• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Analisis Butir Soal (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Analisis Butir Soal (1)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

1 |Analisis Butir Soal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar. Sistem penilaian yang baik akan mendorong guru menggunakan strategi mengajar yang lebih baik dan memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Penilaian biasanya dimulai dengan kegiatan pengukuran. Pengukuran (measurement) merupakan cabang ilmu statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar

pengembangan tes yang lebih baik sehingga menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel.

Proses belajar mengajar dilaksanakan tidak hanya untuk kesenangan atau bersifat mekanis saja tetapi mempunyai misi atau tujuan bersama. Dalam usaha untuk mencapai misi dan tujuan itu perlu diketahui apakah usaha yang dilakukan sudah sesuai dengan tujuan? Untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai perlu diadakan tes. Sebuah tes yang dapat baik sebagai alat pengukur harus dianalisis terlebih dahulu. Dalam menganalisis butir soal dalam tes harus memperhatikan daya serap, tingkat kesukaran, daya beda, fungsi pengecoh, validitas dan reabilitas. Hal tersebut dilakukan agar tes yang diberikan kepada siswa sesuai dengan daya serap siswa, tingkat kesukarannya, dan soal yang diberikan pun harus valid. Sehingga, tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

a. Apakah yang dimaksud dengan analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif?

b. Bagaimana cara mengaplikasikan analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif?

(2)

2 |Analisis Butir Soal

C. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:

a. Mendeskripsikan pengertian analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif.

(3)

3 |Analisis Butir Soal

BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis Butir Soal Secara Kualitatif dan Kuantitatif

Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan atau diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa atau budaya, dan kunci jawaban atau pedoman penskorannya.

Dalam menganalisis butir soal, terdapat dua teknik. Yaitu teknik kualitatif

dan teknik kuantitatif.

1. Teknik Analisis Secara Kualitatif

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel. Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama dengan beberapa ahli seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun atau pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, berlatar belakang psikologi.

Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat secara bersama-sama berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, para penelaah dipersilakan mengomentari berdasarkan kompetensinya masing-masing. Setiap komentar atau masukan dari peserta diskusi dicatat. Setiap butir soal dapat dituntaskan secara bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, kelemahan teknik ini memiliki kelemahan karena memerlukan waktu lama untuk rnendiskusikan setiap satu butir soal.

Teknik berikutnya adalah Teknik Panel yakni suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu diantaranya

(4)

4 |Analisis Butir Soal pedoman penskoran. Caranya beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian atau penelaahan. Pada tahap awal, semua orang yang terlibat dalam kegiatan penelaahan disamakan persepsinya, kemudian mereka berkerja sendiri-sendiri di tempat berbeda. Para penelaah dipersilakan memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir soal dengan kriteria: soal baik, perlu diperbaiki, atau diganti.

Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format penelaahan soal akan sangat membantu dan mempermudah prosedur

pelaksanaannya. Format penelaahan soal digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Format penelaahan soal yang dimaksud adalah format penelaahan butir soal: uraian, pilihan ganda, tes perbuatan dan instrumen non-tes. Berikut disajikan keempat format penelaahan butir soal.

a. Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Uraian

Mata pelajaran : Kelas/semester : Penelaah :

No. Aspek yang ditelaah Nomor soal

1 2 3 4 5 ... A Materi

1 Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk Uraian)

2 Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai 3 Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)

(5)

5 |Analisis Butir Soal B Konstruksi

1 Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian

2 Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal

3 Ada pedoman penskorannya 4 Tabel, gambar, grafik, peta, atau

yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca

C Bahasa/Budaya

1 Rumusan kalimat komunikatif

2 Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku

3 Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian 4 Tidak menggunakan bahasa yang

berlaku setempat/tabu

Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

b. Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda

Mata pelajaran : Kelas/semester : Penelaah :

No. Aspek yang ditelaah Nomor soal

1 2 3 4 5 ...

A Materi

1 Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda)

(6)

6 |Analisis Butir Soal 3 Pilihan jawaban homogen dan logis

4 Hanya ada satu jawaban B Konstruksi

1 Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas

2 Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja

3 Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban

4 Pokok soal bebas dan pernyataan yang bersifat negatif ganda

5 Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi

6 Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi 7 Panjang pilihan jawaban relatif

sama

8 Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan "semua jawaban di atas salah/benar" dan sejenisnya 9 Pilihan jawaban yang berbentuk

angka/waktu disusun berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau kronologisnya

10 Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya

C Bahasa/Budaya

1 Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia 2 Menggunakan bahasa yang

komunikatif

3 Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu

(7)

7 |Analisis Butir Soal Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

c. Format Penelaahan untuk Instrumen Perbuatan

Mata pelajaran : Kelas/semester : Penelaah :

No. Aspek yang ditelaah Nomor soal

1 2 3 4 5 ...

