• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Keterlaksanaan berasal dari kata laksana, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 627) berarti sifat, laku, atau perbuatan. Imbuhan keter-an menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi. Dengan demikian, maka keterlaksanaan berarti sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Di dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi siswa. Dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah adanya proses keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi diri siswa (fisik dan non fisik) dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan di masa yang akan datang (life skill).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran menurut (Mulyasa, 2013: 15) sebagai berikut: pertama, pembelajaran harus lebih menekankan pada praktik, baik di laboratorium maupun di masyarakat dan dunia kerja (dunia usaha), sehingga seorang guru harus mampu dalam memilih metode dan strategi dalam menjelaskan sebuah materi agar peserta dapat mempraktikan apa saja yang sudah mereka dapatkan di sekolah. Kedua, pembelajaran yang dilakukan harus menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat, setiap guru harus bisa

melihat berbagai potensi yang ada pada masyarakat yang bisa didayagunakan sebagai sumber belajar dengan ini dapat menjadi penghubung antara sekolah dengan lingkungannya. Ketiga, guru harus dapat mengembangkan iklim pembelajaran yang demokratis dan terbuka melalui pembelajaran terpadu, partisipatif, dan sebagainya. Keempat, pembelajaran yang penekanannya pada masalah-masalah aktual yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat sekitar. Kelima, guru harus dapat mengembangkan

suatu model pembelajaran yaitu “moving class” yang diperuntukan untuk setiap bidang studi, dan kelas merupakan laboratorium untuk masing-masing bidang studi sehingga dalam satu kelas sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dalam pembelajaran serta siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan kemampuan siswa.

Pembelajaran berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif. Siswa

berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual (CTL) Contextual Teaching and Learning yang merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara

ilmiah, yang berarti belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar

“mengetahuinya”. Pembelajaran kontekstual di Amerika disebut dengan istilah Contextual Theaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari siswa. Beberapa pengertian kontekstual menurut para ahli akan diuraikan dalam beberapa paragraf, sebagai berikut:

Johnson (Kunandar, 2007: 295) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Menurut Komalasari (2011: 7) mengartikan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. The Washington State Consortium for Contexstual Teaching and Learning (Kunandar, 2007: 295) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.

Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison (Kunandar, 2007:295) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya di kehidupan mereka sehari-hari. US Departement of Education the National School-to-Work Office yang di kutip oleh Blanchard (Kunandar, 2007: 295) pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.

Dari berbagai pendapat tentang keterlaksanaan dan pembelajaran kontekstual dapat ditarik kesimpulan bahwa keterlaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu konsep belajar yang telah dilaksanakan untuk membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari- hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengontruksi sendiri, sehingga dapat menjadi bekal dikemudian hari yaitu anak

dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Di dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa karakteristiknya, yaitu sebagai berikut: menurut Johnson Nurhadi,dkk, 2003 (Kunandar, 2009: 296) terdapat 8 komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual yaitu:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Artinya, siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning to doing).

b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dengan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.

c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)

d. Bekerja sama (collaborating). Artinya, siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi.

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Artinya, siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.

f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Artinya, siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri.

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic aassment).

Berdasarkan berbagai pandangan tentang hakikat dan prinsip pembelajaran kontekstual, Komalasari (2008: 13) menyatakan bahwa dalam disertasinya menarik benang merah di antara keseluruhan pandangan para ahli. Komalasari mengidentifikasi karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experiencing), konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assessment), dengan indikator masing- masing konsep sebagai berikut:

a. Keterkaitan (relating)

Pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating) adalah proses pembelajaran yang memiliki keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (prepequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa dan dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata siswa. Indikator pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan ini meliputi keterkaitan materi pelajaran dengan: (a) pengetahuan dan keterampilan sebelumya, (b) materi lain dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan, (c) mata pelajaran lainnya, (d) ekspose media, (e) konteks lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, (f) pengalaman dunia nyata, (g) kebutuhan siswa, dan (h) materi dari terbatas ke kompleks dan dari konkret ke abstrak.

b. Konsep pengalaman langsung (experiencing)

Pembelajaran yang menerapkan konsep pengalaman langsung (ex-periencing) adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengontruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan mengalami sendiri secara langsung. Indikator pembelajaran yang menerapkan konsep pengalaman langsung ini meliputi: eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian, dan pemecah masalah.

c. Konsep aplikasi (applying)

Proses pembelajaran yang menerapkan konsep aplikasi (applying) adalah proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan fakta, konsep, prinsip, dan produser yang dipelajari dalam situasi dan konteks lain yang berbeda sehingga bermanfaat bagi kehidupan siswa. Indikator proses pembelajaran yang menerapkan konsep aplikasi meliputi: a) penerapan materi yang telah dipelajari dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat; b) penerapan materi dalam memecahkan masalah; c) pengunaan metode karyawisata, praktik kerja lapangan, bermain peran, simulasi, dan pembelajaran pelayanan.

d. Konsep kerja sama (cooperating)

Pembelajaran yang menerapkan konsep kerja sama adalah pembelajaran yang mendorong kerja sama di antara siswa, antara siswa dengan guru dan sumber belajar. Indikator pembelajaran yang menerapkan konsep kerja sama ini meliputi: a) kerja kelompok dalam memecahkan masalah dan menjawab pertanyaan; b) saling bertukar pikiran, mengajukan, dan menjawab pertanyaan; c) komunikasi interaktif antarsesama siswa, antara siswa dengan guru, siswa dengan nara sumber; d) penghormatan terhadap perbedaan gender, suku, ras, agama, status sosial ekonomi, budaya dan perspektif.

e. Konsep pengaturan diri (self-regulating)

