagasan sesama teman di dalam kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan yang telah diberikan. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapat Johnson dan Trianto sejalan dengan hasil penelitian, semakin tinggi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula keterampilan berkomunikasi yang dimiliki peserta didik.

2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Integritas Pribadi

Dari hasil analisis data untuk menguji hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi, diketahui bahwa memiliki hubungan positif dengan keeratan korelasi sangat lemah. Hasil ini berdasarkan perhitungan hipotesis yaitu dengan korelasi Spearman’s rho dengan nilai asymp. Sig sebesar 0,009 kurang dari alfa (α) = 0,01. Sedangkan untuk perhitungan koefisien korelasi menunjukkan angka (+) 0,143.

Persepsi peserta didik tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 120,4, nilai tengah (median) = 120, dan nilai modus = 110. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki persepsi bahwa tingkat keterlaksanan pembelajaran kontekstual dalam materi akuntansi dengan kategori tinggi. Sementara pada integritas pribadi menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 67,21, nilai tengah (median) = 68, modus = 73. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki integritas pribadi dengan kategori sedang. Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan integritas pribadi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel tersebut adalah positif dengan kategori sangat lemah.

Hubungan positif pada kategori sangat lemah bermakna hubungan tersebut tidak sensitif antar skor variabel. Hal ini ditunjukkan dengan ketidakkonsistenan skor responden, hubungan yang kurang sensitif dikarenakan tidak semua responden secara konsisten menghasilkan skor yang tinggi untuk kedua variabel. Sebagai contoh seorang responden memiliki skor tinggi untuk tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan skor sedang atau rendah untuk integritas pribadi, atau dengan kata lain skor-skor pada integritas pribadi tidak setinggi pada skor keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan sebaliknya sehingga menyebabkan korelasi yang sangat lemah.

Hubungan sensitif terjadi pada saat semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan kuesioner yang menghasilkan skor tinggi untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lainnya sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat.

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini sejalan dengan pandangan Lickona (20013:74), dimana terdapat komponen karakter-karakter baik yaitu pengembangan nilai kejujuran pada diri peserta didik dimulai dari proses pemahaman tentang nilai-nilai kejujuran (moral knowing), kemudian mampu merasakan nilai-nilai kejujuran (moral feeling), dan pada akhirnya akan melahirkan tindakan/perbuatan jujur (moral action). Salah satu materi yang bisa dijadikan wahana dan sarana untuk mengajarkan nilai-nilai kejujuran adalah menyusun laporan keuangan. Materi ini melatih siswa untuk

berperilaku jujur dalam menganalisis bukti transaksi, menjurnal, hingga menyusun laporan keuangan. Dengan demikian, laporan keuangan yang dihasilkan akan transparan dan akurat, sehingga laporan keuangan tersebut dapat digunakan oleh pihak yang memerlukan informasi.

Namun dalam penelitian ini dinyatakan bahwa hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan integritas pribadi memiliki hubungan positif yang lemah. Dengan adanya hal tersebut, diharapkan proses- proses pembelajaran kontekstual dapat menumbuhkan integritas pribadi peserta didik. Proses pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai faktor eksternal yang dapat menjadi sarana bagi peserta didik untuk menumbuh kembangkan perilaku jujur. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan terlebih dahulu dari faktor ekstenal seperti lingkungan sekolah untuk data menjadikan pribadi yang mempunyai perilaku jujur dan berintegritas. Misalkan pada saat mengajar guru menggunakan metode pembelajaran atau salah satu komponen utama dari pembelajaran kontekstual yaitu inquiry. Selain itu guru juga dapat memberikan pekerjaan rumah untuk peserta didik. Selanjutnya pada pertemuan yang akan datang guru menuntut peserta didik untuk menyampaikan dan mengkonfirmasi sesuai dengan hasil pekerjaannya sendiri, dan bukan dari hasil menyontek teman.

3. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dengan Minat Belajar

Dari hasil analisis data untuk menguji hubungan tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan minat belajar, diketahui bahwa memiliki hubungan positif dengan keeratan korelasi cukup. Hasil ini berdasarkan perhitungan hipotesis yaitu dengan korelasi Spearman’s rho dengan nilai asymp. Sig sebesar 0,000 kurang dari alfa (α) = 0,01. Sedangkan untuk perhitungan koefisien korelasi menunjukkan angka (+) 0,503.

Persepsi peserta didik tentang keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata (mean) = 120,4, nilai tengah (median) = 120, dan nilai modus = 110. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki persepsi bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dalan materi akuntansi dengan kategori tinggi. Sementara pada minat belajar menunjukkan bahwa nilai rata- rata (mean) = 70,23, nilai tengah (median) = 70, modus = 71. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki minat belajar dengan kategori tinggi. Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi dengan integritas pribadi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel tersebut adalah positif dengan kategori cukup.

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pembelajaran kontekstual dengan minat belajar peserta didik. Hal ini sejalan dengan salah satu komponen utama pembelajaran kontekstual yang diutarakan oleh Johnson (2002:65) yaitu membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna. Membuat keterkaitan- keterkaitan yang bermakna yaitu peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.

Peserta didik yang memiliki minat belajar akan dengan sendirinya dapat belajar secara aktif baik bekerja secara sendiri maupun belajar dalam kelompok. Semakin minat seseorang dalam melaksanakan sesuatu maka pembelajaran yang dirasa menyenangkan bagi peserta didik. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara menyenangkan hal ini termasuk salah satu karakteristik pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL (Contextual Teaching an Learning) yang dikemukakan oleh Priyatni (Hosnan, 2014:278). Hal ini juga sejalan dengan karakteristik pembelajaran kontekstual seperti yang dikemukakan Nurhadi (Hosnan, 2014: 277) yaitu pembelajaran kontekstual menciptakan situasi belajar yang menyenangkan dan kegiatan belajar peserta didik aktif. Seseorang yang memiliki minat dalam belajar akan menjadikan pembelajaran yang dialaminya menjadi suatu hal yang menyenangkan dan dengan sendirinya tanpa adanya perintah dari siapapun

peserta didik akan aktif dalam pembelajaran sehingga dalam menjalankan setiap proses pembelajaran dia akan sungguh memaknainya. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapat Johnson sejalan dengan hasil penelitian, semakin tinggi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula minat belajar peserta didik.

113

BAB VI

Dokumen terkait