A Materi

1 Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan) 2 Pertanyaan dan jawaban yang

diharapkan sudah sesuai 3 Materi yang ditanyakan sesuai

dengan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)

4 Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas

B Konstruksi

1 Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik

2 Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal

3 Ada pedoman penskorannya

4 Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca

C Bahasa/Budaya

1 Rumusan kalimat komunikatif

(8)

8 |Analisis Butir Soal 3 Tidak menggunakan kata/ungkapan

yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian 4 Tidak menggunakan bahasa yang

berlaku setempat/tabu

5 Rumusan soal tidak mengandung kata atau ungkapan yang dapat menyinggung perasaan siswa

Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

d. Format Penelaahan untuk Instrumen Non-Tes

Mata pelajaran : Kelas/semester : Penelaah :

No. Aspek yang ditelaah Nomor soal

1 2 3 4 5 ... A Materi

1 Pernyataan/soal sudah sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi

2 Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek koginisi, afeksi, atau konasi dan pernyataan positif atau negatifnya

B Konstruksi

1 Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas

2 Kalimatnya bebas dari pernyaatn yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja

(9)

9 |Analisis Butir Soal 4 Kalimatnya bebas dari pernyataan

yang mengacu pada masa lalu 5 Kalimatnya bebas dari pernyataan

faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta

6 Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden

7 Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap

8 Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti pasti seperti semua, selalu, kadang-kadang, tidak satu pun, tidak pernah

9 Kalimatnya tidak banyak

menggunakan kata hanya, sekedar, semata-mata

C Bahasa/Budaya

1 Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan siswa atau responden

2 Soal menggunakan bahasa Indonesia baku

3 Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu

Keterangan: Berilah tanda (V) bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!

2. Analisis Butir Soal Secara Kuantitatif

Penelaahan soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern.

(10)

10 |Analisis Butir Soal butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik. Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah, sederhana, familiar, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer, dan dapat menggunakan data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil (Millman dan Greene, 1993: 358). Analisis jenis butir ini yang lazim digunakan dalam praktik di lapangan, terutama oleh guru disekolah.

Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik

adalah setiap butir soal ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk

obyektif) atau fungsi pengecoh pada setiap pilihan jawaban, reliabilitas dan validitas soal.

1. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken (1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal selected response item, yaitu (Nitko, 1996: 310).

Tingkat Kesukaran (TK) =

(11)

11 |Analisis Butir Soal Atau dengan menggunakan rumus:

P =

𝐵

𝑁

P = proporsi (indeks kesukaran)

B = jumlah siswa yang menjawab benar

N = jumlah peserta tes

Tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi atau sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah atau mudah.

Klasifikasi tingkat kesulitan soal dapat menggunakan kriteria berikut:

No Range Tingkat Kesukaran

Kategori keputusan

1 0,7-1,0 Mudah Ditolak/direvisi

2 0,3-0,7 Sedang Diterima

3 0,0-0,3 Sulit Ditolak/direvisi

Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko, 1996: 310-313). Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi

masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap

(12)

12 |Analisis Butir Soal diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.

Contoh :

Tes formatif IPA, 10 soal bentuk pilihan ganda, option 4, dengan proporsi 2 soal mudah, 6 soal sedang dan 2 soal sukar, jumlah siswa = 20 orang.

Dalam mencari indeks kesukaran menggunakan rumus yang telah ditulis di atas: P = B/N = 18/20

P = 0,90

Dari contoh di atas diperoleh hasil, yaitu : soal nomor 1, 3, 4, 5, 8 dan 9, terdapat kesesuaian antara judgement dengan hasil analisa, soal nomor 2 yang di judgement mudah ternyata termasuk soal sedang, soal nomor 6 yang di judgement sedang ternyata termasuk soal mudah, soal nomor 7 yang dijudgement sedang, ternyata termasuk sukar dan soal nomor 10 yang dijudgement sukar, ternyata termasuk soal sedang.

(13)

13 |Analisis Butir Soal Soal nomor 2, diturunkan ke dalam kategori mudah,

Soal nomor 6, dinaikkan ke dalam kategori sedang, Soal nomor 7 diturunkan ke dalam kategori sedang, Soal nomor 10, dinaikkan ke dalam kategori sukar.

2. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang belum menguasai materi yang diujikan. Daya pembeda butir soal memiliki manfaat berikut. Pertama untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi atau ditolak.

Kedua, untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing soal dapat mendeteksi atau membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan

guru. Apabila suatu soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu maka butir soal itu dapat dicurigai kemungkinannya: a) Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat. b) Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar. c) Kompetensi yang diukur tidak jelas. d)Pengecoh tidak berfungsi. e)Materi yang ditanyakan terlalu sulit, sehingga banyak siswa yang menebak dan f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya.

Untuk menentukan daya pembeda dibedakan menjadi kelompok kecil (kurang dari 100 orang) dan kelompok besar (100 orang ke atas). a) Untuk kelompok kecil

(14)

14 |Analisis Butir Soal

Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi 2.

b) Untuk kelompok besar

Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).

(15)

15 |Analisis Butir Soal .

. . - . . . 2 1 1

1 0

Rumus untuk menentukan daya pembeda (indeks diskriminasi) adalah:

D = 𝐵𝐴

𝐽𝐴

-

𝐵𝐵

𝐽𝐵

=

𝑃

𝐴

-

𝑃

𝐵

Di mana,

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P sebagai indeks kesukaran)

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta tes yang sudah memahami materi yang diujikan dengan

(16)

16 |Analisis Butir Soal peserta tes yang belum atau tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut:

D : 0,00 – 0,20 >> jelek

D : 0,20 – 0,40 >> cukup

D : 0,40 – 0,70 >> baik

D : 0,70 – 1,00 >> baik sekali

D : negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.