Pembelajaran yang menerapkan konsep pengaturan diri (self-regulating) adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengatur diri dan pembelajarannya secara mandiri. Indikator pembelajaran yang menerapkan konsep pengaturan diri (self- regulating) ini meliputi: a) motivasi belajar sepanjang hayat; b) motivasi untuk mencari dan menggunakan informasi dengan kesadaran sendiri; c) melaksanakan prinsip trial-error; d) melakukan refleksi; e) belajar mandiri.

f. Konsep penilaian autentik (authentic assessment)

Pembelajaran yang menerapkan konsep asesmen autentik adalah pembelajaran yang mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas. Dengan demikian, penilaian pembelajaran utuh menyeluruh dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dalam keseluruhan tahapan proses pembelajaran (di awal, tengah, dan akhir). Di samping itu, penilaian tidak hanya diserahkan pada guru, tetapi siswa pun menilai siswa lain dan dirinya sendiri (self-evaluation) dalam aktivitas pembelajaran dan pemahaman materi. Penilaian

guru dilakukan dalam bentuk penilaian tertulis (pencil and paper test) dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance based assessment), penugasan (project), produk (product), atau portopolio.

g. Reaching high standards (mencapai standar tinggi)

The Northwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi adanya 6 kunci dasar dari pembelajaran kontekstual yang diterapkan saat kegiatan pembelajaran menurut (Kunandar, 2009: 297), sebagai berikut:

a. Pembelajaran bermakna : pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran. Siswa dapat mengerti manfaat dari yang telah dipelajarinya di sekolah.

b. Penerapan pengetahuan, yaitu kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau di masa yang akan datang.

c. Berpikir tingkat tinggi, yaitu siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu, dan pemecahan suatu masalah.

d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar: lokal, provinsi,

nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dunia kerja.

e. Responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat guru tersebut mendidik.

f. Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian, misalkan penilaian proyek/tugas tersetruktur, kegiatan siswa, pengunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dan sebagainya.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual

Dari berbagai pendapat tentang pengertian yang diuraikan oleh para ahli, di dalam pembelajaran kontekstual ada beberapa ciri-ciri dan kata kunci pembelajaran kontekstual menurut (Kunandar, 2009: 298), sebagai berikut:

Ciri-ciri pembelajaran kontekstual: a. Adanya kerja sama antar semua pihak

b. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem

c. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda- beda

d. Saling menunjang satu sama lain e. Menyenangkan, tidak membosankan f. Belajar dengan bergairah

g. Pembelajaran terintegrasi h. Menggunakan berbagai sumber i. Siswa aktif

j. Sharing dengan teman k. Siswa kritis, guru kreatif

l. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya

m. Laporan kepada orang tua bukan hanya skor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa, dan sebagainya.

Menurut (Kunandar, 2009: 299) kata kunci pembelajaran kontekstual yang perlu diperhatikan dan diterapkan oleh guru pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga pembelajaran kontekstual dapat teracapai, sebagai berikut:

a. Real World Learning

b. Mengutamakan pengalaman nyata c. Berpikir tingkat tinggi

d. Berpusat pada siswa e. Siswa kritis, aktif, kreatif

f. Pengetahuan bermakna dalam kehidupan g. Dekat dengan kehidupan nyata

h. Perubahan perilaku

i. Siswa praktik, bukan menghafal j. Learning bukan teaching

k. Pendidikan (education) bukan pengajaran (instruction) l. Pembentukan “manusia”

m. Memecahkan masalah

n. Siswa “akting”, guru mengarahkan

o. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, bukan hanya dengan tes. Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa

dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Dalam pembelajaran kontekstual ini menekankan beberapa hal (Kunandar, 2009: 300), sebagai berikut:

a. Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang mengintegrasikan keterampilannya dan berbagai konsep materi pelajaran.

b. Pengajaran autentik (authentic instruction), yaitu pendekatan yang menekankan pembelajaran yang diajarkan bermakna dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

c. Belajar berbasis inquiri (Inquiry Based Learning), pendekatan yang membutuhkan strategi pembelajaran yang mengikuti metodologi sains sehingga siswa dapat mengetahui apa yang ingin dicari tahu dan siswa dapat mencari tahu sendiri jawabannya.

d. Belajar berbasis proyek atau tugas (Project Based Learning), pendekatan ini membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang komprehensif di mana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk dalam pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan siswa dapat melaksanakan tugas yang bermakna.

e. Belajar berbasis kerja (Work Based Learning), pendekatan ini membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja (guru harus dapat menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata atau peristiwa yang benar-benar terjadi).

f. Belajar berbasis jasa layanan (Service Learning), pendekatan ini membutuhkan penggunaan metodologi pengajaran yang mengombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan yang diberikan. Dengan kata lain, pendekatan ini menerapkan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek /tugas terstruktur.

g. Belajar kooperatif (Cooperative Learning), pendekatan ini memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.

4. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

Komponen utama pembelajaran kontekstual, ada 7 komponen utama pembelajaran kontekstual di kelas dalam buku (Kunandar, 2009: 305), yaitu sebagai berikut:

a. Kontruktivisme

Dalam proses ini siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Dalam strategi kontruktivisme guru harus memfasilitasi proses pembelajaran tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dengan itu diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya dalam pembelajaran merupakan sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil

belajar diperoleh dari „sharing‟ antara teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu ke yang belum tahu.

e. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang di pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang diinginkan guru agar siswa-siswanya mengikuti apa yang sudah di perintahkan. f. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan gambaran terhadap kegaiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima atau respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari refleksi ini adalah bagaimana pengetahuan yang diberikan oleh guru bisa ditangkap oleh siswa.

g. Penialian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian proses dan hasil, pengalaman belajar, test dan non test, dan multiaspek tanpa ada manipulasi dari seorang guru.

Dokumen terkait