Contoh Perhitungan

Dari hasil analisis tes yang terdiri dari 10 butir soal yang dikerjakan

oleh 20 orang siswa, terdapat dalam tabel sebagai berikut:

siswa kelompok Nilai soal Skor

siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5

B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7

C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8

D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 5

E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

F B 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6

G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6

H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6

I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8

J A 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7

K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7

L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5

M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3

(17)

17 |Analisis Butir Soal

O A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9

P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3

Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8

R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8

S B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6

T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6

Jumlah 11 15 12 8 6 16 15 17 20 10 Berdasarkan nama-nama siswa dapat kita peroleh skor-skor sebagai berikut:

A = 5 F = 6 K = 7 P = 3

B = 7 G = 6 L = 5 Q = 8

C = 8 H = 6 M = 3 R = 8

D = 5 I = 8 N = 7 S = 6

E = 10 J = 7 O = 9 T = 6

Dari angka-angka yang belum teratur kemudian dibuat array (urutan penyebaran), dari skor yang paling tinggi ke skor yang paling rendah.

Kelompok atas Kelompok bawah

10 6

9 6

8 6

8 6

8 6

8 5

7 5

7 5

7 3

7 3

10 orang 10 orang

Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (JA) dan

(18)

18 |Analisis Butir Soal Kelompok atas (JA) Kelompok bawah (JB)

B = 7 A = 5

C = 8 D = 5

E = 10 F = 6

I = 8 G = 6

J = 7 H = 6

K = 7 L = 5

N = 7 M = 3

O = 9 P = 3

Q = 8 S = 6

R = 8 T = 6

10 orang 10 orang

Perhatikan pada tabel analisis 10 butir soal 20 siswa.

Dibelakang nama siswa dituliskan huruf A atau B sebagai tanda kelompok. Hal ini mempermudah menentukan BA dan BB.

BA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas (A)

BB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah (B)

Sudah disebutkan di atas bahwa soal yang baik adalah soal yang dapat membedakan antara anak pandai dengan anak bodoh, dilihat dari dapat dan tidaknya mengerjakan soal itu.

Marilah kita perhatikan tabel analisis lagi, khusus untuk butir soal nomor 1.

 Dari kelompok atas yang menjawab betul 8 orang

(19)

19 |Analisis Butir Soal Kita terapkan dalam rumus indeks diskriminasi:

JA = 10 JB = 10

BA = 8 BB = 3

Maka, D = PA - PB

= 0,8 – 0,3

= 0,5

Dengan demikian, maka indeks diskriminasi untuk soal nomor 1 adalah 0,5 (Daya pembeda baik, soal diterima).

Sekarang kita perhatikan butir soal nomor 8:

JA = 10 JB = 10

BA = 8 BB = 9

Maka, D = PA - PB

= 0,8 – 0,9

= -0,1

Butir soal ini jelek karena lebih banyak dijawab benar oleh kelompok bawah dibandingkan dengan jawaban benar dari kelompok atas. Ini berarti bahwa untuk menjawab soal dengan benar, dapat dilakukan dengan menebak.

3. Fungsi pengecoh (distracter function)

Pada saat membicarakan tes objektif bentuk multiple choice item tersebut untuk setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif. Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara 3 sampai dengan 5 buah, dan

PA = 0,8 PB = 0,3

(20)

20 |Analisis Butir Soal dari kemungkinan-kemungkinan jawaban yang terpasang pada setiap butir item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul (kunci jawaban), sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distractor (pengecoh).

Fungsi pengecoh dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peserta yang tidak memiliki kunci jawaban (option) pada bentuk soal pilihan ganda. Untuk soal pilihan ganda, alternatif jawaban menurut kaidah harus homogen dan logis sehingga setiap pilihan jawaban (opition) dapat berfungsi atau ada yang memilih. Setiap pengecoh

dapat dikatakan berfungsi apabila ada yang memilih. Setiap pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila terpilih minimal sebanyak 5% dari jumlah peserta.untuk menghitungnya dapat digunakan rumus sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑜𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠 x 100%

Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu : menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud dengan pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola

yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah

(21)

21 |Analisis Butir Soal Contoh perhitungan:

Dari analisis sebuah item, polanya diketahui sebagai berikut:

Pilihan Jawaban A B C* D O Jumlah

Kelompok atas 5 7 15 3 0 30

Kelompok bawah 8 8 6 5 3 30

Jumlah 13 15 21 8 3 60

C diberi tanda (*) adalah kunci jawaban.

Dari pola jawaban soal ini dapat dicari:

1) P = 21/60 = 0,35

2) D = PA – PB = 15/30 - 6/30 = 9/30 = 0,30

3) Distraktor : semua distraktornya sudah berfungsi dengan baik karena sudah dipilih oleh lebih dari 5% pengikut tes.

4) Dilihat dari segi omit (kolom paling kanan) adalah baik. Sebuah item dikatakan baik jika omitnya tidak lebih dari 10% pengikut tes.

(5% dari pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang)

(10% dari pengikut tes = 10% x 60 orang = 6 orang)

Sebenarnya ketentuan ini hanya berlaku untuk tes pilihan ganda dengan 5 alternatif dan P = 0,80. Tetapi demi praktisnya diberlakukan semua.

4. Reliabilitas Skor Tes

(22)

22 |Analisis Butir Soal Menurut Gronlun, ada empat faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas, yaitu :

1. Panjang tes, yaitu banyaknya soal tes. Ada kecenderungan, semakin panjang suatu tes akan lebih tinggi tingkat reliabilitas suatu tes, karena semakin banyak soal, maka akan semakin banyak sampel yang diukur dan proporsi jawaban yang benar semakin semakin banyak, sehingga faktor tebakan akan semakin rendah.

2. Sebaran skor, besarnya sebaran skor akan membuat tingkat reliabilitas menjadi lebih tinggi, Karena koefesien reliabilitas yang lebih besar diperoleh ketika peserta didik tetap pada posisi yang relative sama dalam satu kelompok pengujian ke pengujian berikutnya. Dengan kata lain, peluang selisih dari perubahan posisi dalam kelompok dapat memperbesar koefesien reliabilitas.

3. Tingkat kesukaran, dalam penilaian yang menggunakan pendekatan penilaian acuan norma, baik untuk soal yang mudah maupun sukar, cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang

rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dengan hasil tes yang sukar keduanya dalam satu sebaran skor yang terbatas. Untuk tes yang mudah, skor akan berada dibagian atas dan akhir dari skala penilaian. Bagi kedua tes (mudah dan sukar), perbedaan antar peserta didik kecil sekali dan cenderung tidak dapat dipercaya. Tingkat kesukaran soal yang ideal untuk meningkatkan koefesien reliabilitas adalah soal yang menghasilkan sebaran skor berbentuk genta atau kurva normal.

(23)

23 |Analisis Butir Soal sama, maka akan memperoleh hasil tes yang sama pada saat mengerjakan tes yang sama. Objektivitas prosedur tes yang tinggi akan memperoleh reliabilitas hasil tes yang tidak dipengaruhi oleh prosedur penskoran.

Konsep reliabilitas mendasari kesalahan pengukuran yang

mungkin terjadi pada suatu proses pengukuran atau pada nilai tunggal tertentu, sehingga menimbulkan perubahan pada susunan kelompoknya. Misalnya, guru mengetes peserta didik dengan instrumen tertentu dan mendapat nilai 70. Kemudian pada kesempatan yang berbeda dengan instrumen yang sama, guru melakukan tes kembali, ternyata peserta didik tersebut mendapat nilai 75. Artinya, tes tersebut tidak reliabel, karena terjadi kesalahan pengukuran. Tes yang reliabel adalah apabila koefesien reliabilitasnya tinggi dan kesalahan baku pengukurannya rendah.

Menurut perhitungan product-moment dari Person, ada tiga macam reliabilitas, yaitu koefesien stabilitas, koefesien ekuivalen dan koefesien konsistensi internal.

a) Koefesien Stabilitas

(24)

24 |Analisis Butir Soal lebih besar daripada tes pertama karena soal dan jawaban masih dapat diingat.

Kesalahan teknis ini dapat bersumber dari berbagai faktor, sehingga menyebabkan peserta didik mempunyai skor yang berbeda pada saat dua kali mengerjakan tes yang sama. Bisa saja perubahan skor yang terjadi bukan disebabkan perubahan hal yang diukur, tetapi memang karena situasi yang berbeda atau pengalaman dari peserta didik pada saat mengikuti tes yang pertama, sehingga ketika mengerjakan tes yang kedua, peserta didik lebih berhati-hati dan lebih baik hasilnya. Keunggulan

teknik ini adalah dapat memperkecil kemungkinan masuknya sumber kesalahan yang lain. Namun, patut juga dipertimbangkan bahwa penggunaan kelompok yang sama dan tes yang sama dalam dua kali tes akan mempengaruhi hasil tes yang kedua, karena responden sudah memiliki pengalaman mengerjakan tes yang pertama. Hal ini sekaligus menunjukan kelemahan teknik test and retest.

b) Koefesien ekuivalen

Jika mengorelasikan dua buah tes yang parallel pada kelompok dan waktu yang sama. Metode yang digunakan untuk memperoleh koefesien ekuivalen adalah metode dengan menggunakan dua buah bentuk tes parallel or alternate-forms

method. Syarat-syarat yang harus dipenuhi kedua tes parallel adalah criteria yang dipakai pada kedua tes sama., masing-masing tes dikonstruksikan tersendiri, jumlah item, isi, dan corak sama, tingkat kesukaran sama, petunjuk waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes dan contoh-contoh juga sama. Kemungkinan

(25)

25 |Analisis Butir Soal berbeda pada kelompok tes pertama dengan kelompok tes kedua, meskipun dilakukan pada waktu yang sama.

c) Koefesien konsistensi internal

Reliabilitas yang didapat dengan jalan mengorelasikan dua buah tes dari kelompok yang sama, tetapi diambil dari butir-butir yang bernomor genap untuk tes yang pertama dan butir-butir bernomor ganjil untuk tes yang kedua. Teknik ini sering disebut split-half method. Split berarti membelah dan half berarti setengah atau separuh. Jadi, split-half adalah tes yang dibagi

menjadi dua bagian yang sama, kemudian mengorelasikan butir soal yang bernomor ganjil dalam belahan pertama (X) dan yang bernomor genap dalam belahan kedua (Y). untuk membagi tes menjadi dua bagian dapat juga dilakukan dengan jalan mengambil nomor soal secara acak, tetapi jumlahnya tetap harus sama untuk masing-masing kelompok. Disamping itu, pembagian tes dapat juga dilakukan dengan cara setengah bagian pertama untuk kelompok pertama dan setengah lagi untuk kelompok kedua.

Untuk menghitung koefisien stabilitas, koefisien ekuivalen dan koefisien konsistensi internal dapat digunakan analisis korelasi seperti pada pengujian validitas. Khusus bagi perhitungan koefisien konsistensi internal, korelasi tersebut baru sebagian dari seluruh tes. Untuk memperoleh angka koefisien korelasi secara menyeluruh dari tes tersebut harus dihitung dari nomor-nomor kedua tes itu dengan rumus Spearman Brown.

𝑟

𝑛𝑛

=

1+(𝑛−1)𝑟1.22𝑟1.2

(26)

26 |Analisis Butir Soal n : panjang tes yang selalu sama dengan 2 karena seluruh tes = 2 x ½

Contoh :

10 orang peserta didik dites dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) dan ilmu pengetahuan sosial (IPS). Jumlah soal masing-masing lima buah. Dua buah nomor genap diambil dari hasil tes IPA dan tiga buah nomor ganjil diambil dari hasil tes IPS. Data diperoleh sebagai berikut :

Nilai 10 orang Peserta Didik Dalam Mata Pelajaran IPA danIPS

Nama Skor IPA No.

Genap (2 dan 4) Skor IPS No. Ganjil (1,3 dan 5)

A 8 6 8 7 10

B 7 7 6 7 5

C 5 6 6 6 6

D 8 6 7 6 9

E 5 6 5 5 5

F 4 7 4 6 6

G 5 9 7 5 5

H 7 5 8 5 4

I 7 8 4 9 7

J 9 5 9 9 4

Perhitungan Koefisien Konsistensi Internal

X Y x y x2 y2 xy

14 25 +1 +6 1 36 6

14 8 +1 -1 1 1 -1

11 18 -2 -1 4 1 2

14 22 +1 +3 1 9 3

(27)

27 |Analisis Butir Soal

Untuk menghitung seluruh tes itu, dapat digunakan rumus spearman brown sebagai berikut :

𝑟

𝑛𝑛

=

1+(𝑛−1)𝑟2 𝑟1.2 1.2

=

1+(2−1)(0.65)(2)(0,65)

=

1,301,65

=

0,787

Disamping itu, dapat pula digunakan teknik kuder-richardson (dua orang ahli psikometri yang merumuskan persamaan untuk mencari reliabilitas) yang lebih populer dengan istilah KR20. Salah satu Kr20 adalah sebagai berikut :

𝑟

𝑡𝑡

=

𝑘−1𝑘

(

𝑆

2𝑡−𝑝𝑖𝑞𝑖 𝑆2𝑡

)

Contoh :

10 orang peserta didik di tes dengan 10 butir soal bentuk objektif. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut :

(28)

28 |Analisis Butir Soal

p = proporsi peserta didik yangmenjawab soal betul dari suatu butir soal

k =10 (jumlah butir soal)

∑ 𝑝. 𝑞 = 2,24

(29)

29 |Analisis Butir Soal dalam suatu tes terdapat lebih dari satu skala pengukuran atau mengukur lebih dari satu variabel dan setiap variabel memiliki beberapa aspek, maka pengecekan reliabilitasdilakukan terhadap masing-masing skala pengukuran. Teknikini lebih cocok untuk tes yang menggunakan soal dua pilihan dengan salah satu jawaban benar. Teknik lain yang biasa digunakan untukmenguji konsistensi internal dari suatu tes adalah Cronbach’s Alpha atau koefisien alpha. Perbedaannya dengan teknik Kuder- Richardson adalah teknik ini tidak hanya digunakan untuk tes dengan dua pilihan saja, tetapi penerapannya lebih luas, seperti menguji reliabilitas skala

pengukuran sikap dengan tiga, lima atau tujuh pilihan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien alpha adalah :

𝛼 = 𝑅 − 1 (1 − 𝑅 ∑ 𝜎𝜎 𝑖2 𝑥2 ) Keterangan :

R = jumlah butir soal 𝜎𝑖2 = varian butir soal 𝜎𝑥2 = varian skor total

Untuk butir soal yang bersifat dikotomi seperti pilihan-ganda. Varian butir soal diperoleh dengan rumus:

𝜎𝑥2 = 𝑃𝑖 𝑞𝑖

Keterangan : Pi adalah tingkat kesukaran soal dan qi adalah (1- 𝑃𝑖)

5. Validitas tes

(30)

sifat-30 |Analisis Butir Soal sifat yang representatif dari luasnya isi atau tingkah laku, dan kriteria yang lain lagi untuk (melengkapi) penyediaan data atau untuk menunjang atau menolak beberapa teori psikologis. Sebagaimana dikemukakan oleh Scarvia B. Anderson dalam bukunya ―Encyclopedia of Educational Evaluation‖ disebutkan bahwa ― A test is valid it measure what it purpose to measure‖ (sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur). Validitas suatu instrumen evaluasi, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Validitas suatu instrumen evaluasi mempunyai beberapa

makna penting di antaranya sebagai berikut:

1. Validitas berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrumen evaluasi untuk grup individual dan bukan instrumen itu sendiri.

2. Validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup kategori rendah,menengah, dan tinggi. 3. Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang

perlu diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Tes valid untuk bidang studi metrologi industri belum tentu valid untuk bidang yang lain misalnya bidang mekanika teknik.

Validitas suatu alat evaluasi, bukanlah merupakan ciri yang absolut atau mutlak. Suatu tes dapat memiliki validitas yang tinggi , sedang, rendah, tergantung kepada tujuannya. Secara metodologis, validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), validitas konkuren (concurrent validity), dan validitas prediksi (predictive validity).

a. Validitas Isi

(31)

31 |Analisis Butir Soal materi tes tersebut benar-benar merupakan bahan-bahan yang representatif terhadap bahan-bahan pelajaran yang diberikan. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dam valid teknik sampling. Valid isi mencakup khususnya, hal-hal yang berkaitan dengan apakah item-item evaluasi menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingin diukur. Sedangkan valid teknik sampling pada umumnya berkaitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sample item tes mempresentasikan total cakupan isi. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas ini sering

disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak penyusunan dengan memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran. Misalnya untuk siswa kelas I SMU akan diberikan tes Matematika, maka item-itemnya harus diambil dari materi pelajaran kelas I, apabila kita sisipkan dan item-item yang diambil dari materi pelajaran kelas III maka tes tersebut sudah tidak valid lagi.

Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak ada cara untuk menunjukkan secara pasti. Akan tetapi, untuk memberikan gambaran bagaimana suatu tes divalidasi dengan menggunakan validitas isi, pertimbangan ahli tersebut dilakukan dengan cara seperti berikut. Pertama, para ahli diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian mereka diminta untuk mengoreksi interpretasi item-item yang telah dibuat. Pada akhir perbaikan, mereka juga diminta untuk memberikan pertimbanga-pertimbangan tentang bagaimana baik interpretasi tes evaluasi

(32)

32 |Analisis Butir Soal interpretasi item pertanyaan dalam tes. Atau dengan kata lain perbandinga dibuat antara apa yang harus dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah direfleksikan menjadi tujuan tes.

b. Validitas Konstruk

Validasi konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk sementara. Untuk menentukan adanya validitas konstruk suatu tes dikorelasikan dengan suatu konsepsi atau teori, item-item dalam tes itu harus sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam konsepsi tadi, yaitu konsepsi tentang obyek yang akan dites. Untuk mengetahui

apakah suatu tes memenuhi syarat-syarat validitas konstruksi atau tidak maka kita harus membandingkan susunan tersebut telah memenuhi syarat-syarat penyusunan tes maka berarti tes tersebut memenuhi syarat validitas konstruksi, apabila tidak memenuhi syarat-syarat penyusunan tes berarti tidak memenuhi validitas konstruksi. Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan dengan cara melibatkan hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang menyangkut dengan konstruk yang relevan. Misalnya jika suatu teori kecemasan menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecemasan yang lebih tinggi akan bekerja lebih lama dalam menyelesaikan suatu problem, dibanding dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan rendah. Jika terjadi orang yang cemasnya tinggi ternyata kemudian bekerja sebaliknya yaitu lebih cepat, ini bukan berarti bahwa tes yang sudah baku tadi berarti tidak mengukur kecemasan orang. Atau dengan kata lain hipotesis yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang dengan kecemasan tinggi tidak benar. Dari kasus tersebut mengindikasikan bahwa konstruksi yang berhubungan dengan

(33)

33 |Analisis Butir Soal

c. Validitas Konkuren

Jika hasil suatu tes mempunyai korelasi yang tinggi dengan hasil dari suatu alat pengukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula, maka tes itu dikatakan memiliki konkuren validity.

Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika istilah ―sesuai tentu ada dua hal yang dipasangkan dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah

lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada. Cara-cara membuat tes dengan validitas konkruen dapat dilakukan dengan beberapa langkah seperti berikut.

1. Administrasi tes yang baru yang dilakukan terhadap grup atau anggota kelompok

2. Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien validitasnya jika ada

3. Hubungkan atau korelasikan dua tes skor tersebut

Hasil yang dicapai atau koefisien validitas yang muncul menunjukkan derajat hubungan validitas tes yang baru. jika koefisien tinggi, berarti tes yang baru tersebut mempunyai validitas konkruen yang baik. Sebaliknya, tes yang baru dikatakan mempunyai validitas konkruen yang jelek, apabila koefisien yang dihasilkan rendah.

Tes mental merupakan contoh nyata terapan suatu tes pembeda (validitas konkruen yang melibatkan penentuan tes ) yang sering ditemui dalam kasus psikologi. Jika hasil skor suatu tes dapat digunakan degan cara benar untu mengklarifikasi orang

(34)

34 |Analisis Butir Soal

d. Validitas Prediksi

Memprediksi artinya meramal, dan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan mendatang. Jenis validitas ini menunjukkan kenyataan jika ujian yang dimaksud dihubungkan dengan kriteria-kriteria tentang hasil karya atau kesuksesan di masa depan. Demikianlah jika suatu tes bakat skolastik diberikan pada siswa-siswa SMU dikorelasikan dengan prestasi mereka di perguruan tinggi, maka

kenyataan yang diperoleh itu akan menunjukkan validitas prediksi.

Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi bentuknya tergantung beberapa faktor misalnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai, intensitas mengajar dan letak geografis atau daerah sekolah. Yang perlu diperhatikan saat melakukan tes validasi ini yaitu perlu memperhatikan proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi dengan tes yang dibakukan. Perlu disadari bahwa skor tes yang dihasilkan juga memiliki sifat ketidak sempurnaan. Ketika kriteria telah diidentifikasi dan ditentukan, prosedur selanjutnya adalah menentukan validitas prediksi suatu tes dengan cara seperti berikut.

a) Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai b) Tentukan kelompok yang dijadikan subyek dalam pilot Study c) Identifikasi kriterion prediksi yang hendak dicapai

d) Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau variabel kriteria muncul dan terpenuhi dalam kelompok yang telah

ditentukan

(35)

35 |Analisis Butir Soal Sebagai contoh, kita akan menyelenggarakan tes untuk menentukan validitas prediksi tes pada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah matematika teknik. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat tes item, kemudian memberikannya kepada kelompok mahasiswa potensi yang mengambil mata kuliah tersebut. Kemudian kita menunggu selama satu semester penuh pada kelompok mahasiswa yang hendak diprediksi pada mata kuliah yang sama dengan mengukur melalui nilai ujian akhir. Hasil korelasi antara dua set nilai akan menentukan validitas prediksi tes. Jika hasilnya menunjukkan

koefisien korelasi tinggi, berarti tes tersebut mempunyai validitas prediksi tinggi.

Untuk menguji validitas empiris dapat digunakan jenis statistika korelasi product-moment, korelasi perbedaan peringkat, atau korelasi diagram pencar. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh perhitungan korelasi.

a. Korelasi Product-Moment dengan Angka Simpangan

Rumus r

xy

=

Σ𝑥𝑦

√(Σ𝑥2)((Σ𝑦2)

Keterangan : r = koefisien korelasi ∑xy = jumlah produk x dan y Contoh :

10 orang peserta didik kelas 11 SMA mendapat nilai dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris seperti berikut :

Tabel

Nilai Peserta Didik Kelas 11 SMA dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

No Nama Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

(36)

36 |Analisis Butir Soal

2 B 7 8

3 C 8 7

4 D 5 5

5 E 6 7

6 F 7 7

7 G 4 5

8 H 5 7

9 I 8 8

10 J 6 6

Langkah-langkah penyelesaian:

1.Membuat tabel persiapan seperti berikut:

No X Y x y x2 y2 xy

2.Masukkan nilai masing-masing mata pelajaran, di mana nilai Bahasa Indonesia sebagai variabel X dan nilai Bahasa Inggris

sebagai variabel Y.

3.Jumlahkan semua nilai yang ada dalam variabel X dan variabel Y, kemudian hitung rata-rata X dan rata-rata Y.

4.Cari nilai pada kolom x dengan jalan nilai tiap-tiap peserta didik dalam kolom X dikurangi dengan rata-rata X.

5.Cari nilai pada kolom y dengan jalan nilai tiap-tiap peserta didik dalam kolom Y dikurangi dengan rata-rata Y.

6.Cari nilai pada kolom x2 dengan jalan mengkuadratkan masing-masing nilai dalam kolom x.

7.Cari nilai pada kolom y2 dengan jalan mengkuadratkan masing-masing nilai dalam kolom y.

(37)

37 |Analisis Butir Soal Berdasarkan langkah-langkah di atas dapat dihitung koefisien korelasi product-moment sebagai berikut.

Tabel

Perhitungan Korelasi Product-Moment dengan Angka Simpangan

Rumus lain korelasi product-moment, yaitu :

(38)

38 |Analisis Butir Soal Di samping itu, dapat juga digunakan rumus korelasi product-moment dengan angka kasar sebagai berikut :

r = 𝑁 Σ𝑥𝑦−(Σ𝑥)(Σ𝑦)

√{𝑁 Σ𝑥2− (Σ𝑥)2} {𝑁 Σ𝑦2− (Σ𝑦)2}

Contoh :

Tabel

Teknik Korelasi Product-Moment dengan Angka Kasar

No X Y X2 Y2 XY

1 5 6 25 36 30

2 7 8 49 64 56

3 8 7 64 49 56

4 5 5 25 25 25

5 6 7 36 49 42

6 7 7 49 49 49

7 4 5 16 25 20

8 5 7 25 49 35

9 8 8 64 64 64

10 6 6 36 36 36

∑ 61 66 389 446 413

r = 𝑁 Σ𝑥𝑦−(Σ𝑥)(Σ𝑦)

√{𝑁 Σ𝑥2− (Σ𝑥)2} {𝑁 Σ𝑦2− (Σ𝑦)2}

= 10 (413)−(61)(66)

√{10 (389) − (61)2} {10 (446)−(66)2}

= 4130−4026

√{3890 − 3721} {4460 −4356}

=

104

√(169)(104)

=

104

(39)

39 |Analisis Butir Soal b. Korelasi Perbedaan Peringkat (Rank Differences

Correlation)

Rumus: r = 1 -

6 Σ𝐷2

𝑛 (𝑛2 −1) Keterangan :

r = koefisien korelasi

1 dan 6 = bilangan tetap

D = perbedaan antara dua peringkat (rank) n = jumlah sampel

Contoh :

Langkah-langkah penyelesaiannya:

1.Cari peringkat dari tiap-tiap mata pelajaran dengan jalan mengurutkan nilai-nilai dari yang terbesar sampai yang terkecil. 2.Jika terdapat nilai yang sama, misalnya ada dua nilai yang sama, maka kita jumlahkan nilai peringkat pertama dengan nilai peringkat kedua, kemudian dibagi dua. Dengan demikian, kedua orang tersebut memperoleh peringkat yang sama. Semakin besar nilai yang diperoleh, semakin tinggi kedudukan peringkat dalam kelompoknya.

3.Cari perbedaan peringkat dengan jalan mengurangkan peringkat mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan peringkat mata pelajaran Bahasa Inggris.

4.Perbedaan peringkat yang diperoleh kemudian dikuadratkan. Berdasarkan langkah-lagkah di atas, maka akan diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Tabel

(40)

40 |Analisis Butir Soal

No X Y Rx Ry D D2

1 5 8 8 7,5 0,5 0,25

2 7 8 3,5 1,5 2 4

3 8 7 1,5 4,5 -3 9

4 5 5 8 9,5 -1,5 2,25

5 6 7 5,5 4,5 1 1

6 7 7 3,5 4,5 -1 1

7 4 5 10 9,5 0,5 0,25

8 5 7 8 4,5 3,5 12,25

9 8 8 1,5 1,5 0 0

10 6 6 5,5 7,5 -2 4

34

r = 1 -

6 Σ𝐷2

𝑛 (𝑛2 −1)

= 1 -

6 (34)

10 (102 −1)

= 1 -

204

990

= 1

0,206 =

0,79

c. Teknik Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Korelasi ini dapat digunakan apabila data kedua variabel berbentuk nominal.

Rumus : r = 𝑁 ΣfU𝑥𝑈𝑦−(f𝑥𝑈𝑥)(f𝑦𝑈𝑦) √{𝑁 f𝑥𝑈2𝑥− (f𝑥𝑈𝑥)2} {𝑁 f𝑦𝑈2

𝑦− (f𝑦𝑈𝑦)2}

Contoh :

(41)
(42)

42 |Analisis Butir Soal Dalam statistika, koefisien korelasi dinotasikan dengan “r”. Besarnya koefisien korelasi tidak akan lebih kecil atau sama dengan -1.00 atau tidak akan lebih besar atau sama dengan +1.00. Hal ini dapat dinyatakan dengan:

r = + 1.00, artinya korelasi sempurna positif r = - 1.00, artinya korelasi sempurna negatif

Untuk menafsirkan koefisien korelasi dapat menggunakan kriteria sebagai berikut: 0,81 - 1,00 = sangat tinggi

0,61 - 0,80 = tinggi 0,41 - 0,60 = cukup 0,21 - 0,40 = rendah

0,00 - 0,20 = sangat rendah

Analisis butir secara modern yaitu penelaahan butir soal dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) atau teori jawaban butir soal. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu scal dengan kemampuan siswa. Nama lain IRT adalah latent trait theory (LTT), atau characteristics curve theory (ICC).

Asal mula IRT adalah kombinasi suatu versi hukum phi-gamma dengan suatu analisis faktor butir soal (item factor analisis) kemudian bernama Teori Trait Latent (Latent Trait Theory), kemudian sekarang secara umum dikenal menjadi teori jawaban butir soal (Item Response Theory) (McDonald, 1999: 8).

B. Manfaat Analisis Butir Soal

Kegiatan analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya: (1) dapat membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan, (2) relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4)

(43)

43 |Analisis Butir Soal menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan, (2) memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas, (3) memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa, (4) memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum, (5) merevisi materi yang diukur, (6) meningkatkan keterampilan penulisan soal.

Dari uraian di atas menunjukkan analisis butir soal memberikan manfaat: (1) menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik; (2) meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh soal; (3) meningkatkan validitas soal

(44)

44 |Analisis Butir Soal

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

 Analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Ada beberapa teknik

yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel.

a) Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah.

b) Teknik Panel yakni suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal.

 Analisis butir soal secara kuantitatif adalah analisis butir soal didasarkan pada data empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu: 1. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal

melalui informasi dari jawaban peserta didik tes guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes

klasik.

Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau fungsi pengecoh pada setiap pilihan jawaban, reliabilitas dan validitas soal.

2. Analisis butir secara modern yaitu penelaahan butir soal dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) atau teori jawaban butir soal. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu scal dengan kemampuan siswa. Nama lain IRT adalah latent trait theory (LTT), atau characteristics curve theory (ICC).

 Manfaat menganalisis butir soal, yaitu:

(45)

45 |Analisis Butir Soal 2. Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu

tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh soal, 3. Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas, dan

4. Merevisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.

B. Saran

Ketika kita menjadi pengajar dan pendidik, sebaiknya dalam penyusunan instrument tes, seperti soal tes hendaknya disesuaikan dengan kriteria

(46)

46 |Analisis Butir Soal DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2009. EVALUASI PEMBELAJARAN. Bandung; PT.REMAJA ROSDAKARYA

Arikunto, Suharsimi. 2003. DASAR-DASAR EVALUASI PENDIDIKAN. Jakarta; Bumi Aksara

Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Jakarta; GRAHA ILMU

Gambar

Perhitungan Korelasi Tabel  Product-Moment dengan
Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Analisis sensitivitas dilakukan pada alternatif yang paling layak apabila terjadi perubahan pada tiga variabel dan kondisi, yaitu pada saat biaya konstruksi naik

Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) pola sebaran industri kerajinan serat alam di Kabupaten Bantul dan Kulonprogo mengelompok dengan rasio tetangga terdekat adalah 0,16

Mearsheimer (1995) bahwa negara merupakan instrumen yang paling kuat dalam menciptakan dan membentuk organisasi internasional, oleh karenanya mereka

Analisis terhadap potensi wilayah secara teknis dapat dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk memberikan penilaian terhadap

Pada kelompok perlakuan yang diinduksi aloksan dan diberi albedo semangka kuning dengan dosis 4,5 g/kg BB tikus dan dosis 9 g/kg BB tikus mengalami penurunan kadar glukosa

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat dinyatakan bahwa pemberian filtrat buah luwingan muda maupun matang dengan konsentrasi 100 % secara single dose pada

Bagi Hasi adalah suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana, yaitu antara bank umum syariah dengan penyimpan dana serta

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei guna mendapatkan data yang benar dan sesuai dengan fakta yang secara langsung.1. didapat